All Chapters of Pembohong yang Sempurna: Chapter 71 - Chapter 80

85 Chapters

Pot. 71

Beny’s Books & Coffee. Sebuah papan nama terpampang jelas di depan ruko berlantai tiga tak jauh dari kampus Nyla. Sebuah gambar buku terbuka di samping secangkir kopi melengkapi tampilan papan nama yang membentang sepanjang dua meter. Itulah tempat usaha yang diberikan Robi untuk Bela, toko buku sekaligus mini kafe dengan nama yang jelas dipaksakan, tapi itulah pilihan Robi dan Bela tidak bisa bernegosiasi untuk hal itu. Semuanya sudah satu paket. Bela tampak mengembuskan napas begitu turun dari mobil merah kesayangannya. Sama seperti yang dilakukan Nyla, Ia memandangi papan nama itu dengan enggan dan kemudian  hanya mampu mengangkat kedua bahu saat Nyla memicingkan mata dan menaruh tanya pada tatapannya. “Kita masuk saja!” ajak Bela yang langsung menggamit lengan Nyla. Melangkah ringan memasuki tempat yang akan menjadi milik mereka. Sepi. Masih sepi. Bela kembali memasukkan kunci ke dalam tas mungilnya dan membiarkan pintu
Read more

Pot. 72

Parta terus tersenyum saat melihat ekspresi terkejut Nyla. Satu-satunya potret yang dikirim Bela begitu ia keluar dari jeruji besi. Dua bulan berada di ruang yang dingin dan engap itu dengan mudah dilupakan begitu mendapati kerinduannya sedikit terpenuhi. Gadis yang terlihat semakin cantik di matanya. “Kamu yakin? Dia akan sangat senang kalau kamu datang atau setidaknya temui aku. Ingat, aku ini temanmu, bukan sekadar orang suruhanmu!” oceh Bela saat Parta melakukan panggilan video dengannya. “Dia tidak akan mengenaliku,” kata Parta sambil menunjukkan jambang yang mulai memenuhi wajahnya. Ia sedikit bercermin melalui tampilan layar handphonenya. Benar, selama ditahan hingga sudah seminggu keluar, ia hanya beberapa kali mencukur jambangnya. “Dan kamu ... ayolah, masa hanya ada satu foto?” gerutu Parta. Ia merengek meminta foto Nyla yang lainnya. “Kamu pikir Nyla mau difoto? Sekali pun aku bilang untuk ditunjukkan padamu, pasti dia tidak akan mau. Kalau memang
Read more

Pot. 73

“Ayolah, Pa. Ajari anak kesayangan papa ini untuk merayu wanita.” Parta merengek pada ayahnya yang sibuk merapikan koper sementara dirinya duduk santai sambil memeluk ibunya. Ia mengatakan itu dengan sengaja dan menantang. Ia ingin memancing ayahnya untuk bersikap romantis pada ibunya. “Singkirkan harapanmu itu! Cepat cukur kumis dan jambangmu itu. Kamu kelihatan lebih tua dari papa,” sentak Panji. Raut wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun karena dia terus menunduk merapikan koper yang masih saja susah untuk ditutup. “Wow. Aku tak pernah menyangka papa akan menggunakan nada tinggi saat bicara padaku di depan mama. Tapi aku beruntung karena mama pasti selalu membelaku.” Parta mendongak sambil tersenyum untuk melihat ibunya. “Bukan lebih tua. Seperti ini dia lebih dewasa. Kita tidak perlu banyak cerewet lagi padanya,” jawab Ratna sambil tersenyum dan mengelus punggung Parta. Sedari tadi Panji hanya berfokus pada tugasnya merapikan isi koper hingg
Read more

Pot. 74

Menyusul Vika dan Yoga menjadi langkah ringan Parta. Berdasarkan informasi dari Vika, setelah bersusah payah menjelaskan segala sesuatu pada Karlos yang sekarang lebih protektif pada anak gadisnya, akhirnya Parta mendapat izin untuk menghubungi Vika. Betapa bahagia gadis itu setelah mendengar kabar langsung dari Parta. Selesainya masalah Parta membawa kelegaan tersendiri baginya. Semuanya juga jadi lebih mudah bagi Vika begitu tahu Parta akan menyusulnya. Ia juga yang nantinya membantu segala administrasi untuk kepindahan Parta. Mereka memang teman yang solid. “Hai,” sapa Parta begitu Vika membuka pintu apartemennya. Gadis itu langsung membaur memeluk Parta. Jangan heran, itu adalah pelukan persahabatan. Sahabat yang sudah lama tidak berjumpa dan berkomunikasi. “Aku tidak percaya kalau bakalan secepat ini ...” “Keluar dari sel?” seloroh Parta memotong kata-kata Vika. Gadis itu langsung mengurai pelukan dan menatap Parta dengan tajam. Telunjukn
Read more

Pot. 75

“Soal papamu, aku tidak tahu,” sambung Parta sebelum Yoga melanjutkan kalimatnya yang menggantung. “Seperti yang aku bilang, aku hanya tahu papa, mama, dan sedikit tentang Nyla. Tidak tahu tentang kakek, nenek, juga papamu.” Parta mengangkat kedua bahunya dan terus menatap televisi. “Aku tidak menanyakan kabar papa. Aku justru ingin minta maaf untuk semua kesalahannya dan terutama kesalahanku. Aku hanya punya dia karena itu aku selalu berusaha menuruti, kata-katanya, ambisinya. Tapi, kenyataannya papa bukan orang yang tepat di saat aku terpuruk. Tapi, ya, dia tetap papaku.” “Ya, dia tetap papamu dan kamu harus tetap berbakti padanya.” Yoga mengangguk pelan. Ia ingin bercerita banyak dan mengakui segala kesalahan yang sengaja dilakukannya langsung pada Parta untuk kemudian meminta maaf, tapi sikap Parta membuatnya urung. Ia merasa hanya jika bersama dengan Vika ia akan bisa menyampaikan semuanya yang nantinya akan sedikit mengurangi beban di hatinya. K
Read more

Pot. 76

“Jadi, menurutmu dia suka sama kamu?” Bela menuang air panas ke dalam dua cangkir yang sudah berisi bubuk cokelat sambil sesekali mengarahkan pandangannya mengikuti gerakan Nyla yang sedang mengeluarkan isi tasnya. Sudah lama ia tidak mendengar gaya bercerita seperti ini dan ia sangat penasaran sekaligus antusias dengan cerita yang akan disampaikan Nyla. “Ya, kurasa seperti itu.” Nyla mengangkat kedua bahunya, menyatakan keraguan dari kata-katanya sendiri. Kini ia sudah berhasil merapikan kembali isi tasnya. Beberapa kertas sepertinya menjadi barang berharga yang harus diperhatikan keselamatannya. Ia menyusunnya dengan rapi. Menyatukan beberapa lembar menjadi berkas-berkas terpisah dan menautkan sebuah klip warna-warni untuk membedakannya. Hari ini semua sudah selesai. Setelah hampir seminggu penuh bolak-balik kampus dan luar kota, akhirnya Nyla bisa lagi menginjakkan kakinya di kafe yang menenangkan itu. Lega, semua bisa diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Read more

Pot. 77

“Apa?” Parta masih menyimak cerita Bela namun tidak yakin dengan pendengarannya saat ini. “Tidak perlu heran!” tegas Bela yang bisa dipastikan kekesalannya. Tidak ada orang yang suka mengulang-ulang perkataan yang baru saja selesai disampaikan, begitu juga dengan Bela. “Kamu jangan merusak semangat aku dong Bel! Yang benar saja? Nyla tidak mungkin semudah itu jatuh cinta sama orang lain.” Parta menghela napas dan menghentikan aktivitasnya. Fokusnya hanya pada earphone yang memenuhi telinganya. Cerita panjang yang disampaikan Bela diakhiri dengan berita yang ingin ditolak oleh Parta. Pemuda itu sudah tidak fokus membaca buku di depannya. Jemarinya juga beberapa kali salah mengetik. “Aku tidak bilang kalau Nyla jatuh cinta sama itu cowok. Aku cuma bilang kalau ada cowok yang suka sama Nyla dan berusaha mendekati Nyla.” “Terus?” tanya Parta. Ia tidak sungguh bertanya karena jawabannya tentu akan membuatnya berpikir lebih dalam. “Terus ak
Read more

Pot. 78

Vika terbahak-bahak ketika mendengar Yoga menceritakan kemurungan Parta karena cemburu dan takut Nyla memiliki pacar baru. Suasana meja makan begitu renyah, tidak hanya dentang sendok garpu yang beradu dengan piring. Vika dan Parta pun lebih sengit, terutama Vika, mengejek satu sama lain. Parta terus memprotes masakan Vika yang jelas hanya mengada-ada karena buktinya ia melahap semua makanan. Belum lagi Yoga yang terus membela Vika membuat Parta semakin terpojok. Tapi tidak masalah, itu semua hanya canda. Mereka sadar bahwa jauh dari keluarga membuat mereka harus saling menguatkan satu sama lain. Dan itu cara yang mereka pilih. “Jadi? Bagaimana? Kamu mau balik, Par? Kalau kamu tidak balik, bisa-bisa Nyla diambil cowok lain.” “Dalam imajinasimu, Vik! Nyla tidak mungkin semudah itu melupakan cowok sekeren aku. Lagian aku yakin banget kalau itu cowok tidak bisa menyaingi kelebihanku.” “Ingat, Par. Nyla pernah suka loh sama aku,” sela Yoga memberi penekan
Read more

Pot. 79

Bela tidak berhenti berjalan ke sana ke mari di antara beberapa bangku pengunjung. Beberapa karyawan yang sedang membersihkan kafe malam itu sesekali mencuri pandang dan menaruh curiga pada sikap tidak biasa dari atasannya itu. Sesekali juga mereka berbisik, namun tak ada satu pun yang berani bertanya secara langsung. Biasanya Bela akan menyampaikan beberapa instruksi yang menurut karyawannya sangat membosankan, instruksi yang selalu diulang-ulang setiap mereka mulai menutup kafe. Nyla yang baru turun dari lantai dua melihat pemandangan itu. Matanya beralih dari satu sisi kafe ke sisi yang lainnya. Beberapa karyawan yang sudah selesai beres-beres namun masih berkumpul dan tidak segera pulang. Mereka saling mendorong satu sama lain untuk mendekati Bela. Bela yang mendapat perhatian dari karyawannya itu juga menjadi perhatian Nyla. Ada apa dengan mereka hari ini? “Ada apa? Mengapa kalian belum pulang?” tanya Nyla saat mendekati karyawannya yang sudah berganti
Read more

Pot. 80

Nyla ikut merasakan kebahagiaan yang terpancar di senyum Bela saat sahabatnya itu mengenakan gaun sederhana yang akan digunakan untuk acara makan malam antara keluarganya dan keluarga Robi. Beberapa kali ia keluar dan masuk kembali ke kamar pas untuk mencoba beberapa gaun dan meminta pendapat Nyla. Ada rasa bangga yang terbersit di benak Nyla saat menyadari bahwa dirinya menjadi pribadi yang dipercaya untuk memberi pendapat dalam hal yang sangat penting bagi sahabatnya itu. “Bagaimana? Aku lebih suka yang warna emas, tapi kurasa aku tidak bisa menahan untuk mencoba yang satu ini dan rasanya sangat pas dan cantik,” celoteh Bela yang sedang memutar badannya dan memperhatikan penampilannya di depan cermin. Sementara itu Nyla duduk di belakangnya dan terus mengamati. “Kamu hanya mengagendakan untuk makan malam satu kali. Tidak mungkin dalam waktu yang sama kamu akan berganti pakaian.” Nyla menatap Bela yang sekarang membelakangi cermin dan sedang menunjukkan penampilanny
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status