Home / All / Pura-Pura Buta / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Pura-Pura Buta: Chapter 81 - Chapter 90

140 Chapters

8

"Ayah, Bun. Memangnya foto apaan? Boleh Shanum lihat?" Ujarku dengan mengulurkan tangan karena penasaran.  Bunda mendesah berat. "Nggak usah dilihat ya, Nak. Foto itu isinya gambarmu sama Alan sedang tidur bersama." Aku menutup mulutku, terkejut. "Ada yang sengaja memfoto kalian saat tidak sadarkan diri," lanjut Bunda.  Buliran bening lolos dari kedua pelupuk mata. "Maaf, Bun, Yah. Gegara Shanum, kalian jadi kena masalah." Aku menangis tergugu mengingat kebodohanku mau datang ke sana dengan berbohong pada mereka. Berharap bertemu sang pujaan hati, tapi malah petaka yang kudapat.  Bunda memelukku. "Sudah, tidak perlu menyalahkan diri sendiri. Jadikan ini pelajaran buat kamu, lain kali nurut apa kata orang tua. Nggak mungkin kami menjerumuskanmu ke hal yang buruk." Dielusnya bahuku lembut, memberikan ketenangan.  Penyesalan selalu datang diakhir. Kata
last updateLast Updated : 2022-01-10
Read more

9

"Iya, Ma. Ini lagi di jalan mau pulang. Mama dimana?" Ayah lagi menjawab telepon. Dari nada bicaranya itu sepertinya Nenek yang menelepon.  "Iya, nanti Ryan jelaskan di rumah. Waalaikumsalam."   "Mama?" tanya Bunda menyelidik.  Ayah mengangguk. "Iya."  "Pasti Bi Sumi sudah ngadu sama Mama."  "Sepertinya," jawab Ayah lesu. Ibu menengok ke arahku. Kutundukkan wajah tidak ingin bersitatap dengannya.  "Apa yang harus kita jelaskan pada Mama." Bunda membalikkan badannya menghadap Ayah.  "Katakan yang sebenarnya. Mau gimana lagi." Ayah masih fokus ke depan, menyetir.  Kudengar Bunda mengembuskan napas pelan. Pasti ini sangat berat untuknya dan juga Ayah.  Kenapa aku tidak mati saja.
last updateLast Updated : 2022-01-10
Read more

10

Di sinilah kami berada di rumah keluarga besar Atmanegara. Rumah dengan interior modern klasik yang menambah kesan mewah pada bangunan bergaya eropa. Langit-langit rumah yang menjulang tinggi dihiasi lampu kristal di tengahnya adalah khas rumah tersebut.  Kami masuk ke dalam rumah ini disambut pelayan rumah berpakain seragam. Dari pintu utama hingga dituntun menuju ruang tengah, mataku disuguhkan pemandangan yang indah dan menakjubkan. Isi dalam setiap ruangan penuh dengan barang-barang mewah dan mahal. Nenek salah kalau mengatakan keluarga kita sepadan dengan mereka. Jauh, Nek. Rumah mereka seperti istana. Besar sekali. Pantas Ayah bilang sulit untuk menghadapi keluarga Om Yudha karena dari rumah yang sangat besar ini biasanya menyimpan kekuatan yang besar pula di dalamnya.  Kami diminta duduk dan menunggu sebentar. Hampir beberapa menit duduk di kursi besar ini baru nampak penghuni rumahnya. Om Yudha, Tante Anya d
last updateLast Updated : 2022-01-11
Read more

11

Ma, apa itu tidak berlebihan dengan memberikan Alan tantangan?"  Ayah membuka percakapan saat di dalam mobil menuju pulang. Ia menoleh sebentar ke kursi belakang ke arah Nenek, dan aku mendengar dengan seksama.  "Mas Ryan benar, Ma. Urusan Shanum yang telah terselesaikan sudah sangat melegakan, Ma. Itu lebih dari cukup. Delia takut Alan melakukannya hanya demi memenuhi tantangan, bukan dari hati. Lalu setelah berhasil, maka dia akan kembali ke sifatnya semula." Bunda ikut menimpali ucapan Ayah. Aku setuju dengan pendapat Ayah dan Bunda. Mereka benar. Harusnya Nenek tidak perlu setuju dengan permintaan ataupun syarat yang diberikan kakeknya Alan. Ini seperti menambah masalah di hidupku. Jadi semakin rumit. Bagaimana kalau Alan berhasil, apa mungkin aku akan menikah dengannya? Oh, tidak! Membayangkannya saja aku tidak ingin apalagi kejadian. Namun kalau ditolak juga sangat tidak mungkin, kartu As-ku di tangan kakek tu
last updateLast Updated : 2022-01-12
Read more

12

"Apa!"  Kaif terkejut mendengar cerita Ayah tentang situasi di rumah Alan hingga masalah syarat yang diajukan kakeknya Alan ataupun dari Nenek.  "Gila, Kaif nggak ngerti kenapa ada orang bisa berbuat selicik dan sehina itu demi uang? Nggak punya hati dia," tukasnya dengan ekspresi yang berlebihan. Kesal, tapi aku suka lihatnya. Itu tandanya ia peduli.  "Namanya juga kepepet, If. Bisa aja. Iya kan Num, Santi bilang butuh uang. Memangnya dia pernah cerita kalau kesulitan uang?" Ibu bertanya padaku. Kujawab dengan gelengan kepala.   Seingatku Santi tidak pernah cerita kalau lagi dalam masa sulit. Sejauh ini dia selalu ceria dan tidak seperti orang yang ada masalah.  "Kok Nenek setuju sih sama syarat itu? Yang rugi kan Kak Shanum, malah tambah sulit dong dibuatnya." Kaif masih antusias berujar mengemukakan pendapat
last updateLast Updated : 2022-01-13
Read more

13

Tidak terasa air mata mengalir seiring membaca pesan dari Santi. Aku menangis karena tidak peka pada perasaannya. Setiap hari selalu Fatih yang kuceritakan padanya. Sampai akhirnya aku memang menjalin hubungan dengan Fatih, Santi lah tempatku curhat. Kukira senyum yang ia ukir di bibir adalah senyum kebahagiaan atas bahagiaku, ternyata salah. Aku tidak marah pada perbuatannya. Mungkin itu akibat kebenciannya padaku. Aku marah atas diamnya akan perasaan yang ia pendam untuk orang yang sama. Setidaknya, kalau ia cerita, aku bisa mencegah rasaku pada Fatih.  Santi benar. Ini adalah chat terpanjangnya untukku. Mencoba menghubunginya, tapi gagal. Nomornya tidak dapat dihubungi, mati.  Sekarang aku beralih ke pesan dari Fatih.  [Num, kamu serius ingin hubungan kita berakhir?]  [Num, kenapa pesanku belum kamu baca?]  [Num,
last updateLast Updated : 2022-01-14
Read more

14

Aku mulai bergelut dengan kesibukan belajar di sekolah. Hubunganku dengan Fatih memburuk, kami hampir tidak pernah saling sapa. Kalaupun harus terlibat dalam satu kelompok, biasanya aku bersikap sewajarnya, begitupun dia. Kami membahas apa yang ada hubungannya dengan pelajaran saja. Selain itu, diam adalah jalan terakhir kami kalau tidak ada lagi yang dibahas. Teman-teman satu kelas banyak yang bertanya kenapa dan ada apa melihat sikap kami yang jauh berbeda dari sebelumnya. Dari yang dekat lalu menjauh.   "Tidak apa, kami baik-baik saja," jawabku singkat setiap kali ditanya teman.   Entah kalau Fatih, aku kurang tahu tanggapannya. Ia masih sama seperti dulu, bersikap dingin. Lebih dingin lagi denganku. Tidak ada sekalipun dia bertanya padaku tentang kejelasan hubungan kami. Mungkin memang benar sudah selesai.   ***  "Eh."&nbs
last updateLast Updated : 2022-01-15
Read more

15

"Num, kita harus bicara." Aku tersentak kaget saat sebuah tangan meraihku dan memaksaku mengikutinya.   Ia menggiringku ke sebuah tempat sepi dekat mushola sekolah. Pagi ini, anak-anak belum banyak yang datang karena masih terlalu pagi. Aku sengaja minta diantar Ayah lebih pagi karena kena giliran piket kelas. Walaupun sekolah ini tergolong elit, tapi tetap diajarkan untuk membersihkan ruang kelasnya masing-masing karena itu adalah tanggung jawab kami dan sebagai bentuk pengembangan diri agar lebih bertanggung jawab dan sadar kebersihan.  "Fatih, sakit," keluhku, mencoba melepaskan genggaman erat tangannya.  Sadar dengan apa yang kuucapkan, ia segera melepas tangannya.   "Maaf." Ia berujar sembari ingin mengusap lenganku tapi kutepis. Aku sedikit mundur menjauhinya.  "Kamu berubah." Tarikan sebelah
last updateLast Updated : 2022-01-15
Read more

16

Sebuah mobil datang dan berhenti di depan kami. Kaca mobilnya diturunkan dan terlihat wajah Mang Diman--sopir kami menyembul di sana.  "Pulanglah, Num. Biar aku yang menemui Kakek," ujar Alan membuatku bimbang. Lelaki tersebut bertindak gentleman untukku.  "Ayo, Kak," ajak Kaif menarik lenganku. Aku masih terdiam terpaku. Bingung harus berbuat apa.  "Den, jangan lakukan ini, saya takut tuan besar, marah." Lelaki berjas hitam itu bicara lembut pada Alan dan sedikit menunduk.  Langkah kakiku yang akan masuk ke dalam mobil terhenti saat mendengar ucapan tangan kanan kakeknya Alan. Kasihan. Mungkin dia hanya menjalankan tugas, kalau kutolak, pasti berimbas padanya.  "If, pulanglah! Kalau Bunda tanya, bilang saja yang sejujurnya kalau aku bersama kakeknya Alan sebentar. Nggak akan lama, kok. Bunda pasti izinin."&
last updateLast Updated : 2022-01-16
Read more

17

 Anak kecil? Apa menurutnya aku sudah dewasa? Umurku kan tidak beda jauh dari Kaif. Katanya ingin berdua saja denganku, tapi Alan diizinkannya ikut.  "Hahaha …." Kakek Atma tergelak lagi.    "Kamu sudah Kakek anggap dewasa karena akan menjadi anggota baru di keluarga Atmanegara." Aku terkesiap mendengarnya.  Ya Tuhan, apa Kakeknya Alan ini seorang cenayang? Dia selalu bisa menebak isi hatiku. Mirip seperti Nenek. Mobil berhenti di sebuah restoran mewah. Sebenarnya aku agak ragu karena pakaianku yang masih mengenakan seragam sekolah. Sedangkan di dalam nampak orang-orang berpakaian rapi dan ber-jas. Aneh saja anak SMA nongkrong di restoran mewah. Biasanya kan cuma mampir sekelas cafe, bukan restoran mewah begini. Namun ada kelegaan karena Alan pun mengenakan pakaian yang sama sepertiku. Ada temannya. Orang tidak akan berpikir macam-m
last updateLast Updated : 2022-01-16
Read more
PREV
1
...
7891011
...
14
DMCA.com Protection Status