Home / Lain / The Rich Man Passion / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of The Rich Man Passion: Chapter 41 - Chapter 50

57 Chapters

41. Tahapan tes kerja

     Aga pikir dia akan fokus memperbaiki rasa wine.“Biar dia saja yang mengurusnya. Aku hanya perlu terima laporan yang benar saja.” Aga berjalan kembali mengelilingi pabrik.     Aga ingin fokus pada satu pekerjaannya dahulu walaupun dia tidak perlu terjun langsung untuk mengelola perusahaan. Dia bukan tipe orang yang cepat puas dengan hasil yang didapat. Dia perlu mencari tahu ada kejanggalan apa dari rasa wine yang dibuat oleh Mos.     Tiba-tiba, ponsel Aga berdering dengan nada panggilan yang cukup asyik untuk didengar.“Papa."     Aga menyentuh layar ponsel untuk mengangkat panggilan telefon.“Halo, Pa.”“Halo, Ga. Kamu di mana?”“Aku di pabrik. Ada apa Pa?”“Kebetulan. Papa mau menanyakan tentang lowongan pekerja pabrik. Apakah kita benar-benar membutuhkan?”“Iya, Pa. Aga melihat sendiri jika mereka kesusahan dalam bekerja. Ada beberapa yang sudah mau pensiun dan ada
Read more

42. Wawancara kerja

     Tidak ada yang bisa Aga lakukan selain mengangguk. Dia sudah berusaha semaksimal mungkin. Dia tidak bisa melakukan di luar batas kemampuannya.“Terima kasih, Mas Aga.” Pimpinan pabrik berjalan menjauh untuk mengerjakan pekerjaan selanjutnya.     Aga masih penasaran dengan rasa wine. Padahal sekitar sepuluh menit yang lalu, dia mencicipi.“Rasanya sedikit saja sudah pas. Apa yang kurang ya?” tanya Aga mencoba mencari apa yang salah.“Aku sudah melakukan yang benar. Apa waktu fermentasi yang dibutuhkan? Besok? Tidak mungkin. Aku merasa besok akan serangan lagi dari mereka. Setelah serangan dari youtuber.”     Aga berjalan mondar-mandir layaknya setrikaan. Dia memikirkan cara supaya hari ini dia dapat merasakan wine dengan rasa yang unik dan bisa diterima oleh masyarakat. Setidaknya dirinya sendiri bisa menerimanya.“Kurang kerjaan? Ya itu yang dipikirkan oleh mereka yang tidak mau mperbaiki.”&n
Read more

43. Pilihan yang sulit

     Aga berpikir masih berani-beraninya datang ke kantor. Padahal kemarin membuat masalah yang membuat Aga sempat berpikir mau memecatnya. Dia tidak paham dengan sikap pimpinan pabrik. Dia menduga ada orang dalam yang menyokongnya hingga bisa bertahan sampai saat ini.     Aga masuk ke ruang wawancara dan terdapat tiga penguji lainnya.“Kamu,” kata Aga menunjuk salah satu pria yang duduk di sebelah pimpinan pabrik.     Ya pria itu adalah Mos. Aga datang selaku direktur utama sedangkan Mos datang sebagai wakil direktur. Dia tidak mengalihkan pandangannya ke lain, tetap pada melihat Mos.“Mas Aga,” panggil pimpinan pabrik untuk fokus.“Iya,” jawabnya melihat ke depan karena pimpinan pabrik memberikan kode.     Pelamar-pelamar kerja yang dipilih sebanyak 110 orang dan sepuluh orang akan gugur. Empat penguji ini bertanggung jawab untuk menilai mereka satu per satu.“Kita buat cepat saja
Read more

44. Perkataan yang lembut

     Aga dan Mos memilih pandangan yang sama yaitu pimpinan pabrik. Baik Aga maupun Mos menunggu jawaban pimpinan pabrik karena penentu.“Lama amat. Menunggu apa?” tanya Mos nada sinis.“Pikirkan baik-baik, Pak. Bapak juga perlu melihat lamaran yang dikirimnya. Dia pintar walaupun tidak cantik.” Aga mencoba menambah bumbu-bumbu supaya pimpinan pabrik bingung memilih.     Aga melihat pimpinan pabrik menggaruk kepalanya walaupun tidak terlihat gatal.“Yakin sekali lagi pilihan Bapak,” kata Aga tidak hentinya menambah bumbu penyedap.“Cukup. Biarkan dia berpikir. Terlalu lama menunggumu. Cepat.” Mos meninggikan nada suaranya.“I-iya. Saya akan menjawab.”“Ingat ya Pak pikirkan baik-baik. Jangan sampai pilihan Bapak salah.” Aga mengingatkan lagi.     Mungkin orang lain yang melihatnya akan tertawa terbahak-bahak karena lucu. Ini hanya untuk pekerja pabrik bukan seperti pemilihan ketua kelas.“Saya m
Read more

45. Fokus ke rencana awal

“Ada apa Pak? Kenapa menatapku? Ada yang salah di wajahku?” tanya Aga beruntun.“Seharusnya saya yang tanya. Mas Aga lihat apa?”“Lihat itu ada lalat lewat.”“Lalat? Tidak ada lalat di sini.”“Ada, Bapak saja yang tidak bisa melihatnya.”“Apa ada lalat? Di ruangan dengan pendingin udara mana ada lalat. Bisa-bisanya Mas Aga.”“Tidak kok. Coba saja lihat.” Aga bingung harus menjawab apa.“Mas Aga bilang saja kalau melihat Sea.”“Tidak kok,” jawab Aga memungkiri.“Tidak papa kalau lihat Sea. Cantik?”“Tidak juga,” jawab Aga gugup.     Aga tidak bisa bohonh jika dirinya memang melihat Sea. Aga melihat dari belakang, punggung Sea yang membungkuk. Sebenarnya cantik hanya saja jika berat badannya berkurang sedikit saja ditambah sehat.“Akh sudahlah.” Aga mengibaskan tangan di wajah seperti mengusir lalat.“Mana lalatnya Mas Aga?” tanya pimpinan pabrik yang melihat Aga mengibaskan tangan.“Itu-itu, Bapak tidak melihatnya?” tany
Read more

46. Debat yang tidak akan selesai

     Mereka berdua memiliki tatapan yang tajam satu sama lain. Aga yang biasanya memiliki tatapan teduh berbeda dengan sekarang.“Apa kamu memiliki masalah denganku?” tanya Aga meninggikan suaranya karena kesal.“Kamu. Masalahnya adalah kamu pulang ke rumah.”“Itu bukan kehendakku untuk pulang.”“Kalau bukan kehendakmu, kehendak siapa?”“Papa As. Kamu mengenalnya dengan dekat bukan.”“Kalau Paman As meminta kamu untuk pulang harusnya kamu menolak.”“Atas dasar apa aku menolak? Aku anaknya!” teriak Aga tidak bisa menahan emosinya.“Kamu harus memiliki pendirian. Kehidupan di luar rumah buaknnay sudah memberikan kenyaman untukmu. Apa lagi yang kamu cari dengan datang ke perusahaan?” tanya Mos juga ikut meninggikan suaranya.“Kenapa kamu takut aku berada di perusahaan?”“Takut untuk apa?”     Aga berjalan mendekat ke arah Mos.“Kamu takut kalau korupsi yang kamu lakukan ketahuan olehku?” tanya Aga berbisik di t
Read more

47. Rasa wine yang sempurna

     Aga dan Ben berlari dengan tenaga yang masih mereka punya. Aga berhenti dan melepaskan tangan Ben. Dia mengatur napasnya yang tidak beraturan dan menyeka keringat di keningnya.“Tunggu dahulu, Ben.” Aga mencoba berbicara karena sulit bernapas.“Aku dapat udara segar dahulu,” ucap Aga lagi.     Beberapa kali Aga mencoba menghirup udara segar, tetapi dia sulit menemukannya. Padahal berada di tempat parkir mobil“Mas Aga sudah membaik?” tanya Ben mengambil kunci dari saku celananya.“Iya. Aku sudah membaik.”     Aga menatap Ben dengan tatapan belas kasihan. Sebaliknya Ben menatap Aga dengan kesal.“Kenapa kamu menatapku seperti itu?” tanya Aga masih dengan tatapan yang sama.“Aku yang tanya Mas Aga. Mas Aga sendiri menatapku dengan tatapan kasihan. Aku kesal tahu. Mas Aga kenapa tidak bilang kalau ketemu Mas Mos?”“Aku tidak pegang ponsel dan tiba-tiba dia menabrakku. Mana kotak P3Knya. Tangan
Read more

48. Rapat dadakan jilid 3

     Aga melihat Ben segera melaksanakan permintaannya. Dia tersenyum melihat sekretaris yang merangkap sebagai sopir dapat melakukan pekerjaannya dengan baik.“Mas Aga, mereka menanyakan perihal apa mengadakan rapat dadakan lagi? Di antara mereka ada yang mengatakan sibuk.”“Katakan saja, aku akan memberitahu keberhasilan tentang wine yang bisa diperbaiki.”“Iya, Mas Aga.”     Sekali lagi Aga melihat Ben melakukan pekerjaannya dengan baik.“Mas Aga,” panggil Ben yang berdiri jauh darinya.“Iya.”“Mereka semua setuju untuk datang dengan catatan.”“Catatan apa? Mereka pikir ini sekolah atau universitas. Jika mereka tidak mau datang, biarkan saja Ben. Aku lelah menghadapi orang yang semena-mena. Mereka yang memerlukan informasi ini. Apakah aku harus satu per satu datangi kediaman mereka? Kurang kerjaan.”“Jadi bagaimana, Mas Aga?”“Jika mereka mau datang. Ya datang saja. Jika pakai catatan segala. Katakan pada merek
Read more

49. Proses produksi wine

“Iya, Mas Aga,” jawab pimpinan pabrik seraya berjalan menjauh dari Aga dengan tatapan tanda tanya besar di wajahnya dapat digambarkan.     Ben berjalan menghampiri Aga.“Kenapa Mas Aga?” tanya Ben yang berdiri di sampingnya.“Itu pimpinan pbarik. Aku mengatakan kalau besok akan memberitahu produksi wine.”“Apakah akan diproduksi dalam jumlah banyak?”“Iya. Aku juga mau tahu reaksi masyarakat. Kita bisa ambil kembali produksi yang lama. Lalu untuk kemasan bisa bedakan sedikit atau diberi pemberitahuan. Kalau sudah memiliki rasa yang enak.”“Iya, Mas Aga. Aku akan mengatakan pada departemen desain.”“Beritahu aku dahulu. Setelah jadi desainnya.”“Iya, Mas Aga.”“Masih sore, aku mau lihat ke sana dahulu.”“Apakah aku harus ikut?”“Tentu saja, Ben.”“Iya, Mas Aga.”     Mereka berdua berjalan ke tempat pemilihan anggur. Terdapat banyak pekerja baru di sana. Mereka terlihat akrab, beberapa dari mereka sudah me
Read more

50. Pabrik lagi

     Aga mengendarai mobil dengan kecepatan penuh. Dia tidak peduli dengan suara klason dari mobil lainnya karena memperingatkan untuk berhati-hati dengan kecepatan mobil. Dia hanya berpikir bagaimana cara supaya cepat sampai di pabrik. Ya pabrik lagi yang akan dikunjunginya.“Huft akhirnya sampai juga.”     Aga menepikan mobil di bawah pohon yang rimbun. Dia melepas seal belt dan mengambil ponsel di jok mobil. Dia keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu pabrik yang terbuka lebar. Sayangnya tidak ada karpet yang digelar.“Selamat pagi, Mas Aga,” sapa salah seorang pekerja pabrik.“Tunggu. Aku mencari pimpinan pabrik di mana?” tanya Aga padanya.“Itu di sana, Mas Aga,” tunjuknya.“Terima kasih. Lanjutkan pekerjaanmu.”“Iya, Mas Aga.”     Aga mempercepat langkah kakinya dan pimpinan pabrik menyadari jika dia sedang dicari. Hal yang sama dilakukan oleh pimpinan pabrik untuk mempercepat langkahnya. Be
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status