Beranda / Romansa / Lovers In Exchange / Bab 11 - Bab 18

Semua Bab Lovers In Exchange: Bab 11 - Bab 18

18 Bab

Hari Yang Melelahkan

Evelin menghela napas untuk kesekian kalinya sambil mengambil beberapa baju yang ia sukai, lalu menumpuknya di atas meja. Setelah menemukan beberapa set pakaian dan dalaman, Evellyn pergi menuju kamar mandi, dan iapun merendam baju-baju itu dengan sisa sabun mandi cair yang tadi ia pakai. Menguceknya sedikit, setelah itu iapun menjemurnya di tiang lemari kamar mandi yang biasanya untuk menggantung jubah mandi maupun handuk. Sementara untuk saat ini, stelan celana pendek dan tengtop menjadi pilihannya. Toh hanya untuk tidur saja, jadi Evellyn mencari yang simple dan nyaman baginya.   “Haaahh... baiklah, hari ini sudah cukup melelahkan!” keluh Evellyn sambil menggeliat untuk melemaskan urat-uratnya yang terasa kaku dan pegal, kemudian iapun mandi dengan air dingin untuk menyegarkan tubuhnya yang lelah dan gerah, karena kamar itu sama sekali tak ada pendingin maupun kipas angin. Sehingga tubuh Evellyn terasa lengket dan basah.   *** &nb
Baca selengkapnya

Ancaman Elias

Pelayan yang baru keluar dari kamar mandipun menoleh kearah tatapan temannya itu, ia merasakan ada sesuatu yang janggal dengan prilaku temannya itu. Dengan perlahan diapun memutar tubuhnya, dan betapa terkejutnya pelayan itu saat melihat Elias dan Thomas sedang berdiri tepat di hadapannya. “Tu... Tuan!” pekiknya tertelan seakan ada sesuatu yang mencekik di tenggorokannya. “Apa ada masalah? Apa yang kalian lakukan kepada tamu Tuan?” tanya Thomas dingin, seraya menatap tajam ke arah kedua pelayan itu. “Tu... Tuan...” “Dia... dia mencoba mengerjai gadis itu!” teriak pelayan sinis tadi menuduh temannya sendiri, padahal dia sudah membantu menyelesaikan pekerjaannya yang kacau di kamar mandi. “Kau! Apa yang kau katakan?” “Benar Tuan, dia yang mencoba mengacaukan pekerjaan saya. Padahal saya sudah ber
Baca selengkapnya

Sebuah Hukuman

 Evellyn keluar dari kamar Zavio dengan langkah gontai dan pening, kepalanya terasa berat setelah berjaga seharian tanpa di biarkan beristirahat sedikitpun. Setiap kali Evellyn ingin memejamkan mata karena lelah dan ngantuk, ada saja orang-orang yang masuk dan tak membiarkan Evellyn untuk terpejam sebentar saja. Saat ini, kesempatannya untuk meninggalkan kamar Zavio pun muncul, setelah kedatangan dokter dan perawat yang ingin mengganti perban dan memberikan banyak obat untuk penyembuhan. Melihat kesempatan yang datang itu, Evellyn meminta izin untuk kembali ke kamarnya kepada Thomas. Selain untuk beristirahat, Evellyn juga ingin mandi dan menyegarkan kepalanya yang terasa pening. Sepanjang koridor kediaman itu, Evellyn melewati para pelayan yang berkumpul sambil berbisik-bisik dan menatap Evellyn dengan tatapan permusuhan. Namun, Evellyn hanya menghela napas dan tak memperdulikan mereka. Dia terus menelusuri lorong itu menuju kamarnya, karena bagi E
Baca selengkapnya

Kabar Buruk

“Kemari,” perintah Zavio kepada Evellyn, dengan nada seolah sedang berbicara dengan salah satu anak buahnya. Evellyn menegakkan tubuhnya, mengangkat dagu dan alisnya dengan angkuh. Gadis itu mencoba keras kepala dan menunjukkan bahwa dirinya tak bisa di perlakukan seenaknya. Walaupun sejujurnya ia tampak rapuh dan takut, tetapi Evellyn bertekad tak ingin lagi di tindas seenaknya oleh lelaki yang sudah menghancurkan hidupnya itu. “Kemarilah Eve, jangan membuatku marah!” seru Zavio dengan nada tegas. Walaupun saat ini Zavio merasakan lemah dan tak berdaya, yang di perlakukan seolah debu di kaki gadis itu, tetapi Zavio tetap angkuh agar gadis itu tahu siapa tuannya. “Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan kepadamu,” ucap Zavio yang bersusah payah duduk dan menyandarkan tubuhnya walaupun ia tampak menahan sakit yang luar biasa berdenyut di perutnya. “Apa itu?&rdquo
Baca selengkapnya

Perasaan Yang Menyentuh

Evellyn membuka matanya menatap punggung bidang lelaki yang sudah menggendongnya itu, suara itu, tubuh itu, Evellyn tahu siapa dia. Tetapi bagaimana mungkin? Pikir Evellyn tak percaya. Atau mungkin saja Evellyn salah lihat, walaupun sejujurnya ia sudah terbangun sedari tadi saat ia tengah di gendong, tetapi Evellyn tidak berani membuka mata. Sesaat tadi, Evellyn hanya ingin menunggu waktu yang pas, dan iapun ingin tahu kemana ia akan di bawa. Jika orang yang menggendongnya ingin berbuat jahat, Evellyn sudah mempersiapkan puluhan cara untuk bisa lepas dari orang itu. Tetapi, jika orang itu tak bermaksud jahat, Evellyn hanya akan berpura-pura masih terlelap. Ia akan menunggu, sampai orang yang menggendongnya itu pergi. Evellyn bangun setelah memastikan tak ada siapa pun di sana, Evellyn menghela napas, lalu mengedarkan pandangannya. Saat ini dia sudah berada di kamarnya lagi, iapun mengambil guling dan memeluknya sambil bersandar di sudut tempat tidur.&nbs
Baca selengkapnya

Sebuah Lorong Rahasia

Sepanjang hari Evellyn hanya mengurung diri di kamar, suhu tubuhnya kini sudah membaik, akan tetapi rasa pening di kepalanya masih saja belum hilang juga. Namun, sekalipun ia masih merasakan pusing, tetapi rasa bosannya hanya membuat keadaan semakin buruk saja.   Setelah kepergian dokter dan pelayan yang merawatnya, Evellyn dengan perlahan turun dari ranjang. Lalu iapun melangkah menuju jendela, untuk melihat apakah ada sesuatu yang bisa ia lihat di taman? Karena Evellyn masih penasaran, siapakah sosok yang ada di taman itu? Dan apakah ada sesuatu yang tersembunyi di taman?   Dengan penuh tekad Evellyn memutuskan untuk keluar dan menjelajah taman di luar kamarnya. Dengan susah payah Evellyn terus menarik pintu menuju taman, sungguh sulit di buka. Saat melihat keadaan pintu itu yang seakan sudah menyatu dengan tembok, karena setiap sela-sela lubangnya tertutup debu, membuat Evellyn yakin tempat itu pasti sudah bertahun-tahun di abaikan. Lalu…
Baca selengkapnya

Sebuah Lukisan

Evellyn menatap ke sekeliling kamar itu, ada banyak lukisan yang terpajang dengan rapi di dinding, ada juga yang masih bersandar di tembok di beberapa sudut, dan ada pula yang masih berdiri tegak di tiang lukisan yang di tutupi oleh kain putih. Dengan langkah perlahan Evellyn melangkah mendekati lukisan yang tertutup kain, lalu dengan rasa penasaran ia pun membuka kain itu perlahan. Tampak lukisan besar itu menampakan sesosok seorang perempuan cantik dan anggun, sosok yang begitu familiar bagi Evellyn, tetapi sepertinya ada yang berbeda. “Ini… lukisan Sharon, tetapi ini bukanlah Sharon!” gumam Evellyn, “Manik matanya berbeda, tetapi wajah mereka sungguh sangat mirip. Mungkinkah ini Sharon? Atau… aahhh… aku ingat, saat Zavio mabuk kala itu, dia menyebut-nyebut perempuan yang berwajah sama dengan ibuku. Apakah dia? Kenapa mereka berdua begitu mirip? Setahuku Sharon tidak memiliki saudara kembar atau pun s
Baca selengkapnya

Luka Zavio

Thomas segera menghampiri tempat tidur Zavio, lelaki paruh baya itupun langsung mengangkat tubuh Evellyn dan memindahkannya ke samping Zavio. Dengan penuh perhatian Thomas memastikan Evellyn tidur dengan nyaman, iapun menyelimuti gadis itu hingga menutupi dadanya. “Sepertinya dia demam,” gumam Thomas seraya menempelkan punggung tangannya ke kening Evellyn. “Sebaiknya kita panggilkan Dokter, panasnya sangat tinggi, aku takut terjadi apa-apa dengan gadis ini.” “Lakukan apapun yang menurutmu baik, aku sudah cukup menderita dengan luka sialan ini!” gerutu Zavio sambil meringis saat ia menggeser punggungnya. “Tapi… bagaimana bisa Non Eve sampai ke kamarmu? Aku sedari tadi di depan pintu bersama beberapa pengawal, tetapi kami sama sekali tak melihat siapapun masuk melalui pintu masuk.” Thomas tampak bingung sambil menatap Evellyn yang masih tak sadarkan diri. 
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status