Senyum yang selalu menghias wajah cantiknya yang penuh kesombongan lambat laun tergantikan dengan kebencian, rasa sakit dan teror di bawah penyiksaannya. Sorot matanya perlahan kehilangan rona kehidupan dan menjadi mati seperti boneka tanpa jiwa. Tubuh yang penuh bekas luka, rantai yang mengikat tangan dan kakinya terbayang dalam benak Aleandro, menenggelamkannya dalam penyesalan yang teramat dalam. “Maafkan aku …. Maaf ….” Aleandro menundukkan kepalanya, pundaknya yang selalu kokoh bergetar menangisi wanita yang telah pergi dan tidak akan kembali selamanya. “Riel ….” Aleandro menatap batu nisan bertuliskan nama Yuriel dengan sorot penuh kesakitan. “Aku selalu berpikir jika aku mengurungmu selamanya, kamu tidak bisa lepas dariku dan memperlakukanmu dengan kejam agar kau menjadi patuh hingga kamu tidak akan pernah berpikir untuk meninggalkanku. Tetapi kamu pergi dari hidupku selamanya …. Kamu pasti bahagia karena tidak lagi tersiksa olehku.” Al
Read more