Home / Romansa / Hasrat Terlarang / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Hasrat Terlarang: Chapter 11 - Chapter 20

34 Chapters

Bab 11. Pertunangan Revan dan Vero

Pertunangan Revan dan Vero. Sesuai yang mereka rencanakan, Revan dan Vero melangsungkan pertunangan mereka hari ini. Malam yang dipenuhi terang bulan bahkan terlihat bintang gemerlap begitu indah. Para tamu undangan dari berbagai pengusaha telah berdatangan untuk menyaksikan langsung pertunangan Revan dan Vero yang tergolong dari keluarga sama-sama mapan. Pertunangan mereka memang terkesan sederhana, betapa bahagia menyelimuti Vero hingga ia selalu menebarkan senyum kepada setia tamu menyalamnya. Pertunangan mereka pun terlaksana, tawa bahagia dari berbagai kalangan begitu menyemarakan mereka. Revan mencium kilat bibir Vero tanda mereka resmi bertunangan setelah bertukar cincin emas putih. Tak hentinya Vero memandangi cincin berlapis swarovki yang kini melekat di jemari tangannya. Bangga dan terharu pada akhirnya Revan meminangnya untuk menjadi teman hidup. Di kejauhan tapi tetap
Read more

Bab 12. Mengagumi Gina

(Noah - Kala Cinta Menggoda) Memulai aktivitas kembali, Alya berketepatan pemegang kunci Toko. Ia mendekat ke arah pintu kaca, tanpa sengaja ia melirik sebuah bucket bunga terletak di bangku luar Toko. Alya mendekap bucket bunga tersebut sambil mengernyit bingung. Buket bunga? Dari siapa ini? Alya memendarkan pandangannya sesekali menghirup wewangian bunga segar tersebut. Tidak ada seorang pun di sekitar Toko, ia hanya melihat orang yang sedang lalu lalang berjalan tanpa ada yang terlihat mencurigakan. Ia mencari tahu siapa pengirim buket bunga ini, ada kart ucapan di dalamnya. Alya membuka ragu-ragu sambil membaca ditujukan pada siapa. "For Gina, selamat pagi Gina?! Semoga harimu tetap berbahagia dan tetap tangguh. Aku hanya berharap ketika kau mencium aroma wewangian bunga ini, maka kau harus tersenyum. Dari pria yang mengagumimu. -R-." 
Read more

Bab 13. Sesakit Itukah?

Dengan sigap Revan memboyong tubuh Gina keluar dari supermarket. Ia membaringkan tubuh Gina di kursi tengah mobil hitam garangnya. Untuk pertama kali, Revan merasa khawatir berlebihan pada Gina.   Ia berusaha cepat menuju rumah sakit, memasuki mobilnya secara cepat dan sigap.   Selama perjalanan menuju rumah sakit siapapun yang mencoba menghalangi perjalanannya ia maki bahkan tak segan membentak tidak perduli siapapun itu. Ia hanya ingin Gina sampai di rumah sakit secepatnya.   Berusaha melakukan semua secara cepat, seolah saat ini ia mulai membiasakan diri dengan kehadiran Gina. Seolah wanita itu adalah napas kehidupannya.   Sesampai di rumah sakit, para suster dengan sigap menolong ketika Revan berkoar teriak meminta agar segera membawa Gina untuk diperiksa. Ia memasang wajah bingung, khawatir apalagi dengan kondisi Gina yang tengah berbadan dua.   Setelah pemeriksaan, dokter k
Read more

Bab 14. Penolakan dan Kekejaman

Matahari cerah mulai menyinari seisi bumi, sang cahaya menerobos masuk ke segala penjuru ruangan yang memudahkan cahaya terpantul. Begitupun ruangan kamar VIP milik Gina, bunyi riuhan burung serta cuaca yang sejuk membuat keadaan kian tenang. Sangat kantuk, bahkan manik matanya sulit untuk terbuka. Sambil memaksa akhirnya Gina membuka matanya sambil menatap langit kamar sejuk bercat putih tersebut. Dimana dia? Rasa pusing yang masih bergelanyut dikepalanya masih terasa berat namun ia memaksa segera menyadarkan dirinya dan memendarkan pandangan. Berusaha sekali lagi dan ia memposisikan tubuh segera duduk. Ia menatap sekitar kembali, dimana dia? Sosok tampan yang ia ketahui telah mengganggu hari-harinya tampak duduk di sofa empuk sambil menatapnya tanpa kedip. Sekali lagi, Gina memperjelas pandangannya menatap sepasang manik mata berwarna biru. "R-Revan?" Gina
Read more

Bab 15. Hasrat Saling Menginginkan

Vero menatap cincin pertunangan mereka sambil tersenyum puas, belum bisa ia melupakan pesta sederhana dengan sang kekasih. Revan adalah pria satu-satunya yang telah merebut hati Vero. Di dalam ruang kerja. Revan duduk di kursi khusus ruang kerjanya sesekali bayang Gina terusan mengisi isi kepala. Perpisahan dengan Gina padahal telah berlalu beberapa hari yang lalu. Ia tidak bisa membayangkan jika Gina tidak mau meluluhkan hati untuk diberi kasih sayang atau sekadar perhatian sederhana dari pria mapan seperti Revan. Vero memarkirkan mobil merahnya di garasi keluarga Djayningrat. Ia tidak sabar bertemu dengan Revan, mengingat waktu pertemuan mereka begitu jarang akhir-akhir ini. Berkunjung ke rumah milik Revan dengan suasana bahagia. Tidak lupa ia membawa beberapa makanan khas kota mereka. Anika pasti akan suka begitu juga dengan calon papa mertuanya, Ari. Ting! 
Read more

Bab 16. Pelukan Hangat Revan

"Sayang ...," Vero mencoba membuyarkan lamunan Revan. Vero menatap tatapn Revan, begitupun Alya mereka menatap Gina bersamaan yang sedang menunduk. "Revan, kau ingin memesan brownies bukan?" Vero bertanya kembali. Revan perlahan tersadar dan menatap Vero dengan senyuman sensual namun terlihat sedang berusaha menutupi hasrat terpendamnya pada Gina. "Jadi memesan 'kan?" Vero masih memperingatkan. "Tolong, berikan dua porsi brownies untukku dan tunanganku." Vero menahan senyum puas ketika Revan mengungkapkan hal sederhana tersebut. Meski tadi ia sempat mencurigai Revan dan Gina, tapi setelah pria itu menyebut sayang seolah dunia kembali milik mereka berdua. Alya langsung sigap menyiapkan dua porsi kue brownies. Revan dan Vero berbincang sesekali memeluk erat  pria bertubuh bidang tersebut. Pandangan Gina terganggu,
Read more

Bab 17. Usaha Revan Meluluhkan Gina

Minggu pagi yang dingin.   Perut bergejolak sakit, tenggorokan terasa sakit merasakan mual menyakitkan. Pagi sekali rasa mual menyerang Gina. Tumbenan ia tidak dapat menahan perasaan mual menyakitkan ini.   Kehamilan Gina kini memasuki usia kandungan ke 4 bulan. Tubuh rampingnya mulai memperlihatkan perut membesar. Ia usap lembut sambil tersenyum meski perasaan pusing juga mual masih terus menyerang.   Huek!   Huek!   Ia berlari menuju kamar mandi sambil menahan mualan yang rasanya ingin ia tumpahkan sekarang juga.   Gina pun memuntahkan semua isi perut yang ada meski hanya cairan saja yang keluar dari mulutnya. Gejolak yang teramat menyakitkan, hingga perut perih memaksa muntah terusan. Kenapa pagi ini ia begitu mual?   Huek!   Bruuk!   Seseorang mencengkram erat lengannya sambil menggeram marah.
Read more

Bab 18. Obsesi Revan I

Untuk pertama kali dalam hidup Gina, ia di dalam mobil bersama Revan tak lain pria asing yang baru saja ia kenal. Hatinya bergemuruh antara takut, nyaman, tidak enak hati dan juga debaran jantung tidak stabil. Jangan sebut namanya Revan Alexander jika ia tidak mampu menundukkan semua karakter wanita termasuk Gina Syakilla. Sepanjang perjalanan Revan memasang senyum penuh kemenangan atas keberhasilannya. Pada akhirnya, ia berhasil meluluhkan keras hati Gina yang terusan menolak Revan. "Revan, apakah yang kau lakukan ini tidak terlalu berlebihan?" Tanya Gina pelan. "Gina ... kita berteman dan aku hanya mengajakmu ke perayaan saja. Ada masalah? Aku pikir itu bukanlah masalah yang serius." "Tap-tapi aku ...," Gina berhenti, tidak melanjutkan kata. Revan menatap Gina sekilas lalu menyetir santai, "Aku tidak akan menyakitimu Gina, kau percaya denganku 'kan? Aku tid
Read more

Bab 19. Obsesi Revan II

Chenni melepas pelukan itu lalu menatap kembali luka memar pada dada Gina. "Apa kau tidak merasakan sakit pada tubuhmu?" Tanya Chenni merasakan dadanya kian sesak. Gina mengepalkan tangan, tidak ingin membuat siapapun melihat ia merasa kasihan atas nasib menimpanya saat ini. Chenni menunduk lalu ia menangis sesunggukan membuat Gina kaget dan tak henti menatap Chenni. "Mba Chenni, m-maaf?! Apa aku melakukan hal yang salah? Maaf Mba ...," ucap Gina tidak enak hati. Chenni mengusap air mata yang membasahi pipi, lalu tersenyum kecut. "Bagaimana mungkin ada orang yang tega melakukan kekerasan pada wanita hamil sepertimu?" Tanya Chenni bernada serak. Gina memelow, "Aku merasa ini tidak sakit kok." Chenni menarik napas panjang lalu menatap kembali kehamilan Gina, "Berapa usia kandunganmu?" "4 bulan, Mba Chenni." 
Read more

Bab 20. Pantas Bahagia

"Oke, baiklah ... mari kita pergi?!" Revan membuyarkan lamunan. Gina tersenyum kecil, "Baiklah." Revan kembali menatap Gina lalu menatapn Chenni, wanita itu mengangguk seolah kini telah  menyadari jika hidup Gina memang pantas diperlakukan berbeda. "Mba Chenni, terimakasih sudah memolesku dengan jemari luar biasanya." Chenni tersenyum, "Kalau kau mau, datang saja aku akan memberikanmu potongan harga terbaik dari rumah kecantikanku." Gina mengangguk sambil tertawa kecil. "Ingat! Jangan terlalu kecapaian. Kau sedang hamil, pikirkan kehamilanmu." "Iya, terimakasih." Chenni mengangguk. Gina dan Revan pun segera bergegas dan pergi meninggalkan rumah kecantikan Chenni. Gina begitu berbahagia atas kebaikan orang sekitarnya. Walaupun baru mengenal namun Chenni memahami kehidupan Gina, dia sangat baik
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status