Home / Romansa / My Partner of Doctor Mafia / Chapter 11 - Chapter 19

All Chapters of My Partner of Doctor Mafia: Chapter 11 - Chapter 19

19 Chapters

Chapter 11 good News

El melihatnya memegang senjata api, apa itu hanya mimpi? seorang dokter, yang biasa memegang pisau bedah kini memegang senjata api. El terbangun dari tidurnya. Dilihat sekelilingnya nampak ruangan itu sangat dia kenal. Iya, sekarang El sudah berada di kamar tidurnya. El mengingat ingat kembali apa yang sudah terjadi padanya. Dia ingat waktu berada di gedung milik PT Drug ingin menyelamatkan pak Jhon dan yang lainnya.  Lalu dokter beruang kutub itu menarik tangannya. Membawanya pergi menuju gedung tua yang tak berpenghuni karena dikejar orang dengan membawa senjata api. "Kamu pingsan, apa tidur sih? Jam segini baru bangun." Marko memandang El dengan tatapan intimidasi. Agar El tidak bertanya masalah dia memegang senjata api, karena sedari tadi El sudah banyak mengigau. "Apa yang terjadi? bapak Jhon dan yang lain bagaimana?" El tidak menjawab pertanyaan Marko. Dia malah panik saat kesadarannya sudah mulai kembali seutuhnya.
Read more

Chapter 12 problem solved

Marko naik ke atas ranjang bapak Jhon, memposisikan tubuhnya setengah duduk dan tegap lurus, lalu meletakkan satu telapak tangannya di atas dada bagian tengah, tepatnya di antara puting, dan  telapak tangan keduanya di atas tangan pertama. Setelah itu, Marko mulai menekan dada bapak Jhon. Sambil melirik monitor melihat saturasi oksigen, namun belum ada perubahan dan grafik detak jantung kian melambat hingga menunjukan garis lurus. Dokter magang, yang tadi mengambil Defibrilator, kini sudah mulai mempersiapkan alat itu, dituangkan gel elektrolit pada alat lalu diberikan pada Marko.  Sambil memegang alat defibillator, " i'm clear, you're clear, everybody's clear, shock," ucap Marko dengan penuh penekanan disetiap kata-katanya.  Belum menunjukkan tanda-tanda grafik jantung bapak Jhon kembali, Marko menambahkan kekuatan pada alat kejut jantung, yang tadinya 100 Joules kini menjadi 200 joules lalu berteriak "shock."  Kea
Read more

Chapter 13 a compliment

Mendengar ucapan Alberto, emosi Reta memuncak namun demi restoran dan uang. Dia mengalah dan menemani Alberto untuk makan.  Reta hanya duduk manis di depan Alberto menyaksikan dia memotong-motong bistik. Reta bukan tipe wanita yang suka dengan keheningan akhirnya dia membuka suara, "Aku lihat kau baru pertama kali makan di sini. Apa kau tahu bahwa restoran ini tuh viral banget, antriannya bisa sampai mengular?"  Pikir Reta, Alberto pasti tidak tahu tentang ini karena setiap hari hanya berhubungan dengan para pasien saja. "Iya aku tahu tadi aku cari di internet, sayangnya sempai disini bertemu denganmu jadi makanan ini tidak terlalu enak," cibir Alberto. "Apa kau bilang!" Reta emosi lalu berdiri dan menggebrak meja, akhirnya dia jadi pusat perhatian oleh pelanggan yang lain.  "Hai ... duduklah apa kau tidak malu dilihat orang." perintah Alberto.  Reta mengalah dan dia kembali duduk, tapi denga
Read more

Chapter 14 mafia trap

Senyum devil Marko terlihat saat mendengar ucapan dari Damon, bahkan Marko tak gentar saat pistol kini mengarah padanya. "Baik, Anda yang meminta ini. Mari segera kita selesaikan agar Anda bisa secepatnya bertemu dengan kakak Anda," ucap Marko. Damon geram mendengar ucapan Marko, lalu dia menarik platuknya berniat untuk segera melepaskan peluru di dalam. Namun, dia kalah cepat dengan Marko, pisau bedah yang tadi dipegang Marko kini sudah melayang tepat menancap di pundak Damon. Belum selesai dengan kesakitannya, Damon mendengar bunyi letusan.  Suara letusan terdengar, menggema di ruangan itu. Sebuah cahaya melesat dari ujung senjata itu menuju dahi salah satu anak buah Damon. Peluru itu meledak, lalu menghilang seakan masuk ke dalam kepalanya. Seketika anak buah Damon, tergeletak begitu saja. Tembakan itu tidak membuat Damon terluka, namun shock ternyata apa yang didengar dari orang-orang adalah benar jika, Marko benar-benar berdarah dingin s
Read more

Chapter 15 knock out the opponent

Senyum devil Marko terlihat saat mendengar ucapan dari Damon, bahkan Marko tak gentar saat pistol kini mengarah padanya. "Baik, Anda yang meminta ini. Mari segera kita selesaikan agar Anda bisa secepatnya bertemu dengan kakak Anda," ucap Marko. Damon geram mendengar ucapan Marko, lalu dia menarik platuknya berniat untuk segera melepaskan peluru di dalam. Namun, dia kalah cepat dengan Marko, pisau bedah yang tadi dipegang Marko kini sudah melayang tepat menancap di pundak Damon. Belum selesai dengan kesakitannya, Damon mendengar bunyi letusan.  Suara letusan terdengar, menggema di ruangan itu. Sebuah cahaya melesat dari ujung senjata itu menuju dahi salah satu anak buah Damon. Peluru itu meledak, lalu menghilang seakan masuk ke dalam kepalanya. Seketika anak buah Damon, tergeletak begitu saja. Tembakan itu tidak membuat Damon terluka, namun shock ternyata apa yang didengar dari orang-orang adalah benar jika, Marko benar-benar berdarah dingin s
Read more

Chapter 16 Miss Her

Hari semakin siang, Sinar matahari sudah berada di atas langit. Tumpukan-tumpukan kertas tergeletak begitu saja di atas meja El. Hari pertama bekerja di best lawyer tidak ada yang spesial selain banyak mulut yang terus membicarakan namanya.  "El! Tolong foto copy berkas ini," perintah Alexa dengan meletakkan setumpuk berkas di meja El.  Ya inilah pekerjaan yang El lakukan sejak pagi tadi. Setelah mendaftarkan sidik jari dan membuat kartu tanda pengenal.  "Baik, Bu."  "Tunggu sebentar, El." "Ya, Bu. "Kau lakukan nanti saja. Istirahat makan dulu!"  "Terimakasih, Bu.  Dengan langkah gontai El pergi dari ruangan itu untuk makan siang. Karena belum mendapatkan teman, El berniat untuk menghubungi sahabatnya Reta.  ****Reta tengah sibuk melayani para pelanggannya. Karena sekarang dia sedang mengadakan promo dan tepat saat itu juga, Alberto datan
Read more

Chapter 17 Want to meet

Duarrrr... El dan Reta terkejut bukan main. Ia pun menoleh ke sisi timbulnya suara tersebut. Suara tawa anak kecil terdengar sangat nyaring, seperti meledek mereka berdua. "Kakak kaget ya?" tanya anak itu tanpa ada rasa bersalah setelah meletuskan satu balon. "Hai kau, Nak. Jangan sampai tubuh mu aku jadikan steak." ancam Reta yang geram dengan anak kecil itu. Sementara El, terdiam tak berkata apapun. Ingatannya kembali berputar kejadian beberapa hari yang lalu. Suara letusan balon itu, sama dengan suara senjata api yang ingin membuatnya pergi dari dunia ini. "Awas, kau!" Reta sudah ingin berajak dari tempat duduknya, tapi anak kecil itu segera lari ke arah orang tuanya. "Reta, sudah." cegah El. "Tapi dia benar-benar nakal. Aku gemas dengannya." "Biarkan saja. Kau lanjutkan makan mu. Aku ingin kembali ke kantor." pamit El pada Reta.&
Read more

Chapter 18 Lolipop

Pendengaran El dipertajam. Derap langkah itu semakin mendekat, lulut El melemas seketika. El meringkuk menahan rasa ketakutannya, ia berjongkok sambil memegang lutut, merapalkan seribu doa keselamatan.  Tiba-tiba tubuh El melayang di udara, tangan kekar bersuhu dibawah normal itu membawa El masuk kedalam ruangan.  "Buka matamu," ucapnya setelah menurunkan tubuh El di sofa.  "Beruang kutub, kau membuatku takut." desis El yang masih terlihat gemetar.  "Lain kali, jika ada kejadian seperti itu, hubungi polisi. Bukannya berpasrah seorang diri." Marko memberikan nasehat untuk El.  "Aku terlalu takut. Bayangan waktu di gedung tua itu, masih menghantuiku."  "Aku kira kau baik-baik saja. Beberapa hari ini aku lihat kau sudah tidak mempersalahkan hal itu."  "Entahlah." El mengangkat kedua pundaknya.  "Kau harus bisa jaga diri."  "Iya. Ngomon
Read more

Chapter 19 Drunk

Marko mengepalkan tangannya sebagai tumpukan rasa kecewa. Sepertinya benar. jika orang berkata, wanita akan melemahkan mu, karena ia diciptakan untuk menjadi salah satu rusukmu. "Beruang kutub, tidakkah kau kasihan padaku? Kau tahu aku sudah tidak mempunyai ayah untukku sebagai tepat berlindung?" Bunyi kicauan El. "Aku ketakutan, apalagi dunia mafia itu. Kenapa rasa yang sudah ku simpan rapat muncul kembali?" sambungnya. Air matanya keluar begitu saja membasahi pipi mulusnya. Marko bersikap layaknya lelaki sejati mengusung air mata itu, lalu menenangkannya.  Sekilas El menatap wajah Marko, tapi dalam pandangan El dia bukan Marko melainkan ayahnya. El menatap wajah yang selama ini ia rindukan, meskipun diluar El terlihat sangat membenci ayahnya. Namun, dalam lubuk hati terdalamnya ia sangat mencintai dan merindukan sosok itu. Marko terbalik menatap El. Ia pun bersiaga kalau a
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status