Home / Romansa / Angkasa Merah di Kota Kertas / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Angkasa Merah di Kota Kertas: Chapter 81 - Chapter 90

95 Chapters

79. PESAN #3

Kesadaranku kembali karena seluruh tubuhku berguncang. Tidak satu pun mimpi muncul. Segalanya hanya terasa tenang, hanyut, dan begitu adiktif. Saat itu, samar-samar aku mendengar suara Rena yang mengobrol. Awalnya begitu kabur, tetapi perlahan, suaranya bertambah. Seperti milik Helva.Dan ketika jemariku bergerak, segalanya mulai jelas.Aku membuka mata. Secara perlahan, tidak seperti Rena yang brutal. Maka tepat ketika itulah, senyum khas yang manis itu kembali.Tepat di atasku.“Aha, tukang tidur sudah bangun.”Itu langsung membuka mataku sepenuhnya. Kepalaku terbaring di bawah—tepat di pangkuannya. Aku mungkin bisa langsung bangkit dan merona, tetapi saat itu aku tetap diam, yang membuatnya mengangkat alis. “Hm... ketagihan?”“Selamat pagi,” kataku, sangat normal.Mobil bergetar. Aku melirik, Helva di kursi sopir. Dari sudut ini, aku sudah bisa mengerti di mana kami berada: perjalanan turun
last updateLast Updated : 2021-07-16
Read more

80. BARA API PERGOLAKAN #1

5 Desember pagi. Kami sampai di pom bensin terdekat, yang secara teknis tempat kami bertemu kembali dengan Marie dan Ben. Tentu saja mereka langsung menunjukkan aura cemas berlebih—terutama Marie yang mempertanyakan semua kejadian. Jadi, aku menjelaskan semua dengan bahasa yang terdengar halus.Rena dan Helva membeli baju ketika kami bicara delapan mata.“Ini jelas undangan,” komentar Ben pada pesan Tracy Lockwood.“Tapi dari tiga tahun lalu?” tanya Marie.“Itu masalahnya,” balas Tokio Eki Furuzawa. “Tapi tidak ada jaminan juga itu dari tiga tahun lalu. Maksudku, kita harus dengar asumsi Charlie.” “Bisa jadi Tracy Lockwood memakai nama Redie Lockwood hanya untuk memastikan si target penerima mau menggapai ini. Kalau dia memakai nama asli, mungkin target penerimanya tidak mau menggapainya.”“Siapa target penerimanya?” tanya Ben, langsung.“Rena. H
last updateLast Updated : 2021-07-19
Read more

81. BARA API PERGOLAKAN #2

Pukul 18.23, mobil kami berpacu lagi. Tokio Eki Furuzawa kembali di kursi sopir, sementara aku di sampingnya. Helva dan Rena bertugas mencari sinyal. Kami bahkan hampir mendengar Rena mengumpat untuk pertama kalinya.Tiga puluh menit kemudian, titik koordinat berhasil didapatkan.Maka pukul 20.12, akhirnya kami memasuki Kawasan Normal.Kami melewati danau tempat aku dan Rena pernah menatap kebahagiaan, lalu melewati kontainer Louist yang tidak lagi berbekas. Aku benci memikirkannya, tetapi bagian melankolis dalam diriku sepertinya belum menerima kepergiannya. Kawasan Normal juga tidak berubah, kecuali komentar Tokio Eki Furuzawa, “Ini pertama kali aku melihat Kawasan Normal. Dari jalan utama ini tidak kelihatan.”Di ujung persimpangan kumuh, kami menemukan toko kelontong. Tutup. Padahal aku sempat punya ekspektasi melihat Laura menyapu bagian halaman atau Kakek menyiram bunga-bunga—yang menurut Rena, “Aku menanamnya di pot.”
last updateLast Updated : 2021-07-22
Read more

82. BARA API PERGOLAKAN #3

Tentu saja kami semua terkejut. Terutama Helva.Olso Bertoin hanya berkata, “Helva. Putriku semakin cantik,” tetapi semua terasa begitu janggal dan menggantung.Helva membeku. Dan saat momen itu, Olso Bertoin terlihat ingin memeluk Helva, tetapi—dengan kurang ajar—Tokio Eki Furuzawa menyergah. Olso Bertoin terhenti. Semestinya aku menuntut Tokio Eki Furuszawa, tetapi aku terkejut Olso Bertoin tidak lagi kekar. Hanya berkeriput dengan rambut kusut bak gelandangan—persis. Dia berusaha tersenyum. “Tuanku menunggu kalian.”“Kurasa kau harus minta maaf pada seseorang,” cetusku. Aku menatapnya tajam, dan tiba-tiba seseorang menendangku. Aku menoleh, mendapati Helva. Dia mengalihkan pandangan, tidak bicara apa pun. Sepertinya itu caranya bicara agar tidak mempedulikan itu. Maka kami masuk dan aku menggerutu pada Rena.“Charlie terlalu santai,” katanya.Dan aku juga baru sadar Rena gugup. Di
last updateLast Updated : 2021-07-25
Read more

83. BARA API PERGOLAKAN #4

Olso Bertoin menawarkan tempat duduk, tetapi aku tidak mau. Aku hanya berdiri di sisi Tracy Lockwood, menatap tajam, dan Tokio Eki Furuzawa di sisiku. Helva dan Rena saling menemani agak jauh. Emosiku tertahan kuat.“Bagaimana menurutmu?” tanya Tracy Lockwood, sepertinya merujuk ke ruangan. “Aku kelewat suka dekorasi alam. Terasa menyejukkan.”“Seperti karangan bunga,” komentarku, tajam. “Berapa lama kau di sini?”“Empat tahun?” Dia menjawab itu tanpa jeda. “Mau membunuhku?”Dia masih bisa menggertak. Jadi, aku mencoba memikirkan semuanya. Dan benar. Ada ribuan pertanyaan yang harus terucap padanya. Namun, semua tidak ada artinya kalau tidak bertanya, “Siapa yang mendepakmu dari kursi itu?”“Pertanyaan retorik,” dengusnya. “Kau tahu siapa dia.”Semestinya itu sudah cukup membuatku meninjunya karena dia masih bisa sok. Namun, dia benar.
last updateLast Updated : 2021-07-28
Read more

84. MEMBARA #1

8 Desember.Sandover meledak dalam keguncangan besar, tentu saja.Kembali ke kediaman Tokio Eki Furuzawa, kami—atau lebih tepatnya, aku dan Rena—mengalami beberapa hal yang sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Ini pertama kali kami terlepas dari belenggu pengawasan setelah berbulan-bulan tidak bisa bebas berpergian. Dan kalau berpikir pers akan menjauhi kami, itu naif. Meski Tracy Lockwood membuat rekaman yang menjelaskan semua kondisi sejak insiden ibuku hingga hari ini, pers tetap membutuhkan konfirmasi. Itu ditayangkan secara nasional, di berbagai platform, dan jelas, banyak kecaman mengarah ke Lockwood.Kabar baiknya: Tracy Lockwood dipindahkan ke Rumah Sakit Sandover, yang menurut Tokio Eki Furuzawa, suatu keajaiban dia masih hidup sampai detik ini. Dan saat itu juga, dia memasuki fase kritis. Kupikirkan cerita rakyat soal orang yang tidak bisa pergi karena memiliki penyesalan, dan kubayangkan dia seperti itu. Sebelum jiwanya melayang, dia perlu
last updateLast Updated : 2021-07-31
Read more

85. MEMBARA #2

Malam itu juga Tokio Eki Furuzawa mengajakku pesta minum kopi di sudut rumahnya—paling sudut, memang. Area yang tak terjangkau Rena—yang menurut keterangan Tokio Eki Furuzawa, ruangannya berada di sudut berseberangan. Kami duduk di gubuk kecil. Tanaman hias mengelilingi kami. Dan malam terasa tenang.“Kau tukang onar nomor satu, Sobat Kecil.” Dia memuji. “Bersulang.”Kami bersulang dengan cangkir kopi.“Aku tak mengira kasus berakhir seperti ini.” Dia menyalakan cerutu. “Tapi Malvia Lockwood masih dalam pencarian meski pengikutnya diasingkan. Tapi itu tidak mengubah ketegangan yang terjadi. Polisi perlu dirombak.”“Karena itu kau langsung mengamankan Rena kemari,” kataku.“Orie Cottland juga kabur.” Tokio Eki Furuzawa mengembuskan asap. “Dia pasti dapat ganjarannya. Omong-omong, bagaimana traumamu?”“Sudah pergi ke ahli. Lumayan membantu. Ak
last updateLast Updated : 2021-08-03
Read more

86. TAMAN HIJAU LOCKWOOD

11 Desember. Sabtu pagi.Aku berniat keluar—untuk pertama kali dari rumah Tokio Eki Furuzawa. Saat itu masih pukul tujuh. Dan Rena menghentikanku tepat di pintu keluar.“Mau ke mana?” tanyanya, dengan mata menahan kantuk.“Tumben melihatmu bangun siang,” kataku.“Mau ke mana?” ulangnya, tidak peduli.“Jalan-jalan sebentar. Cuci mata. Mau ikut?”Dia tak menjawab, hanya terdiam, sebelum akhirnya bicara, “Kemarin aku menemui kakek. Dia belum siuman, tapi Olso Bertoin menitip pesan untukmu.”“Untukku?”“Ada yang menunggumu. Di tempat yang hanya kau yang tahu.”***Pagi itu cuacanya tidak terlalu buruk, yang dalam artian lain juga tak terlalu baik. Cerah berawan. Tidak terlalu terik dan tak terlalu mendung. Cuaca yang cocok untuk berjalan-jalan dan merefleksikan diri.Sebenarnya aku punya gagasan pulang ke rumah, melihat mu
last updateLast Updated : 2021-08-06
Read more

87. SALAM TERAKHIR #1

11 Desember. Pukul 17.57Aku bilang ke Rena kalau mau jalan-jalan sore menuju gelap, dan—secara teknis—mengajaknya, tetapi dia bilang, “Aku harus mengurus administrasi.”“Sekolah?”“Rumah sakit,” gumamnya, seperti enggan. “Kondisinya buruk.”Aku ingin bilang kalau tidak akan ada yang terjadi pada Tracy Lockwood, tetapi benakku melarangku bicara.Dan Rena mengerti. “Tenanglah. Kita bisa jalan-jalan kapan saja.”“Rasanya tidak sopan bilang begini. Tapi—”“Kami hanya berikatan darah, Charlie. Tapi apa yang ada pada kami sudah tidak ada. Maksudku... kau tahu apa yang kubilang. Kalau memang ada yang bisa mengurusnya, dengan senang hati aku menyerahkan itu.”Kupikirkan begitu saja kalau Rena tidak mau berurusan lagi dengan segala hal tentang keluarganya. “Mau kutemani?”Dia tersenyum. “Kita punya banyak hal y
last updateLast Updated : 2021-08-09
Read more

88. SALAM TERAKHIR #2

“Kau menggapai pesan,” sambut Malvia Lockwood. Dia melempar pistol, mengulas senyum yang tidak pernah kubayangkan. Air matanya mengalir. “Anak Muda, kau mau duduk di sisiku untuk terakhir kali?”Maka aku juga melempar pistol, menatap jasad Olso Bertoin yang penuh darah. Dia berubah. Maksudku, Malvia Lockwood. Setidaknya, itu yang kuyakini. Dia tidak lagi berdandan menor layaknya ibu-ibu di pesta murahan. Hanya alami—meskipun lusuh, debu, kotoran, dan keringat menghiasi sebagian besar wajahnya.“Aku selalu mempelajari tipe pembunuhan yang terjadi pada Lockwood.” Aku duduk cukup dekat darinya sampai aku sendiri tidak percaya. “Yang pertama, terstruktur. Itu metode Louist Hood. Yang kedua, area pembunuhan selalu steril.” Aku mengedarkan pandangan, tersenyum konyol. “Hanya perasaanku, atau situasi memang menyisakan aku dengan Malvia Lockwood?”Dia mendengus. Kupikir mengejek, tetapi dia tersenyum miri
last updateLast Updated : 2021-08-12
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status