Beranda / Romansa / Still The Same / Bab 11 - Bab 17

Semua Bab Still The Same: Bab 11 - Bab 17

17 Bab

11. Takut Berpaling

Gibran saat ini sedang duduk di kantin bersama Ashila menikmati makanan mereka."Sayang banget kita nggak satu kelompok." Ashila kini menatap Gibran dengan bibir yang mengerucut.Gibran terkekeh melihat ekspresi Ashila yang menggemaskan. "Kan tiap hari juga ketemu."Ashila mengangguk. "Mau itu." Ashila menunjuk batagor milik Gibran.Gibran pun menusuk batagor tersebut memakai garpu dan menyuapkannya pada Ashila. Saus kacang yang belepotan di bibir Ashila langsung di bersihkan oleh Gibran menggunakan tissue."Kamu nggak bakalan ninggalin aku kan?" Gibran terhenyak heran dengan pertanyaan Ashila yang tiba-tiba. Tak lama setelahnya ia pun langsung tertawa. "Kamu kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?" ucap Gibran disela-sela tawanya.Ashila merasa sebal di tertawakan seperti itu. Ia pun berusaha untuk kembali tenang. Tak lama di lihatnya Syafa dan Hana masuk ke k
Baca selengkapnya

12. Kesal

Setelah sampai di rumah Syafa. Hana sibuk mencari obat yang dibelinya tadi di dalam kantongan belanjaan. Setelah menemukan apa yang dicarinya maka ia langsung bergegas berlari menyusuri tangga menuju ke lantai dua tempat kamar Syafa berada. Meninggalkan Gibran yang berdecak kesal karena belanjaannya menjadi berantakan.Dibukanya pintu kamar berwarna coklat gelap itu dengan pelan. Hana menemukan Syafa yang sedang tidur di ranjangnya dengan posisi tengkurap sambil memegangi perutnya. Tidak. Syafa tidak tidur, ia hanya memejamkan mata. Karena Hana bisa melihat gerak gelisah pada sahabatnya itu.Hana pun berjalan mendekati Syafa dan duduk di ranjang. "Fa." Hana memegang pundak Syafa."Hngg." Hanya lenguhan yang keluar dari mulut Syafa."Sakit banget yah." Hana meringis melihat Syafa yang sepertinya masih menahan sakit. Hana memang sering merasakan kesakitan seperti itu. Tapi tidak sampai membuat d
Baca selengkapnya

13. Kembali Menghantam

"Gimana?""Apanya yang gimana?"Rasanya?""Lumayan.""Cuman lumayan?""Terus mau lo apa?""Ya ampun Gibran. Masakan Hana itu enak dan lo cuman bilang lumayan." Syafa geleng-geleng kepala."Udahlah Fa, ngapain sih lo butuh pendapat dia. Nggak penting banget tau nggak." Hana berdiri dari kursinya lantas menumpuk-numpukkan piring dan gelas bekas. Setelah itu ia pun berlalu menuju dapur untuk mencuci piring.Mereka bertiga baru saja selesai makan malam. Semua hidangan yang tadi tersaji adalah masakan Hana. Syafa hanya turut andil dalam mencuci bahan dan juga menyiapkannya di meja makan tadi.Masakan Hana memang luar biasa enak. Hanya saja Gibran malas untuk mengakuinya. Takutnya si Hana tengil jadi besar kepala.Syafa menyipitkan mata tidak percaya. "Kok akhir-akhir ini omongan lo nggak bisa di percaya?"
Baca selengkapnya

14. Tidak Apa-apa

"Ya ampun, Na!" Syafa membekap mulutnya tak percaya dengan apa yang dilihatnya kini. Baru saja sepersekian detik matanya terpejam larut dalam kenyamanan, harus terganggu dengan suara ketukan yang keras di pintu kamarnya. Dan setelah dibukanya pintu itu, Syafa dikagetkan oleh Gibran yang tengah menggendong Hana dalam keadaan tak sadarkan diri. Menghiraukan keterkejutan Hana, Gibran menerobos masuk dan langsung meletakkan Hana di atas ranjang. Syafa pun turut mendekat ke sisi ranjang. "Apa yang terjadi?!" tanyanya penasaran.  Gibran berdiri berkacak pinggang sembari matanya terus mengawasi tubuh yang tak sadarkan diri itu. Pikirnya, barangkali ini hanya salah satu kejahilan yang dibuat Hana, namun nyatanya tidak. Gibran mengusap wajahnya gusar, "Dia pingsan." Syafa melongo mendengar jawaban dari pertanyaannya tadi. "Gue tau dia pingsan, karena gue bisa liat sendiri Gib! Maksud gue itu, kenapa? Ken
Baca selengkapnya

15. Pertemuan

FLASHBACKSudah menjadi kebiasaan dari Keluarga Umar dan Keluarga Regar untuk kumpul bersama di hari minggu. Mereka akan bercengkrama riang sambil melepas penat karena telah bekerja seharian. Bahkan tak jarang pula mereka keluar rumah untuk mengunjungi pantai atau sekedar piknik di taman kota."Azka. Tolong ambilin hp bunda di kamar." terdengar suara Citra dari dapur. "Kalian jangan dulu main tanpa aku, oke. Awas kalau kalian main curang."  Azka berdiri lalu segera berlari ke kamar bundanya."Iiih, Abang Azka lama. Inikan giliran aku yang main." Ayi memberenggut kesal hingga membuat Abi tertawa."Udah, tungguin aja dulu. Barusan juga, Abang Azka pergi." Abi menggocok ember yang di dalamnya terdapat dadu, lalu melemparnya. Baru saja Abi ingin melihat angka yang keluar, namun terhalang karena Ayi lebih dulu memungutnya beserta dengan papan ular tangga dan menyimpannya di kotak khusus.
Baca selengkapnya

16. Pertemuan Kembali

Pov Hana”Abi?” Mendengar Abang Azka menyebut nama itu, aku membelalakkan mata kaget. Siapa yang kakakku panggil dengan sebutan Abi ini? Gibran? Aku langsung mengarahkan pandangan ke Gibran untuk melihat bagaimana ekspresinya saat ini. Terlihat dia juga sedikit kaget lalu dengan cepat mengubah ekspresinya seperti biasa. Ini tidak mungkin Gibran kan? Aku kembali berusaha meyakinkan diri sendiri kalau memang Abang Azka hanya asal menyebut nama. Namun tidak dengan jawaban Gibran.“Iya?” ucapnya tidak yakin.Aku menggelengkan kepala berusaha memahami suasana. Keadaan ini masih rumit untuk ku cerna.“Benarkan ini Abi? Yang dari Bandung, anaknya Pak Umar.” Azka langsung memeluk Gibran dengan cara pelukan laki-laki ke sesama lalu menepuk-nepuk pundaknya. Wajah Azka terlihat sangat senang.Aku menghampiri mereka, mungkin ada kesalahpahaman disini.“Abang.” Aku menarik
Baca selengkapnya

17. Perhatian Gibran

Hari ini Hana datang ke sekolah sedikit terlambat dari biasanya. Saat menyusuri lorong menuju kelasnya ia merasa ragu. Setelah kenyataan yang terungkap kemarin, dia menjadi enggan untuk bertemu dengan Gibran. Tapi mau bagaimana lagi, kewajibannya sebagai siswa adalah mengikuti pelajaran.Sesampainya di depan kelas, Hana berdiam diri. Suasana ramai yang terdengar dari dalam kelas menandakan kalau sebagian besar temannya sudah datang. Hana memegang erat totebagnya sembari berpikir keras jika masuk nanti dia berencana untuk langsung duduk saja tanpa melihat Gibran.“Hana.”Hana berbalik dan mendapati Sean yang berlari ke arahnya. Entah mengapa, Hana merasa lega dengan kehadiran Sean.“Tumben telat, biasanya juga paling awal datang. Kirain Lo absen tadi.” Ucap Sean yang kini berdiri tepat di depan Hana.“Sotoy banget sih, telat apaan coba. Bel masuk aja belum bunyi.” Dengus Hana yang dibalas tawa oleh S
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status