Home / Romansa / Love Affair (Bahasa Indonesia) / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Love Affair (Bahasa Indonesia): Chapter 11 - Chapter 20

40 Chapters

11 | Dying

"Lily! Fokus!" Setelah belasan take, lagi-lagi kalimatku tidak sesuai dengan script. Banyak kru yang menatapku tidak suka. Ya, aku menjadi penyebab waktu kerja mereka berjalan lebih panjang. Semua gara-gara perkataan Alex mengenai Julian. Aku tidak bisa berkonsentrasi sama sekali untuk pembuatan short movie kali ini."Maaf, break sebentar." Dengan terburu-buru aku meraih script yang sedang dibaca Alex."Kembalikan." Gusarku."Berlatihlah denganku. Anggap aku si Nick lawan mainmu itu." Aku tahu Alex bersungguh-sungguh ketika dia melipat kedua tangannya, dan matanya menatapku lurus."Lebih baik kau pergi.""Eits." Desisnya saat menghalauku yang hendak mengambil kertasku yang masih dipegangnya. "Kau tidak perlu membaca ulang. Kau sudah tahu pasti isinya. Bahkan aku sampai muak dan hapal seluruh ucapanmu." Alex menegakkan cara dudukku, menarik kedua ujung bibirku yang menghasilkan senyum paksa. "Berkonsentrasilah. Kau sangat buruk dalam hal itu.""Baiklah, tapi jangan anggap aku sudah mema
last updateLast Updated : 2020-09-27
Read more

12 | Comfortable Silence (18+)

Aku memberikan nampan berisi makanan yang sudah Alex diamkan sedari tadi. Ia tidak menyentuh makanannya sama sekali, melirik pun tidak. Pikirannya seakan menerawang jauh, dan hanya membiarkanku menerka-nerka apa isi kepalanya. Ku yakin, Alex juga tidak sadar bahwa kami sudah terduduk berhadapan di kursi pojok McD selama lebih dari dua puluh menit terakhir."Alex?" Berujar dengan nada rendah, aku menundukkan wajahku mendekatinya. Kepalanya terangkat, lalu tersenyum tipis."Kau tidak makan?"Itu adalah lontaran pertama Alex setelah ia mengatakan bahwa si pembunuh masih berkeliaran. Sejujurnya aku takut jika pembunuh itu akan mencoba berbagai cara lagi untuk menghabisiku. Sebagian dariku ingin menghindar, tapi aku bisa apa? Aku harus bekerja. Aku mempunyai rentetan kontrak yang harus ku penuhi. Tidak mungkin aku mengurung diri sebatas agar lepas dari teror tersebut. Dengan enggan, aku mengambil sepotong french fries, lalu memakannya."Ini aku makan."Alex tertawa, namun untukku itu jelas
last updateLast Updated : 2020-10-13
Read more

13 | What Happened?

10 menit pertama aku terus menguap, menguap, dan menguap. Alex beberapa kali kerap menyuruhku untuk tidur, tak mempermasalahkan walau tidak ada teman mengobrol. Akan tetapi aku menolak, dan memilih menghilangkan kantukku dengan bermain snapchat. Aku berniat memposting video ketika mobil akan melintasi London Eye. Sekalipun hampir setiap hari melewati ikon itu, tetapi aku tidak pernah bosan mengaguminya."Kau norak sekali." Celetuk Alex saat aku mulai merekam. Aku memelototinya, menyuruhnya diam dengan meletakkan telunjuk tepat di bibirku."Apa, sayang? Ah ya ya, aku juga sudah tidak sabar untuk bercinta denganmu."Bip!Sial, karenanya aku tidak bisa mengupload video tersebut. Sekalipun id snapchatku private, tapi tetap saja bisa-bisa temanku akan salah paham."Hey, videokan aku atau foto aku." Pintanya. Cukup memaksa."Untuk apa aku mengambil gambar pria yang masih suka mengompol?""Kau bisa melihat fotoku saat kau merindukanku." Jawab Alex, masa bodoh terhadap ledekanku.Pun aku mengi
last updateLast Updated : 2020-10-13
Read more

14 | Hyde Park (21+)

Alex mematikan saluran televisi yang sedang ku tonton. Padahal aku tengah menyaksikan bagaimana pembawa acara membuat kesimpulan sepihak atas kejadianku dengan Emily. Ulasannya bahkan sama persis dengan koran yang tadi pagi ku baca. Alex melemparkan remote, lalu menarik tanganku untuk keluar dari apartemennya.Kami memasuki lift, seiring Alex terus mendumal. Mulutnya aktif bersumpah-serapah. Sementara aku menghela nafas, sadar sejak pagi ponselku tak berhenti bergetar. Puluhan panggilan masuk dari mulai pihak agensi, Julian sampai ibuku. Notifikasi dari akun sosial mediaku pun selaras. Itu semua membuatku merasa kian terpojokkan."Hubungi Emily. Suruh dia datang ke apartemenmu untuk menjelaskan semuanya."Ketika aku hendak mencari kontak Emily, sahabatku itu terlebih dahulu menghubungi. Aku diam. Alhasil Alex menatapku geram lantaran aku seperti menolak sambungan telepon dari Emily."Angkat, Lily." Perintahnya. "Kau ingin aku yang berbicara dengan si pirang itu?"Abai terhadap saran Al
last updateLast Updated : 2020-10-15
Read more

15 | Lolipop

Tepat setelah kehadiran Julian di tengah-tengahku dan Alex, Julian tanpa banyak babibu langsung membawaku pergi. Aku masih mengingat jelas gurat emosi Alex ketika kekasihku menyuruh dirinya pulang, dan mengatakan bahwa ia tidak cukup becus untuk menjagaku.Julian menginterogasiku secara tidak langsung dengan rentetan pertanyaannya. Bahkan disituasi seperti ini, ia sempat menyinggung mengapa aku dan Alex terlihat lebih 'dekat' dari biasanya."Aku tidak suka kau menginap di tempat Alex! Kau juga kemana saja tidak mengangkat telpon dariku?" Pekik Julian setibanya kami di apartemennya. "Kau tahu aku mendengar ocehan ibumu! Ibumu itu terlalu banyak bicara!"Aku memandanginya jengah. Apa seperti inikah sikap asli Julian? "Jangan sangkutpautkan kekesalanmu pada ibuku. Jangan menghinanya."Julian mengacak-acak rambutnya kesal. "Aku tidak menghina ibumu. Aku hanya tidak mau ibumu menganggapku pria yang tidak pantas untukmu. Aku merasa buruk ketika ia menanyakan apa yang terjadi denganmu, dan ak
last updateLast Updated : 2020-10-15
Read more

16 | I Love You

Hal yang tidak pernah ku duga sebelumnya adalah, bahwa Matthew masih mengirimkan jadwal terbaruku melalui email. Ku pikir ia hanya akan memberikan rinciannya tanpa mengupdate job yang masuk. Nyatanya Matthew belum sepenuhnya berhenti menjadi managerku."Lily, berhentilah memainkan ponselmu. Kita sedang makan."Belum sempat aku membaca isi email Matthew hari ini, aku pun akhirnya memasukkan ponselku ke dalam tas. Aku kembali melahap makanan yang sudah tersedia di meja kami. Menghela nafas dalam, aku sebenarnya tidak berselera melahap salad sayur. Julian bilang pipi dan tanganku terlihat besar dari biasanya. Jadi dia langsung mengatakan tidak ketika aku mengusulkan fast food."Fast food tidak punya ruang private, sayang. Aku lebih suka kita makan dengan nyaman seperti ini.""Aku juga baru ingat, kalau kita ke sana kemungkinan aku tidak akan makan, melainkan mendapatkan omongan pedas."Tentu, masalah Emily denganku masih hangat diperbincangkan banyak orang. Julian merespon dengan senyuman
last updateLast Updated : 2020-10-16
Read more

17 | Take Photos Together (21+)

Aku mengerang perlahan merasakan gerakan kaki Alex menyusup masuk diantara kakiku. Dia memelukku, menjadikan tubuhku lebih rapat pada dada telanjangnya. Semilir tercium aroma keringat bercampur parfum maskulin, perpaduannya menciptakan kesan seksi yang berhasil membuatku membuka mata secara penuh.Ku melihat sekeliling. Sepertinya Alex menggendongku dari sofa ke kamar. Dan kenapa dia jadi ikut-ikutan tertidur? Alhasil aku terkekeh pelan.Sekarang Alex tengah menganga disertai mendengkur halus. Dia merangkul pinggangku posesif, sementara satu tangan lainnya sengaja untuk ku gunakan sebagai bantalan.Jemariku menyusuri setiap inci wajahnya. Dari mulai hidung mancungnya, rahang tegas, sampai bibir Alex yang kemerahan. Aku seolah sedang dibuat jatuh cinta pada pameran seni yang selalu ku kunjungi di akhir musim panas. Terakhir aku menyentuh tinta permanen yang menghiasi tubuh tegapnya. Tattoo berbentuk sepasang burung di kiri kanan dadanya menyita perhatianku. Oh, aku menyukai semua yang m
last updateLast Updated : 2020-10-20
Read more

18 | Dark, Like My Past

Bersalah.Satu perasaan yang menderaku sepanjang aku duduk dipangkuan Julian. Luapan kebimbangan ku lampiaskan pada tautan bibir kami. Sementara Alex, ya dia masih berada di kamarku. Berbanding terbalik dengan kokohnya dinding pembatas ruangan, aku justru telah menghancurkannya untuk kesekian kali."Temanku sudah membohongi kekasihnya." Ucap Julian di tengah ciuman kami.Nafasnya yang tersengal membuat dia sesaat menghirup oksigen sebelum kembali melumatku. Tersirat ada semacam ketakutan. Julian menarik diri seraya mata birunya sibuk mencari-cari objek lain, berusaha mengacuhkan tatapan penasaranku."Siapa? Thomas?" Tanyaku. Aku tidak tahu banyak mengenai teman Julian selain Thomas."Bukan, sayang. Temanku yang lain."Aku mengusap bibirku menggunakan punggung tangan. "Berbohong tentang apa?""Temanku adalah pria baik. Dia mencintai kekasihnya. Tetapi, dia tidak sengaja melakukan kesalahan fatal. Sangat fatal." Menyisir ujung rambutku menggunakan jemarinya, Julian menatapku lekat. "Apak
last updateLast Updated : 2020-10-21
Read more

19 | Two Worlds Apart

Ada pepatah mengatakan, jika waktu berjalan cepat maka kau bahagia terhadap apa yang kau lakukan. Hal yang ku rasakan kini justru adalah kebalikannya. Hariku berangsur lambat setelah satu minggu semenjak kepergian Alex.Terlebih saat malam, di mana berakhirnya rutinitas seharianku yang kembali padat. Aku hanya bisa terdiam di sisi ranjang, merenung. Lambat laun berbagai pertanyaan menjejali isi kepalaku. Dan aku akui, ada rasa kehilangan mendalam yang enggan ku jelaskan."Sepulang dari kantor, aku akan meminta resep obat lagi pada Dokter Lukas." Julian bersuara sembari mengeluarkan tas bawaanku dari bagasi. "Ingat, sayang. Jangan terlalu memaksakan diri. Aku tidak mau kau sampai pingsan lagi. Kau paham?"Aku tersenyum tipis, mengangguk. Julian adalah jelmaan malaikat, dan fakta itu membuatku malu. Bahkan setelah dia tahu bahwa aku menyelingkuhinya, sikapnya masih sama seperti Julian yang dulu ku kenal.Aku menangkupkan wajah Julian, bersih tanpa ditumbuhi bulu kasar. Berlainan dengan A
last updateLast Updated : 2020-10-21
Read more

20 | Save Me

Pemotretan selesai di sore hari. Guyuran gerimis menghentikan sejenak kegiatan diseluruh set. Beberapa dari kami pun sampai harus melakukan take ulang sebelum benar-benar berakhir.Dengan terburu-buru aku memasuki salah satu tenda. Bukan apa-apa, aku hanya tidak mau Julian sampai kesal lantaran sudah terlalu lama menungguku. Begitu aku selesai berganti pakaian, aku langsung keluar dari area set. Tidak adanya tempat khusus yang disediakan, menjadikan semua kendaraan dibiarkan terparkir secara sembarang.Sesampainya dibarisan terujung, aku masih belum bisa menemukan mobil Julian. Apa dia lupa menjemputku? Selagi aku mempertajam penglihatanku di tengah minimnya pencahayaan, aku pun meraih ponselku dari dalam tas. Dan ternyata Julian mengirimkan aku sebuah pesan;Sayang, mobilku kehabisan bensin. Aku sudah pesankan taksi atas namamu. Is it okay?Namun perhatianku lebih tersita pada 34 panggilan tak terjawab dari Alex. Mau apa lagi dia? Perasaan itu bergejolak lagi. Aku tahu. Aku seharusnya
last updateLast Updated : 2020-10-22
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status