》gadis 16 milyar《
Langkah Lili terlihat begitu lebar saat menyusuri koridor Rumah Sakit yang tidak begitu ramai. Keinginannya saat ini hanya satu, melihat Sisi baik-baik saja dan melihat senyum gadis itu.
Dada Lili seketika berdebar kencang saat menatap Lana, pengasuh Sisi sedang berjalan di depannya. Pandangan matanya tampak menunduk dan menatap sesuatu yang berada di genggamannya.
"Mbak Luna!" panggil Lili sedikit kencang. Wanita itu menoleh dengan mulut sedikit terbuka karena syok kehadiran Lili yang tiba-tiba.
"Ibu?" sahut Luna lirih. "Ibu kapan datang? Kok tidak ngabarin saya, Bu?"
"Sisi gimana?" Lili tak mengindahkan pertanyaan Luna, ia tampak cemas saat menatap beberapa obat yang ada dalam genggaman tangan Luna.
"Di dalam, Bu. Non Sisi sudah sadar dan sore ini boleh dibawa pulang!"
Lili membuang nafas lega mendengar penuturan Luna. Tak menunggu waktu lama, Lili langsung masuk ke kamar rawat Sisi. Lili sempat berhenti sejenak diambang pintu, menatap sekeliling kamar Sisi yang tampak mewah.
Pandangan mata Lili lalu beralih menatap Sisi yang tampak tertidur di atas brankar rumah sakit. Hati Lili serasa ngilu saat menatap jarum infus menempel di pergelangan kiri lengan Sisi. Airmata Lili rasanya tak bisa dibendung lagi. Ia menangis sambil melangkah lebar menghampiri Sisi.
"Sisi, Sayang!" Lili mengelus rambut tebal Sisi membuat kelopak mata gadis itu terbuka secara perlahan.
"Bunda!" panggilan Sisi begitu lemah. Kedua mata Sisi menatap Lili.
"Iya, Sayang. Bunda di sini!" sahut Lili lalu mencium kening Sisi sangat lama. Sungguh, Lili sangat menyesal meninggalkan Sisi dan lebih mementingkan pekerjaannya. Tapi jika ia mengabaikan Perusahaannya maka ia akan kehilangan beberapa aset yang ia miliki.
"Bunda, Sisi kangen sama Ayah!"
Lili mengembangkan senyumnya dan mencium punggung tangan Sisi. "Kalo udah sembuh, Bunda bawa Sisi ketemu Ayah!" janji Lili.
Kepala Lili menoleh kearah samping, disana ada Lana sedang membereskan beberapa perlengakapan Sisi. "Mbak, jaga Sisi sebentar ya. Aku mau ke bagian administrasi!" pesan Lili.
"Mau bayar biaya perawatan Non Sisi ya, Bu?" tanya Luna. Lili hanya mengangguk. "Sudah di bayar sama Pak Rey, Bu!"
"Rey? Siapa dia?" tanya Lili dengan kening mengkerut.
"Orang yang sudah menolong Non Sisi dan membawa Sisi ke Rumah Sakit. Orangnya baik sekali, Bu. Dan Pak Rey yang memilih kamar VIP ini untuk Non Sisi!"
"Sekarang orangnya dimana?"
"Sepertinya pulang, Bu. Semalaman Pak Rey terus jagain Non Sisi. Bahkan Pak Rey tidak tidur, Bu!"
Lili terdiam sebentar. Jujur, ia ingin sekali bertemu dengan laki-laki yang telah menyelematkan nyawa Sisi. "Orangnya ninggalin kartu nama nggak, Mbak? Mungkin nomer telpon atau apa gitu?"
Luna menggeleng pelan. "Tidak, Bu. Pak Rey cuman titip pesan kalau tidak bisa mengantar Sisi pulang ke rumah karena sedang sibuk!"
Lili mengangguk dan kembali menatap Sisi yang kembali memejamkan matanya.
Pak Rey? Seperti apa orangnya? batin Lili.
》gadis 16 milyar《
Tapi Ali sama sekali tidak menyesali dengan apa yang telah dilakukannya. Entah kenapa ia rela menghabiskan uangnya demi Sisi. Dan hatinya tiba-tiba terasa nyeri kala melihat gadis itu terbaring lemah tak berdaya.
"Apa kita bisa kembali ke Surabaya, Rey?" tanya Adam setelah selesai membereskan perlengkapannya.
Ali membisu dan hanya menoleh sebentar ke arah Adam. Ia membuka galeri di dalam ponselnya dan menatap foto Sisi yang tengah terlelap dibalik selimut kamar Rumah Sakit yang membungkusnya.
Jantung.
Benar-benar tak bisa dipercaya, gadis seceria Sisi mengidap penyakit mematikan itu.
"Rey. Bisakah kau tidak memikirkan gadis kecil itu?" protes Adam.
Kepala Ali menoleh cepat dengan sorot mata yang terlihat tajam. Ada rasa tak terima saat mendengar protesan Adam. "Jangan urusi pribadiku, Adam!" jawab Ali sengit.
Adam menghela nafas pelan dan memilih meninggalkan kamar. Sepertinya ia benar-benar harus mencari tau siapa Sisi sebenarnya.
》gadis 16 milyar《
"Anak Ayah harus selalu sehat ya!" ingat Nick sambil menggendong Sisi.
Sisi mengangguk patuh. "Ayah kapan pulang?" tanya Sisi polos.
Nick melemparkan pandangannya pada Lili yang berdiri di sebelahnya. Lili tersenyum lebar lalu merentangkan kedua tangannya, menyambut Sisi. "Sini, sama Bunda!"
Nick melepaskan Sisi dan memberikannya pada Lili. Kini gadis itu sudah berada dalam gendongan Lili dan terlihat memeluk leher Sang Bunda. "Sabar ya, Sayang. Bunda janji bakalan bawa Ayah pulang!"
Nick ikut tersenyum tapi sangat tipis. Ia tau kalau Lili pasti akan berusaha membebaskannya. Walaupun dalam hitungan detik saja Lili bisa membebaskan Nick tapi ia tidak akan melakukannya karena hal itu akan beresiko besar. Ia takut jika identitasnya akan tercium oleh orang-orang suruhan Ali.
Sekitar jam 1 siang Lili membawa Sisi keluar dari lapas. Sebuah taxi berwarna biru sudah menunggu di depan pintu. "Jalan, Pak!" titah Lili dan hanya diangguki oleh sopir taxi.
Taxi biru itu meluncur mulus di jalanan yang lumayan lengang. Sisi mendongak dan menatap wajah Sang Bunda. "Bunda!" panggil Sisi pelan.
Lili menoleh cepat sambil mengembangkan senyumnya. "Ya, Sayang!" sahutnya.
"Aku suka Om Rey!" celetuk Sisi tiba-tiba membuat kening Lili mengernyit. "Om Rey baik!"
"Oh ya?"
Sisi mengangguk beberapa kali. "Aku pernah dibeliin es krim sama Om Rey!"
"Kapan? Kok Sisi nggak bilang sama Bunda?"
Gadis kecil itu meringis kecil, memamerkan deretan giginya yang putih dan rapi. "Bunda kan lagi kerja!"
"Oooh!" sahut Lili sembari menganggukan kepalanya. "Om Rey itu orangnya kayak gimana, Si?"
"Mm ... ," Sisi mengetukkan telunjuknya ke dagu dengan posisi kepala mendongak. "Orangnya tinggi, putih, rambutnya gondrong Bunda. Oh iya, ada rambut di sini sama disininya!" Sisi menunjuk bawah hidungnya dan dagunya secara bergantian.
"Kumis dan jenggot?" tanya Lili tak percaya. Sisi menganggukkan kepalanya dengan cepat.
"Bunda! Bunda! Ayo kerumah Om Rey!" rengek Sisi sambil menggoyangkan lengan Lili.
"Kerumah Om Rey? Kan Bunda nggak tau rumahnya Om Rey, Sayang!" jawab Lili sambil tertawa geli.
"Tapi Sisi mau ketemu sama Om Rey. Ayo Bunda cari rumahnya Om Rey!" kekeh Sisi.
Lili membuang nafas panjang lalu menggelengkan kepalanya. Ada-ada saja permintaan Sisi hari ini. Setelah bertemu dengan Nick lalu Sisi meminta bertemu dengan laki-laki yang telah menolongnya. Bahkan ia sendiri tak tau seperti apa dan siapa Rey itu.
"Iya, Sayang. Nanti Bunda cari rumahnya Om Rey---!"
"Nggak mau, Bunda!" potong Sisi. "Sisi maunya sekarang ketemu sama Om Rey. Ayo Bunda!" lagi-lagi Sisi menggoyangkan lengan Lili.
"Ya tapi kan Bunda nggak kenal sama Om Rey, Sayang! Bunda juga belum pernah ketemu sama Om Rey!"
Sisi tampak mendengus lalu melepaskan kaitan tangannya dengan kasar. Ia mengalihkan pandangannya keluar kaca mobil. "Bunda nggak sayang sama Sisi!"
"Loh, loh. Kok anak Bunda ngomongnya gitu, sih?"
"Sisi mau ketemu sama Om Rey!" putus Sisi.
Kembali Lili membuang nafas. Kali ini ia benar-benar harus menuruti permintaan Sisi dan mungkin akan mengerahkan orang kepercayaannya untuk mencari keberadaan Rey. Apapun akan ia lakukan untuk Sisi.
"Oke. Oke. Bunda bakalan ngajak Sisi ketemu sama Om Rey!"
》gadis 16 milyar《
》gadis 16 milyar《Lili sudah berusaha menuruti kemauan Sisi tapi nyatanya ia sama sekali tidak mempunyai informasi apapun tentang laki-laki bernama Rey itu. Bukan hanya sekedar menuruti keinginan Sisi tapi sebenarnya ia juga ingin bertemu dengan laki-laki yang sudah menyelamatkan nyawa Sisi."Kami akan berusaha kembali!"Itulah janji dari orang-orang kepercayaannya. Harusnya mereka dengan mudah bisa menemukan laki-laki itu. Bahkan pihak Rumah Sakitpun seolah ikut membantu menyembunyikan sosok Rey. Nama penanggung jawab saat Sisi di rawat beberapa hari yang lalu benar-benar tidak Lili dapatkan. Pihak Rumah Sakit berdalih jika tidak bisa memberitahukan data apapun karena permintaan Rey sendiri.Sebaliknya, Adam menemukan satu titik terang atas keberadaan Lili. Adam berhasil menemukan lokasi Nick di tahan."Jadi benar apa yang aku lihat beberapa m
》gadis 16 milyar《Lili tampak bingung saat beberapa bodyguard tiba-tiba menghampirinya dan mengawalnya. Padahal ia sama sekali tidak meminta untuk di jaga."Ada apa ini?" tanya Lili pada salah satu bodyguard yang berjalan di depannya."Saya mendengar kabar buruk, Nyonya!" jawab pimpinan bodyguard yang berjalan tepat di depan Lili, Abdul."Kabar buruk? Kenapa tidak disampaikan di kantor aja? Di sini diliatin banyak orang, kan?""Ini masalah keselamatan Nyonya Lili. Calon suami Nyonya Lili saat ini sedang mencari keberadaan Anda!""Calon suami
》gadis 16 milyar《Entah apa lagi yang Ali rencanakan kali ini, sungguh Lili tak tau. Laki-laki itu sudah 2x mengirim pesan padanya dalam sehari. Pagi tadi pesan ucapan selamat pagi dan siang ini ia mendapat pesan yang berisikan pengingat untuk tidak lupa makan siang.Sedikit menyesal kenapa ia membiarkan Ali menyimpan nomer ke dalam ponselnya. Tapi Lili sama sekali tidak ada niatan untuk membalas pesan itu. Ia meletakkan benda pipih itu tepat di sebelah laptop birunya.Hanya beberapa detik saja setelah benda itu tergeletak, sebuah deringan terdengar. Lili mengalihkan pandangannya menatap ke arah layar ponselnya.Om Ali calling...Lili berpikir sejenak sebelum menjawab panggilan itu. Kira-kira ada keperluan apa membuat Ali menelponnya."Halo." sapa Lili setelah benda pipih itu nenempel di telinganya."
》gadis 16 мιℓуαя《Ali memukul setir kemudinya sambil terus mengumpat. Ia sengaja mengantar Lili pulang. Tujuannya tak lain adalah ingin mengetahui dimana wanita itu tinggal. Tapi apa yang Lili pilih sungguh sangat membuat Ali kesal. Wanita berambut sebahu itu sepertinya sengaja membawa dirinya ke tempat ini. Sebuah toko baju yang Ali pastikan itu adalah toko milik Lili. 'Bagaimana mungkin jam segini Lili masih sibuk bekerja? ' batin Ali. Ali mendesah frustasi saat melihat Lili tampak sibuk dengan aktifitasnya. Sepertinya kehadirannya tak diharapkan oleh Lili.Sementara itu Lili tampak tersenyum puas melihat ekspresi kesal dari wajah Ali. Apalagi melihat
》gadis 16 мιℓуαя《"Sisi?" lirih Lili. Matanya menatap Sisi dan Ali bergantian. Ia terus menggumam tidak jelas sambil sesekali menggelengkan kepalanya.Banyak sekali pertanyaan berkecamuk dalam benaknya. Salah satunya adalah bagaimana bisa Sisi begitu akrab dengan Ali?Sejak kapan mereka bertemu?Kini pandangan mata Lili terfokus ke wajah Sisi yang terlihat sedikit aneh. Sepertinya sesuatu telah terjadi pada gadis kecilnya."Apa kau baik-baik saja?" tanya Ali saat menyadari bidadari kecil itu tampak lesu dan pucat.Sisi hanya mengg
》gadis 16 мιℓуαя《"Aku akan mengatur ulang jadwal kencan kita." ucap Ali setelah Lili turun dari mobilnya. Tapi wanita itu sama sekali tidak memberinya respon.Tak masalah. Ali sudah terbiasa akan hal itu. Ia memutuskan untuk segera pergi dan kembali ke Rumah Sakit. Entah kenapa ada rasa aneh menyelinap dalam relung hatinya.Sesak dan sakit saat melihat Sisi terbaring lemah tak berdaya di ranjang Rumah Sakit.Kepergian Ali membuat Lili termenung. Ia teringat akan ucapan Ali yang akan mengambil alih Sisi. Andai Ali tau kalau Sisi adalah anak yang selama ini ia cari, apakah niat itu masih akan berlaku?
》gadis 16 мιℓуαя《"Cukup!" Ali menarik smartphone dari telinga kiri Manda. Wanita itu tampak ketakutan dan menangis memohon kepada Ali untuk dilepaskan."Please, Om. Aku beneran nggak tau apa-apa soal Lili. Setelah kejadian itu, dia nggak ada kabar sama sekali. Kita lost contact dan---""Jangan harap aku percaya bualanmu!" potong Ali.Manda sudah kehabisan kata-kata. Tak tau lagi harus menjelaskan seperti apa. Ali sama sekali tidak mempercayainya dan satu-satunya yang bisa menjelaskan hanyalah Lili.Hanya Lili harapan Manda.
》gadis 16 мιℓуαя《"Siapa Delisia Xiena?"Jantung Lili terasa berhenti berdetak untuk beberapa detik. Kedua matanya melebar. Sementara Manda hanya terdiam di tempatnya. Ia tidak berani bergerak sedikitpun karena moncong pistol itu masih melekat di pinggangnya.Delisia Xiena? Gumam Manda dalam hati. Ia benar-benar tidak mengerti apa yang mereka bicarakan dan siapa Delisia Xiena? Kenapa dirinya harus ikut dalam masalah mereka berdua?"A-aku bener-bener nggak tau siapa itu Delisia Xiena!"Ali mengerutkan keningnya. Kepalanya menoleh ke samping dan menatap tajam ke arah Manda