Aku mengangguk. “Benar.”“CV-mu sangat bagus, juga memenuhi persyaratan perekrutan perusahaan kami. Kembalilah dulu dan tunggu pemberitahuan kami.”Aku mengangguk, lalu berdiri. Baru saja aku hendak keluar, pewawancara yang duduk di kursi utama tiba-tiba menghentikanku. “Tunggu dulu.”Aku menoleh dan melihat plat nama di depannya. Julius Canata, supervisor departemen humas.“Pak Julius, ada apa?” tanyaku sambil sedikit menunduk.“Kualifikasimu nggak memenuhi persyaratan. Menurutku, kamu nggak perlu tunggu pemberitahuan lagi.” Julius melambaikan tangannya dan melanjutkan, “Sebaiknya, kamu cari lowongan dari perusahaan lain saja. Posisi di perusahaan kami nggak cocok denganmu.”Aku menatap Julius dengan agak heran, sedangkan kedua pewawancara lain yang duduk di samping juga menatapnya dengan terkejut.Dalam wawancara pekerjaan, tidak pernah terjadi hal di mana si pewawancara mengatakan secara langsung bahwa seseorang tidak cocok bekerja di perusahaan tersebut. Biasanya, semua data orang
“Kamu tahu jelas aku cuma asal bicara atau bukan. Sudah kubilang, kamu nggak akan bisa kerja di Grup Faslim.” Kemudian, aku menatap Venus dengan dingin dan memberi perintah, “Minggir, aku mau pulang.”“Kamu mau mencelakaiku?” Venus berteriak histeris di belakangku, “Inez, sebaiknya kamu hadapi kenyataan secepatnya. Kamu akan selalu berada di bawahku!”Setelah kembali ke asrama, aku langsung tidur. Berhubung terlalu mengkhawatirkan masalah wawancara, aku sudah tidak bisa tidur dengan nyenyak selama beberapa hari terakhir. Sekarang, wawancara akhirnya berakhir. Tidak peduli apa pun hasilnya, aku harus tidur dengan baik dulu.Keesokan pagi.“Inez.” Aku menjawab telepon dengan linglung. Terdengar suara Aiden yang dingin dan sedikit tidak senang di ujung telepon. “Beraninya kamu membohongiku!”Rasa kantukku sontak hilang. Aku langsung duduk tegak dan bertanya, “Aku mana membohongimu?”“Kamu bilang akan kerja di Grup Faslim. Tapi, aku nggak temukan ... CV-mu di antara CV-CV pelamar kerja.”A
Bagaimanapun juga, ini adalah pekerjaan pertamaku. Setelah menerima berkas-berkas itu, aku bertanya dengan sedikit berharap, “Pak Aiden, apa kamu mau aku buat laporan dari berkas-berkas ini?”“Bukan.” Aiden memutar sedikit kursinya dan lanjut menjawab, “Aku mau kamu ... menghafalnya.”“Meng ... menghafalnya?” Aku menatap berkas-berkas di tanganku dengan agak terkejut. Tatapanku dipenuhi dengan ketidakpercayaan. “Pak Aiden, apa kamu ... serius?”“Kamu merasa aku seperti lagi bercanda?” tanya Aiden dengan tatapan menggoda. Namun, nadanya terdengar sangat serius saat melanjutkan, “Itu semua data mitra bisnis Grup Faslim. Asistenku harus mengenal setiap mitra dengan baik. Dengan begitu, kamu baru bisa menghindari kesalahan waktu kerja.”Aku merasa agak terkejut, tetapi tetap mengangguk. “Baik, aku mengerti.”“Keluarlah.” Jari-jari Aiden kembali menari di atas keyboard. “Seminggu lagi, aku akan periksa hasil hafalanmu.”Ketika masih kuliah, kerjaanku setiap hari adalah menghafal buku. Tak d
Pada akhirnya, Venus mentransferkan uang kepada Julius dengan berat hati. Ketika aku berbalik dan hendak pergi, Venus tiba-tiba memanggilku. “Inez.”Aku pun menghentikan langkahku. Setelah menyeka air mata di sudut matanya, Venus berjalan ke hadapanku dengan galak. “Kamu sengaja datang untuk menertawakanku?”Aku menatap Venus dengan perasaan yang sulit dideskripsikan dengan kata-kata. Tidak peduli dalam situasi apa pun atau menghadapi kesulitan apa pun, selama bertemu denganku, dia akan selalu berubah menjadi seperti seekor ayam jago yang penuh permusuhan.“Nggak ada orang yang begitu nggak ada kerjaan.” Aku melambaikan tas laptop yang kupegang sambil menjawab, “Ini jalan yang harus dilewati untuk pulang ke kampus dari Grup Faslim.”Venus merasa agak malu, tetapi memaksakan diri untuk mencibir, “Kamu seharusnya senang banget, ‘kan? Aku awalnya mau kamu kehilangan pekerjaan. Tak disangka .... Huh! Ternyata Aiden bersedia membelamu.”Aku mengangkat alisku. “Masalah ini bukan salahku mau
Napasnya yang teratur dan hangat jatuh tepat di atas kepalaku. Seluruh tubuhku langsung terasa ... mati rasa.“Laporan kuartal pertama dan kedua ini saling terhubung. Pisahkan saja keduanya. Kamu akan lebih cepat menyelesaikannya.” Setelah melihat laporan yang kubuat, Aiden berdiri tegak.“Oh.” Aku mengangguk pelan, tetapi wajahku mulai terasa panas. “Tapi, bukannya laporan kuartal pertama dan kedua tetap harus dirapikan?”“Bodoh.” Aiden berkomentar tanpa basa-basi, “Fokus utama bisnis kita di kuartal pertama dan kedua berbeda. Kalau kamu menggabungkannya dalam satu laporan, hasil akhirnya tetap nggak akan jelas.”Aku pun tersadar, lalu segera melakukan semuanya sesuai dengan yang dikatakan Aiden. Setengah jam kemudian, aku meregangkan badan dan bergumam, “Akhirnya selesai juga! Seorang bos memang hebat. Hanya dengan satu lirikan, dia sudah tahu letak masalahnya.”Seusai mematikan komputer, aku pun bangkit dan berencana untuk memadamkan lampu. Aiden juga berjalan keluar dari kantornya
Aku mencibir, “Memangnya aku cuma bisa pakai trik kotor untuk disukai Pak Aiden? Kalau begitu, cara apa yang kamu pakai untuk capai posisi sebagai kepala asisten?”“Kamu ....” Monica sangat marah setelah mendengar ucapanku. Beberapa rekan di sekeliling juga mulai berbisik.Aku langsung berbalik dan masuk ke kantor Aiden.“Ada apa lagi?” Melihat tampangku yang tidak senang, Aiden berkata dengan kening berkerut, “Kalau merasa kesal, luapkan kekesalanmu di luar. Perusahaanku ini bukan tempatmu untuk meluapkan amarah.”Sebelum aku sempat berbicara, Monica sudah berjalan masuk. “Pak Aiden, ini dokumen baru yang perlu kamu tandatangani.”Melihat ada orang yang berjalan masuk, ekspresi Aiden kembali datar. Dia menerima dokumen yang disodorkan Monica.“Pak Aiden.” Monica merapikan rambutnya, lalu menunjukkan tampang lelah dan berkata, “Laporan ini kubuat dengan bergadang semalaman. Coba kamu lihat ada masalah atau nggak.”Aku pun mencibir dalam hati. Monica benar-benar tidak tahu malu. Jelas-j
“Apa?”Aku dan Monica bersuara secara serentak. Namun, Monica sama sekali tidak menyembunyikan keterkejutannya, sedangkan aku ... hanya merasa sedikit terkejut dan tersinggung. Sejak kapan aku menyetujui hal ini?“Kapan kamu memutuskan hal ini?” Monica bertanya dengan nada tajam, “Pak Aiden, mana bisa kamu biarkan seorang karyawan yang baru masuk kerja menemanimu menghadiri acara sepenting itu?”Pertanyaan Monica membuat Aiden merasa sangat tidak senang. Dia mendongak untuk menatap Monica, lalu bertanya balik dengan kesal, “Memangnya aku perlu melaporkan masalahku padamu?”Ucapan Aiden langsung membuat Monica terdiam. Kemudian, Monica menoleh ke arahku dengan ekspresi tidak percaya. Aku pun buru-buru menunduk.“Keluar,” ucap Aiden.Aku mendongak untuk menatap Aiden dengan bingung. Apa orang ini gila? Setelah melontarkan kata-kata yang mengejutkan, dia langsung mengusir orang tanpa menjelaskan semuanya. Namun, dia adalah bos perusahaan ini, aku hanya bisa mengikuti Monica keluar dalam d
“Tugas itu nggak penting.”Aku seketika mengerti. Berkas-berkas itu sama sekali tidak perlu diselesaikan dengan begitu mendesak. Aiden berbuat begini karena ... ingin memberi pelajaran pada Monica. Aku pun menatap Aiden dengan agak heran.Aiden berkata dengan tatapan yang mengandung sedikit kelicikan, “Bukannya dia menyalahgunakan jabatannya untuk menindasmu? Aku juga bisa menindas siapa pun dengan jabatanku.”Setelah memikirkan dua pilihan yang diberikan Aiden kepadaku, aku bertanya, “Apa kamu bisa kasih sedikit toleransi dalam waktu?”“Nggak ada kebijakan yang bisa diubah dengan seenaknya di Grup Faslim.”“Kalau ada kesalahan?” tanyaku dengan nada lemah.“Potong gaji.”Aku pun tersedak sejenak dan lanjut bertanya, “Gimana kalau aku melakukan kesalahan di acara bisnis?”“Selama kamu nggak banyak bicara, kamu seharusnya nggak akan melakukan kesalahan.” Aiden mengamatiku, lalu lanjut berkata sambil memicingkan mata, “Kalau kamu benar-benar melakukan kesalahan, potong gaji.”Aku pun meng
“Dasar berengsek!” Regan melangkah maju, lalu menampar Jonathan. “Sudah aku bilang berapa kali, ubah sikap hidung belangmu!”“Aku ….” Jonathan mengangkat kelopak matanya untuk menatapku. “Aku juga nggak tahu kalau dia itu adiknya Pak Aiden. Kalau Pak Aiden menikahi kakak, gimana kalau aku menikah dengan Bu Inez saja?”Ucapan yang dilontarkan Jonathan sangat mengejutkan. Hal itu membuat orang merasa benar-benar tidak berdaya, seakan-akan ingin menghajarnya. Namun, ketika kepikiran menghajarnya malah hanya akan berujung pada masalah hukum, semua orang pun mengurungkan niatnya untuk memukulnya.“Nggak boleh!” Empat suara terdengar serempak.“Kamu kira kamu siapa? Malah ingin menikahi adiknya Pak Aiden? Apa kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu?” Kening Regan berkerut.“Jonathan, bisa nggak kamu berpikir dulu sebelum bicara?” Risca sungguh kehabisan kata-kata.“Inez memang bukan adik kandungku, tapi aku sangat menjaganya.” Tiba-tiba Aiden mendekatiku. “Aku berharap dia bisa bersama orang y
“Siapa yang membuat cewek cantik bersedih?”Aku menoleh. Ketika melihat orang yang berjalan kemari, tiba-tiba aku merasa hidupku semakin terpuruk lagi.Malah ada Jonathan di sini, dia bagai seekor burung merak yang sedang mengepakkan sayapnya saja. Dia melangkah maju dengan penuh percaya diri, lalu berhenti di hadapanku. “Kenapa cewek secantik kamu malah bersedih?”Aku menatap gerakan mesum Jonathan dengan risi, tapi dia spontan tersenyum.Sepertinya pembagian gen ketiga anak Keluarga Kusnadi tidak merata. Risca pandai bersosialisasi, cerdas, dan cekatan. Bahkan Andre yang selalu diremehkan oleh mereka berdua, sebenarnya juga cukup cerdik. Satu-satunya yang berbeda itu adalah Jonathan, dia tidak ada bedanya dengan orang bodoh.Anthony mendekatiku dan mengulurkan tangannya berniat menyentuh wajahku. Aku segera menghindar ke belakang. Tatapanku penuh dengan rasa jijik. “Pak Anthony, tolong jaga sikapmu.”Jonathan gagal menyentuhku. Dia menatap tangannya yang berhenti di udara dengan terk
“Tentu saja.” Regan berkata dengan santai, “Keluarga Kusnadi sudah lama berkecimpung di dunia bisnis dan berhasil menjadi yang terdepan di industri ini berkat kekuatan kami. Aku tahu selama ini Pak Aiden selalu membeli bahan langka dari Negara Arkava dengan harga tinggi. Tapi kebetulan sekali, Grup Kusnadi juga memiliki material itu.”Darren yang duduk di sebelahku tiba-tiba tertawa kecil dengan nada mengejek. “Omong kosong!”“Kenapa?” Aku baru saja memasuki Grup Faslim, masih belum berhubungan soal suplai bahan.“Material langka yang kita beli memang hanya dimiliki Negara Arkava. Material-material ini justru dibutuhkan dalam riset kami. Oleh karena itu, setiap tahun kami harus membeli bahan baku senilai ratusan miliar dari Negara Arkava.”“Sebanyak itu?” Aku merasa syok.“Sudah tergolong sedikit.” Darren menurunkan kelopak matanya. “Orang-orang Negara Arkava itu benar-benar nggak punya prinsip dalam berbisnis. Mereka sering ingkar janji. Harga yang mereka berikan kepada kita bahkan 10
Aiden menjadi bintang utama dalam perjamuan malam ini. Regan terus menyanjungnya. Dia bertanya soal bisnis Aiden, lalu bertanya soal kehidupan pribadi Aiden. Hanya saja, tidak sekali pun dia mengungkit soal kerja sama.Aku dan Darren duduk di ujung, di area yang tidak diperhatikan orang-orang. Semuanya sungguh sesuai dengan harapanku. “Pak Aiden, kamu juga sudah nggak muda lagi. Apa kamu sudah punya kekasih?” tanya Regan secara tiba-tiba.Aku langsung menghentikan gerakan tanganku yang sedang mengambil makanan. Aku ingin mendengar jawaban Aiden.Namun setelah menunggu beberapa saat, aku tidak dapat mendengar suara Aiden. Aku spontan mengangkat kepalaku ingin melihat ekspresinya.Siapa sangka, saat aku mengangkat kepalaku, kebetulan tatapanku berpapasan dengan tatapan Aiden. Pada saat itu, aku langsung menundukkan kepalaku. Pikiranku sangat kacau. Kenapa Aiden melihatku?Terlintas lagi masalah itu di benakku. Aku segera mengambil sepotong daging dan mengunyahnya, berlagak tidak mengeta
“Ergh ….” Kali ini Darren tidak mengedipkan matanya lagi. Dia mengeluarkan ponselnya, lalu menekan mode speaker. “Pak Aiden, apa … kamu sudah mendengarnya?”“Emm.” Terdengar suara tawa Aiden dari ujung telepon. “Nggak usah nyanyi ataupun nari, dia terlalu kaku. Nggak enak untuk dipandang.”Aku ….Aiden memang pintar dalam menyindir. Selalu saja bisa menusuk hatiku. Mulutnya memang berbisa sekali.“Nggak usah siapin apa-apa. Cukup datang menjemputku saja.” Setelah panggilan diakhiri, aku langsung melihat ke pria kurang ajar itu. “Darren!”Darren melepaskan headset bluetooth-nya, lalu segera melangkah mundur. “Semua ini bukan salahku. Aku sudah beri isyarat kepadamu. Kamu sendiri yang nggak tangkap.”Pada jam 7 esok pagi, aku sudah mempersiapkan diri untuk muncul di bandara Kota Manthana. Aku datang menjemput bosku dengan tidak puas.Aiden menggerek koper berwarna hitam, lalu melangkah kemari dengan santai.Ketika Aiden melewati sisiku, dia melepaskan kacamata hitamnya, lalu berkata, “S
Tatapanku tertuju pada diri Andre. Aku sedang berusaha mencari tahu bagaimana Andre yang sebenarnya.Mungkin tatapanku terlalu kelihatan. Tiba-tiba Andre menyembunyikan ekspresi percaya dirinya, melainkan menatapku dengan mencemberutkan wajahnya. “Inez, jangan-jangan … kamu merasa aku sangat menyeramkan?”“Kenapa?” Aku sungguh kaget dengan pemikiran Andre.“Emm ….” Andre bagai seorang pria yang sangat pemalu. Dia menggaruk kepalanya. “Kamu merasa aku itu bermuka 2.”Aku melihat sendiri bagaimana sosok Andre ditindas waktu itu. Jadi, aku pun merasa salut terhadap Andre.“Bagaimana mungkin?” Aku tersenyum tipis. “Aku hanya akan merasa kamu sangat pemberani.”Aku mengatakan dengan tulus, tetapi sepertinya Andre masih tidak percaya. Dia bertanya lagi, “Benarkah? Apa benar kamu merasa seperti itu? Inez, pemikiranmu sangat penting bagiku.”Lantaran sikap Andre terlalu ramah, aku pun merasa agak bingung. “Kenapa?”“Karena ….” Andre tersenyum dengan canggung. “Aku menganggapmu sebagai teman te
Senyuman di wajah Regan tidak kelihatan lagi. Dia menurunkan kelopak matanya. Setelah berpikir beberapa saat, dia mengangkat kepalanya untuk menatap kami. “Kalau begitu, aku terus terang saja sama kalian. Masalah ini masih bisa didiskusikan, tapi aku nggak ingin diskusi sama kalian. Kalau Pak Aiden bisa datang langsung ke sini dan aku bisa melihat ketulusan hati kalian, bisa jadi transaksi ini bisa dilanjutkan.”Sejak keluar dari ruangan Regan, suasana hatiku dan Darren terasa penat.“Untung saja ada kamu yang bertanya secara langsung, barulah kita tahu apa yang dia inginkan. Sebelumnya aku pernah berbicara beberapa kali dengan Pak Regan, tapi dia selalu mengalihkan pembicaraan. Aku juga nggak tahu bagaimana menghadapinya lagi.”Ini pertama kalinya aku merasa kegagalan dalam pekerjaanku. Suasana hatiku juga tidak bagus. “Si Regan ini memang licik sekali.”“Semuanya juga tahu, tapi apa lagi yang bisa kita lakukan?” Darren menghela napas panjang, lalu berkata dengan nada bercanda, “Kalau
Kedua mataku berkilauan. “Benarkah?”“Tentu saja benar.” Nada bicara Evelyn terdengar arogan. “Ibuku terus suruh aku pulang untuk mengunjunginya.”Saat penerbangan ke Kota Manthana, Darren menjelaskan secara ringkas mengenai kondisi di sana.“Sekarang satu-satunya yang bisa menyuplai bahan baku polimer yang kita butuhkan adalah Grup Kusnadi. Pemilik Grup Kusnadi, Regan Kusnadi, adalah target utama kunjungan kita kali ini.”Keluarga Kusnadi di Kota Manthana? Hatiku langsung berdebar. Tidakkah semuanya terlalu kebetulan?“Apa alasan rekan kerja sebelumnya nggak berhasil mendapatkan orderan?” tanya aku dengan nada menguji.“Kondisi agak rumit.” Darren mengerutkan sedikit keningnya. “Mengenai detailnya, aku juga belum mengatakannya dengan jelas, tapi ada yang bisa aku pastikan, Pak Regan sengaja persulit kita.”“Kenapa?” Aku merasa syok. “Bukannya kalau harganya cocok, transaksi bisa dijalankan?”“Dunia bisnis nggak segampang yang kamu kira.” Darren menghela napas. “Bahan baku polimer kita
“Kamu ….” Aku menatap ekspresi dingin di wajah Aiden. Tiba-tiba hatiku terasa penat. Aku juga tidak tahu ada apa dengan diriku, hanya saja aku malah ingin menangis.Aku membalikkan tubuhku berjalan meninggalkan ruangan Aiden. Aku berdiri di depan pintu sembari menarik napas dalam-dalam. Kemudian, aku melihat sekilas pintu ruangan yang sudah tertutup rapat.“Dasar manusia nggak punya hati!” sindir aku dengan nada sinis.Setelah kembali ke ruang kerjaku, suasana hatiku masih terasa tidak bagus. Hanya saja, rekan kerjaku malah kelihatan sangat bersemangat. “Astaga! Coba kalian lihat ada berita heboh apa hari ini!”“Apa?” Leila bagai takut ketinggalan berita saja, langsung berdiri di tempat.“Grup Canata bangkrut!”“Apa?” Kali ini, aku tidak bisa bersikap tenang lagi. Aku segera berjalan ke belakang Ariana, lalu menatap ke layar komputernya.“Grup Canata terungkap menjual produk nggak memenuhi standar. Selain itu, Lucas dari Grup Canata, membangun bisnisnya dengan dukungan istrinya. Sekara