Xue Yao tidak menunggu jawaban Mo Fan Wan, ia berbalik dan berlari pergi. Tidak ada alasan baginya untuk menunda mencari Xue Ling. Jika Mo Fan Wan penyebab Xue Ling pergi, maka wanita itu tidak layak. Bahkan dengan segala kelebihan yang dimiliki oleh Mo Fan Wan.
Xue Ling adalah hidupnya. Bagaimana ia bisa hidup jika Xue Ling tidak berada disampingnya.
Selama berhari-hari, Xue Yao mendengarkan perdebatan yang dilakukan oleh kakak seperguruannya. Beberapa berharap Xue Yao menikah dengan Mo Fan Wan, tapi sebagian tidak setuju. Mereka mengatakan bahwa ia tidak akan bisa hidup tanpa Xue Ling. Xue Ling gadis yang paling tepat untuk dinikahi. Xue Yao tidak mengerti saat itu. Ia hanya menggelengkan kepala mendengarkan perdebatan itu. Bagaimana mungkin ia menikahi Xue Ling jika selama hidupnya ia telah mengganggap Xue Ling sebagai keluarganya. ia memang menyukai Xue Ling, tapi bukan jenis suka yang itu. Karena itu, ia merasa lega saat dirinya tidak perlu memutuskan. Ia lega Xue
Xue Yao terus berlari, sesekali ia berhenti berlari tapi hanya untuk memastikan arah mana yang harus ia ambil. Ia melewati banyak jalan setapak, melewati desa-desa kecil dan terpencil. Xue Ling benar-benar mengambil rute yang sulit untuk menghilangkan jejaknya. Seandainya tidak ada kesadaran lain dalam dirinya, Xue Yao yakin ia tidak akan dapat menemukan arah yang dilalui oleh Xue Ling. Xue Yao hanya berhenti saat tubuhnya benar-benar sudah tidak dapat dipaksa untuk berjalan, ia tidur dimanapun saat sudah kepayahan. Makan hanya karena ia harus menjaga tenaganya. Xue Yao tidak memperdulikan Mo Fan Wan dan Chen Yu yang terus mengikutinya. Saat medan yang ia lalui begitu sulit untuk dilewati, Xue Yao tetap tidak memperdulikan Mo Fan Wan. Ia sama sekali tidak memperdulikan apapun. Seluruh tenaga dan pikirannya hanya terfokus pada Xue Ling.Sudah hampir 3 bulan Xue Yao mencari jejak dan masih tidak dapat menemukan gadis itu. Xue Yao benar-benar merasa frustasi dan marah pada
“Tuan ketigabelas, sebaiknya kita beristirahat dulu. Kau butuh makan.” Kata Mo Fan Wan dengan lembut.Xue Yao menoleh menatap Mo Fan Wan. Wanita itu benar-benar penuh tekat. Xue Yao sudah mengusirnya, tapi ia masih bertahan.“Tadi kita melewati kedai makan.” Sambung Mo Fan Wan.Xue Yao tidak menjawab, tapi ia melangkah kembali menuju ke tengah desa. Kedai makan itu tidak begitu ramai, Xue Yao duduk. Seorang pemuda segera mendatangi mereka.“Selamat datang Tuan dan Nyonya.” Katanya gembira. “Hari ini menu spesial kami adalah bebek goreng.”Xue Yao mengangguk.“Arak?” Tanya pemuda itu lagi.Xue Yao menggeleng. Ia tidak bisa minum. Ia membutuhkan kesadaran penuh dari dirinya. “Air saja. Nasi dua mangkok besar dan tolong cepatlah.”Pelayan itu mengangguk dan segera masuk kembali ke dalam kedai dengan tergopoh-gopoh dan tidak menunggu lama untuk kembali dan meng
“Kapan kau berencana naik gunung lagi?” Tanya pria pertama.“Entahlah,” jawab pria pendek yang duduk tepat di belakang Xue Yao. “mungkin besok. Ada beberapa tumbuhan yang harus ku cari untuk mengobati si tua Jing.”“Kudengar di atas ada kedai makanan yang menjual mie yang sangat enak.”Xue Yao menegakkan tubuhnya dengan waspada mendengar percakapan mereka dan tanpa sadar memutar tubuhnya menghadap pada keempat pria itu.“Iya, benar” jawab pria pendek itu setelah meneguk minumannya.“Kau dapat menemukan tempat itu?!” pria keempat yang awalnya tidak tertarik dengan percakapan temannya, bertanya dengan penuh keheranan.Pria pendek menjawab dengan bangga. “Benar. Aku secara tidak sengaja menemukan tempat itu.”“Tentu saja—kau tidak akan dapat menemukan tempat itu dengan sengaja. Menurut cerita dari kakekku, gunung itu menjawab permintaan kita.
“Penginapan???” ketiga pria yang lain berkata bersamaan.Pria pendek semakin bersemangat bercerita. “Benar”, ujarnya. “Saat aku melangkah masuk, penginapan itu sangat ramai. Dan dari pakaian yang mereka kenakan, aku yakin mereka berasal dari Negeri Cahaya. Tapi—“ si pria pendek memberi jeda, membiarkan teman-temannya penasaran dengan ceritanya. “yang menarik perhatianku adalah—pria berambut putih dengan penampilan seperti dewa, sedang bermain catur dengan pria gagah yang sering kita temui di pasar setiap akhir bulan… pria berambut kelabu dan yang selalu berpakaian warna hitam—““Yang selalu ditemani pria tua pendek itu?”“Benar!”. Mata pria pendek itu berbinar. “Aku terpana melihat mereka. Kalian tahu—tubuh mereka mengeluarkan cahaya! Dan sepertinya hanya aku saja yang melihatnya.”“Benarkah?”“Lalu?”Pri
Pria pendek memejamkan mata. “Dia sangat manis. Senyumnya seperti matahari pagi setelah semalaman turun hujan, begitu menyegarkan dan menyilaukan. Rambutnya lurus dan terurai dengan sempurna. Bahkan meskipun pakaiannya sangat sederhana, ia bersinar dengan caranya sendiri.”Seperti itulah Xue Ling dalam benak Xue Yao.“Tapi jika gadis itu seindah seperti yang kau ceritakan, bahkan meski kau punya putra, gadis itu tidak pantas menjadi menantumu. Seharusnya gadis itu menikah dengan raja dan pangeran!”Keempat pria itu tertawa.“Yah—kau benar. Gadis itu pantasnya menikah dengan raja dan pangeran. Hhh….apa yang kupikirkan?” si pria pendek memukul kepalanya sendiri.Senyumnya seperti matahari pagi setelah semalaman turun hujan, begitu menyegarkan dan menyilaukan. Rambutnya lurus dan terurai dengan sempurna. Bahkan meskipun pakaiannya sangat sederhana, ia bersinar dengan caranya sendiri.Sep
Xue Yao mengingat percakapan yang ia dengar di kedai makanan, hutan hanya memberikan yang kau minta. Xue Yao memejamkan mata, lalu bergumam dengan pelan dan lembut , “Aku mencari kekasihku. Dia pergi meninggalkan aku karena kebodohanku. Tolong bantu aku menemukannya.”Xue Yao membuka matanya perlahan. Lalu pemandangan di depannya berubah dengan perlahan. Pohon-pohon yang mulanya rapat, perlahan-lahan bergerak, membentuk jalan baginya.Xue Yao tidak membuang waktu, ia langsung berlari mengikuti jalan setapak yang ada. Sama sekali tidak memiliki prasangka buruk, hanya keyakinan bahwa jalan itu akan membawanya pada Xue Ling. Tidak sekalipun ia menoleh ke belakang meski hanya sekadar untuk melihat apakah Mo Fan Wan mengikutinya atau tidak. Ia bahkan sudah lupa bahwa wanita itu dan adik seperguruannya mengikutinya dan bertahan tidak mau pergi meski sudah ia usir berulang kali hingga Xue Yao sampai pada titik ia tidak peduli lagi apakah wanita itu akan t
Hari mulai gelap. Cahaya mulai pudar dari pandangan. Beberapa kunang-kunang beterbangan dengan cantik seolah menjadi penuntun bagi Xue Yao untuk terus melangkah. Saat matahari benar-benar tenggelam, Xue Yao menghentikan langkahnya. Ia memejamkan mata. Menolak untuk berhenti.“KELUAR” perintahnya.Sesuatu bergerak dalam dirinya. Malas. Dan Xue Yao mengutuknya karena bergerak lambat.“TUAN, MESKI AKU BUKAN MANUSIA, TETAP SAJA AKU BUTUH ISTIRAHAT. KAU SUDAH MEMBUATKU TERSADAR SELAMA TIGA BULAN. TIGA BULAN YANG MENYIKSA.”Xue Yao mendengus tidak peduli.Lalu seperti tersadar dengan keadaan sekelilingnya, kesadaran itu bertanya dengan waspada. “DIMANA INI?”“HUTAN FUJIAN—““APA!!!” Xue Yao merasakan sesuatu yang aneh. Butuh beberapa detik saat ia sadar bahwa kesadaran dalam dirinya m
Xue Yao berjalan perlahan. Dadanya berdebar-debar. Tubuh gagahnya bergetar penuh antisipasi. Sinar bulan menerangi rambutnya yang merah kecoklatan—memberi warna baru ditengah lautan warna gelap yang menyelimuti hutan.Ia sampai pada tepian hutan, didepannya terhampar dataran yang luas, padahal Xue Yao yakin ia berada di atas gunung. Di sebelah kanannya Xue Yao melihat cekungan yang sangat lebar, dan ia yakin itu adalah jurang.Xue Yao tidak yakin bangunan yang ada di depannya itu adalah penginapan seperti yang diceritakan warga desa, karena dari tampilannya, bangunan itu lebih tampak seperti kuil. Pintu masuknya terbuat dari batu hitam tinggi berukir, tampak seperti sebuah arca. Simbol cahaya menghiasi sebagian dekorasi bangunan utama. Xue Yao yakin, bangunan samping yang sekarang ini terlihat terang benderang adalah dapur, karena ia melihat asap mengepul dari bangunan itu.Seorang pria dengan jubah berwarna merah terlihat keluar, sepertinya pria itu adala