"Kakek akan menjodohkan kamu dengan cucu teman kakek" ucap seorang lelaki yang sudah mulai renta kepada cucunya
"Kenapa?" tanya perempuan itu setengah kaget
"Kamu ingin kakek meninggal tanpa pernah melihat cucu pertama dan satu satunya kakek menikah? Nanti kakek gentayangi kamu setiap harinya" ancam kakek
"Tapi kek, aku baru saja 21 tahun" elak perempuan tadi
"Berarti kamu sudah legal untuk menikah, baguslah" jawab kakek dan di susul hembusan nafas kasar perempuan itu
Tepat dua hari setelah obrolan itu. Dua orang lelaki datang ke rumah kakek. Lelaki paruh baya dan juga lelaki yang umurnya cukup matang memakai setelan jas.
"Assalammualaikum" ucap lelaki paruh baya itu
"Waalaikumusalam" jawab kakek, ketika salah satu pembantunya membuka pintu utama rumahnya.
"Pak Bambang, masih ingat saya?" tanya lelaki paruh baya itu sambil memegang dadanya
"Tentu saja. Kamu Ikhsan anaknya Hatta dan ini?" Tanya kakek sambil menengok kearah lelaki yang memakai setelan jas itu.
"Ini anak saya, Beno" jawab pak Ikhsan
"Halo kek, saya Beno" ucap lelaki berjas itu
"Jadi ini toh yang akan di jodohkan?" Tanya kakek
"Benar kek, karena anak saya yang laki laki hanya dia" jawab pak Ikhsan di akhiri kekehan
"Hahaha, bagus bagus tampan. Cocok dengan cucu saya. Bibi, tolong panggilkan Lara serta suruh dia pakai baju yang bagus, yang sopan" titah kakek dan di balas anggukan pembantunya
"Mari mari duduk dahulu, kita berbincang tentang pernikahannya" ajak kakek
"Jadi pak bagaimana dengan tanggal pernikahannya?" Tanya pak Ikhsan
"Lebih cepat, lebih baik. Benar kan nak Beno?" tanya kakek dan Beno pun mengangguk kaku
"Apa perlu kita mengadakan pesta pernikahan?" Tanya pak Ikhsan lagi
"Perlu, tentu saja. Tetapi usul saya, hanya pesta untuk keluarga saja"
"Baik pak, jika itu keinginan bapak"
"Kakek manggil aku?" Tanya seorang wanita sambil menghampiri kakek yang berada di ruang tamu
"Ya, kemari duduklah" titah kakek sambil menepuk sofa yang ditempatinya
"Ada apa kek?" Tanya perempuan itu tadi
"Ini nak Beno, calon suami mu" ucap kakek. Lalu Lara menyedorkan tangannya untuk bersalaman dengan Beno
"Lara" ucap perempuan itu dengan sedikit anggukkan
"Ini Ikhsan, calon mertua mu" lalu Lara melakukan hal yang sama seperti kepada Beno tadi
"Halo pak, saya Lara"
"Jadi, kalian akan menikah kira kira sebulan lagi. Bagaimana?" Tanya kakek sambil melirik Lara dan Beno
"Baik kek, lebih cepat lebih baik" jawab Beno
"Dan kamu, Lara?" Tanya kakek sambil menggenggam tangan kiri Lara
"Lara menurut saja" jawab Lara dengan tersenyum
"Baiklah, kalian pergi saja ke taman dan buat diri kalian dekat. Biar urusan pernikahan ini kakek dan Ikhsan yang atur" ucap Kakek lalu Lara dan Beno pergi ke taman kompleks
●●●
Kedua pasangan itu jika sudah pantas disebut pasangan, mengingat mereka belum ada ikatan. Bahkan pertukaran cincin tunangan saja tidak ada. Mereka berjalan menuju taman dengan keheningan. Bingung harus memulai obrolan darimana, karena semua terasa asing.
"Mas ini... kerja?" Tanya Lara membuka obrolan
"Iya, saya bekerja di perbankan" jawab Beno dan dibalas anggukkan Lara
"Kamu... Lara?" Tanya Beno ragu
"Temenku biasa panggil Lala. Mas boleh panggil saya apa aja" ucap Lara
"Mungkin Ara?"
"Ara? Boleh" jawab Lara sambil tersenyum kearah Beno
"Ara ini sedang kuliah?" Tanya Beno
"Iya. Tingkat 2. Jurusan teknik mesin" jawab Ara
"Berarti sekitar dua puluh atau dua puluh satu?" Tebak Beno
"Dua puluh satu, tahun ini"
"Selisih 8 tahun dengan saya"
"Dua puluh...sembilan?" Dan Beno balas mengangguk
"Ara, mengapa kamu menerima perjodohan ini? Mengingat kamu masih muda, dan mungkin saja kamu sudah mempunyai pacar" tanya Beno
"Saya ingin membahagiakan kakek saja, membalas budi lebih tepatnya kepada kakek yang telah merawat saya sepeninggalan ibu dan ayah. Kalo untuk pacar...untungnya saya belum punya. Kalo untuk mas sendiri, kenapa?"
"Ada alasan lain dari diri saya selain ingin menjadi anak yang menuruti kemauan orang tua" ucap Beno
"Dan itu...apa?" Tanya Lara sambil memberhentikan langkah seraya menatap Beno
"Nanti kamu tahu sendiri" jawab Beno sambil tersenyum
●●●
7 hari sebelum pernikahan. Segala persiapan pernikahan sudah selesai termasuk pakaian, makanan, tempat. Hanya tinggal menghitung hari. Beno menyesap secangkir americano panas sambil menatap ke arah luar jendela yang menampilkan sebuah mobil berwarna hitam berhenti dan keluarlah dari mobil itu sosok yang ia kenali berlari kecil menerobos gerimis untuk memasuki cafe itu. Tak lama setelah sosok itu keluar, mobil yang dikemudikan laki laki itu pergi meninggalkan tempat ini.
"Mas udah nunggu lama?" Tanya sosok yang tadi menerobos gerimis
"Sekitar 15 menit yang lalu. Setelah ini kamu pulang atau?" Tanya beno
"Saya harus ke kampus lagi, laptop saya tertinggal di kelas" jawab Lara dan dibalas anggukan Beno
"Jadi...Ara. Apa yang ingin kamu bahas?" Tanya Beno
"Perjanjian pra nikah"
"Oke...bagaimana?"
"Saya sudah menuliskannya. Mas tinggal tandatangan saja dan mungkin merevisinya jika ada yang kurang pas" ucap Lara sambil menyodorkan 2 lembar yang bertuliskan hal yang sama kepada Beno
Perjanjian Pra-nikah
Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama : Larasathi Karinna PutriUmur : 18 tahunDan
Nama : Rendhika Beno
Umur : 23 tahunMengadakan perjanjian pra-nikah sebagai berikut :
1. Kedua belah pihak tidur dikamar masing-masing sampai pihak perempuan mendapat gelar sarjana.
2. Kedua belah pihak menjalankan peran nya sebagai suami dan istri dengan baik. Suami dengan cara memberi nafkah dan istri dengan cara merawat rumah.
3. Hubungan dilakukan atas dasar suka sama suka atau cinta dan dilakukan setelah pihak perempuan mendapat gelar sarjana. Selain itu, tidak boleh melebihi batas selain berpegangan tangan.
4. Selama kedua belah pihak belum mempunyai rasa cinta, di perbolehkan mempunyai pacar dengan syarat pihak lain mengetahuinya.
5. Bersikap layaknya suami istri di depan kakek dan orangtua.
Dengan ini kami menandatangi perjanjian ini tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Pihak perempuan, Pihak laki-laki
Lara Beno
"Ara...saya agak keberatan di poin ketiga" ucap Beno
"Kenapa mas?" Tanya Lara khawatir
"Jika setelah akad. Saya sudah mencintai kamu, dan kamu sudah mencintai saya. Apakah saya harus menunggu 4 tahun sampai kamu lulus hanya untuk mengekspresikan perasaan saya dengan cara sesimpel mencium kening?" Kritis Beno
"Jadi.. selain berpegangan tangan dan ber...ciuman?" Tanya Lara
"Ya, dan untuk poin keempat. Kamu berpikir untuk mempunyai pacar setelah mempunyai suami?"
"Ya...bagaimana jika saya jatuh cinta kepada yang lain. Perasaan kan tidak ada yang tahu"
"Lalu kamu akan meninggalkan saya, jika jatuh cinta kepada yang lain? Pernikahan kita jadi semacam pernikahan kontrak?"
"Kalau mas tidak setujui, tidak apa" ucap Lara sambil hendak mencoret poin keempat
"Bukan Ara. Saya mengerti kamu ingin seperti yang lain. Jatuh cinta dengan siapa saja. Saya tidak melarangnya. Hanya saja, poin ini terlalu ambigu. Seakan akan pernikahan ini akan berakhir jika kita tidak saling jatuh cinta. Mungkin kamu bisa menambahkan 'tidak untuk kearah yang lebih serius' jadi kamu tidak bisa meninggalkan saya hanya untuk menikah dengan lelaki pilihanmu"
"Tapi ini tidak adil mas. Mana mungkin kita tetap bertahan, jika hati kita saja untuk yang lain. Kita akan mempertahankan pernikahan tanpa ada rasa cinta?"
"Oke Ara, bagaimana jika 'selama kedua belah pihak belum mempunyai rasa cinta, diperbolehkan menpunyai pacar dengan syarat pihak lain mengetahuinya, dan tidak untuk kearah yang lebih serius kecuali pihak lain melepasnya untuk menikah' ?" Tanya Beno
"Oke setuju"
"Lalu poin kelima, saya rasa itu tidak perlu karena saya pasti akan bersikap seperti suami" ucap Beno
"Untuk memastikan saja mas" ucap Lara diakhiri kekehan
"Baiklah Ara. Saya tinggal menandatanganinya kan?"
"Iya mas, dua kali karena ini dibuat 2 lampiran agar mas juga menyimpan perjanjian ini" jelas Lara. Lalu mereka berdua menandatangani surat tersebut.
"Ayo saya antar kan ke kampus" ajak Beno
"Eh.. boleh mas" jawab Lara
Lalu mereka berjalan keluar cafe. Terlihat mobil hitam yang tadi mengantarkan Lara, kembali datang.
"La! Ini" ucap seorang lelaki sambil menyerahkan tas berisi laptop Lara
"Baru aja mau balik ke kampus. Thanks ya Al" ucap Lara
"Yaudah gue anter pulang sekalian" ajak Al yang mungkin teman satu kampusnya Lara
"Saya pulang dulu ya mas" ucap Lara pamit kepada Beno
"Mas?" Ucap Al bingung
"Oh iya, kenalin sama Beno. Mas nya Lara" ucap Beno sambil mengulurkan tangannya
"Saya Alvi sahabatnya Lara. Masnya itu maksudnya kakak? Gue baru tahu lo punya kakak La" ucap Alvi
"Eh itu maksudnya..." ucap Lara gelagapan
"Yaudah kalian pulang duluan saja, saya masih ada urusan" titah Beno
"Kita duluan ya kak" ucap Beno sambil menarik tangan Lara
●●●
Hari ini adalah hari pernikahan Beno dan Lara yang hanya dihadiri oleh keluarga dekat saja. Pesta pernikahan yang cukup sederhana bernuasa putih lengkap dengan hiasan bunga lily kesukaan Lara yang sengaja disiapkan kakeknya."Mba Lala gapapa nikah muda gini?" Tanya salah satu pembantunya yang sudah sejak Lara kecil bekerja disini."Gapapa bi. Lala nitip kakek ya, karena kan Lala harus tinggal sama suami Lala. Tolong jagain kakek ya bi" ucap Lara sambil memeluk pembantunya yang sudah dianggap seperti ibunya itu. Bibi hanya bisa mengangguk sambil menangis melepas Lara untuk menikah muda."Saya terima nikahnya Larasathi Karinna Putri Binti Renold Araswandi dengan mas kawin 800 gram emas dan seperangkat alat solat dibayar tunai" ucap Beno lantangSetelah pesta pernikahan selesai. Lara dan Beno pun pindah ke rumah yang sudah disiapkan oleh kakek ketika Lara sudah menikah."Mas Beno mau dikamar
"Ra, bangun" ucap Beno sambil mengusap pelan kepala Lara yang berada di dadanya. Lara memeluk Beno seakan akan seperti guling. Lara pun menggeliat dan membuat Beno terdiam tak bergerak sedikit pun."I-ini kamu yang peluk loh ya, bukan saya" ucap Beno"Huh?" Gumam Lara masih mengantuk"Ra, kamu ga akan sarapan?" Tanya Beno lagi, sambil mengusap kepala Lara lagi yang masih berada di dadanya."Mau, mas yang bikin?" Tanya Lara dengan mata terpejam dan tidak berubah posisi sedikit pun"Gimana saya mau bikin, kalau kamu masih peluk saya""Peluk?" Ucap Lara lalu seketika bangun dari tidurnya, menyadari bahwa ia bukan memeluk guling bergambar wajah idol korea kesukaannya"Saya buat sarapan dulu ya Ra" ucap Beno sambil tersenyum dan meninggalkan kamar Lara"I-iya mas" jawab Lara gugupLara pun mengutuk dirinya karena tanpa sadar me
"Sudah makannya?" Tanya Beno tanpa menengok ke arah Lara "Sudah, kenapa mas?" Tanya Lara balik namun Beno malah mengacuhkannya dan pergi menuju kamarnya. "Dih, gajelas banget" ketus Lara Keesokkan paginya, rumah terasa sangat sepi ketika Lara keluar dari kamarnya dan bersiap untuk berangkat ke kampus. "Mas?" Panggil Lara di depan pintu kamar Beno dan tidak mendapat jawaban dari suaminya itu Lalu dilihatnya ke garasi dan keberadaan mobil Beno yang sudah tidak ada. "Sialan, ditinggalin nih maksudnya? Yang nyuruh berangkat bareng tuh kan dia ya, emang ga jelas banget tuh om om" kesal Lara sambil menekan ponselnya untuk memesan ojek online. ●●● "Kenapa lo? Kusut banget tuh muka" tanya Al ketika Lara baru menempati kursi di sampingnya. "Kesel aja dari malem sama tuh orang" jawab Lara "Hah siapa? Oh gue tahu, si Reyhan itu kan?" "Bukanlah, gue mana bisa kesel sama dia"
"Assalammualaikum" ucap Lara sambil membuka pintu rumah. Dilihatnya di ruang tv terdapat Beno yang sedang menonton pertandingan sepak bola."Mas, assalammualaikum" ucap Lara lagi sambil berjalan ke arah Beno"Kalau salam tuh dijawab mas" ucap Lara lagi ketus"Waalaikumussalam" akhirnya Beno menjawabLara balik tak hiraukan Beno dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Beno yang mengetahui itu, tidak bergeming sedikit pun dan seperti menganggap tidak ada yang terjadi. Tak lama Lara kembali keluar kamar sambil membawa baju tidur dan handuknya untuk mandi. Beno pun melirik ke arah pintu kamar mandi yang baru ditutup itu. Merasa ada keanehan yaitu kebiasaan Lara mandi malam dengan air dingin. Namun, Beno hanya menggidikan bahunya acuh. Mau sakit atau tidak bukan urusannya bukan? Setidaknya itu yang Lara katakan kemarin.ceklekKeluarlah Lara dengan pakaian tidurnya dan juga rambutnya yang masih basah. Beno semakin merasa aneh,
Pikiran Beno seharian ini tertuju kepada Lara. Sepertinya Lara sedang banyak pikiran dan perbuatan membisu Beno kemarin seperti menabur garam di atas luka. Pantas saja kemarin Lara berteriak keras di dalam kamarnya. Beno berencana untuk meminta maaf karena telah menambah beban pikiran Lara kemarin dan bersikap kekanak-kanakan dengan tidak berbicara dengannya. Silent treatment solve no problem, it only makes worst. Mendiamkan adalah cara yang menyakitkan. “Ara suka bunga tidak ya?” gumam Beno di tengah perjalanan pulang. Mau suka atau tidak Lara dengan bunga, Beno sudah membelikannnya sebucket bunga tulip kuning juga sekotak cokelat. Tokk-tokk-tokk Beno mengetuk pintu rumah yang biasanya ketika ia pulang, langsung masuk saja tanpa harus menunggu Lara membukakan pintu. Ceklek “surprise!” ucap Beno sambil memegang Bunga tulip itu di depan dadanya. Hatchi!!!!!
“Aku antar ke kelas ya” ucap Rey setelah menggandeng tangan Lara, Lara pun terdiam karena bingung harus bereaksi apa. “Are you okay?” tanya Rey, “hem.. gapapa kok, nanti sore bisa antar aku pulang?” tanya Lara mengalihkan perhatian Rey, “bisa dong, sekalian aku ajak kamu ke café baru, kamu pasti suka sama tempatnya” ucap Rey antusias dan Lara hanya bereaksi tersenyum Perkuliahann Lara berjalan seperti biasanya, hanya saja saat diakhir perkuliahan, wali dosennya memanggil untuk ke ruangannya. Tokk – tokk – tokk “Silahkan masuk” ucap wali dosen Lara dari dalam ruangan “bapa panggil saya?” tanya Lara sopan, “ya Lara, minggu lalu kamu mengirim aplikasi untuk pertukaran pelajar ke Singapura kan?” tanya wali dosen yang akrab dipanggil Pak Indra “iya pak betul” jawab Lara gugup dan berharap bahwa akan mendapat kabar baik, “begini, saya baru dapat kabar tadi pagi bahwa sayangnya aplikasi kamu ditolak, karena syarat yang tida
Beno dan Lara di tengah perjalanan mengantarkan Lara ke kampus. Lara berpakaian rapih dengan kemeja khas himpunan mesin yang tertulis nama Lara di atas dada bagian kiri juga nama universitas dan jurusan di bagian belakang sedangkan Beno berpakaian seperti biasa dengan kemaja juga dasinya itu. “Tumben Ra, rapih banget” ucap Beno, “hari ini ada mau rapat himpunan jadi harus rapih mas” jawab Lara dan Beno pun ber-Oh ria. “Kayanya saya pulang larut atau ga pulang sama sekali mas” “Kenapa?” Tanya Beno kaget mendengar Lara berencana untuk tidak pulang “Saya mau ngerjain tugas besar soalnya deadline udah deket, kalau pun beres, malem banget saya ga berani pulang sendirian” jelas Lara, “nanti saya jemput, kamu kirim saja lokasinya” tawar Beno, “masalahnya saya tuh takut pas keluar lab nya, soalnya kampus saya tuh angger banget kalau malem” jelas Lara, “ya pokonya kamu mau pulang jam berapa pun saya jemput, tidak boleh menginap” tegas Beno sambil menepikan mob
Sudah 3 hari berturut-turut Lara mengerjakan tugas besarnya, akhirnya pada hari jum’at waktunya Lara untuk mengumpulkan proposalnya. Saat Lara akan mengambil produk dari tugas besarnya itu di lab pengelasan, seorang lelaki berkacamata yang mungkin seumuran dengan Beno datang menghampiri Lara dengan membawa sebuah jilid kertas. “Saya asdos dari Pa Aris, ini proposal tugas besar kamu dan beliau menyuruh agar tidak perlu membawa bendanya ke ruangannya” jelas pria itu “Kenapa pak memangnya?” Tanya Lara sambil mengambil proposalnya itu “Untuk lebih jelasnya baca saja tulisan tangan beliau yang ada disitu” ucap pria itu lalu pergi meninggalkan Lara sendirian di lab Pengelasan. Lara langsung membaca tulisan pulpen merah yang cukup banyak tertulis pada proposalnya itu. Dapat simpulkan bahwa, tugas besar Lara tidak diterima dan jika masih ingin mendapat nilai, diberi satu hari untuk menuntaskannya, yang mana itu sangat tidak mungkin untuk dilakukan karena sebe
“Lo udah berapa hari ga pulang?” tanya seseorang kepada wanita yang sedang fokus dengan laptop di depannya“Tiap hari juga pulang” jawab wanita itu tanpa menoleh“Ke rumah yang ada masben nya?” tanya lelaki itu dan tidak ada jawaban“Sebulan ada kali Ra. Lo gabisa lari terus dari masalah”“Gue ga lari”“Lo ngehindar Ra, udah coba denger penjelasan masben? Engga kan?”“Apa yang perlu gue denger? Semua udah jelas. Lo kalo mau bahas ini mending pergi aja, gue mau fokus ngerjain skripsi” ketus Lara“Gue ga habis pikir ada orang sekeras kepala kaya lo, kasih masben kesempatan. Ga inget berapa kali lo kasih kesempatan itu ke Rey, setelah dia berkali kali nyakitin lo, tapi sekarang? Lo ga kasih satu pun buat masben, padahal ini kesalahan pertama dia. Gue harap lo cepet sadar deh Ra” ucap Al sambil mengacak puncak kepala Lara lalu pergi meninggalkannyaTing-nungNak.. bisa bertemu bapak hari ini? Sebentar sajaPesan dari bapak-Ayahnya
Mereka pun sampai di rumah setelah datang ke pernikahan Tina“ah! Pegel banget pake heels” ucap Lara langsung merebahkan diri di sofa ruang tamu“padahal pake sneakers aja kaya biasa Ra..” ucap Beno menimpali“ga matching sama dress nya dong mas.. mending pake safety shoes ah dibanding heels” gumam LaraLalu Beno datang dengan membawa sebuah mangkuk dan sebuah baskom“nih” ucap Beno sambil menyodorkan mangkuk, “ih.. eskrimku udah jadi” ucap Lara senang lalu melahap eskrim itu dengan semangat“eh mas ngapain?” tanya Lara saat Beno menarik kakinya untuk dimasukkan kedalam baskom yang berisi air hangat itu“katanya pegel..” ucap Beno sambil memijat pelan kaki Lara“sweet banget sih suaminya aku” ucap Lara sambil mengusap pipi Beno pelan kemudian menyuapi Beno dengan eskrim juga“mas..” panggil Lara saat Beno mengeringkan kaki Lara yang
Dua tahun pun berlalu. Kini Lara tengah menyusun tugas akhir untuk mendapat gelar sebagai sarjana terapan teknik dan Beno masih tetap dengan pekerjaannya.Drrrt“Ya.. halo..” jawab Lara dengan berbisik“Saya sudah di depan” suara Beno terdengar jelas“Oke aku kesana, tunggu” masih dengan suara berbisiknyaLara pun membereskan barang-barangnya kemudian ia masukkan kedalam totebag yang lumayan memuat banyak barang itu.CupCium Lara di pipi Beno setelah ia masuk kedalam mobil sebagai ucapan salamnya.“Kenapa tadi jawabnya bisik-bisik?” tanya Beno sambil membersihkan krim yang berada di sudut bibir Lara yang langsung melahap macaron yang dibeli Beno itu.“lagi di perpus” jawab Lara singkat dengan mulut yang penuh itu“sendirian?” Lara mengangguk, “yang lain masih pada magang sama pada di lab juga”“Kamu wisuda kapan?”“sekitar 4 bulan lagi? Kalo tepat waktu”“Pasti... ehm kita masak di rumah aja atau mau delivery?”
Matahari pun mulai muncul, walau sinarnya belum sampai kedalam kamar Beno dan Lara sehingga keduanya masih tertidur lelap saling memeluk karena hawa dingin dini hari yang memasuki dari celah jendela yang terbuka. Sementara itu, Al dan Rey sedang berada di dapur, mereka memilih untuk sarapan terlebih dahulu kemudian mandi. Karena mereka tidak tahan untuk mandi dengan air dingin pada dini hari, padahal disediakan water heater namun mereka terlalu malas untuk menggunakannya. Bukan, hanya Al yang malas dan Rey hanya mengikutinya. “Mereka belum keluar kamar?” tanya Al sambil melihat kearah sekitar untuk mencari keberadaan Beno dan Lara “Belum” jawab Rey singkat “Perlu gue bangunin ga sih? Takutnya mereka kebamblasan gitu” ucap Al “Gausah Al entar ganggu lagi, mungkin mereka masih mau di kamar” ucap Rey sambil mengoleskan selai nanas di roti gandumnya itu “Maksud lo?” tanya Al lalu mengambil roti yang sudah diberi selai itu
Mereka berjalan kembali menuju rumah penginapan yang ditempati. Sambil berpegangan tangan erat seakan enggan melepas. Langit sudah mulai gelap, Rey dan Al pasti sedang menyiapkan makan malam, mengingat mereka mengabari bahwa sedang mencari bahan makanan untuk barbeque yang telah mereka rencanakan. “La! Darimana aja?” panggil Rey dengan tangan yang membawa tampan berisi sayuran yang akan dibuat menjadi salad, kemudian ia menghampiri Lara yang datang dengan Beno, sontak Lara melepas genggaman tangan Beno kasar karena Rey berjalan mendekatinya lalu mengusap pipinya pelan sambil menatap lembut ke arahnya. “Aku ketok kamar kamu tapi ga ada jawaban, khawatir tau aku kira kamu sakit” ucap Rey sambil merapihkan anak rambut yang menghalanginya melihat wajah Lara “Ah-gapapa kok Rey, tadi aku abis jalan-jalan sama mas Beno. Abisnya di kamar terus bosen” ucap Lara sambil sedikit memundurkan tubuhnya dan menatap Beno yang sedang membantu Al menyalakan bara api untuk memba
Mungkin hadirnya Beno merupakan jawaban dari pertanyaan yang Lara tujukan kepada Rey. Kehadiran yang tiba-tiba, mendadak namun penuh kepastian. Meskipun berawal dari perjodohan, kita tidak tahu apa yang membuat Beno yakin untuk menjalani kehidupan pernikahan dengan Lara yang tidak ia kenal sebelumnya. Hadirnya Lara membuat Beno menyadari bahwa kehilangan akan membuat kita merasa berarti, walaupun itu terasa sakit namun rasa itu baik untuk dirasakan. Meskipun ada beberapa hal yang tak lagi sama, tetap harus berjalan dengan semestinya dengan atau tanpa mereka-yang meninggalkan. Kehilangan menghadirkan kekuatan untuk terus bertahan hidup bersama dengan yang tersisa, lebih menghargai yang ada dan menerima untuk hidup bersamanya. “pelan-pelan makannya” ucap Beno sambil mengelap mulut Lara yang berantakan karena cipratan kuah ramen pedas itu Kenyamanan dirasa ketika kita sudah tidak malu lagi untuk makan di depannya, malu jika berantakan, malu jika belepotan, malu jika ada
“La gue mau tanya dong” ucap Al kepada Lara yang masih berkutat dengan laptopnya padahal mereka berada di tempat untuk mengenyangkan perut“biasanya juga langsung nanya, ada apa bestie” jawab Lara tanpa menoleh kea rah Al“lo masih hubungan sama Rey?” tanya Al yang membuat Lara mengerutkan dahi karena itu pertanyaan di luar ekspetasi Lara, “lah biasanya nanya gimana kader? Gimana perkembangan race mobil? Tugas perancangan udah? Gue udah solat belum yak? Tumben banget lo kepo sama hubungan gue, ini Al atau Akew?” sarkas Lara“lah napa dah si Akew?” kepo Al, “kapan hari gitu ya dia nanya hal yang mirip, tapi langsung pas ada Rey-nya juga sih” jawab Lara, “terus?” ucap Al menuntut penjelasan, “terus apaan?” ketus Lara, “ya terus si Rey jawab apa?” tanya Al“ya intinya dia bilang mau nunggu siap dan ya udah nyaman kaya gini” jawab Lara sekenanya, “kaya gini gimana?” tanya Al lagi, “tanpa status tapi bisa memiliki”“ya digantung kan itu, tanpa kepastian” ucap Al menyimpulkan, “mau sampai k
Waktu menunjukkan pukul 2 pagi saat Beno terbangun karena memimpikan Ibunya yang telah meninggalkannya itu. Ia berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air seraya menenangkan dirinya dari duka yang masih terasa itu. PLAK Sebuah panci untuk memasak mie mendarat tepat di lengan kanan Beno dengan cukup keras saat Beno membuka lemari es untuk mengambil air yang dingin dan suara panci bertabrakan dengan lengan itu terdengar suara yang cukup bulat. “mas! Aku kira maling” ucap Lara sambil menurunkan pancinya dari lengan Beno itu. “sakit ga? Pasti sakit kan? Suaranya kenceng soalnya” ucap Lara sambil memeriksa lengan Beno yang terlihat merah dibawah lampu remang dari lemari es yang dibuka “mas? Maaf sakit banget ya” ucap Lara melihat Beno meneteskan air mata sebutir, tanpa menjawab Beno langsung memeluk Lara dengan erat dan terisak dibahu Lara. Tanpa berkata Lara menenangkan Beno dengan menepuk-nepuk punggungnya pelan “ad
“Nonton yu La” ajak Rey setelah mereka selesai makan siang, “aku harus cepet pulang Rey, udah dijemput juga” tolak Lara“Mas Beno?” Tanya Rey memastikan siapa yang menjemput Lara dan Lara jawab mengangguk“Aku duluan ya Rey” ucap Lara sambil berdiri, “bentar Ra” ucap Rey sambil ikut berdiri menyamakan posisinyaCupLara seketika terkejut karena bibir Rey menempel singkat di pipinya.“Hati-hati ya, kabarin aku kalau sudah sampai” ucap Rey sambil mengusap puncak kepala Lara“Iya” jawab Lara karena bingung. Bingung harus merespon apa, bingung dengan perasaannya, bingung dengan sikap Rey terhadapnya.“Mas udah lama nunggu?” tanya Lara setelah memasuki mobil, “baru kok, ada kali 5 menit—eh” ucap Beno kaget karena Lara tiba-tiba memeluknya.“ada apa?” tanya Beno sambil balik memeluk istrinya itu.