Home / Romansa / ZORA Pupus Sebelum Mekar / Pupus Sebelum Mekar

Share

ZORA Pupus Sebelum Mekar
ZORA Pupus Sebelum Mekar
Author: Binar Kekasih

Pupus Sebelum Mekar

last update Last Updated: 2022-12-16 22:28:42

Bab.1 Pupus Sebelum Mekar

 

“Bayi kita butuh ASI dari ibunya. Aku mohon.” Ryan menggendong bayi perempuan mereka dalam buaian. Untuk ke sekian kali ia meminta.

Nisa masih terbaring di atas brankar. Ketika Ryan menaruh bayi itu di sampingnya, Nisa memalingkan wajah ke dinding. Rasanya tidak sudi melihat bayi mungil itu.

Dia tidak pernah menginginkan bayi itu lahir. Bahkan jika bisa, dia ingin bayi itu tiada sejak dalam kandungan. Namun segala upaya yang dilakukan, tak ada yang berhasil. Janin itu malah tumbuh subur di rahimnya.

“Nis, kamu ibunya. Tolong, berikan dia ASI,” bujuk Ryan sembari mengelus pipi bayi perempuan yang cantik itu.

“Sekali aku bilang enggak. Itu berarti enggak,” tolak Nisa.

“Dia butuh kamu, ibunya.”

“Tapi aku enggak butuh dia. Aku enggak pernah ingin dia hadir di hidupku.”

“Kamu boleh membenciku, tapi tidak dengan Zohrah.”

Nisa menoleh. Sudut bibirnya terangkat. Bahkan nama bayinya saja, dia baru tahu detik itu. Delapan belas jam sudah bayi perempuan itu lahir di dunia. Hadir di tengah-tengah pernikahan yang tak pernah diinginkan sebelumnya.

“Kenapa? Kamu lupa siapa nama bayi kita?” Ryan bertanya setengah mengejek.

“Kapan kamu kasih tahu nama bayi ini sama aku?” Nisa bangun. Duduk di samping bayi itu.

Ryan mengepalkan tangan. Sejak awal kelahiran bayi itu, dia sudah memberi tahu pada Nisa. Benar, mungkin rasa benci telah menutupi hati istrinya. Hingga mudah bagi wanita berparas cantik itu melupakan nama bayi mereka.

Zohrah Kirana nama yang diberikan Ryan untuk bayi perempuan itu. Cahaya dari Venus begitulah kira-kira artinya. Ryan ingin kelak bayi itu menjadi penerang, pembuka jalan untuk hubungannya dengan Nisa.

Memberi terang kala senja membayang. Memancarkan cahaya kala malam menjemput. Serta menjadi pelita ketika badan tertimbun tanah.

“Zohrah Kirana. Jangan lupa nama itu!” Ryan menatap lekat ke dalam manik mata Nisa. “Zohrah. Planet Venus. Bintang kejora, kesukaan kamu.”

Mata itu berembun. Dengan gerakan cepat, tangan Nisa menghapusnya. Pandangannya beralih pada sosok tubuh mungil di sampingnya. Mengelus lembut dan penuh perasaan setiap bagian tubuh bayinya.

Bohong, jika dia bilang tidak mencintai bayi itu. Bagaimana pun Zohrah terlahir dalam keadaan suci. Meskipun kehadirannya karena kekhilafan antara dua insan yang tengah terbuai rayuan dosa.

“Kamu bisa kasih dia susu formula,” saran Nisa. Walau bajunya basah karena ASI yang terus keluar, dia tetap tidak ingin memberikan pada Zohrah. Setetes pun tidak.

“Tidak. Susu terbaik untuknya adalah ASI dari kamu, Nis.”

Nisa menggeleng cepat. Mereka sudah sepakat akan berpisah setelah Nisa melahirkan. Lagi pula, pernikahan yang dijalani juga tidak atas dasar cinta. Jika sampai memberikan ASI, mungkin dia akan terikat selamanya dengan bayi itu. Dan dengan Ryan pastinya.

“Aku akan balik ke Jogjakarta dalam waktu dekat.” Nisa mengangkat tubuh mungil Zohrah. Menyerahkan lagi pada Ryan.

“Tunggu sampai masa nifas kamu selesai. Bertahanlah sebentar lagi. Demi Zohrah. Mau kan?”

“Enggak.” Nisa menolak. “Bilang saja sama anak kamu, ibunya sudah tiada.”

“Sebentar saja. Perbaiki hubungan kita. Perbaiki pernikahan kita.”

“Dari awal hubungan kita sudah salah. Apa yang harus diperbaiki?”

Sejak masuk fakultas yang sama dan bertemu secara tidak sengaja. Keduanya menjadi dekat. Mereka menasbihkan hubungan yang terjalin dengan nama persahabatan.

“Harusnya kita enggak pergi malam itu,” sesal Nisa. Pikirannya terbang pada kejadian ulang tahun Ryan sembilan bulan yang lalu. Mereka merayakan di Puncak bersama teman-teman satu geng.

“Jangan menyesali apa yang sudah terjadi.”

Haruskah dia tidak menyesal setelah menyerahkan diri kepada Ryan? Bujuk rayu nan syahdu terlalu memabukkan pada malam dingin itu. Tunduk pada jebakan yang membuatnya tersungkur dalam limbah kenistaan. Ketika iman tak kuasa menahan gejolak yang membuncah, akhirnya lepas sudah mahkota itu. Yang dijaga sepanjang waktu, untuk suaminya kelak.

“Kamu enggak nyesal membuat hubungan kita jadi begini? Dulu kita dekat, sangat dekat, Ryan. Tapi kamu hancurin persahabatan kita.”

“Berapa kali aku harus minta maaf?”

“Enggak perlu. Sudah cukup permintaan maaf kamu. Aku bosan.”

“Kamu membenciku?”

“Aku benci dengan keadaan kita. Tujuh bulan kita tinggal satu atap. Tapi kita bagai dua orang asing. Aku benci dengan kehamilan aku. Aku benci dengan bayi kita.” Nisa meniupkan udara kering ke matanya yang berair. Berharap agar genangan itu tak turun membelah pipi. Namun percuma, air mata luruh sudah dan menganak sungai.

Ryan tak kalah menyesal. Selama ini dia menghindar karena merasa bersalah. Sengaja tak mengacuhkan Nisa, agar wanita itu membencinya. Berharap Nisa bisa kembali pada tunangannya yang sedang meraih pendidikan di Singapura.

“Maaf sudah membuat masa depan kamu hancur,” sesal Ryan. Dielus lembut puncak kepala Nisa.

“Kamu tahu masa depan aku apa?” Nisa menangkis tangan Ryan.

“Agung. Menikah dengan pria itu adalah impian kamu. Kalian akan punya anak-anak yang lucu. Yang terlahir karena memang diinginkan oleh kedua orang tua mereka.” Ryan mencium pipi Zohrah dalam gendongannya. “Maafkan Papa ya, Nak.”

“Ya benar! Tepat sekali. Masa depanku adalah Agung. Oleh sebab itu, kamu tahu kan apa yang harus kamu lakukan?” Nisa menunjuk ke arah pintu, “pintu keluar di sana, Yan.”

Sakit Nisa harus berdusta. Dia menginginkan Ryan dan Zohrah di masa depannya. Namun bersama dengan mereka pasti akan menyakiti banyak orang. Agung, orang tuanya dan orang tua Agung.

Bimbang harus memilih di antara dua pilihan yang sulit itu. Dia hamil dan menikah dengan Ryan juga tanpa sepengetahuan Agung. Maka kembali pada Agung mungkin jalan terakhir untuknya, jika pria itu bersedia.

“Oke. Pergi saja kamu ke Agung. Pergi saja ke masa depan kamu. Lupakan kami. Jangan kembali. Dan jangan pernah mencari kami kalau Agung pergi dari kamu.”

Ryan meninggalkan Nisa sendirian ruang rawat inap rumah sakit khusus ibu dan anak. Dia tidak mampu mengatakan itu. Dalam hati, dia menginginkan Nisa menjadi masa depannya. Membangun rumah tangga harmonis bersama  sahabat sekaligus cintanya.

Benar bahwasanya cinta telah hadir sejak awal perjumpaan. Namun semua sudah terlambat. Ryan menyesal tidak menyatakan sejak dulu. Kini layu sudah bunga di tangan.

Pupus sebelum mekar.

♧♧♧

Ryan memandangi Zohrah dari luar ruang. Melalui dinding kaca dia bisa melihat bayi perempuan itu tertidur. Sembilan belas jam sudah bayi itu lahir. Dan selama itu pula, Nisa belum bersedia memberikan ASI untuk Zohrah.

Tidak mau bayinya diberi susu formula. Maka jalan satu-satunya yang Ryan tempuh adalah mencari Ibu susu untuk Zohrah. Meski harus membayar mahal pun tak masalah. Dia masih punya tabungan yang cukup untuk membayar Ibu susu selama enam bulan.

“Permisi Ibu,” kata Ryan pada salah seorang wanita di salah satu ruang rawat inap. “Ibu punya bayi? Apakah ibu bersedia membagi ASI ibu untuk bayi saya?”

“ASI saya belum keluar.”

Dari satu wanita ke wanita lain Ryan bertanya. Tidak ada satu pun yang bersedia menolong. Bukan, bukan tidak bersedia. Mereka yang Ryan temui punya alasan yang logis.

ASI belum keluar sampai alasan punya bayi kembar. Tidak diizinkan suami sampai tempat tinggalnya jauh dari rumah Ryan. Dan sederet alasan lain.

Putus asa, Ryan kembali ke depan ruang bayi. Di sana dia menjumpai seorang ibu muda yang sedang menangis di depan dinding kaca.

Berjalan mendekat, Ryan berdiri di samping tubuh kurus itu. Memandangnya sekilas lalu sama-sama menatap ke dalam ruang bayi.

“Kamu kenapa menangis?” tanya Ryan. Di yakin usia wanita itu lebih muda dari Nisa. Hanya saja wajahnya terlihat sendu. Seperti tengah menyimpan kesedihan.

“Saya harus meninggalkan bayi saya di rumah sakit karena belum bisa membayar biaya persalinan.”

“Saya bisa membantu kamu. Asal kamu mau membagi ASI untuk bayi saya.”

♧♧♧

 

next

Related chapters

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Dipertemukan oleh Takdir

    Bab.2 Dipertemukan oleh Takdir“Kamu kenapa menangis?” tanya Ryan. Di yakin usia wanita itu lebih muda dari Nisa. Hanya saja wajahnya terlihat sendu. Seperti tengah menyimpan kesedihan.“Saya harus meninggalkan bayi saya di rumah sakit karena belum bisa membayar biaya persalinan.”“Saya bisa membantu kamu. Asal kamu mau membagi ASI untuk bayi saya.”Wanita muda itu menoleh. Raut mukanya menyiratkan kebimbangan. Lalu dia menggeleng. “Saya tidak akan menjual bayi saya,” tegas wanita itu.Ryan tersenyum. Dia kembali menatap Zohrah lewat dinding kaca. Bayi perempuan itu bergerak, mungkin ada yang mengusik tidurnya.“Dia bayi saya,” kata Ryan sembari menunjuk sebuah boks bayi. “Dari lahir dia belum mendapat ASI.”Pandangan wanita muda itu mengikut ke mana jari Ryan menunjuk. Bayi mungil itu seperti memiliki kekuatan sihir yang meluluhkan hati. Sihir itu bernama cinta, kasih sayang dan harapan. Bayi perempuan itu punya harapan untuk bertahan hidup dengan cinta dan segenap kasih sayang.“Pe

    Last Updated : 2022-12-17
  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Luka dan Duka

    Bab.3 Luka dan Duka “Hai...hai..., bayi Anda pipis. Bisa tolong ambilkan baju ganti?” Lisa berkata dengan suara lebih keras. Dia yakin Ryan masih di luar ruangan.Benar. Tak lama kemudian pintu terbuka. Pria itu masuk, wajahnya tampak cemas. Lisa menggeleng. Tersenyum melihat Ryan lalu dia meletakkan tubuh bayi mungil ke atas brankar.“Ada apa? Bayi saya kenapa?” “Dia pipis. Tolong ambilkan baju ganti.”“Saya kira dia sakit.”“Tidak. Dia nangis karena pipis. Dia merasa tidak nyaman.”“Oke. Tunggu sebentar.” Ryan berlalu dari ruangan.Lagi, Lisa menggeleng disertai senyum. Bahagia memenuhi hatinya. Bagaimana tidak coba? Dia hanya perlu berbagi ASI, maka uang akan datang. Tidak perlu lagi bekerja. Tidak perlu memikirkan biaya kontrakan rumah. Paling tidak untuk jangka waktu enam bulan ke depan.Dengan cekatan dia membuka kain bedong dan popok. Gerakannya berhenti saat dia sadar bahwa bayi yang disusui ternyata perempuan.Lisa bukanlah seorang yang pandai ilmu agama. Namun dia juga tid

    Last Updated : 2022-12-17
  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Kalung Berbandul Sailor Venus

    Bab.4 Kalung Berbandul Sailor Venus“Ryan. Keluar sebentar saja.”Tetap tak ada sahutan. “Ryan! Kamu tidak keluar, Ibu akan biarkan Nisa membawa Zohrah pergi bersamanya.” Ancaman itu berhasil. Wajah Ryan menyembul dari balik pintu. Tapi dia enggan keluar. Biar saja Nisa yang datang sendiri ke sini, pikirnya.“Yan. Kamu jangan egois. Temui Nisa.”“Bukan Ryan. Tapi Nisa yang egois.”“Nisa sudah berusaha jadi ibu yang baik.”“Dia menolak Zohrah. Baik dari mana?”“Karena kamu terburu-buru mencari ibu susu buat Zohrah. Makanya Nisa memilih pergi.”Ryan mencebik. Apa tadi tidak salah dengar? Pintar sekali Nisa memutar balikan fakta. Wanita itu yang lebih dulu menelantarkan Zohrah. Wanita itu yang lebih dulu menolak, lalu kenapa sekarang seolah menjadi orang yang paling tersakiti?“Ryan tidak akan keluar.”“Ryan!”“Ibu, dia yang egois bukan Ryan. Dia sendiri yang memilih pergi. Kenapa juga Ryan harus mencegahnya?”Pintu ditutup. Sari menghela nafas. Pusing sendiri memikirkan hubungan Ryan

    Last Updated : 2022-12-17
  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Menunda Perpisahan

    Bab.5 Menunda Perpisahan“Aku lapar.” Ryan membuka pembicaraan. Mereka sudah sampai di jalan gang perumahan.“Salah siapa tadi pagi enggak ikut sarapan?”“Males liat kamu.”“Kalau males ngapain dikejar?”“Sayang.”Merona pipi Nisa mendengar jawaban Ryan. Seirama dengan detak jantung yang semakin tak menentu. Bagai lagu alam menyanyikan keindahan dunia.“Karena Zohrah sayang sama kamu,” ralat Ryan cepat. “Ibu dan Bapak juga sayang banget sama kamu.”“Oh,” sahut Nisa kecewa. Seketika darah seakan berhenti mengalir. Setelah dibuat tak karuan, dijunjung setinggi cakrawala lalu detik berikutnya ditenggelamkan ke dasar palung segara terdalam. Dasar, perayu ulung!Di depan tukang bubur ayam Ryan berhenti. Setelah memarkir sepeda motor, dia memesan dua porsi bubur beserta teh tawar hangat. Duduk berhadapan di salah satu sudut.“Aku mau balikin ini,” ujar Ryan. Dia mengambil sesuatu dari saku celana. Lalu meletakkan kalung perak berbandul Sailor Venus di atas meja. “Buat apa dibalikin?”“Nan

    Last Updated : 2022-12-17
  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Melawan Restu

    Bab.6 Melawan Restu“Apa tidak ada jalan lain selain perceraian, Nis?” Pertanyaan itu lolos juga dari bibir Sari. Sudah lama dia menahan ini. Usai menutup pintu kulkas, Nisa menuju wastafel. Telapak tangan lengket karena satu dari lima plastik berisi susu itu pecah. Bukan jatuh, dia yang terlalu erat mencengkeram saat mendengar pertanyaan dari Sari.“Ibu sama Bapak mau berkunjung ke rumah orang tua kamu. Kami mau menanyakan apa orang tua kamu juga menginginkan perpisahan kamu dengan Ryan.” Tak kuat lagi, batin Sari terasa terimpit dua balok kayu yang besar. Sesak. Jika bukan Ryan, maka dia yang akan berupaya semampu batas usaha. Mempertahankan Nisa sebagai menantu di rumah ini. Tidak akan wanita lain yang bisa menggantikan posisi Nisa. “Iya. Mereka menginginkan itu.” Nisa menunduk. Kedua orang tuanya ingin Nisa menikah dengan Agung secepatnya. Tanpa bertanya apa keinginan Nisa saat ini.“Dan kamu setuju?” Sari berharap Nisa tidak menjawab ‘iya’. Namun lagi dan lagi dia harus menela

    Last Updated : 2022-12-22
  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Takut Berpisah

    Bab.7 Takut Berpisah “Kamu peduli sama aku, Yan? Aku pikir kamu sudah mati rasa.” Nisa mencebik. Lalu dia beranjak dari dapur. Meninggalkan Ryan dan Zora yang masih menangis.“Bukan aku, tapi kamu yang mati rasa!” Baru juga reda, Nisa berulah lagi. Ryan berjalan membuntuti. Emosi mulai naik ke ubun-ubun.Nisa berhenti di depan pintu kamar. Berbalik badan, dia mendapati Ryan dengan raut kemarahan yang menjadi. Dalam hati dia menangis, tapi satu sudut bibirnya terangkat. Tersenyum mengejek.Begini lebih baik. Bersikap tidak peduli menjadi senjata ampuh agar Ryan segera menceraikan dirinya. “Kamu enggak lihat Zora nangis?” tanya Ryan sambil mendekat. Dia menyerahkan bayi perempuan itu pada Nisa. Tak bergeming. Nisa melipat kedua tangan di depan dada. Senyum pongah terbit menghiasi wajah. “Ibu ke mana?” tanya Nisa. “Kasih Zora sama ibu.”“Ibu ke peternakan.”Keluarga Adji Anggoro memiliki sebuah peternakan sapi perah dan ayam broiler di Bogor. Sebelum Zora lahir, Sari lebih sering ber

    Last Updated : 2022-12-22
  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Mencintai Dalam Diam

    Bab.8 Mencintai Dalam Diam“Apa? Apa yang kamu sembunyikan?”Nisa menggeleng. Tapi jika pergi tanpa seizin Ryan? Ah, ibu mertuanya pasti akan marah. Tidak boleh seorang istri keluar tanpa meminta izin lebih dulu pada suami. Begitu ibu mertuanya mewanti-wanti pada awal pernikahan mereka.“Katakan Nisa. Kamu mau ngapain ke tempat Raya?”“Itu....”“Apa yang kamu sembunyikan? Katakan saja.”Nisa mendongak pada Ryan yang tengah menatapnya lekat. Seakan meminta jawaban jujur darinya. Tak sampai hati Nisa mengatakan itu. Melalui sambungan telepon, Raya bilang kalau Agung berniat memberikan kejutan. Dan gadis itu terpaksa membocorkan rencana Agung. Tentu saja harus dibocorkan. Nanti kalau tiba-tiba Agung datang dan Nisa tidak ada di tempat kost? Apa yang akan dikatakan pada tunangan sahabatnya itu?Pandai benar Agung bersikap. Pria itu selalu menyenangkan hati Nisa. Pandai memperlakukan wanita. Tidak seperti Ryan. Eh, malah membandingkan Agung dengan pria menyebalkan yang tengah membeliak ta

    Last Updated : 2022-12-22
  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Akan Kukembalikan Jodohmu

    Bab.9 Akan Kukembalikan Jodohmu♧♧♧Pintu terbuka. Wajah Ryan menyembul dari balik pintu. Matanya membeliak, menatap heran bercampur kaget pada tamu yang tak diundang itu. “Ryan,” sapa Agung sembari mengulurkan tangan. “Apa kabar?”Ryan memaksa senyum. Dia melebarkan daun pintu kemudian menjabat uluran tangan Agung. “Sakit apa? Kata Raya kamu sakit parah?” tanya Agung.Ryan menoleh pada Raya. Gadis itu memainkan mata. Berkedip hingga tiga kali disertai senyuman memelas.“Nisa mana, Yan?” Tanpa menunggu sang tuan rumah, Raya menyerobot masuk. Menabrak Ryan yang masih tertegun di depan pintu.“Ada di kamar.”“Di kamar?” tanya Agung. Dia berharap itu hanya salah dengar. “Di kamar, ngapain?”“Di kamar si Mbok, lagi nonton TV.” Ryan melengos. Sama sekali tak tertarik dengan pertanyaan Agung.Nisa muncul di tengah basa-basi yang membuat jengah. Disambut hangat oleh Agung. Direngkuh tubuh Nisa yang mematung tak berdaya.“Aku rindu kamu, Sayang.” Agung mencium kening dan pipi Nisa. “Happy A

    Last Updated : 2022-12-22

Latest chapter

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Bab.43 Akhir Sebuah Awal

    Akhir Sebuah Awal“Beneran motor Damar. Ngapain dia di sini? Katanya lagi di tempat Zora?“ Rey garuk-garuk kepala setelah melihat nomor polisi sepeda motor tersebut. Bodoh amat! Bukan urusan Rey, dia berlari mengejar Om Salman dan Mamanya. Mereka berdiam diri di depan pintu. Rey melongok ke dalam. Untung dia lebih tinggi dari Om Salman dan Mamanya. Namun sayang, dia tidak bisa melihat jelas sepasang mempelai di depan sana. Kedua mempelai berdiri membelakangi tengah sibuk menyalami para tamu undangan.“Kita telat, Om. Acara akad udah kelar.” Sungguh, Rey berharap semoga mereka langsung pulang.“Kita masuk sekarang?” Salman menepuk punggung Sandra. Kemudian menggamit lengan adiknya itu.Sandra mengangguk saja. Tak bisa membohongi hati, bila dia benar cemburu. Sandra pernah berpikir setelah kepergian Nisa dari hidup Ryan, wanita yang menjadi ibu kandung anak susunya itu tidak akan pernah muncul lagi. Namun kadang kenyataan tak sesuai dengan harapan. “Assalamualaikum,” sapa Salman mem

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Bab.42 Pernikahan Kedua

    Pernikahan Kedua“Yan, gimana perasaan kamu ketemu Lisa?”Seketika rasa legit itu menjelma jadi pahit. Ryan tercekat dengan pertanyaan Nisa. Untuk menjabarkan tentang perasaannya tidak akan mudah. Ada senang ada juga kecewa.Senang karena Ryan tak perlu jauh-jauh mencari keberadaan ibu susu Zora. Kecewa karena ternyata selama belasan tahun telah dibohongi oleh wanita bernama asli Sandra A. Hutama.“Entah.”“Harusnya dari dulu aku bilang sama kamu. Tapi setiap ingat kelakuan kalian... aku sedih, Yan. Kamu hampir tergoda.”Ryan mengaku salah. Dia pria normal yang butuh penyaluran hasrat. Ketika ada seorang wanita yang dengan sukarela menawarkan tubuhnya, dia pun tergoda. Beruntung waktu itu dia bisa menguasai diri. Dan lebih mujur karena saat itu Raya datang di waktu yang tepat.“Maafkan aku, Nis.”“Kamu enggak mau minta maaf karena menceraikan aku?”“Aku minta maaf untuk semua kesalahan yang pernah kulakukan. Aku minta maaf atas semua sakit hati dan kesulitan yang kamu rasakan. Aku mi

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Bab.41 Cinta Pertama Rey

    Cinta Pertama Rey“Eza, boleh kita ikut belajar bareng lu?” tanya Zora pada sang juara kelas. Mimpi apa Eza tadi malam, pagi-pagi sudah mendapati Zora dan Lani di depan pintu. Dia saja baru sampai, belum duduk belum ambil nafas. Ambil nafas sih jelas sudah, ada-asa saja Eza!“Boleh, ayo!” Eza sengaja menarik tangan Lani. Mau menarik tangan Zora, dia belum berani. Zora masih sedingin bongkahan gunung es. Sulit untuk menaklukkan hati Zora. Setidaknya begitulah pendapat Eza. “Bukan sekarang.” Zora masih berdiri di depan pintu. Baik Eza maupun Lani menoleh ke belakang. Lani bahkan sudah geregetan menghadapi tingkah Zora. “Kapan?” tanya Eza. “Maksudnya, kapan saja terserah kamu,” ralat pemuda itu cepat. Zora tersenyum canggung. Tujuan utama belajar bersama Eza bukanlah untuk memperbaiki nilai ulangan. Ada satu misi khusus yakni menyelidiki tentang kehidupan pribadi pemuda itu dan Mamanya yang bernama Elisa.Meski kemungkinannya sangat kecil, tapi Zora sangat berharap bahwa Eza adala

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Bab.40 Menuang Rindu

    Menuang Rindu“Sandra Aurelisa Hutama. Apa kabar kamu, sudah lama kita tidak berjumpa?”“Lisa?” tanya Ryan tak kalah kaget. “Kamu benar Lisa?”“Lisa?” Salman lebih kaget. Kejutan yang diberikan Nisa berkali lipat dari dugaannya. “Kalian mengenal adik saya?”Sandra menggigit bibir. Tak menyangka bahwa dia akan bertemu lagi dengan Nisa dan Ryan. Orang-orang yang ingin dia hindari justru datang tepat di hadapannya. Kebohongan yang dia rangkai dengan mulus untuk menutupi jati diri, bisa terkuak saat ini juga. Dia tidak mau terlihat buruk di mata Ryan.“Lisa, dia ini....” Penjelasan Ryan belum selesai.“Mitra bisnis Ryan,” potong Nisa cepat. “Sama seperti kita, Kak.”“Ya ampun, rupanya berkenalan dengan Anda membuka jalan untuk bertemu kembali dengan adik saya yang hilang.” Salman menjabat erat tangan Ryan. “Terima kasih....”Bila itu keinginan Nisa, maka Ryan akan ikuti permainan calon istrinya. Salman tidak boleh tahu bila adiknya ternyata seorang penipu. Paling tidak, begitulah yang ada

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Bab.39 Sandra A. Hutama

    Sandra A. HutamaJakarta, Maret 2022Lani bolak balik dari dalam kelas ke depan pintu. Di tangannya ada selembar kertas bertuliskan beberapa nama. Dia sudah mendapat beberapa kandidat saudara sepersusuan Zora.“Ada apa?” tanya Eza masih dari tempat duduknya di barisan bangku paling belakang.Lani hanya melebarkan kedua bibirnya membentuk senyum. Dia tidak ingin Eza tahu tentang misinya kali ini. Lani sedang main detektif-detektifan bersama Zora. “Enggak ada,” jawab Lani singkat. Dia berbalik lagi ke depan pintu.Melihat sekali lagi kertas di tangannya. Pada nomor tiga terdapat nama Eza. Jadi, tidak mungkin Lani akan membocorkan misi ini pada pemuda bertubuh tinggi itu.Tak jauh dari tempatnya berdiri, dua sosok pemuda yang sangat dia kenal berjalan bersisian. Kedua bersahabat itu memang terkenal solid. Di mana dan ke mana saja selalu bersama. Bukan bak pinang dibelah dua, wajah keduanya tidaklah mirip. “Ayang gue udah dateng?” tanya Damar saat melintas di depan Lani.Tak bersuara, L

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Bab.38 Hikmah dari Kepergian Nisa

    Hikmah dari Kepergian Nisa“Kamu yang khilaf. Kalau saya melakukannya dengan sadar.” Nisa sengaja memancing. Nah loh, rasakan itu Ryan.“Kenapa mau melakukan itu bersama saya?”“Terlambat sekali kamu baru menanyakan ini?”“Lebih baik terlambat daripada penasaran seumur hidup.”“Sudahlah, Yan. Aku mau pulang. Capek, ingin istirahat. Ingin tidur.” Nisa bergeser ke kiri, Ryan mengikuti. Nisa bergeser ke kanan, Ryan juga mengikuti. Begitu terus sampai lima kali.“Tolong minggir, aku mau lewat.”“Jawab dulu.”“Minggir.”“Jawab dulu. Kenapa tidak menghindar saat saya memulainya?”“Perlu dijawab, Yan?”“Harus.”“Seharusnya kamu bisa membaca jawabannya dari tatapan mata saya.”Tidak ada tulisan di mata indah itu. Lalu bagaimana Ryan bisa membaca tatapan mata Nisa. Seharusnya bisa. Jika menilik ke belakang, pada tahun-tahun yang telah berlalu. Ryan tidak pernah melihat Nisa menatap pria manapun dengan mata berbinar seperti tatapan wanita itu kepadanya.Ryan mendapat jawabannya. Dia tersenyu

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Bab.37 Rumah Rehabilitasi Jiwa

    Rumah Rehabilitasi Jiwa“Tapi bolehkah Kakak buat perhitungan dengan pria ini?” Salman menunjuk muka Ryan dengan sumpit yang dipegang.Ryan menyingkirkan tangan Salman dari depan mukanya. Enak saja main tunjuk-tunjuk. Ayo, kalau mau buat perhitungan, Ryan akan meladeni. Dengan suka hati, demi harga diri dan mantan yang sebentar lagi naik pangkat jadi calon.“Kak Salman?” ratap Nisa memohon. Jangan sampai ada pertumpahan darah di restoran milik Salman. Hal itu akan mengurangi kredibilitas, Nisa tidak ingin itu terjadi. Bisa berkurang jumlah pengunjung kalau terjadi huru-hara di tempat ini.“Pria ini yang sudah membuat kamu terluka?” Tatapan Salman tak lepas dari mata Ryan yang mulai berkobar.“Pria ini yang menelantarkan kamu?”“Pria ini yang membuat kamu jauh dari anak kamu sendiri?”“Hei...pria yang sudah menyakiti Nisa berkali-kali lipat, siap-siap dengan serangan saya.” Cerocos Salman tanpa memberi kesempatan Ryan untuk menyanggah.Ryan menyunggingkan senyum. Satu sudut bibirnya t

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Bab.36 De Javu

    De Javu“Tante Sandra....” Damar membuka pintu dan langsung menerobos masuk ke dalam rumah besar itu. “Tante di mana?”Dari belakang, Rey menimpuk kepala Damar dengan kantong plastik hitam berisi seragam pramukanya yang basah. “Masuk rumah orang itu pakai salam,” cibir Rey. “Ini mah asal nyelonong aja.”Damar mengelus kepalanya. Nasibnya sial karena punya teman macam Rey. Dia melayangkan tinju ke bahu Rey, tapi meleset. Pemuda itu mundur segesit anak panah.Rey berkelit saat Damar melakukan serangan balasan. Rey tertawa senang karena kepalan tangan Damar tidak mengenai dirinya. Bergegas dia lari ke belakang, tempat laundry tujuannya. Mencari asisten rumah tangga.“Jangan bilang Mama bajunya basah. Tolong langsung dicuci ya, Mbak.” Rey memberikan seragam kotornya pada asisten rumah tangga. Untungnya punya asisten rumah tangga yang umurnya tak terpaut jauh adalah, dia bisa diajak kerja sama. Mbak Asisten justru lebih pro pada Rey, padahal yang memberi upah tiap bulan nyonya rumah.“Si

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Bab.35 Duda Meresahkan

    Duda Meresahkan“Mama lebih berat dari Zora waktu itu. Tapi Papa kuat gendong Mama.”Nisa menendang kaki Ryan. Tidak tahu malu! Lihatlah, Raya sedang menahan tawa. Dan muka Zora...?“Waktu kapan?” tanya Zora.Nah, loh waktu kapan tanya Zora. Jawab Ryan, jawab!“Di Puncak bukan?” sindir Raya. Kali ini dia tak dapat menahannya. “Nisa meriang sih, jadi enggak bisa main api unggun bareng teman-teman kita.”“Mama meriang kenapa?”Nisa tersenyum kecut. Dia melirik pada Raya dan Ryan bergantian. Di depan Zora lancang benar mereka membicarakan tentang hari itu. Nanti kalau Zora jadi ingin tahu lebih banyak, siapa yang menjawab coba?“Ayo naik ke punggung Papa.”Kesempatan langka. Sudah lama sekali dia tidak digendong Papa. Kalau tidak salah ingat mungkin terakhir kali digendong saat jatuh dari sepeda waktu kelas satu SMP.“Zora sama Mama berat siapa, Pa?”“Ya Papa enggak tahu kalau sekarang. Mama kan gendut sekarang.”“Mama enggak gendut kok.” Zora membela Mamanya. Faktanya begitu. Mama canti

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status