Home / Romansa / ZORA Pupus Sebelum Mekar / Kalung Berbandul Sailor Venus

Share

Kalung Berbandul Sailor Venus

last update Last Updated: 2022-12-17 16:01:54

Bab.4 Kalung Berbandul Sailor Venus

 

“Ryan. Keluar sebentar saja.”

Tetap tak ada sahutan.

“Ryan! Kamu tidak keluar, Ibu akan biarkan Nisa membawa Zohrah pergi bersamanya.”

Ancaman itu berhasil. Wajah Ryan menyembul dari balik pintu. Tapi dia enggan keluar. Biar saja Nisa yang datang sendiri ke sini, pikirnya.

“Yan. Kamu jangan egois. Temui Nisa.”

“Bukan Ryan. Tapi Nisa yang egois.”

“Nisa sudah berusaha jadi ibu yang baik.”

“Dia menolak Zohrah. Baik dari mana?”

“Karena kamu terburu-buru mencari ibu susu buat Zohrah. Makanya Nisa memilih pergi.”

Ryan mencebik. Apa tadi tidak salah dengar? Pintar sekali Nisa memutar balikan fakta. Wanita itu yang lebih dulu menelantarkan Zohrah. Wanita itu yang lebih dulu menolak, lalu kenapa sekarang seolah menjadi orang yang paling tersakiti?

“Ryan tidak akan keluar.”

“Ryan!”

“Ibu, dia yang egois bukan Ryan. Dia sendiri yang memilih pergi. Kenapa juga Ryan harus mencegahnya?”

Pintu ditutup. Sari menghela nafas. Pusing sendiri memikirkan hubungan Ryan dan Nisa. Keduanya masih sama-sama muda. Masih sama-sama meninggikan ego. Dan beranjak dari depan kamar Ryan menjadi pilihan terakhir.

“Biar Nisa yang temui Ryan,” usul Nisa. Walau dia tidak begitu yakin Ryan bersedia menemuinya untuk terakhir kali.

Nisa menerobos masuk ke dalam kamar. Kebetulan sekali pintu tidak dikunci. Dia menjumpai Ryan yang tengah berbaring. Matanya terpejam, telinganya tersumpal headset. Wajahnya...? Nisa tak tahu apa yang tersirat dari raut muka pria itu.

“Yan!” Nisa berteriak di depan pintu.

Ryan menguman.

“Ryan!”

“Apa?” Ryan malas bicara.

“Kamu enggak mau lihat aku pergi?”

Ryan menguman lagi.

Nisa menghembuskan nafas kasar. Dia mengambil sesuatu dari dalam tas selempang. Tanpa pikir panjang, dilemparnya benda itu ke arah Ryan. Jatuh tepat di atas wajah.

Itu kalung pemberian Ryan dua tahun yang lalu. Kalung dengan bandul berbentuk Sailor Venus. Ryan sengaja mendesain bandul itu secara custom. Khusus untuk wanita pujaan hatinya.

Merasa sesuatu menimpa wajah, Ryan mengambil benda itu. Tanpa harus membuka mata dia tahu benda apa yang mendarat.

“Aku pergi.”

Lagi. Menguman lagi.

“Ryan, aku pergi!”

“Pergi saja.”

Nisa membanting daun pintu dengan kasar. Berjalan cepat meninggalkan kamar itu.

“Nisa pergi, Bu. Titip Zohrah.”

“Maaf, Ibu tidak bisa membantu kamu. Maafkan Ibu.”

Selepas berpelukan, Nisa menyeret koper. Taksi pesanan juga sudah sampai sejak lima menit lalu. Dari dalam kursi penumpang, Nisa melambaikan tangan.

“Maafkan Mama, Nak.”

♧♧♧

Pintu dibanting dan Ryan membuka mata. Bukan karena kaget, itu adalah kebiasaan Nisa kalau sedang marah. Ryan sudah hafal. Di luar kepala.

“Kamu egois. Cuma mikirin diri sendiri. Kamu enggak mau tau perasaan orang lain.” Ryan bermonolog.

“Aku sayang kamu, Nisa!”

Ryan memandangi seuntai kalung perak di tangannya. Bandul Sailor Venus itu menjuntai. Minako Aino atau Sailor Venus itu seakan melambaikan tangan. Menyuruh Ryan agar bergerak mengejar Nisa.

Sailor Venus adalah salah satu Sailor Guardian dalam serial anime Jepang berjudul Sailor Moon.

Ryan sering menonton serial itu bersama Nisa. Diulang-ulang terus sampai dia hafal adegan demi adegan. Tapi Ryan tidak bosan, asal bisa melihat Nisa tersenyum puas saat melihat kelima pahlawan itu beraksi mengalahkan musuh.

Dengan kekuatan bulan akan menghukummu! Jargon Sailor Moon saat sedang menghadapi musuh. Sering kali dipelesetkan oleh Nisa menjadi.

“Dengan kekuatan datang bulan akan menghukummu.” Berikut dengan gaya khas pahlawan rambut kuning panjang diikat dua itu. Begitulah, Nisa akan berubah menjadi sosok yang menyeramkan ketika tamu bulanan datang. Marah tak jelas. Tiba-tiba merajuk. Tahu-tahu menangis. Eh, tak berselang lama lalu kembali ceria.

Dasar Nisa payah! Tetapi Ryan dengan senang hati menjadi lebih payah karena memikirkan wanita itu.

Baru lima tahun  Ryan mengenal Nisa. Namun untuk menceritakan semua tentang wanita itu, rasanya seumur hidup pun tak akan cukup.

“Bodoh!” Ryan berdecak. Dia segera berlari ke luar kamar. Dengan harapan belum terlambat mencegah Nisa pergi.

Di ruang tamu, di belakang tubuh Sari. Ryan mematung melihat Nisa melambaikan tangan. Hatinya teriris. Perih.

“Nisa, tunggu!” Ryan berlari secepat yang dia mampu. Namun taksi berlogo burung itu tak lagi terkejar.

Tidak boleh! Nisa tidak boleh pergi. Ryan mengeluarkan motor sport merahnya dari garasi. Dia harus mengejar Nisa.

“Ryan!” teriak Sari dari teras. “Jangan ngebut, Nak.”

Apalah daya, suara Sari kalah oleh desing motor. Ryan menambah kecepatannya. Mengejar taksi berwarna biru yang membawa separuh hatinya.

Ryan semakin kencang menarik tuas gas. Menyalip  beberapa kendaraan agar bisa mengejar taksi yang ditumpangi Nisa. Tindakannya sungguh berbahaya. Beberapa mobil membunyikan klakson saat tiba-tiba motor Ryan menyalip dan tahu-tahu sudah melesat jauh di depan.

Sedikit lagi taksi itu berhasil terkejar. Ryan menambah kecepatan. Peduli apa dia keselamatan dirinya? Bagi pria berusia dua puluh empat tahun itu yang paling penting adalah Nisa. Mencegah wanita tercintanya pergi. Bagaimana pun, mereka belum resmi bercerai.

Motor sport berwarna merah itu menyalip dan berhenti tepat di depan taksi. Membuat sopir taksi itu kaget dan refleks menginjak tuas rem. Nisa jauh lebih kaget. Tubuhnya terhuyung ke depan lalu dengan cepat kembali terpental ke belakang.

“Maaf Mbak, ada motor berhenti mendadak di depan,” ujar sopir taksi.

“Ryan?” gumam Nisa setelah melihat pria itu turun dari motor. “Cari penyakit. Kebiasaan!”

“Mbak kenal? Pacarnya yah?”

“Tunggu sebentar. Saya turun dulu, Pak.” Nisa membuka pintu taksi. Berjalan mendekat ke arah Ryan.

Ryan menarik tubuh Nisa setelah mereka berhadapan. Memeluk erat wanita itu seraya membelai rambut panjangnya.

Nisa memberontak. Berusaha melepaskan diri dari pelukan Ryan. Tangannya memukuli dada pria itu.

Sementara suara klakson bersahutan. Perbuatan Ryan mengganggu lalu lintas. Menyebabkan kemacetan.

“Ryan lepas!”

“Enggak.”

“Kamu bikin macet jalanan.”

“Biarin.”

“Ganggu lalu lintas.”

“Biarin.”

“Ryan!”

“Aku enggak mau kamu pergi.”

Nisa melemah. Dia berhenti memukuli dada Ryan. Dada bidang tempat bersandar paling nyaman baginya.

Suara klakson semakin riuh. Ditambah pula dengan teriakan beberapa pengendara dan pengguna jalan yang lain.

“Ryan, kita bicara di pinggir.” Nisa menyeret tangan Ryan ke tepi jalan.

“Kita enggak harus menepi.”

“Tapi kita bikin macet.”

“Makanya kita harus pergi dari sini.”

Keadaan berganti. Ryan menarik tangan Nisa ke tengah jalan lagi. Lalu berhenti di dekat motor Ryan.

“Jangan kemana-mana!” perintah Ryan.

Sedangkan dia mendekat pada sopir taksi yang ditumpangi Nisa. Membayar ongkos sekaligus menyuruh sopir taksi itu berputar balik. Menuju rumahnya. Mengantar koper Nisa.

“Naik!”

“Aku mau pulang.”

“Aku yang antar.”

“Kapan sampai kalau kamu yang antar?”

“Cepat naik dan enggak usah ngajak debat.”

Dengan kasar Nisa menyambar helm dari tangan Ryan. Lebih baik menurut perintah pria itu daripada berdebat di tengah jalan. Lagi pula dia malu menjadi bahan olok-olok para pengguna jalan. Dan lagi suara klakson seakan memecah gendang telinga.

“Cepat jalan.”

“Beres Nona.” Ryan tersenyum manis. Menggoda dan merayu, “Saya akan segera berlabuh ke hatimu.”

Nisa mencebik. Begini sikap asli Ryan. Pandai merayu. Mau menang sendiri. Dan, pejuang tangguh.

Bagaimana Nisa tak terpesona dengan pria ini? Bukan hanya tampang yang keren, tapi perilaku dan tutur yang manis. Ryan pandai memainkan hati Nisa. Menarik ulur, sampai-sampai Nisa bingung dengan perasaannya sendiri.

Mungkin, dia memang telah jatuh hati kala itu. Waktu di Puncak, sembilan bulan lalu. Saat ulang tahun Ryan.

“Ngelamun apaan?” Ryan melihat Nisa yang tengah bengong lewat kaca spion.

“Enggak.” Nisa menggeleng.

“Zohrah sayang sama kamu. Jangan pergi.”

Tatap mereka bertemu dalam kaca spion. Desiran di hati Nisa semakin nyata. Benarkah saat ini dia mencintai Ryan? Atau hanya rasa bersalah karena pernah menolak Zohrah?

“Tapi aku sayang sama Agung.” Dengan sengaja Nisa menyebut nama tunangannya.

Melalui kaca spion Nisa melihat senyum seringai Ryan. Dan hatinya perih melihat itu. Nisa memalingkan wajah. Menghindar dari tatapan Ryan.

“Aku tau,” ketus Ryan. “Dan apa kamu tau, aku bosen dengar kamu bilang itu tiap hari.”

“Aku juga bosen kamu cuek sama aku tiap hari.”

Obrolan mereka berhenti. Ryan mempercepat laju motor. Jika keadaan belum berubah, jika persahabatan itu masih murni. Nisa sudah tentu memarahi tindakan Ryan. Bukan hanya marah, sudah pasti bertubi-tubi cubitan dia hadiahkan di pinggang pria itu. Atau pukulan keras di punggung juga boleh. Nisa sebal kalau Ryan kebut-kebutan di jalan raya.

“Aku lapar.” Ryan membuka pembicaraan. Mereka sudah sampai di jalan gang perumahan.

“Salah siapa tadi pagi enggak ikut sarapan?”

“Males liat kamu.”

“Kalau males ngapain dikejar?”

“Sayang.”

♧♧♧

 

Related chapters

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Menunda Perpisahan

    Bab.5 Menunda Perpisahan“Aku lapar.” Ryan membuka pembicaraan. Mereka sudah sampai di jalan gang perumahan.“Salah siapa tadi pagi enggak ikut sarapan?”“Males liat kamu.”“Kalau males ngapain dikejar?”“Sayang.”Merona pipi Nisa mendengar jawaban Ryan. Seirama dengan detak jantung yang semakin tak menentu. Bagai lagu alam menyanyikan keindahan dunia.“Karena Zohrah sayang sama kamu,” ralat Ryan cepat. “Ibu dan Bapak juga sayang banget sama kamu.”“Oh,” sahut Nisa kecewa. Seketika darah seakan berhenti mengalir. Setelah dibuat tak karuan, dijunjung setinggi cakrawala lalu detik berikutnya ditenggelamkan ke dasar palung segara terdalam. Dasar, perayu ulung!Di depan tukang bubur ayam Ryan berhenti. Setelah memarkir sepeda motor, dia memesan dua porsi bubur beserta teh tawar hangat. Duduk berhadapan di salah satu sudut.“Aku mau balikin ini,” ujar Ryan. Dia mengambil sesuatu dari saku celana. Lalu meletakkan kalung perak berbandul Sailor Venus di atas meja. “Buat apa dibalikin?”“Nan

    Last Updated : 2022-12-17
  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Melawan Restu

    Bab.6 Melawan Restu“Apa tidak ada jalan lain selain perceraian, Nis?” Pertanyaan itu lolos juga dari bibir Sari. Sudah lama dia menahan ini. Usai menutup pintu kulkas, Nisa menuju wastafel. Telapak tangan lengket karena satu dari lima plastik berisi susu itu pecah. Bukan jatuh, dia yang terlalu erat mencengkeram saat mendengar pertanyaan dari Sari.“Ibu sama Bapak mau berkunjung ke rumah orang tua kamu. Kami mau menanyakan apa orang tua kamu juga menginginkan perpisahan kamu dengan Ryan.” Tak kuat lagi, batin Sari terasa terimpit dua balok kayu yang besar. Sesak. Jika bukan Ryan, maka dia yang akan berupaya semampu batas usaha. Mempertahankan Nisa sebagai menantu di rumah ini. Tidak akan wanita lain yang bisa menggantikan posisi Nisa. “Iya. Mereka menginginkan itu.” Nisa menunduk. Kedua orang tuanya ingin Nisa menikah dengan Agung secepatnya. Tanpa bertanya apa keinginan Nisa saat ini.“Dan kamu setuju?” Sari berharap Nisa tidak menjawab ‘iya’. Namun lagi dan lagi dia harus menela

    Last Updated : 2022-12-22
  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Takut Berpisah

    Bab.7 Takut Berpisah “Kamu peduli sama aku, Yan? Aku pikir kamu sudah mati rasa.” Nisa mencebik. Lalu dia beranjak dari dapur. Meninggalkan Ryan dan Zora yang masih menangis.“Bukan aku, tapi kamu yang mati rasa!” Baru juga reda, Nisa berulah lagi. Ryan berjalan membuntuti. Emosi mulai naik ke ubun-ubun.Nisa berhenti di depan pintu kamar. Berbalik badan, dia mendapati Ryan dengan raut kemarahan yang menjadi. Dalam hati dia menangis, tapi satu sudut bibirnya terangkat. Tersenyum mengejek.Begini lebih baik. Bersikap tidak peduli menjadi senjata ampuh agar Ryan segera menceraikan dirinya. “Kamu enggak lihat Zora nangis?” tanya Ryan sambil mendekat. Dia menyerahkan bayi perempuan itu pada Nisa. Tak bergeming. Nisa melipat kedua tangan di depan dada. Senyum pongah terbit menghiasi wajah. “Ibu ke mana?” tanya Nisa. “Kasih Zora sama ibu.”“Ibu ke peternakan.”Keluarga Adji Anggoro memiliki sebuah peternakan sapi perah dan ayam broiler di Bogor. Sebelum Zora lahir, Sari lebih sering ber

    Last Updated : 2022-12-22
  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Mencintai Dalam Diam

    Bab.8 Mencintai Dalam Diam“Apa? Apa yang kamu sembunyikan?”Nisa menggeleng. Tapi jika pergi tanpa seizin Ryan? Ah, ibu mertuanya pasti akan marah. Tidak boleh seorang istri keluar tanpa meminta izin lebih dulu pada suami. Begitu ibu mertuanya mewanti-wanti pada awal pernikahan mereka.“Katakan Nisa. Kamu mau ngapain ke tempat Raya?”“Itu....”“Apa yang kamu sembunyikan? Katakan saja.”Nisa mendongak pada Ryan yang tengah menatapnya lekat. Seakan meminta jawaban jujur darinya. Tak sampai hati Nisa mengatakan itu. Melalui sambungan telepon, Raya bilang kalau Agung berniat memberikan kejutan. Dan gadis itu terpaksa membocorkan rencana Agung. Tentu saja harus dibocorkan. Nanti kalau tiba-tiba Agung datang dan Nisa tidak ada di tempat kost? Apa yang akan dikatakan pada tunangan sahabatnya itu?Pandai benar Agung bersikap. Pria itu selalu menyenangkan hati Nisa. Pandai memperlakukan wanita. Tidak seperti Ryan. Eh, malah membandingkan Agung dengan pria menyebalkan yang tengah membeliak ta

    Last Updated : 2022-12-22
  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Akan Kukembalikan Jodohmu

    Bab.9 Akan Kukembalikan Jodohmu♧♧♧Pintu terbuka. Wajah Ryan menyembul dari balik pintu. Matanya membeliak, menatap heran bercampur kaget pada tamu yang tak diundang itu. “Ryan,” sapa Agung sembari mengulurkan tangan. “Apa kabar?”Ryan memaksa senyum. Dia melebarkan daun pintu kemudian menjabat uluran tangan Agung. “Sakit apa? Kata Raya kamu sakit parah?” tanya Agung.Ryan menoleh pada Raya. Gadis itu memainkan mata. Berkedip hingga tiga kali disertai senyuman memelas.“Nisa mana, Yan?” Tanpa menunggu sang tuan rumah, Raya menyerobot masuk. Menabrak Ryan yang masih tertegun di depan pintu.“Ada di kamar.”“Di kamar?” tanya Agung. Dia berharap itu hanya salah dengar. “Di kamar, ngapain?”“Di kamar si Mbok, lagi nonton TV.” Ryan melengos. Sama sekali tak tertarik dengan pertanyaan Agung.Nisa muncul di tengah basa-basi yang membuat jengah. Disambut hangat oleh Agung. Direngkuh tubuh Nisa yang mematung tak berdaya.“Aku rindu kamu, Sayang.” Agung mencium kening dan pipi Nisa. “Happy A

    Last Updated : 2022-12-22
  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Mundur Selamanya

    Bab.10 Mundur Selamanya ♧♧♧“Oh, iya Lis...,” seru Sari ingat sesuatu. “Nisa bilang suami kamu kerja di supermarket. Di mana itu?”Lisa terdiam. Gugup. Suaminya sudah kabur. Belum kembali sampai sekarang. Dia memutar otak, mengingat salah satu nama supermarket yang pernah dikunjungi bersama Anjas sehari sebelum melahirkan Reyza.“Di Semarak Mart.”Ketiga orang dewasa itu menoleh pada Lisa. Sari menaruh sendok dan garpu di atas piring. Sepotong daging ayam di tangan Ryan terjatuh. Nisa duduk mendekat ke samping Lisa.“Oh, kebetulan sekali,” seru Sari antusias. “Nanti minta sama Ryan buat promosikan dia.”“Semarak Mart itu punya keluarga Ryan,” terang Nisa. Kalau tahu sejak awal, sudah pasti dia memintakan pada Ryan agar suami Lisa naik jabatan. Atau paling tidak naik honor.Senyum Lisa memudar. Kebohongan demi kebohongan membuat hidupnya tambah semrawut. Inikah balasan karena melawan restu orang tua?“Siapa namanya?” tanya Ryan serius. “Tidak usah. Kalian terlalu baik pada saya. Uang

    Last Updated : 2022-12-22
  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Kamu Dimana, Nisa?

    Bab.11 Kamu Dimana, Nisa? Ryan menatap Agung penuh tanda tanya. Jika bukan Nisa, ibu dari anak perempuan ini. Lantas di mana Nisa saat ini? Bukankah seharusnya Nisa menikah dengan Agung?Apa itu artinya, Agung menelantarkan Nisa?“Di mana Nisa?”Agung tertawa. Tawa yang sulit dicerna oleh Ryan. Tawa kemenangan atau kepedihan? Entah, keduanya tak bisa dibedakan.9“Saya yang harusnya bertanya demikian. Di mana Nisa?” Agung berjalan mendekat. Dia mengeluarkan dompet dari dalam saku celana. Lalu mengambil sebuah kartu nama. Diberikan pada Ryan.“Hubungi saya besok,” bisik Agung seraya menepuk pundak Ryan. “Jangan ganggu quality time keluarga saya.”Terpaku Ryan di tempat. Menyaksikan Agung beserta anak dan istrinya menjauh. Dia membuka telapak tangan, di mana Agung menyelipkan sebuah kartu nama.“Agung Baskoro.” Ryan membaca nama beserta alamat kantor Agung. Jika ditelisik lebih, alamat itu tak terlalu ja

    Last Updated : 2022-12-23
  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Keputusan yang Salah

    Bab.12 Keputusan yang Salah  “Aku harus menemukan Nisa. Bagaimanapun caranya,” gumam Ryan memecah kebisuan.“Jangan. Saya takut istri kamu terluka, Yan.”Sungging yang terbit dari sudut bibir Ryan, membuat Yusuf menegakkan tubuh. Diamati lagi dengan penuh selidik wajah mantan adik iparnya. Banyak hal yang disembunyikan oleh pria itu, Yusuf sedikit mencerna dari gurat wajah letih itu.“Cukup Nisa saja. Jangan ada hati lain yang kamu lukai,” ulang Yusuf.“Saya cuma mencintai Nisa.”“Dan kamu menikah lagi tapi tanpa cinta?”“Saya tidak menikah lagi. Saya menikmati hari-hari bersama Zora,” sahut Ryan.Yusuf menggeleng. Dia kembali bersandar. Lalu menoleh pada Ryan yang duduk di sebarang meja. Bila ada dua insan manusia yang begitu tulus mencintai, mengapa suratan takdir tak lantas menyatukan mereka? Cinta terpendam yang tak pernah diungkapkan, membuat mereka berdua terpisah karena kesa

    Last Updated : 2022-12-23

Latest chapter

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Bab.43 Akhir Sebuah Awal

    Akhir Sebuah Awal“Beneran motor Damar. Ngapain dia di sini? Katanya lagi di tempat Zora?“ Rey garuk-garuk kepala setelah melihat nomor polisi sepeda motor tersebut. Bodoh amat! Bukan urusan Rey, dia berlari mengejar Om Salman dan Mamanya. Mereka berdiam diri di depan pintu. Rey melongok ke dalam. Untung dia lebih tinggi dari Om Salman dan Mamanya. Namun sayang, dia tidak bisa melihat jelas sepasang mempelai di depan sana. Kedua mempelai berdiri membelakangi tengah sibuk menyalami para tamu undangan.“Kita telat, Om. Acara akad udah kelar.” Sungguh, Rey berharap semoga mereka langsung pulang.“Kita masuk sekarang?” Salman menepuk punggung Sandra. Kemudian menggamit lengan adiknya itu.Sandra mengangguk saja. Tak bisa membohongi hati, bila dia benar cemburu. Sandra pernah berpikir setelah kepergian Nisa dari hidup Ryan, wanita yang menjadi ibu kandung anak susunya itu tidak akan pernah muncul lagi. Namun kadang kenyataan tak sesuai dengan harapan. “Assalamualaikum,” sapa Salman mem

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Bab.42 Pernikahan Kedua

    Pernikahan Kedua“Yan, gimana perasaan kamu ketemu Lisa?”Seketika rasa legit itu menjelma jadi pahit. Ryan tercekat dengan pertanyaan Nisa. Untuk menjabarkan tentang perasaannya tidak akan mudah. Ada senang ada juga kecewa.Senang karena Ryan tak perlu jauh-jauh mencari keberadaan ibu susu Zora. Kecewa karena ternyata selama belasan tahun telah dibohongi oleh wanita bernama asli Sandra A. Hutama.“Entah.”“Harusnya dari dulu aku bilang sama kamu. Tapi setiap ingat kelakuan kalian... aku sedih, Yan. Kamu hampir tergoda.”Ryan mengaku salah. Dia pria normal yang butuh penyaluran hasrat. Ketika ada seorang wanita yang dengan sukarela menawarkan tubuhnya, dia pun tergoda. Beruntung waktu itu dia bisa menguasai diri. Dan lebih mujur karena saat itu Raya datang di waktu yang tepat.“Maafkan aku, Nis.”“Kamu enggak mau minta maaf karena menceraikan aku?”“Aku minta maaf untuk semua kesalahan yang pernah kulakukan. Aku minta maaf atas semua sakit hati dan kesulitan yang kamu rasakan. Aku mi

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Bab.41 Cinta Pertama Rey

    Cinta Pertama Rey“Eza, boleh kita ikut belajar bareng lu?” tanya Zora pada sang juara kelas. Mimpi apa Eza tadi malam, pagi-pagi sudah mendapati Zora dan Lani di depan pintu. Dia saja baru sampai, belum duduk belum ambil nafas. Ambil nafas sih jelas sudah, ada-asa saja Eza!“Boleh, ayo!” Eza sengaja menarik tangan Lani. Mau menarik tangan Zora, dia belum berani. Zora masih sedingin bongkahan gunung es. Sulit untuk menaklukkan hati Zora. Setidaknya begitulah pendapat Eza. “Bukan sekarang.” Zora masih berdiri di depan pintu. Baik Eza maupun Lani menoleh ke belakang. Lani bahkan sudah geregetan menghadapi tingkah Zora. “Kapan?” tanya Eza. “Maksudnya, kapan saja terserah kamu,” ralat pemuda itu cepat. Zora tersenyum canggung. Tujuan utama belajar bersama Eza bukanlah untuk memperbaiki nilai ulangan. Ada satu misi khusus yakni menyelidiki tentang kehidupan pribadi pemuda itu dan Mamanya yang bernama Elisa.Meski kemungkinannya sangat kecil, tapi Zora sangat berharap bahwa Eza adala

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Bab.40 Menuang Rindu

    Menuang Rindu“Sandra Aurelisa Hutama. Apa kabar kamu, sudah lama kita tidak berjumpa?”“Lisa?” tanya Ryan tak kalah kaget. “Kamu benar Lisa?”“Lisa?” Salman lebih kaget. Kejutan yang diberikan Nisa berkali lipat dari dugaannya. “Kalian mengenal adik saya?”Sandra menggigit bibir. Tak menyangka bahwa dia akan bertemu lagi dengan Nisa dan Ryan. Orang-orang yang ingin dia hindari justru datang tepat di hadapannya. Kebohongan yang dia rangkai dengan mulus untuk menutupi jati diri, bisa terkuak saat ini juga. Dia tidak mau terlihat buruk di mata Ryan.“Lisa, dia ini....” Penjelasan Ryan belum selesai.“Mitra bisnis Ryan,” potong Nisa cepat. “Sama seperti kita, Kak.”“Ya ampun, rupanya berkenalan dengan Anda membuka jalan untuk bertemu kembali dengan adik saya yang hilang.” Salman menjabat erat tangan Ryan. “Terima kasih....”Bila itu keinginan Nisa, maka Ryan akan ikuti permainan calon istrinya. Salman tidak boleh tahu bila adiknya ternyata seorang penipu. Paling tidak, begitulah yang ada

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Bab.39 Sandra A. Hutama

    Sandra A. HutamaJakarta, Maret 2022Lani bolak balik dari dalam kelas ke depan pintu. Di tangannya ada selembar kertas bertuliskan beberapa nama. Dia sudah mendapat beberapa kandidat saudara sepersusuan Zora.“Ada apa?” tanya Eza masih dari tempat duduknya di barisan bangku paling belakang.Lani hanya melebarkan kedua bibirnya membentuk senyum. Dia tidak ingin Eza tahu tentang misinya kali ini. Lani sedang main detektif-detektifan bersama Zora. “Enggak ada,” jawab Lani singkat. Dia berbalik lagi ke depan pintu.Melihat sekali lagi kertas di tangannya. Pada nomor tiga terdapat nama Eza. Jadi, tidak mungkin Lani akan membocorkan misi ini pada pemuda bertubuh tinggi itu.Tak jauh dari tempatnya berdiri, dua sosok pemuda yang sangat dia kenal berjalan bersisian. Kedua bersahabat itu memang terkenal solid. Di mana dan ke mana saja selalu bersama. Bukan bak pinang dibelah dua, wajah keduanya tidaklah mirip. “Ayang gue udah dateng?” tanya Damar saat melintas di depan Lani.Tak bersuara, L

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Bab.38 Hikmah dari Kepergian Nisa

    Hikmah dari Kepergian Nisa“Kamu yang khilaf. Kalau saya melakukannya dengan sadar.” Nisa sengaja memancing. Nah loh, rasakan itu Ryan.“Kenapa mau melakukan itu bersama saya?”“Terlambat sekali kamu baru menanyakan ini?”“Lebih baik terlambat daripada penasaran seumur hidup.”“Sudahlah, Yan. Aku mau pulang. Capek, ingin istirahat. Ingin tidur.” Nisa bergeser ke kiri, Ryan mengikuti. Nisa bergeser ke kanan, Ryan juga mengikuti. Begitu terus sampai lima kali.“Tolong minggir, aku mau lewat.”“Jawab dulu.”“Minggir.”“Jawab dulu. Kenapa tidak menghindar saat saya memulainya?”“Perlu dijawab, Yan?”“Harus.”“Seharusnya kamu bisa membaca jawabannya dari tatapan mata saya.”Tidak ada tulisan di mata indah itu. Lalu bagaimana Ryan bisa membaca tatapan mata Nisa. Seharusnya bisa. Jika menilik ke belakang, pada tahun-tahun yang telah berlalu. Ryan tidak pernah melihat Nisa menatap pria manapun dengan mata berbinar seperti tatapan wanita itu kepadanya.Ryan mendapat jawabannya. Dia tersenyu

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Bab.37 Rumah Rehabilitasi Jiwa

    Rumah Rehabilitasi Jiwa“Tapi bolehkah Kakak buat perhitungan dengan pria ini?” Salman menunjuk muka Ryan dengan sumpit yang dipegang.Ryan menyingkirkan tangan Salman dari depan mukanya. Enak saja main tunjuk-tunjuk. Ayo, kalau mau buat perhitungan, Ryan akan meladeni. Dengan suka hati, demi harga diri dan mantan yang sebentar lagi naik pangkat jadi calon.“Kak Salman?” ratap Nisa memohon. Jangan sampai ada pertumpahan darah di restoran milik Salman. Hal itu akan mengurangi kredibilitas, Nisa tidak ingin itu terjadi. Bisa berkurang jumlah pengunjung kalau terjadi huru-hara di tempat ini.“Pria ini yang sudah membuat kamu terluka?” Tatapan Salman tak lepas dari mata Ryan yang mulai berkobar.“Pria ini yang menelantarkan kamu?”“Pria ini yang membuat kamu jauh dari anak kamu sendiri?”“Hei...pria yang sudah menyakiti Nisa berkali-kali lipat, siap-siap dengan serangan saya.” Cerocos Salman tanpa memberi kesempatan Ryan untuk menyanggah.Ryan menyunggingkan senyum. Satu sudut bibirnya t

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Bab.36 De Javu

    De Javu“Tante Sandra....” Damar membuka pintu dan langsung menerobos masuk ke dalam rumah besar itu. “Tante di mana?”Dari belakang, Rey menimpuk kepala Damar dengan kantong plastik hitam berisi seragam pramukanya yang basah. “Masuk rumah orang itu pakai salam,” cibir Rey. “Ini mah asal nyelonong aja.”Damar mengelus kepalanya. Nasibnya sial karena punya teman macam Rey. Dia melayangkan tinju ke bahu Rey, tapi meleset. Pemuda itu mundur segesit anak panah.Rey berkelit saat Damar melakukan serangan balasan. Rey tertawa senang karena kepalan tangan Damar tidak mengenai dirinya. Bergegas dia lari ke belakang, tempat laundry tujuannya. Mencari asisten rumah tangga.“Jangan bilang Mama bajunya basah. Tolong langsung dicuci ya, Mbak.” Rey memberikan seragam kotornya pada asisten rumah tangga. Untungnya punya asisten rumah tangga yang umurnya tak terpaut jauh adalah, dia bisa diajak kerja sama. Mbak Asisten justru lebih pro pada Rey, padahal yang memberi upah tiap bulan nyonya rumah.“Si

  • ZORA Pupus Sebelum Mekar    Bab.35 Duda Meresahkan

    Duda Meresahkan“Mama lebih berat dari Zora waktu itu. Tapi Papa kuat gendong Mama.”Nisa menendang kaki Ryan. Tidak tahu malu! Lihatlah, Raya sedang menahan tawa. Dan muka Zora...?“Waktu kapan?” tanya Zora.Nah, loh waktu kapan tanya Zora. Jawab Ryan, jawab!“Di Puncak bukan?” sindir Raya. Kali ini dia tak dapat menahannya. “Nisa meriang sih, jadi enggak bisa main api unggun bareng teman-teman kita.”“Mama meriang kenapa?”Nisa tersenyum kecut. Dia melirik pada Raya dan Ryan bergantian. Di depan Zora lancang benar mereka membicarakan tentang hari itu. Nanti kalau Zora jadi ingin tahu lebih banyak, siapa yang menjawab coba?“Ayo naik ke punggung Papa.”Kesempatan langka. Sudah lama sekali dia tidak digendong Papa. Kalau tidak salah ingat mungkin terakhir kali digendong saat jatuh dari sepeda waktu kelas satu SMP.“Zora sama Mama berat siapa, Pa?”“Ya Papa enggak tahu kalau sekarang. Mama kan gendut sekarang.”“Mama enggak gendut kok.” Zora membela Mamanya. Faktanya begitu. Mama canti

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status