Tiga tahun berlalu sejak Juda melepaskan Danis dari hidupnya. Keadaan Juda sudah jauh lebih baik jika dibandingkan saat masa-masa patah hatinya begitu berat untuk dilewati.Di tiga minggu pertama patah hati, Juda mulai berubah dari sosoknya yang judes dan galak menjadi Juda yang pendiam dan murung. Bukan hanya disebabkan oleh patah hatinya karena Danis, tetapi juga masalah silih berganti berdatangan. Dampak dari viralnya video yang menunjukkan saat Juda ditampar dan dikatai "wanita jalang" oleh Renata.Hanya dalam beberapa jam saja, Juda mendapatkan banyak teror dari teman-teman SMA-nya. Mereka menghujat dengan sangat jahat. Mereka mencaci maki dengan begitu berani. Kali itu ketikan setiap orang jauh lebih tega dan kejam dibandingkan saat masalah Juda dengan Guntur dan Grita menyeruak. Mereka menyebut Juda memiliki fetish menghancurkan rumah tangga dan merebut suami orang. Tak ketinggalan pula orang-orang kantor Juda yang secara terang-terangan bicara di depan muka Juda untuk mengundu
Meninggalkan Jakarta untuk pergi ke Belanda bukanlah pilihan yang mudah bagi Juda. Saat pertama kali mendapatkan tawaran dari bosnya di kantor, untuk dipromosikan ke posisi yang lebih tinggi, tetapi ditempatkan di luar Jakarta, Juda sempat mengira ia akan dimutasi ke Bali. Namun, ternyata Juda akan ditempatkan di perusahaan utama yang bertempat di Rotterdam, Belanda. Juda sempat bertengkar dengan Haikal karena kakak laki-lakinya itu menuduh Juda sengaja pindah ke Belanda untuk mengejar Danis yang selama tiga tahun terakhir menjadi topik yang paling dihindari keluarganya. Jika dibilang sengaja ingin mengejar Danis, tentu itu tidak benar. Awalnya, Juda bahkan tidak langsung ingat bahwa Danis bekerja dan tinggal di Belanda, entah di kota mana, Juda tidak tahu. Juda mempertimbangkan tawaran itu karena memang sudah lama menunggu momen ia dipromosikan. Baru setelah Haikal menyinggungnya, Juda menjadi bimbang. Apakah pilihannya untuk pergi adalah pilihan yang tepat? Juda bisa saja membatal
Perjalanan menggunakan kereta intercity dari Stasiun Schipol ke Rotterdam Centraal yang merupakan stasiun utama di kota Rotterdam memakan waktu 47 menit. Juda memaksakan diri untuk tidur agar tidak harus membangun percakapan dengan Danis yang sejak tadi nampak sekali berusaha keras untuk mengajak Juda bicara. Dari Rotterdam Centraal, untuk menuju flat yang akan ditinggali Juda selama di sana, harus menggunakan taksi. Danis yang sudah belasan tahun tinggal di Belanda itu tampak begitu membaur dengan sekitar. Hanya Juda yang merasa sangat asing di tempatnya berdiri kini. Tadinya, Juda sudah berniat memisahkan diri dari Danis begitu turun dari kereta, tetapi Danis tidak membiarkan Juda pergi. Danis beralasan bahwa ia harus mengantarkan Juda sampai ke flat atas perintah atasannya di kantor. Selain untuk menjelaskan beberapa hal basic tentang transportasi yang harus dinaiki juga untuk ke kantor dan juga untuk bepergian ke tempat-tempat umum, Danis berkata bahwa ia takut Juda tersesat. J
Tiga hari yang Juda punya untuk mempersiapkan diri sebelum memulai hari pertamanya di kantor baru–kantor yang sama dengan kantor Danis–sudah habis. Juda menghabiskan tiga hari pertamanya di Rotterdam itu untuk menata kamar flatnya seperti dulu ia menata kamar kosnya agar terasa familier dan nyaman.Juda juga sudah berkenalan dengan tetangga-tetangga flatnya yang sebagian besar juga perantau dari luar Belanda. Yang cukup ramah kepada Juda ada dua orang. Kim, gadis manis dari Korea yang telah tinggal di flat itu nyaris dua tahun, sedang menempuh pendidikan S2, sekaligus bekerja paruh waktu sebagai pengasuh anak. Lalu satu orang lagi bernama Nic, laki-laki tinggi bongsor dari Inggris yang ternyata satu kantor dengan Juda, tetapi masih pegawai magang dan berbeda divisi dari Juda.Mengetahui kalau Juda adalah pegawai baru, Nic dengan baik hati mengajaknya berangkat bersama menaiki tram. Hari sebelumnya, Nic juga sudah mengajaknya berkeliling kota untuk beradaptasi. Juda benar-benar bersyuk
Juda beruntung karena di kantornya mewajibkan para pegawai bicara menggunakan Bahasa Inggris jika sedang membahas pekerjaan sehingga Juda bisa dengan cepat beradaptasi dengan rekan-rekan kerja sekantornya. Sudah satu minggu Juda menempati posisi barunya sebagai manager pemasaran. Tantangan yang cukup sulit, terutama karena ini pertama kalinya ia menduduki jabatan yang cukup tinggi dan langsung berhadapan dengan orang-orang asing dari berbagai negara. Sejauh ini, Juda belum begitu banyak menemui kesulitan yang membuatnya stres, kecuali keberadaan Danis yang setiap jam makan siang selalu tiba-tiba muncul di ruangan Juda. “Can you stop doing this?” “I’m just trying to be nice.” “To be nice?” Juda mendecih. “Dengan membuat orang-orang di kantor mulai curiga soal kita karena kamu terlalu sering datang ke ruanganku, itu yang kamu sebut mencoba bersikap baik?” “Then, let them be. Kita cuma bernapas aja orang-orang bisa curiga sama kita kok,” tukas Danis dengan enteng sekali. Juda menut
Danis tidak lagi mengganggu Juda setelah penolakan telak yang dilontarkan Juda siang itu. Dan itu sudah lewat tiga bulan yang lalu.Awalnya, Danis pikir Juda hanya bertindak berdasarkan emosi yang saat itu sedang menguasai, sehingga Danis membiarkan dirinya mundur. Mengalah. Memberikan Juda waktu lebih banyak.Sayangnya, Juda tidak membutuhkan waktu. Juda tidak sedang menunggu Danis datang lagi, untuk memohon dan mengemis kesempatan terakhir. Sebab, Juda benar-benar serius tentang ucapannya. Tidak lagi tersisa kesempatan. Karena Danis yang sudah membuang kesempatan itu dan menukarnya dengan kesia-siaan."Lo kapan kawinnya, sih? Biar gue bisa balik ke Jakarta," tanya Danis saat Martin menelepon suatu malam."PMS lo? Sewot amat," sindir Martin saat mendengar suara sinis Danis. "Kalau kawin kan gue udah sering, nikah ya aja yang belom," sambungnya."Gue serius, Tin. Gue kayaknya mau balik ke Jakarta dalam waktu dekat," desah Danis."Ngapain? Jangan bilang lo serius mempertimbangkan buat
Juda bukannya tidak sadar Danis mulai mendekatinya lagi sejak beberapa minggu yang lalu. Memang tidak secara blak-blakan seperti saat awal-awal Juda pindah. Dimulai sejak Danis mulai membelikannya kopi, memberikan ucapan-ucapan penyemangat untuk menjalani hari, mengajak Juda mengobrol ringan di dalam lift, dan masih banyak lagi. Danis bersikap lebih sopan, seperti seorang gentleman.Dan hari ini, Danis mulai menaikkan level. Sebelum Juda keluar dari lift saat tiba di lantai 21, Danis berkata, "Ju, nanti makan siang bareng aku, mau?"Jawaban Juda tidak. Karena ia sudah ada agenda bersama Jason untuk bertemu klien sekalian makan siang. Seandainya tidak ada agenda apa-apa pun Juda tetap akan menolak. Menerima pemberian kopi dari Danis dan mengobrol dengan laki-laki itu di dalam lift adalah hal yang tidak bisa Juda hindari karena Danis selalu melakukannya di depan banyak orang. Menolak pemberian Danis hanya akan membuat Juda dipandang buruk orang-orang. Itu tidak bagus untuk image Juda di
Meski sudah begitu yakin akan sanggup menerima penolakan demi penolakan Juda, nyatanya ada masa-masa di mana Danis ingin menyerah saja. Sulit sekali menembus tembok pertahanan yang Juda bangun. Enam bulan sudah kembali terlewati dan Danis belum menghasilkan apa-apa. Itu artinya sudah sembilan bulan lamanya Juda bekerja di kantor yang sama dengan Danis. Sudah nyaris setahun sejak Danis bisa berada dekat sekali dengan Juda. Tetapi masih juga tak tergapai sosoknya. "I'm so done. Gue mau nyerah aja." Nyaris setiap bulan Danis akan mengeluh demikian kepada Martin yang hanya tertawa-tawa melihat penderitaan Danis. Sebenarnya, ada juga masa-masa di mana Juda terlihat mulai membuka diri. Terhitung sudah tiga kali Juda mau diajak makan siang. Itu pun tampaknya Juda merasa kasihan kepada Danis yang belum juga menyerah mendekati Juda. Danis seperti termakan omongannya sendiri ketika berkata tak ingin dikasihani. Nyatanya, saat Juda menunjukkan respons positif bahkan sekadar mengasihani, Danis