Beranda / Romansa / Yuk, Nikah! / Menggagalkan Aksi Nembak

Share

Menggagalkan Aksi Nembak

Penulis: Renti Sucia
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-30 15:20:16

Seberapa keras mencoba tancap gas, keduanya tak terlihat lagi. Jadi, bekalku kali ini hanyalah berdasarkan informasi yang kudapat dari Cing Romlah beberapa saat lalu.

Begini alasan aku tertinggal.

“Aduh, kenapa pula ini motor susah nyala!” Penuh emosi aku pencet starter kuat-kuat. Sayang, motor yang baru saja kubayar pajaknya ini masih belum menyala.

Sial!

Lagi, aku mengumpat tak sopan. Andai ada bapak atau ibu di sini, sudah pasti habislah aku dipukul sendal oleh mereka.

Aduh, maklum saja, aku sedang terburu-buru mau menyusul Vivi. Tak enak hati rasanya, dan aku juga sangat tidak rela. Tidak sedikitpun!

“Heh, Gam, mau ke mana rusuh amat?” Suara lantang itu terdengar dari arah teras. Siapa lagi kalau bukan Cing Romlah.

“Mau susul Vivi!” sahutku agak kesal. Ya, bayangkan saja kenapa aku sampai kesal begini? Sudah tahu motor susah menyala, malah tanya hal yang kuyakin pasti Encing tahu.

Jemariku berhenti menstarter. Gegas pasang standar dua, kemudian menyalakan motor dengan cara manual
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Yuk, Nikah!   Jadi, Kita Jadian?

    “Vi! Vivi!” Bahkan teriakan yang menggema itu tak aku gubris sama sekali.Dengan wajah datar, aku mencoba fokus berjalan mengelilingi pagar pembatas untuk mencari jalan keluar. Vivi membisik, malu katanya. Setidaknya aku merubah posisi pangkuan.Ah, aku lupa. Seolah tersadar dari perilaku tak terkontrolku, segera aku berhenti sejenak. Menurunkan Vivi, kemudian berganti dengan genggaman tangan. Kupegang erat-erat takut dia kabur.Sorakan di samping kami terdengar semakin bergejolak. Aneh, orang-orang yang ada di sini begitu bersemangat, tak sayang energi apa? Dari tadi cuit-cuit terus.Kupercepat langkah, rasanya tak tahan dengan gurauan mereka. Jangan tanya lagi bagaimana perasaanku saat ini. Pastinya bahagia, dag dig dug tak karuan. Sumpah, puas sekali setelah berhasil menggagalkan acara nembak barusan.Andaikan di sini tidak sedang ramai. Andai saja hanya ada Vivi dan kami duduk berhadapan di tempat sepi, mungkin detak jantungku yang entah bagaimana kondisinya saat ini pasti terdeng

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-02
  • Yuk, Nikah!   Hubungan Rahasia

    Masih tak percaya bahwa aku telah memacari anak ibu kost, berkali-kali kutampar pipi sendiri di kamar mandi, tapat menghadap cermin. “Aduh, sakit! Berarti bukan mimpi? Mati aku!”Bagai orang kurang waras, aku bermonolog sendiri. Demi apa pun, hingga saat sekarang semua seperti sebuah mimpi semata, tetapi lagi-lagi semua pikiran itu dipatahkan oleh kenyataan yang lumayan memberatkan pikiran.Sepulang dari menjemput paksa Vivi dan kami membuat komitmen bersama, yang kulakukan sekarang hanyalah bisa menyesali itu semua sambil mengguyur diri dengan gayung berisi air di kamar mandi.Sebelumnya di kafe, aku dan Vivi telah sepakat akan menjalani kisah cinta yang baru kami jalani dengan rahasia. Bukan apa, aku sungguh belum siap jika Nyak Marni tahu tentang hubungan ini. Juga yang lebih menakutkan untukku sekarang adalah ... Fadlan. Bodoh sekali tadi sore aku begitu lupa akan sosok sahabatku yang juga mencintai Vivi. Saran dari Sela, akhirnya aku lakukan. Aku mengkhianati sahabatku diam-dia

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-07
  • Yuk, Nikah!   Sembunyi-sembunyi

    “Agam?! Tega, amat ngerebut Vivi dariku! Padahal sudab kupercayakan dia padamu, kenapa malah dia kamu curi dariku! Dasar teman makan teman!”Fadlan terlihat begitu marah. Ia berlari ke arahku dengan tangan yang telah terkepal kuat “Lan! Lan! Ampun, Lan! Bukan maksudku—” BUAKH!“Alah, persetan! Pengkhianat! Mati aja!”Aku berusaha menutupi wajahku yang kini jadi sasaran bogem mentah Fadlan. Tidak! Jangan pukul lagi! Kumohon!“Fadlan! Fadlan maafkan aku—”Seketika momen menegangkan itu lenyap ketika sepasang mata ini terbelalak lebar.Deg!“Astagfirullah. Ternyata hanya mimpi.”Kuelus dada yang gemuruhnya masih saja terasa. Peluhku bercucuran mulai dari dahi hingga dagu. Ada rasa yang kurang enak setelah mimpi itu hadir dalam tidur.Kehadirannya dalam mimpi apakah sebuah tanda jika kesalahanku memang fatal? Demi apa pun, sekarang aku takut. Takut jika suatu waktu hal ini bisa menghancurkan persahabatan kami.Bangkit dari posisi rebahan. Kulirik jam ternyata sudah hampir subuh. Kali in

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-10
  • Yuk, Nikah!   Menjemput Nyak Marni

    Mendengar beberapa suara mendekat ke arah kami, aku yang sedang merasakan debaran hati dari dekapan kecil Vivi, segera melepas pegangan tangannya dan segera bergeser agak menjauh.Benar saja ada beberapa orang datang, mereka penghuni kosan sini yang pastinya baru pulang dari masjid. Terlihat dari masih lengkapnya mereka memakai sarung plus peci.Vivi bedeham kecil, merapikan anak rambutnya dengan tangan dan mundur ke sampingku, memberi jalan pada yang akan lewat.“Weh, Gam, mau ke mana subuh-subuh udah mau cabut aja?” Bang Agus bertanya, sebagian ikut menghentikan langkah, sebagian lagi permisi lewat begitu saja.“Ini, Bang. Nyak Marni minta dijemput. Hari ini pulang,” jawabku jujur.Bang Agus mangut-mangut serius.“Oh, begitu. Ya sudah kalau begitu hati-hati di jalan. Saya ke belakang duluan,” ucapnya kemudian beranjak. Aku hanya mengangguk seraya mengucap terima kasih.Kulihat punggung mereka mulai menghilang dari pandangan. Kembali aku menatap mata Vivi.“Untung enggak ketahuan mer

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-12
  • Yuk, Nikah!   Pendapat Nyak Marni

    “Nyaak!” Vivi berlari ketika sudah melihat Nyak Marni dari kejauhan. Bagai kucing melihat majikan, ia begitu amat senang. Melompat ke dalam pangkuan memeluk penuh rindu.Aku menyusul di belakangnya. Nyak Marni tampak semakin berisi saja sepulang dari rumah saudara jauhnya itu. Aku jamin di sana pasti sangat subur makanan.Vivi melepas pelukannya ketika aku sudah tiba di hadapan mereka.“Nyak, maaf telat.” Aku menyalami tangannya sebagai sambutan selamat datang sekaligus meminta maaf.“Iya, bikin emosi lu, Gam. Padahal gue udah hubungin sebelim azan subuh, bisa-bisanya telat begini.” Nyak Marni memasang muka masam.Sungguh. Tak enak sekali rasanya diomeli begini, tetapi aku juga tak bisa membantah karena memang di sini aku yang salah.“Udah Nyak, jangan diomelin. Udah bagus masih jemput. Lagian, Bang Agam telat gara-gara Vivi mau ikut,” bela Vivi.Aku sangat tersentuh karena ia membelaku, meski sebenarnya dia tak perlu mengatakan itu hanya demi melindungiku dari ocehan ibunya yang agak

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-13
  • Yuk, Nikah!   Pasar Malam

    Akhir pekan adalah waktu paling sempurna untuk memanjakan diri. Meski sejatinya diri ini tukang ngurung diri di kamar kosan, ingin juga merasakan kesibukan lain selain bekerja.Setelah misi penjemputan Nyak Marni selesai, aku dan Vivi niatnya mau jalan-jalan weekend berdua. Angap saja ngedate.Masalahnya, mau izin Nyak Marni malah tidur. Karena takut kena sumpah ini itu, akhirnya kubatalkan lah itu rencana sampai Nyak Marni bangun dari tidurnya.Eh, si Vivi malah merajuk seperti anak kecil. Dia bilang akan marah kalau aku tak pergi saat itu.“Abang ih ayo pergi. Biarin, deh Enyak istirahat. Kita pergi aja, nanti izinnya pas pulang,” rengeknya seraya menarik-narik lenganku kuat.Astagfirullah maksa.Daripada dia ngambek terus, akhirnya aku turuti kemauannya. Meski sudah kuprediksi nanti Nyak Marni akan sangat marah padaku. Baiklah, aku akan pikirkan itu nanti.Kapan lagi bisa jalan begini? Besok aku sudah masuk kerja lagi, sibuk lagi. Vivi pasti lebih kecewa.“Kita perginya pakai motor

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-14
  • Yuk, Nikah!   Kilatan Mata Vivi

    Mentari mulai menyusutkan cahayanya ketika ia mulai tenggelam ke ufuk barat bersama arakan awan kelabu diterpa angin.Dalam cuaca ini, hatiku mengambang di atas bahagia yang sesungguhnya. Bergandengan tangan dengan kekasih hati mengitari lapangan luas yang penuh pengunjung bak lautan manusia.Lelah tak dirasa, keringat basah tak pernah membuat aku berhenti berlari ke sana ke mari. Kami lepas, tertawa renyah bersama, tersenyum malu-malu kala mata kami saling bertemu di momen manis tertentu, mencoba berbagai wahana yang ada, membuat banyak kenangan indah yang pasti tak akan bisa kulupa dengan mudah.“Mulai hari ini panggil Vivi begitu terus, ya?” ucapnya membuka kembali percakapan setelah kami duduk sambil memakan es krim.Dahiku mengerut.“Susah, Vi. Itu cuma keluar di momen tertentu,” sahutku seraya menggigit cone es krim yang dipegang.“Ih!” dengkusnya menyenggol keras. Membuat es krim yang belum tandas jatuh.Aku menganga di tempat, tak bisa lepas pandangan pada makanan enak itu di

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-14
  • Yuk, Nikah!   Batal Ditinggal

    Sudah siap-siap dengan merangkai kalimat bujukan dalam otak, Vivi malah memalingkan muka sambil menunjuk tukang penjual permen kapas tadi.“Mau itu juga!” rajuknya. Antara gemas dan merasa lucu, aku mencoba bertahan untuk tidak tertawa.“Iya, dibeliin. Tapi jangan cemberut, ya, jelek.” Kuacak rambutnya sekali, ia langsung menepis kasar. Ya, sudah aku tak masalah. “Mau ikut ke sana atau nunggu di sini?” tanyaku kemudian.“Tunggu di sini aja. Di sana pasti gerah, keliatan sesak gitu,” jawab Vivi masih dengan nada jutek. Ya, ampun. Setelah jadi pacar, dia mudah sekali marah. Dasar si perasa manja.“Abang masih suka dia, kan?”Langkahku terhenti ketika Vivi bertanya demikian. Bersamaan dengan itu ponselku berbunyi, tanda notifikasi pesan masuk.“Jangan ngadi-ngadi. Enggak, lah,” sangkalku jujur. Memang kenyataannya begitu, ya meski sedikit ada rasa senang sekaligus sedih kalau bertemu seperti tadi.Aku berucap sambil membuka pesan.Clara. Dahiku mengerut melihat namanya terpampang di laya

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-15

Bab terbaru

  • Yuk, Nikah!   End Episode

    “Agam! Agam!”Mata ini terbuka lebar kala bapak memanggil dengan hebohnya. Aduh, padahal aku sedang enak-enaknya tidur siang di kursi teras yang memanjang, sambil merasakan desiran angin sepoi-sepoi. Malah terganggu.“Apa, sih, Pak? Teriak-teriak gitu.” Aku terpaksa bangun meski mata masih terasa lengket.Bapak muncul di ambang pintu. Dan kami akhirnya bertemu mata.“Owalah, di sini toh kamu. Dicariin juga!” ucap bapak menggerutu. Lantas mendekatiku. Di tangannya tersampir baju batik berwarna dasar abu-abu.Bapak mendorongku agar bisa sedikit bergeser. Lalu, ia duduk tepat di sampingku. Sementara diri ini masih saja mengucek mata, mengusir kantuk yang mendera.“Ada apa, Pak? Lagi enak-enaknya tidur malah gangguin. Enggak seru,” ujarku protes.“Sera seru, sera seru! Ini, batiknya udah jadi. Coba dulu, siapa tahu kurang pas, jadi bisa cepet-cepet diperbaiki lagi. Ini malah enak-enakan tidur. Udah tahu kita lagi sibuk buat acara lamaran besok. Mepet ini, Gam.”Bapak kalau sudah menghadap

  • Yuk, Nikah!   POV Fadlan (Keputusan Akhir)

    Langit sudah mulai menguning, menampakkan warna-warna cantiknya di atas sana. Aku terdiam berdiri menghadap jendela.Dalam diamku, telintas gambaran Agam. Kenangan bersamanya saat dulu tinggal bersama di kosan nyak Marni kembali terkorek.Mata ini terpejam kala canda tawanya terngiang-ngiang di telinga.Ada suatu rasa bahagia sekaligus sedih merayapi dinding hati tanpa alasan. Dia pergi begitu harusnya aku senang, kan? Lantas, mengapa malah rasanya semakin menyiksa.“Apa salahku, Gam? Sampai kamu sudah tak ada pun, kamu tetap memberi luka lagi dan lagi,” teriakku menggila.Sial!Kepergiannya malah membuat sebagian dari diriku saling menyalahkan. Seperti akulah orang yang telah membuatnya angkat kaki dari tempat itu. Aku orangnya!“Aaargh! Kenapa, sih nggak ngilang aja sekalian! Mat—” Ucapanku menggantung di udara kala menyadari jika hampir saja diri ini mengucap doa buruk.Astagfirullah. Kulemparkan diri pada kasur besar ini, menutup wajah, merasakan sesal karena bisa-bisanya aku meny

  • Yuk, Nikah!   POV Fadlan (Oh Ternyata)

    Hari demi hari berlalu begitu saja, tetapi segunduk nyeri di hati ini tak kunjung mereda. Mengingat kembali pengkhianatan sahabatku Agam, ingin sekali aku menyayat diri dengan pisau tajam.Sayangnya aku tak cukup berani untuk melakukan itu.Jika disuruh untuk jujur, aku tak sepenuhnya menyalahkan Agam. Aku juga salah karena telah jatuh cinta dengan mudahnya pada anak nyak Marni tanpa pernah berpikir sekalipun kalau akan ada saat-saat di mana rasa sayang bak saudara itu akan berubah menjadi rasa sayang antara laki-laki dan perempuan.Ya, aku yang terlalu bodoh.Aku tahu Agam tak pernah menginginkan semua terjadi. Aku yakin dia mencoba menolak rasa yang perlahan hadir di hatinya. Akan tetapi, sepertinya aku terlalu lama pergi, sehingga dia tak lagi sanggup menahan rasa yang telah berakar kuat tanpa ia sadari sendiri.“Sial, memang!” umpatku sengaja. Kini, aku sedang menatap tembok bercat putih bersih di kamar. Kacau.Sekelebat bayangan Vivi yang menolakku mentah-mentah beberapa waktu la

  • Yuk, Nikah!   Rencana Bapak

    Pagi menyapa dengan dinginnya. Ketika mentari masih bersembunyi di balik awan, keluargaku sudah mengintrogasi diri ini. Menanyakan alasan kepulanganku yang super mendadak ini. Untungnya mereka percaya saat mulutku berkata pulang demi ingin memulihan diri. Mereka malah mendukung seratus persen.Yah, meski bukan pemulihan diri asli, tapi pmulihan hati lebih tepatnya.***Aku masih berjibaku di halaman belakang. Sedang mencabut singkong yang ditanam bapak. Ceritanya mau makan sup singkong buatan ibu.Hampir sepuluh tahun tinggal di kota, aku sampai lupa bagaimana caranya mencabut singkong yang baik dan benar. Dua kali terjungkal rasanya telah menjadi hal wajar ketika gagal mencabutnya, kan?Setelah banyak menghabiskan tenaga, akhirnya singkong yang kumau didapat juga. Lihatlah, tubuh ini basah oleh keringat. Ibu sampai geleng-geleng sambil tertawa melihat diri ini yang merosot ke lantai usai menyerahkan singkong-singkong itu ke tangannya.Ah, yang benar saja. Cabut satu pohon singkong be

  • Yuk, Nikah!   Tangisan Penyesalan

    Baru saja kulihat langit gelap gulita mengelilingi diriku, mengapa dalam sekejap mata mentari naik membakar kepala?Anehnya ini bukan di bus atau jalanan kota.Gunung! Aku berada di puncak gunung.Apakah ini mimpi? Tapi, terpaan angin menggelisir di atas kulit terasa nyata. Dingin.“Abang jahat.”Deg!Aku terperanjat mendengar suara Vivi yang terdengar begitu serak. Ketika mata ini memindai seluruh tempat yang terjangkau, tampak sosoknya di kejauhan sana, menatap dengan mata yang banjir air mata.“Vivi?” Aku berlari ke arahnya.“Abang jahat.” Lagi-lagi rutukkan itu yang terdengar.“Vivi! Tunggu!” Dia berbalik, pergi meninggalkanku di sini. Di tengah rimbunan pohon yang meninggi dengan sendirinya.Aku menoleh ke kiri dan kanan. Kaget dengan situasi aneh ini. Apa-apaan semua?! Aku mundur terlampau takut.“Mas, Mas,” seru suara laki-laki mengalihkan perhatian.Seketika pemandangan menyeramkan itu lenyap, berganti dengan pemandangan dalam bus yang penumpangnya sudah turun. Tak jauh dariku

  • Yuk, Nikah!   Pulang Kampung

    Malam semakin larut, jalanan sudah mulai macet. Lampu-lampu menguning sebagai penerangan jalan di dekatku mencetak dua buah bayangan di bawah kaki.Aku dan Vivi.Di antara kebisingan kota kini. Kami berdua hanyut dalam kesedihan yang teramat dalam.Kubenarkan anak-anak rambutnya yang telah basah menempel di pipi. Dengan mati-matian diri ini menahan air mata yang sudah menumpuk di ujung mata. Merasakan kembali betapa pedihnya perpisahan.Dan baru aku tahu jika perpisahan karena terhalang restu ini lebih menyakitkan daripada berpisah karena dikhianati seperti yang dilakukan Gina dulu.“Bang, jangan tinggalin Vivi. Abang udah janji, plis,” rengeknya begitu erat merangkul tanganku.Berkali-kali kucoba lepas, ia kembali merangkulnya tak peduli nyak Marni sudah begitu murka. Vivi seakan tak melihat keberadaannya. Dia hanya fokus padaku. Mencegah agar diri ini tak pergi.Sementara aku hanya diam mematung. Tak kurespon ucapan juga rengekan itu. “Ayo pergi aja. Kita nikah. Abang janji, kan ma

  • Yuk, Nikah!   Ayo Putus

    Kawin lari? Oh, tidak. Ini sama saja dengan kami memukul genderang perang, menantang. Dan aku sungguh tak menginginkan perang itu terjadi.“Apa?! Apa lu bilang? Ka-kawin?!”Sayangnya kemarahan nyak Marni telah meledak bahkan ketika aku belum menolak ajakan Vivi itu.Bugh! Bugh!“Aw, Nyak! Nyak sakit!” pekikku setelah gagang sapu yang dipegang nyak Marni mendarat beberapa kali di kepala.Karena gagangnya panjang, jadi dengan mudah memukulku. Akan tetapi, aku berusaha menghindarinya sebisa mungkin. Berlari, mondar-mandir, bahkan berjongkok dan melompat demi melindungi kepala ini. Kepala yang sudah mau meledak karena mumet.“Aduh, Enyaak!” Vivi mencoba menghalangi, merentangkan kedua tangannya.Nyak Marni sempat berhenti sekejap. Namun aku tahu itu tak membuat kemarahannya reda. Malah yang ada lebih membara lagi.“Lu mau dipukul juga?! Hah!” Nyak Marni segera mengangkat sapu itu ke udara. Gegas aku mengangkat tangan, niatnya ingin menangkap gagang itu.Akh! Tak tahan rasanya! Aku ingin s

  • Yuk, Nikah!   Diajak Kawin Lari

    Semesta telah menentang, apakah aku punya hak untuk menyalahkan semua kepada-Nya?Astagfirullah ....Dari sekian banyaknya hal yang membuatku marah, kecewa, sedih, juga menyesal, mengapa aku sampai berfikir untuk menyalahkan Sang Pencipta?Kuhela napas berat, menyesali hal yang baru saja kulakukan.“Bodoh, kamu bodoh, Gam,” gumamku seraya menggusur koper berisi pakaian juga dokumen penting lainnya.“Pergi aja, enggak usah lirik kiri, lirik kanan. Vivi dikurung sama enyak, jangan harap bisa melihatnya,” lanjutku murung.Saat ini diriku masih berdiri tegap di ujung jalan, memerhatikan pagar yang menutup sedih. Aku sedang menunggu angkot di sini.Namun, tak lama pagar terbuka. Aku tak menyangka Vivi keluar dengan membawa ... tas besar? Untuk apa itu semua?Dia berlari ke arahku.“Vivi?!” Refleks diri ini juga menyambut kedatangannya.“Abaang.” Ia merangkul lenganku dengan tangis kecil yang memenuhi telinga.Kutarik kedua bahunya dengan perasaan kaget luar biasa.“Kenapa kamu keluar? Nant

  • Yuk, Nikah!   Kerasnya Hati Nyak Marni

    Aku telah mengecewakan orang-orang yang menyayangiku, dan mereka akhirnya satu-persatu memilih membenci diri ini, lalu pergi meninggalkan tanpa ragu.“Putusin anak gue, dan jangan harap elu bisa masuk ke kehidupan kami lagi. Pergi lu dari sini.”Deg!Aku terpaku ketika akhirnya kata yang amat paling kutakuti keluar juga dari mulut nyak Marni.Pagi ini aku sudah dibuat gila dengan kepergiannya orang-orang yang aku sayang.Apa ini? Mengapa jadi begini?Mengapa mencintai satu perempuan muda saja sampai menghancurkan setengah dari hidupku, juga hidup orang lain?Apakah ini hukuman dari Yang Maha Kuasa karena aku melanggar janji kepada Fadlan? Ataukah ini karma karena aku melanggar janji kepada nyak Marni untuk tidak memacari putrinya?Astagfirullah ... jika ini terjadi sebagai bentuk ujian dari-Mu, hamba ikhlas. Namun, hamba mohon, jangan sampai Fadlan atau nyak Marni terus menutup hatinya dan terus marah sepanjang waktu. Jika berpisah dengan Vivi adalah jalan satu-satunya agar hamba mend

DMCA.com Protection Status