Share

First Kiss

Penulis: Renti Sucia
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-30 07:42:30

Rintikkan hujan membuatku semakin malas untuk keluar, akhirnya yang terjadi adalah hanya duduk diam dalam mobil, memerhatikan ribuan atau mungkin jutaan rintikkan dari langit membasahi jendela depan. Lalu, selama beberapa menit aku menunggu Vivi kembali dari masjid.

Cuaca ini mengingatkanku kembali pada Vivi beberapa waktu lalu. Dia rela hujan-hujanan hanya demi menunggu. Betapa bodoh kelakuannya itu. Padahal, jelas sekali dia itu takut guntur, bisa-bisanya mengujiku dengan cara begitu. Lihat saja sekarang, penyesalan yang harusnya tak perlu ada tertanam jauh dalam lubuk hatiku.

Dan karena alasan inilah aku ada di sini hari ini. Karenanya aku menjanjikan tiga hari untuk membuatnya bahagia. Karenanya pula aku ... terus kepikiran tentangnya. Tentang banyak hal. Ini dan itu. Bertanya pada diri sendiri apa iya aku juga mulai memiliki sedikit rasa lain selain rasa antar saudara.

Semoga saja tidak. Celaka jika iya.

***

Tak terlalu lama aku menunggu, Vivi

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Yuk, Nikah!   Penyesalan Terdalam

    Masih tenggelam dalam imajinasi liar yang semakin dirasa semakin membara, akhirnya aku mencoba menyadarkan diri walau sulit.Ciuman yang bisa dikatakan sebagai ciuman maut ini akhirnya aku akhiri dengan paksa setelah bayang-bayang kata dosa berputar di pikiran.‘Astagfirullah! Apa yang aku lakukan barusan?'Kutahan kedua bahu Vivi, dan segera melepas cengkraman kuatnya pada kemeja ini. Ia masih terpejam, mungkin masih terperangkap dalam sensasinya sendiri. Sementara aku hanya menatap diam, masih di depannya, mematung bak orang bodoh yang lose control dengan jantung yang masih berdetak kencang tak berirama.Tak lama sepasang mata Vivi berkedip-kedip pelan dan terbuka. Masih dengan nafas yang terengah dan tampak memburu, gadis di hadapanku ini menatap dengan binar cerah. Sepertinya dia bahagia sekali setelah mencuri ciuman pertamaku. Parah.Segera setelahnya aku tersadar penuh. Memundurkan tubuh, menjauhi Vivi. Debaran jantung masih terasa, tet

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-01
  • Yuk, Nikah!   Salah Tingkah

    Usai melaksanakan salat dan memeohon ampun atas dosa yang baru saja kuperbuat, diri ini merebahkan diri di ranjang, berharap bisa terlelap lalu terbangun keesokan harinya tanpa ingat lagi kejadian beberapa belas menit lalu.Sayangnya, untuk bisa terlelap dan tenggelam dalam mimpi malam, bagiku ini begitu sulit. Mataku masih saja terbuka padahal perih sudah dirasa.Bayangan wajah Vivi di langit-langit kamar tergambar begitu jelas, membuat aku sangat frustrasi berat.“Tidur, Gam ... tidur!” Aku sampai bermonolog sendiri saking merasa hampir gila tak bisa menghentikan bayangan sosok Vivi.Bukannya berhenti, yang ada malah semakin menjadi, membuat debar jantungku tak juga mau berhenti berdentum tak karuan. Heran.Kepalaku terasa pening, hidung terasa terbakar. Sepertinya diserang gejala flu. Daripada nanti berkepanjangan dan sakit, aku menelan pil pereda sakit sakit kepala, berharap sakitnya segera hilang.Selang beberapa belas menit

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-03
  • Yuk, Nikah!   Masih Sok Jaim

    Waktu berlalu begitu saja. Terbuang sia-sia hanya karena memikirkan bagaimana cara kembali untuk mengambil kendaraan roda dua yang kupunya, sementara di sisi lain aku juga ingin menyelamatkan harga diri. Kalau balik lagi setelah berusaha kabur tadi dari hadapan Vivi, alamat diolok olehnya.“Ck. Coba lihat, udah jam berapa ini?” keluhku saat melihat jam di tangan.Kepalaku celingukan, kemudian berhenti ketika melihat mentari semakin berangsur naik memperlihatkan cahayanya di langit.Oh, shit! Ini sudah terlalu siang. Kembali mengambil motor hanya akan semakin cepat mempersingkat waktu. Sebaiknya aku pergi tanpa si merah.Dengan kesal aku berbalik pergi. Memutuskan mengambil jalan tengah dari pada malu saat bertemu Vivi. Kuputuskan naik angkutan umum saja.Meski begitu, tak dapat kupungkiri kemarahan Pak Wahyu akibat telat datang ke kantor. Ocehan demi ocehan kudengar tanpa boleh sepatah kata pun kupotong. Jika itu terjadi, maka Pak

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-11
  • Yuk, Nikah!   Aku Salah

    “Abang jahat,” ucap Vivi pelan, amat pelan. Kalimat yang dia lontarkan barusan terdengar seperti ucapan yang berusaha diredam, tetapi keluar begitu saja. Dan ... entah mengapa hatiku berdenyut nyeri mendengarnya.Aku terpaku di tempat, menatap Vivi dengan hampir tak berkedip. Ucapan yang terkesan merutuk itu sangat membebaniku.“Seharam itu, ya mencintai Abang? Sampe tega bohong pacaran sama Kak Sela?” Dia menembakkan lagi satu pertanyaan yang nyelekit. Kali ini matanya telah berkaca.Aku terkejut, ternyata dugaanku benar tentang dia yang mendengar ucapan Sela tadi. Akh, sial. Terbongkar juga akhirnya kebohonganku. Jadi, benar ternyata pepatah soal bangkai yang disembunyikan lama-lama akan tercium itu ada.Paling malas kalau sudah begini, aku yang sudah ketahuan bohong, tak mampu meminta maaf, pula. Parah banget. Bukannya ngomong dengan berani, aku malah mematung bagai orang terbodoh di muka bumi saat perempuan muda di hadapanku me

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-18
  • Yuk, Nikah!   Diblokir

    Hari mulai gelap, tetapi aku masih berjibaku dengan map-map berisi dokumen yang masih belum selesai dikerjakan.Harusnya dua jam lalu aku sudah pulang, tapi lihat saja sendiri seberapa banyak tumpukkan tugas yang wajib selesai hari ini.Berkat adanya keterlambatan salah satu karyawan pagi ini, akhirnya aku harus lembur.Tak apa, jarang-jarang dapat lembur lagi. Mending begini, daripada di kosan, sendirian, tak ad aaktivitas berarti. Yang ada malah dijudesin si Vivi.Hubungan di antara kami sejak hari ia mengetahui kebohonganku pun akhirnya renggang. Benar-benar sudah macam musuh saja. Setiap kali bertatap muka tanpa sengaja, kami menghindar satu sama lain. Dia marah, sementara aku ... malu.“Gam, ini yang terakhir. Selamat lembur, ya. Aku pulang duluan, bye ....”Sela langsung pergi setelah menyimpan map kuning di atas mejaku. Tanpa perasaan bilang bye segala. Mau manas-manasin, apa? Atau mau mengolok?Kulihat jam di tanga

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-22
  • Yuk, Nikah!   Tak Bisa Lagi Mengelak

    Perut kenyang, tapi hati tidak tenang. Setelah mengetahui kenyataan bahwa Vivi benar-benar memblokir nomorku, hatiku dirundung nyeri tanpa alasan.Masih berada di balik tembok, aku membuang napas secara kasar, tetapi pelan. Menatap pesan chat yang masih centang satu abu-abu.“Oh, ya? Ha ha ha.”Bahkan terdengar tawanya begitu kencang seolah ia begitu bahagia bercakap dengan seorang laki-laki yang tak kutahu siapa itu. Mungkin Rama. Sebab yang kutahu hanya dia yang dekat dengan Vivi begitu akrab.“Sudahlah. Harusnya aku tahu diri. Sebab Vivi memblokirku jelas ada alasan kuat. Dia membenciku.” Aku bergumam tak berguna. Lantas, segera menggeser tampilan layar ke menu utama. Setelahnya itu ponsel langsung masuk kantong.Daripada terus berdiri di balik tembok sambil nguping, lebih baik aku masuk ke kosan untuk tidur. Ya, ini lebih baik. Bahkan sangat baik.Akan tetapi, nyatanya tak semudah saat lidah berkata. Setelah diam-

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-25
  • Yuk, Nikah!   Menggagalkan Aksi Nembak

    Seberapa keras mencoba tancap gas, keduanya tak terlihat lagi. Jadi, bekalku kali ini hanyalah berdasarkan informasi yang kudapat dari Cing Romlah beberapa saat lalu.Begini alasan aku tertinggal.“Aduh, kenapa pula ini motor susah nyala!” Penuh emosi aku pencet starter kuat-kuat. Sayang, motor yang baru saja kubayar pajaknya ini masih belum menyala.Sial!Lagi, aku mengumpat tak sopan. Andai ada bapak atau ibu di sini, sudah pasti habislah aku dipukul sendal oleh mereka.Aduh, maklum saja, aku sedang terburu-buru mau menyusul Vivi. Tak enak hati rasanya, dan aku juga sangat tidak rela. Tidak sedikitpun!“Heh, Gam, mau ke mana rusuh amat?” Suara lantang itu terdengar dari arah teras. Siapa lagi kalau bukan Cing Romlah.“Mau susul Vivi!” sahutku agak kesal. Ya, bayangkan saja kenapa aku sampai kesal begini? Sudah tahu motor susah menyala, malah tanya hal yang kuyakin pasti Encing tahu.Jemariku berhenti menstarter. Gegas pasang standar dua, kemudian menyalakan motor dengan cara manual

    Terakhir Diperbarui : 2022-04-30
  • Yuk, Nikah!   Jadi, Kita Jadian?

    “Vi! Vivi!” Bahkan teriakan yang menggema itu tak aku gubris sama sekali.Dengan wajah datar, aku mencoba fokus berjalan mengelilingi pagar pembatas untuk mencari jalan keluar. Vivi membisik, malu katanya. Setidaknya aku merubah posisi pangkuan.Ah, aku lupa. Seolah tersadar dari perilaku tak terkontrolku, segera aku berhenti sejenak. Menurunkan Vivi, kemudian berganti dengan genggaman tangan. Kupegang erat-erat takut dia kabur.Sorakan di samping kami terdengar semakin bergejolak. Aneh, orang-orang yang ada di sini begitu bersemangat, tak sayang energi apa? Dari tadi cuit-cuit terus.Kupercepat langkah, rasanya tak tahan dengan gurauan mereka. Jangan tanya lagi bagaimana perasaanku saat ini. Pastinya bahagia, dag dig dug tak karuan. Sumpah, puas sekali setelah berhasil menggagalkan acara nembak barusan.Andaikan di sini tidak sedang ramai. Andai saja hanya ada Vivi dan kami duduk berhadapan di tempat sepi, mungkin detak jantungku yang entah bagaimana kondisinya saat ini pasti terdeng

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-02

Bab terbaru

  • Yuk, Nikah!   End Episode

    “Agam! Agam!”Mata ini terbuka lebar kala bapak memanggil dengan hebohnya. Aduh, padahal aku sedang enak-enaknya tidur siang di kursi teras yang memanjang, sambil merasakan desiran angin sepoi-sepoi. Malah terganggu.“Apa, sih, Pak? Teriak-teriak gitu.” Aku terpaksa bangun meski mata masih terasa lengket.Bapak muncul di ambang pintu. Dan kami akhirnya bertemu mata.“Owalah, di sini toh kamu. Dicariin juga!” ucap bapak menggerutu. Lantas mendekatiku. Di tangannya tersampir baju batik berwarna dasar abu-abu.Bapak mendorongku agar bisa sedikit bergeser. Lalu, ia duduk tepat di sampingku. Sementara diri ini masih saja mengucek mata, mengusir kantuk yang mendera.“Ada apa, Pak? Lagi enak-enaknya tidur malah gangguin. Enggak seru,” ujarku protes.“Sera seru, sera seru! Ini, batiknya udah jadi. Coba dulu, siapa tahu kurang pas, jadi bisa cepet-cepet diperbaiki lagi. Ini malah enak-enakan tidur. Udah tahu kita lagi sibuk buat acara lamaran besok. Mepet ini, Gam.”Bapak kalau sudah menghadap

  • Yuk, Nikah!   POV Fadlan (Keputusan Akhir)

    Langit sudah mulai menguning, menampakkan warna-warna cantiknya di atas sana. Aku terdiam berdiri menghadap jendela.Dalam diamku, telintas gambaran Agam. Kenangan bersamanya saat dulu tinggal bersama di kosan nyak Marni kembali terkorek.Mata ini terpejam kala canda tawanya terngiang-ngiang di telinga.Ada suatu rasa bahagia sekaligus sedih merayapi dinding hati tanpa alasan. Dia pergi begitu harusnya aku senang, kan? Lantas, mengapa malah rasanya semakin menyiksa.“Apa salahku, Gam? Sampai kamu sudah tak ada pun, kamu tetap memberi luka lagi dan lagi,” teriakku menggila.Sial!Kepergiannya malah membuat sebagian dari diriku saling menyalahkan. Seperti akulah orang yang telah membuatnya angkat kaki dari tempat itu. Aku orangnya!“Aaargh! Kenapa, sih nggak ngilang aja sekalian! Mat—” Ucapanku menggantung di udara kala menyadari jika hampir saja diri ini mengucap doa buruk.Astagfirullah. Kulemparkan diri pada kasur besar ini, menutup wajah, merasakan sesal karena bisa-bisanya aku meny

  • Yuk, Nikah!   POV Fadlan (Oh Ternyata)

    Hari demi hari berlalu begitu saja, tetapi segunduk nyeri di hati ini tak kunjung mereda. Mengingat kembali pengkhianatan sahabatku Agam, ingin sekali aku menyayat diri dengan pisau tajam.Sayangnya aku tak cukup berani untuk melakukan itu.Jika disuruh untuk jujur, aku tak sepenuhnya menyalahkan Agam. Aku juga salah karena telah jatuh cinta dengan mudahnya pada anak nyak Marni tanpa pernah berpikir sekalipun kalau akan ada saat-saat di mana rasa sayang bak saudara itu akan berubah menjadi rasa sayang antara laki-laki dan perempuan.Ya, aku yang terlalu bodoh.Aku tahu Agam tak pernah menginginkan semua terjadi. Aku yakin dia mencoba menolak rasa yang perlahan hadir di hatinya. Akan tetapi, sepertinya aku terlalu lama pergi, sehingga dia tak lagi sanggup menahan rasa yang telah berakar kuat tanpa ia sadari sendiri.“Sial, memang!” umpatku sengaja. Kini, aku sedang menatap tembok bercat putih bersih di kamar. Kacau.Sekelebat bayangan Vivi yang menolakku mentah-mentah beberapa waktu la

  • Yuk, Nikah!   Rencana Bapak

    Pagi menyapa dengan dinginnya. Ketika mentari masih bersembunyi di balik awan, keluargaku sudah mengintrogasi diri ini. Menanyakan alasan kepulanganku yang super mendadak ini. Untungnya mereka percaya saat mulutku berkata pulang demi ingin memulihan diri. Mereka malah mendukung seratus persen.Yah, meski bukan pemulihan diri asli, tapi pmulihan hati lebih tepatnya.***Aku masih berjibaku di halaman belakang. Sedang mencabut singkong yang ditanam bapak. Ceritanya mau makan sup singkong buatan ibu.Hampir sepuluh tahun tinggal di kota, aku sampai lupa bagaimana caranya mencabut singkong yang baik dan benar. Dua kali terjungkal rasanya telah menjadi hal wajar ketika gagal mencabutnya, kan?Setelah banyak menghabiskan tenaga, akhirnya singkong yang kumau didapat juga. Lihatlah, tubuh ini basah oleh keringat. Ibu sampai geleng-geleng sambil tertawa melihat diri ini yang merosot ke lantai usai menyerahkan singkong-singkong itu ke tangannya.Ah, yang benar saja. Cabut satu pohon singkong be

  • Yuk, Nikah!   Tangisan Penyesalan

    Baru saja kulihat langit gelap gulita mengelilingi diriku, mengapa dalam sekejap mata mentari naik membakar kepala?Anehnya ini bukan di bus atau jalanan kota.Gunung! Aku berada di puncak gunung.Apakah ini mimpi? Tapi, terpaan angin menggelisir di atas kulit terasa nyata. Dingin.“Abang jahat.”Deg!Aku terperanjat mendengar suara Vivi yang terdengar begitu serak. Ketika mata ini memindai seluruh tempat yang terjangkau, tampak sosoknya di kejauhan sana, menatap dengan mata yang banjir air mata.“Vivi?” Aku berlari ke arahnya.“Abang jahat.” Lagi-lagi rutukkan itu yang terdengar.“Vivi! Tunggu!” Dia berbalik, pergi meninggalkanku di sini. Di tengah rimbunan pohon yang meninggi dengan sendirinya.Aku menoleh ke kiri dan kanan. Kaget dengan situasi aneh ini. Apa-apaan semua?! Aku mundur terlampau takut.“Mas, Mas,” seru suara laki-laki mengalihkan perhatian.Seketika pemandangan menyeramkan itu lenyap, berganti dengan pemandangan dalam bus yang penumpangnya sudah turun. Tak jauh dariku

  • Yuk, Nikah!   Pulang Kampung

    Malam semakin larut, jalanan sudah mulai macet. Lampu-lampu menguning sebagai penerangan jalan di dekatku mencetak dua buah bayangan di bawah kaki.Aku dan Vivi.Di antara kebisingan kota kini. Kami berdua hanyut dalam kesedihan yang teramat dalam.Kubenarkan anak-anak rambutnya yang telah basah menempel di pipi. Dengan mati-matian diri ini menahan air mata yang sudah menumpuk di ujung mata. Merasakan kembali betapa pedihnya perpisahan.Dan baru aku tahu jika perpisahan karena terhalang restu ini lebih menyakitkan daripada berpisah karena dikhianati seperti yang dilakukan Gina dulu.“Bang, jangan tinggalin Vivi. Abang udah janji, plis,” rengeknya begitu erat merangkul tanganku.Berkali-kali kucoba lepas, ia kembali merangkulnya tak peduli nyak Marni sudah begitu murka. Vivi seakan tak melihat keberadaannya. Dia hanya fokus padaku. Mencegah agar diri ini tak pergi.Sementara aku hanya diam mematung. Tak kurespon ucapan juga rengekan itu. “Ayo pergi aja. Kita nikah. Abang janji, kan ma

  • Yuk, Nikah!   Ayo Putus

    Kawin lari? Oh, tidak. Ini sama saja dengan kami memukul genderang perang, menantang. Dan aku sungguh tak menginginkan perang itu terjadi.“Apa?! Apa lu bilang? Ka-kawin?!”Sayangnya kemarahan nyak Marni telah meledak bahkan ketika aku belum menolak ajakan Vivi itu.Bugh! Bugh!“Aw, Nyak! Nyak sakit!” pekikku setelah gagang sapu yang dipegang nyak Marni mendarat beberapa kali di kepala.Karena gagangnya panjang, jadi dengan mudah memukulku. Akan tetapi, aku berusaha menghindarinya sebisa mungkin. Berlari, mondar-mandir, bahkan berjongkok dan melompat demi melindungi kepala ini. Kepala yang sudah mau meledak karena mumet.“Aduh, Enyaak!” Vivi mencoba menghalangi, merentangkan kedua tangannya.Nyak Marni sempat berhenti sekejap. Namun aku tahu itu tak membuat kemarahannya reda. Malah yang ada lebih membara lagi.“Lu mau dipukul juga?! Hah!” Nyak Marni segera mengangkat sapu itu ke udara. Gegas aku mengangkat tangan, niatnya ingin menangkap gagang itu.Akh! Tak tahan rasanya! Aku ingin s

  • Yuk, Nikah!   Diajak Kawin Lari

    Semesta telah menentang, apakah aku punya hak untuk menyalahkan semua kepada-Nya?Astagfirullah ....Dari sekian banyaknya hal yang membuatku marah, kecewa, sedih, juga menyesal, mengapa aku sampai berfikir untuk menyalahkan Sang Pencipta?Kuhela napas berat, menyesali hal yang baru saja kulakukan.“Bodoh, kamu bodoh, Gam,” gumamku seraya menggusur koper berisi pakaian juga dokumen penting lainnya.“Pergi aja, enggak usah lirik kiri, lirik kanan. Vivi dikurung sama enyak, jangan harap bisa melihatnya,” lanjutku murung.Saat ini diriku masih berdiri tegap di ujung jalan, memerhatikan pagar yang menutup sedih. Aku sedang menunggu angkot di sini.Namun, tak lama pagar terbuka. Aku tak menyangka Vivi keluar dengan membawa ... tas besar? Untuk apa itu semua?Dia berlari ke arahku.“Vivi?!” Refleks diri ini juga menyambut kedatangannya.“Abaang.” Ia merangkul lenganku dengan tangis kecil yang memenuhi telinga.Kutarik kedua bahunya dengan perasaan kaget luar biasa.“Kenapa kamu keluar? Nant

  • Yuk, Nikah!   Kerasnya Hati Nyak Marni

    Aku telah mengecewakan orang-orang yang menyayangiku, dan mereka akhirnya satu-persatu memilih membenci diri ini, lalu pergi meninggalkan tanpa ragu.“Putusin anak gue, dan jangan harap elu bisa masuk ke kehidupan kami lagi. Pergi lu dari sini.”Deg!Aku terpaku ketika akhirnya kata yang amat paling kutakuti keluar juga dari mulut nyak Marni.Pagi ini aku sudah dibuat gila dengan kepergiannya orang-orang yang aku sayang.Apa ini? Mengapa jadi begini?Mengapa mencintai satu perempuan muda saja sampai menghancurkan setengah dari hidupku, juga hidup orang lain?Apakah ini hukuman dari Yang Maha Kuasa karena aku melanggar janji kepada Fadlan? Ataukah ini karma karena aku melanggar janji kepada nyak Marni untuk tidak memacari putrinya?Astagfirullah ... jika ini terjadi sebagai bentuk ujian dari-Mu, hamba ikhlas. Namun, hamba mohon, jangan sampai Fadlan atau nyak Marni terus menutup hatinya dan terus marah sepanjang waktu. Jika berpisah dengan Vivi adalah jalan satu-satunya agar hamba mend

DMCA.com Protection Status