Menikmati waktu dengan Rena, setelah sebelumnya berada di rumah orang tuanya. Tidak banyak hal yang berubah dalam hubungan mereka, baik dengan Rena atau Wulan. Rena tetap melayani Azka dengan sangat baik, sedangkan Wulan mau tidak mau tetap melakukan tugasnya sebagai istri.
“Bukankah kita berencana kontrol di rumah sakit milik opa?” tanya Azka yang membuat mereka berdua saling menatap.
“Aku lupa.” Rena berkata santai.
“Kapan enaknya? Apa sekarang saja?” Azka menatap penuh harap.
“Memang kamu nggak ada kerjaan?”
“Brian bisa mengurusnya.”
Rena menggelengkan kepalanya, “jangan dikit-dikit Brian dan Fabian. Mereka hanya karyawan sedangkan kamu pemiliknya.”
Azka mengangguk lemah, “jadi kamu nggak mau ke dokter kandungan di rumah sakit milik opa?”
Rena meletakkan jemarinya di dagu, “kita habis dari sana, lebih baik bulan depan saja.”
“Besok Wulan diminta datang untuk memberikan keterangan,” ucap Rifat membuat Azka menatap bingung.“Bukannya sudah, Om?”“Memang sudah, tapi katanya ada beberapa poin tambahan yang harus ditanyakan.” Rifat menjawab pertanyaan Azka dengan sabar, “kalau sudah masuk masalah polisi dan pengadilan prosesnya lama.”Mereka semua berkumpul di rumah opa dan omanya, kumpul yang selalu dilaksanakan setiap bulan. Rifat juga selalu ikut serta, biasanya akan datang jika memang bisa tapi kebanyakan absen. Kali ini datang dengan banyak tujuan, salah satunya adalah masalah Azka dengan Josh, artinya Azka harus melakukan banyak hal untuk masalah kasus ini.Dirinya datang bersama dengan kedua wanita itu, hanya saja mereka berada di tempat berbeda. Rena berada di dalam kamarnya, kondisi kehamilannya membuat Rena menjadi cepat lelah. Azka meminta Rena istirahat di dalam kamarnya, sedangkan Wulan bersama dengan Dona entah me
Memegang tangan Wulan yang bergetar hebat, waktunya diminta kesaksian atas apa yang Josh lakukan padanya. Azka menemaninya untuk mengetahui apa yang dijawabnya, proses Josh memakan waktu yang sangat lama dan itu artinya harus banyak sabar. Diam mendengarkan tanpa melakukan reaksi apapun, tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan atas hubungan mereka berdua.“Semua sudah selesai, tinggal nanti proses sidang saja,” ucap pengacara andalan keluarga, Yadi.“Terima kasih banyak,” ucap Azka menyalami Yadi.Pulang bersama dengan Wulan, tanpa berbicara apapun selama di perjalanan. Melalui sudut matanya dapat terlihat bagaimana kondisi Wulan saat ini, tangan Azka yang bebas memegang tangan Wulan dan meremas perlahan. Tidak lama suara tangis terdengar membuat Azka tidak tahu harus melakukan apa, selama ini tidak pernah dirinya melihat Wulan menangis berbeda dengan Rena.“Jangan menangis,” ucap Azka membelai punggungnya pelan, &ldq
Menatap album yang siap dipasarkan dengan berbagai perasaan, Fabian menunjukkan pada Azka dan Brian bentuk album dari ketiga cewek itu. Fabian menceritakan semua kerja keras mereka bertiga, Azka mengakui musik dan suara mereka menyatu, bahkan meminta mereka menyanyikan secara langsung.“Dua? Apa nggak kebanyakan?” tanya Azka menatap salah satunya.“Bagus banget ini, aku boleh minta?” Rena meletakkan apa yang baru saja dilihat.“Masa minta? Gimana-gimana demi kas perusahaan.” Fabian menolak permintaan Rena, “dibedakan bisnis dan keluarga.”“Berani sekali menegur istri bos.” Brian mengangkat alisnya menggoda Fabian, “gimana kalau nanti kita buat mereka reuni?”“Masih jauh,” jawab Fabian, “aku punya beberapa agenda tentang mereka nantinya.”“Apa?” tanya Azka penasaran.“Masih aku pikirkan untuk membuat proposal pengajuan.&rdq
Mengikuti keinginan Rena untuk bulan madu dengan Wulan, Azka benar-benar mengikuti permintaan Rena melakukan hal ini. Padahal tanpa sepengetahuan Rena, mereka sudah pernah melakukan bulan madu.“Untuk apa kita disini?” tanya Wulan bingung.“Bulan madu.” Azka menjawab singkat.Wulan mengerutkan keningnya, “buat apa kita bulan madu?”Azka mengangkat bahunya, “kira-kira orang bulan madu ngapain?” wajah Wulan membelalakkan matanya mendengar pertanyaan Azka. “Mau mandi dulu atau langsung memulai? Apa kamu lupa melayani suami?”Wulan berjalan mendekati Azka yang membuatnya menghentikan langkah, jarak mereka semakin dekat. Wulan mengangkat kepalanya agar bisa melihat Azka, mengalungkan tangannya di leher Azka, membuat tangan Azka secara otomatis berada di pinggang Wulan. Wajah mereka saling mendekat dan tanpa banyak kata bibir mereka sudah saling berpagut, memainkan lidah didalam dan tangan Azka
Tidak mempedulikan perkataan Wulan mengenai dirinya yang tidak menggunakan pengaman, mereka melakukannya tanpa henti. Makan saja Azka meminta untuk diantar dalam kamar, menatap Wulan yang tidur dengan nyenyak, membuat tangannya bergerak merapikan helaian rambut yang berada di wajah.Setelah beberapa bulan akhirnya Azka terpuaskan, permainan Rena memang enak tapi jika harus dibandingkan Azka akan memilih Wulan untuk kegiatan panasnya. Beranjak dari ranjang memilih berjalan keluar kamar, berada di ruang lain dalam ruangan ini membuat Azka bisa bergerak bebas.Suara ketukan pintu membuat langkahnya menuju kesana, tampak disana Leo dengan salah satu karyawannya membawa makanan. Membuka pintu untuk mereka dan masuk kedalam untuk meletakkan makanan, pegawai hotel keluar meninggalkan Leo bersama Azka di dalam kamar ini.“Segar.” Leo mengangkat alisnya dengan tatapan menggoda.Azka tersenyum “puasa berapa hari? Belum begituan sama Fransisk
“Kamu nggak usah datang ke persidangan.” Rifat mencegah kedatangan Azka ke tempat sidang Josh.“Aku ingin tahu bagaimana jalannya.” Azka memandang penuh harap pada Rifat agar membolehkan dirinya datang.“Kamu nggak usah datang karena hanya membacakan apa saja tuntutannya, prosesnya masih panjang. Kalau mau datang nanti saat sidang putusan saja.” Rifat tetap dengan pendiriannya.“Baiklah,” ucap Azka dengan nada pasrahnya.“Nanti akan aku info bagaimana jalannya persidangan atau mau aku videokan?” Rifat menatap Azka dengan lembut.“Video, aku mau tahu bagaimana jalannya sidang sebenarnya. Om, kalau Wulan dijadikan saksi dan harus hadir bisakah aku....”“Nggak, kalau kamu datang penjagaan harus lebih ekstra.” Rifat memotong perkataan Azka, “tolong mengerti kondisi mereka.”“Baiklah-baiklah.” Azka menyerah meminta bantuan Rifat untuk mendatangi persidangan Josh, perkataan Rifat memang ada benarnya.
Sidang Josh sesuai dengan perkataan Rifat memakan waktu lama, melihat perkembangannya melalui video yang dikirimkan oleh pengacara mereka, melihatnya saja membuat kepala Azka pusing. Azka melihat ada satu perbedaan antara Josh dulu dengan sekarang, Josh yang sekarang tampak lebih kurus dan tidak terawat sama sekali.“Lihat apaan?” tanya Rena duduk disamping Azka.“Persidangan.” Azka menjawab singkat, mengalihkan perhatian kearah Rena yang menikmati makanan dihadapannya. “Belum makan? Perasaan tadi udah.”“Aku semenjak kesini semakin dikit-dikit lapar.” Rena menjawab sambil lalu, menikmati makanan dihadapannya.“Sehat-sehat terus didalam.” Azka membelai perut Rena pelan.“Kalau Wulan hamil bakal bareng lahirinnya.” Rena menjawab dengan tersenyum.“Mungkin.” Azka menanggapinya cuek.Menatap kembali layar dihadapannya, tidak menyangka banyak hal yang didakwakan oleh pengacara mereka. Azka tidak menduga akan se
“Kenapa gue dijadikan saksi juga?” tanya Brian saat Azka memasuki ruangan mereka.Azka memicingkan matanya mendengar pertanyaan Brian “Maksudnya saksi apaan?”“Masalah lo sama Wulan itu.” Brian menjawabnya dengan malas.“Tunggu...gue nggak paham sama maksud lo ini.” Azka memilih berjalan kearah Brian untuk memperjelas apa yang ditanyakan, “sekarang lo ceritain maksud dari semua kata-kata lo.”Brian menatap Azka malas “gue dijadikan saksi mengenai Wulan yang memiliki hubungan sama lo dan juga pria itu.”“Gue nggak paham maksud lo, jujur ini baru pertama kali gue denger.” Azka masih menatap bingung dengan informasi yang dikatakan Brian. “Om Rifat nggak ada bilang masalah lo.”“Terus kenapa gue terlibat?” Brian menatap penuh tanda tanya.Azka memilih menghubungi Rifat langsung, bertanya mengenai pertanyaan yang diajukan Brian. Sejauh dan selama kasus ini Rifat atau kuasa hukumnya nggak ada pembahasan mengenai
Azka benar-benar tidak membayangkan kehidupannya sekarang menjadi seperti sekarang, hidup bersama dengan kedua wanita dan juga anak-anak yang lucu. Rena mengikuti semua perkataan Azka, tidak bisa membohonginya dengan bertemu diam-diam. Azka bahkan sudah memberikan ancaman juga pada orang tua Rena agar tidak memudahkan pria itu dekat dengan putrinya.Azka tahu secara nasab putrinya ini tidak pada dirinya, dimana hanya pada Rena nasabnya jatuh. Awalnya terjadi perdebatan dan akhirnya dengan terpaksa menggunakan namamya untuk akta, bagaimanapun ini semua demi ke depan sang anak.“Kamu nggak ke Wulan?” tanya Rena sambil menggendong putrinya.“Nanti.” Azka menjawab singkat.“Wulan pasti butuh bantuan apalagi anak kalian baru beberapa bulan.” Rena mengingatkan Azka.“Kamu tenang saja Wulan bisa mengatasinya.” Azka menjawab singkat.Tidak ada suara diantara mereka kembali, Azka sendiri tidak ped
Azka tahu dan sadar jika anak yang dilahirkan Rena bukan darah dagingnya, tapi tidak membuat perasaan cemas dan takutnya hilang. Azka takut terjadi sesuatu pada Rena saat melahirkan, ketakutan yang sama saat Wulan berada didalam walaupun pastinya berbeda.“Rena kuat, jadi tenang saja.” Bima menepuk bahu Azka pelan agar tidak terlalu cemas.“Kamu doakan saja, kalau Rena tahu kamu begini pasti kepikiran,” tambah Via membuat Azka akhirnya duduk disamping Via.Tidak ada yang tahu masalah rumah tangganya, kecuali Rifat dan orang tua bundanya. Azka meminta mereka untuk merahasiakan semuanya, tidak mau kedua orang tuanya tahu dan biarkan tetap menganggap anak Rena adalah cucunya. Orang tua Rena sendiri tidak banyak berubah dalam bersikap, tidak mau ambil pusing dengan apa yang dilakukan mereka karena bagi Azka adalah rumah tangganya. Tidak lama pintu terbuka membuat semua berdiri termasuk Azka, mendatangi dokter yang menatap mereka dengan senyum lebarnya.
Proses Josh keluar tidak membutuhkan waktu lama, Azka tidak mau membuang waktu menjemput pria itu, cukup sudah dirinya memberikan kebaikan dengan menarik laporan bersama dengan Wulan. Rena terkejut dengan keputusan yang Azka buat dengan Wulan, tapi sekali lagi tidak bisa berbuat banyak. Kehamilan Wulan sudah diketahui banyak orang, tidak kecuali orang tua Rena. Sikap mereka pada Wulan tidak banyak berubah, tapi Azka tidak peduli dan setiap keluarga Rena datang ke rumah itu artinya pintu penghubung akan dikunci dan kunci ada di Azka. Orang tua Rena sendiri tidak meminta maaf atas apa yang telah mereka lakukan pada anaknya, sedangkan Azka berusaha untuk membuat Rena nyaman bersamanya dan juga perasaan Azka tidak bisa lepas dari Rena, meskipun wanita itu telah menyakitinya. Rena sendiri juga tidak merubah sikapnya, masih perhatian dengan Azka dalam hal apapun seperti biasa.“Wulan kerja?” tanya Rena yang hanya diangguki Azka. “Minta dia temani aku, takut tiba-tib
“Aku menarik gugatan pada Josh.” Azka mengatakan dengan nada datar dan sikap dinginnya.Rifat mengangkat alisnya mendengar perkataan Azka, “sudah kamu pikirkan dengan benar dan dalam?”Azka mengangguk “Menarik gugatan bukan karena aku masih memiliki perasaan sama dia, tapi aku merasa salah memasukkan orang yang tidak bersalah.”Rifat menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan Azka, “alasan masuk akal, lalu bagaimana dengan rumah tanggamu? Orang tua kalian sudah tahu?”“Oma opa sudah tahu?” tanya Azka tanpa menjawab pertanyaan Rifat.Memutar bola matanya malas mendengar pertanyaan Azka, tanpa ada niat pria itu menjawab pertanyaannya. “Menurut kamu mereka sudah tahu? Nggak mungkin aku nggak melaporkan semua perkembangan kasusmu sama mereka.” Rifat menjawabnya malas. “Kamu nggak ada niatan berbicara sama kedua orang tuamu itu?”“Nanti kalau semua selesai.” Rifat memutar bola matanya malas “Lagian Endi pasti
“Itu kata-kata Rena?” tanya Rifat yang diangguki Azka.Pagi-pagi setelah sarapan, langsung menuju rumah Rifat menceritakan semuanya. Kedatangannya membuat Rifat mengerutkan keningnya, tidak menunggu waktu lama langsung menceritakan semua yang Rena katakan.“Lantas bagaimana? Semua terserah sama kamu.” Rifat melanjutkan kata-katanya.“Pantas saja Brian diminta menjadi saksi kunci, pada saat itu memang berbicara dengan Josh.” Azka berkata sambil memikirkan semuanya.“Itu tidak penting, sekarang apa yang akan kamu lakukan? Josh nggak mungkin didalam sana dengan tuduhan yang tidak dilakukannya, tapi kalau Josh bebas kamu bisa kembali menjadi yang dulu.” Rifat memandang penuh selidik pada Azka yang hanya diam.“Aku nggak akan tergoda sama dia.” Azka mengatakan dengan penuh keyakinan.“Lalu kemarin?” Rifat memberikan tatapan penuh selidik membuat Azka terdiam “Terpaksa demi sebuah rahasia.”“Memang itu.” Azka men
“Bukannya sekarang kamu seharusnya ada di Rena?” Wulan menatap Azka bingung.Azka menarik Wulan kedalam pelukannya, membuat dirinya terkejut atas apa yang Azka lakukan tiba-tiba. Membelai punggungnya perlahan membuat pelukannya semakin erat, perasaannya saat ini tidak bisa dinilai oleh apapun, lebih pada perasaan bersalah saat memeluk Wulan. Azka juga sebenarnya tahu kalau Wulan terlibat didalamnya hanya saja anaknya yang tidak berdosa harus hilang tiba-tiba karena apa yang mereka lakukan, terutama dirinya dan itu semakin membuat hatinya sesak..“Lebih baik selesaikan dengan Rena, tidak baik sebelum tidur masalah belum selesai.” Wulan berkata lembut membuat Azka terdiam “Kesanalah pasti Rena membutuhkanmu.”Wulan melepaskan pelukan Azka darinya, memegang kedua pipi Azka membuat mereka saling menatap satu sama lain. Membelai kedua pipi Azka tanpa melepaskan tatapan mereka, membuat Azka menyadari satu hal Wulan mencintai dirinya dengan tulus. Perasaan
Memasuki rumah langsung disambut Rena yang mendatanginya dan mencium punggung tangannya, melihat ini semua membuat Azka tidak percaya pada apa yang dikatakan Rifat dan juga Josh. Sudah membuat keputusan untuk menerima Rena apapun kondisinya, kecuali ayah sebenarnya dari bayi ini meminta hal yang tidak bisa Azka hentikan.“Aku mau mandi dan langsung tidur,” ucap Azka saat memasuki kamar.“Aku akan siapkan bajumu.” Rena mengatakan dengan lembut yang hanya diangguki Azka.Memikirkan banyak hal dalam kamar mandi, membuat Azka tidak tahu harus bersikap seperti apa dihadapan Rena. Azka sangat tahu jika Rena cukup cerdas dalam menilai sesuatu, setidaknya berbicara dengan Rena adalah hal utama. Memilih untuk mempercepat mandinya agar bisa berbicara langsung dengan Rena, keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk untuk menutupi bagian bawahnya.“Kamu lagi banyak beban pikiran.” Rena membuka suara pertama kali membuat Azka menatap sekilas kear
Wanita yang dicintainya bisa melakukan hal gila, tidak bisa menyalahkan karena posisinya jauh lebih salah. Membuat Rena menjadi kedua meskipun menikahinya secara sah di agama dan negara, hanya saja sebagai wanita Rena tidak terima dengan apa yang Azka lakukan.Semua kata-kata yang Rifat katakan membuatnya terkejut, selama ini Josh membantunya dalam menemukan cinta sebenarnya. Wulan yang dianggap hanya sebagai pelarian dirinya dan pemuas ranjang, tidak lebih dari wanita yang sebenarnya memiliki peran penting dalam kehidupan Azka. Perasaan bersalah kembali hadir ketika mengingat anaknya tidak bisa diselamatkan, tapi tetap tidak bisa menyalahkan siapapun.“Kamu sudah tahu semuanya, sekarang keputusan ada di tanganmu.” Rifat membuyarkan lamunan Azka.Menghembuskan nafas kasar dengan memejamkan matanya, Rifat hanya diam memandang apa yang Azka lakukan. Suasana diantara mereka menjadi sunyi, tidak ada yang membuka suara sama sekali setelah Rifat mengataka
“Apa yang dikatakan dia tidak benar.” Rifat berkata singkat.“Opa aja tahu kalau apa yang dia katakan nggak benar, kamu masih aja bisa masuk dalam jebakannya.” Wjjaya memutar bola matanya malas pada Azka.“Kamu akan mempertahankan mereka berdua?” Azka mengalihkan pandangan pada Tania yang menatapnya lembut.“Nggak mungkin aku melepaskan salah satu diantara mereka berdua.” Azka mengatakan dengan tegas.“Segala resiko harus kamu hadapi dan kami tidak akan ikut lagi.” Tania mengatakan dengan suara tegasnya.Diam, mencerna kata-kata Tania. Perkataan yang memang benar adanya, tapi dirinya masih terbayangkan kata-kata yang keluar dari bibir Josh. Tidak tahu dan seharusnya tidak terjadi sama sekali Azka mencurigai Rena, wanita yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.“Apa nggak bisa kamu memilih salah satu diantara mereka berdua?” pertanyaan Wijaya membuat Azka mengerutkan keningnya “keluarga kita hanya setia pada