Azka tidak tahu harus bagaimana mengajak Wulan untuk meninggalkan tempat tinggalnya, kondisi tempatnya tidak memungkinkan Wulan berada disana. Azka sangat yakin jika begini keadaannya akan membuat Rena meninggalkan dirinya secara perlahan, menatap Wulan yang menikmati makanan dihadapannya dalam diam.
“Aku benar nggak papa kamu tinggal sendiri.” Wulan menatap Azka lembut “Pria itu sudah berada di penjara, kan? Jadi semuanya akan baik-baik saja.”
“Aku melihat pria yang lain berada disini semalam.” Wulan membeku “Kalau kamu dengan segala keras kepala semakin membuat aku tidak bisa meninggalkan kamu, pastinya hubunganku dengan Rena akan menjadi berantakan, apa itu yang kamu inginkan?”
Wulan terkejut dengan kata-kata Azka “Aku tidak nyaman kalau tinggal dengan orang lain.”
“Lalu kenapa kamu nyaman sama aku?” tembak Azka langsung menahan emosinya.
“Kamu suamiku jadi pastinya be
Wajah Rena memucat mendengar keputusan Azka, melihat itu membuat Azka menggenggam tangannya. Mereka saling menatap satu sama lain, seakan berbicara melalui tatapan mata masing-masing. Azka tahu jika keputusannya ini adalah salah, hanya saja ini jalan yang masuk akal.“Mengenai pria itu?” tanya Rena mengalihkan pembicaraan.“Dia sudah berada dalam penjara, aku tidak bertemu sama sekali dengan dia semenjak di penjara. Kasus yang dipermasalahkan adalah menabrak Wulan, bukan mengenai hubungan kami berdua.” Azka menjelaskan tanpa melepaskan genggaman tangan.“Kamu menyukai dia?” Azka mengangkat alisnya mendengar pertanyaan Rena, “pria itu.”“Dulu, sekarang sudah nggak.” Rena mengangkat alisnya mendengar jawaban Azka “Semua berubah semenjak melihat kamu, membuat aku mengambil langkah cepat dengan melamar kamu. Saat itu aku tidak menyadari bahwa perasaan sama kamu adalah cinta, kehadiran Wulan yan
Pengalaman pertama yang Azka alami, berada diantara wanita hamil. Rena berada disampingnya dengan senyum lebar, sedikit hati Azka berdebar mengamati Rena dan perutnya secara bergantian. Melupakan yang terjadi pada Wulan, tidak pernah mengalami dan tidak berharap memiliki anak dari Wulan.“Aku nggak sabar buat lihat dia.” Rena mengucapkan sambil membelai perutnya.“Sama.” Azka menyetujui semua kata-kata yang keluar dari bibir Rena “Setelah ini kita mau kemana?”“Kamu ke kantor?” Rena menatap penuh selidik dan harapan agar Azka tetap berada di tempat.“Kenapa? Kamu mau ke suatu tempat?” Rena mengangguk dengan wajah bahagia, “baiklah seharian ini aku milik kamu, tapi aku besok sudah mulai masuk.”“Aku juga harus masuk kerja.” Rena mengubah ekspresinya menjadi cemberut.“Kamu bisa kerja di ruanganku, aku nanti akan ada disana.” Azka memberikan usul ya
“Bahagia sekali,” sindir Fabian membuat Azka menatap kearahnya.“Habis lihat anakku di perut Rena,” jawab Azka tanpa melepaskan senyuman dari bibirnya.“Perkembangan masalahmu? Wulan bagaimana?” tanya Fabian mengalihkan perhatian Azka.Menatap Fabian dan menghembuskannya perlahan, “aku datang kesini mau memberi kabar baik buat kamu kalau pernikahan dengan Rena baik-baik saja, masalah Wulan belum aku putuskan sama sekali.”“Selama ini berita kamu gay benar?” Brian membuka suaranya yang diangguki Azka “Gue sama orang gay selama ini,” ucap Brian bergidik ngeri.“Gue nggak pernah suka sama lo,” ucap Azka malas “perkembangan kantor sendiri bagaimana?”“Billy dan Om Bima yang menyelesaikannya, mereka menjelaskan pada kita semua tentang kondisi kamu. Masalah Wulan hanya kami berdua yang tahu, tidak ada yang tahu mengenai hubungan kamu dengan dua wa
Bukan tidak mendengar gosip yang menjadi bahan pembicaraan karyawannya, masuknya Rena dan Wulan secara bersamaan membuat suasana di agencynya ramai. Mereka hanya bergosip dan Azka tidak akan memberikan klarifikasi apapun pada mereka semua terkait berita yang beredar.“Langsung ramai dan menjadi bahan pembicaraan kalian bertiga.” Fabian melangkah mendekati meja Azka dan Rena, “kamu masih belum mau memegang agency ini sepenuhnya?”Azka menggelengkan kepala “Aku percaya kamu bisa menjalaninya dengan baik, dan terbukti dengan sangat jelas apa yang sudah kamu lakukan.”“Setidaknya bantu aku gitu kalau ada rapat.” Fabian memberikan tatapan memohon.Azka memutar bola matanya malas, “kamu cuman malas aja bicara sama abang dan ayah.”“Bukan ayah kamu tapi Om Rifat sama Bang Lucas.” Fabian mengoreksi perkataan Azka yang membuatnya tersenyum, Fabian mengalihkan pandangan kearah Rena &ldqu
Menatap cincin diatas meja dengan perasaan tidak menentu, mengalihkan pandangan pada wanita yang ada dihadapannya. Dapat terlihat ekspresi lelahnya, Azka hanya bisa menghembuskan nafas panjang sebelum membuka suara.Azka mendatangi rumah orang tuanya, setelah Rena memintanya untuk kesana. Rena mengatakan setidaknya Azka harus adil, perdebatan kecil yang mereka lakukan tidak berdampak apapun, sekali lagi Rena akan selalu menang. Setidaknya Rena tidak dirumah sendirian, Dona berada disana bersama dengan Leo dan kekasihnya. Rena meyakinkan kalau dirinya akan baik-baik saja, apalagi ada mereka bertiga. Sebelum berangkat Azka memberikan ancaman, terutama Dona agar tidak bertindak sesuka hatinya.Kedatangan di rumah orang tuanya mendapatkan kejutan, kali ini tidak tahu harus berkata apa. Kejutan yang didapatnya adalah cerita Wulan mengenai kondisi dirinya selama bekerja beberapa hari itu, Azka tahu tapi tidak peduli dengan semuanya, atau lebih tepatnya mencoba tidak pe
Menikmati waktu dengan Rena, setelah sebelumnya berada di rumah orang tuanya. Tidak banyak hal yang berubah dalam hubungan mereka, baik dengan Rena atau Wulan. Rena tetap melayani Azka dengan sangat baik, sedangkan Wulan mau tidak mau tetap melakukan tugasnya sebagai istri.“Bukankah kita berencana kontrol di rumah sakit milik opa?” tanya Azka yang membuat mereka berdua saling menatap.“Aku lupa.” Rena berkata santai.“Kapan enaknya? Apa sekarang saja?” Azka menatap penuh harap.“Memang kamu nggak ada kerjaan?”“Brian bisa mengurusnya.”Rena menggelengkan kepalanya, “jangan dikit-dikit Brian dan Fabian. Mereka hanya karyawan sedangkan kamu pemiliknya.”Azka mengangguk lemah, “jadi kamu nggak mau ke dokter kandungan di rumah sakit milik opa?”Rena meletakkan jemarinya di dagu, “kita habis dari sana, lebih baik bulan depan saja.”
“Besok Wulan diminta datang untuk memberikan keterangan,” ucap Rifat membuat Azka menatap bingung.“Bukannya sudah, Om?”“Memang sudah, tapi katanya ada beberapa poin tambahan yang harus ditanyakan.” Rifat menjawab pertanyaan Azka dengan sabar, “kalau sudah masuk masalah polisi dan pengadilan prosesnya lama.”Mereka semua berkumpul di rumah opa dan omanya, kumpul yang selalu dilaksanakan setiap bulan. Rifat juga selalu ikut serta, biasanya akan datang jika memang bisa tapi kebanyakan absen. Kali ini datang dengan banyak tujuan, salah satunya adalah masalah Azka dengan Josh, artinya Azka harus melakukan banyak hal untuk masalah kasus ini.Dirinya datang bersama dengan kedua wanita itu, hanya saja mereka berada di tempat berbeda. Rena berada di dalam kamarnya, kondisi kehamilannya membuat Rena menjadi cepat lelah. Azka meminta Rena istirahat di dalam kamarnya, sedangkan Wulan bersama dengan Dona entah me
Memegang tangan Wulan yang bergetar hebat, waktunya diminta kesaksian atas apa yang Josh lakukan padanya. Azka menemaninya untuk mengetahui apa yang dijawabnya, proses Josh memakan waktu yang sangat lama dan itu artinya harus banyak sabar. Diam mendengarkan tanpa melakukan reaksi apapun, tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan atas hubungan mereka berdua.“Semua sudah selesai, tinggal nanti proses sidang saja,” ucap pengacara andalan keluarga, Yadi.“Terima kasih banyak,” ucap Azka menyalami Yadi.Pulang bersama dengan Wulan, tanpa berbicara apapun selama di perjalanan. Melalui sudut matanya dapat terlihat bagaimana kondisi Wulan saat ini, tangan Azka yang bebas memegang tangan Wulan dan meremas perlahan. Tidak lama suara tangis terdengar membuat Azka tidak tahu harus melakukan apa, selama ini tidak pernah dirinya melihat Wulan menangis berbeda dengan Rena.“Jangan menangis,” ucap Azka membelai punggungnya pelan, &ldq