Azka tinggal seorang diri di apartemen yang tidak jauh dari tempatnya bekerja, kedua orang tua Azka terutama Via terkadang mengunjungi tempatnya hanya untuk memastikan keadaan dirinya baik-baik saja.
"Bunda pengen kamu nikah biar ada yang urus," ucap Via menatap Azka yang hanya diam.
"Azka berangkat kalau bunda udah selesai jangan lupa kunci pintu," sahut Azka dengan langsung beranjak dan berjalan mencium pipi Via.
Azka sudah bosan dengan permintaan Via untuk segera menikah, bukan Azka ingin sendiri tapi ada sesuatu dalam dirinya membuat Azka tidak tertarik pada wanita. Kadang Azka heran sendiri bagaimana bisa dirinya tidak tertarik pada wanita padahal seluruh keluarganya penikmat wanita dan menjadi budak cinta.
Ketika berada di ruangannya membuat Azka melupakan permintaan Via, banyak musik yang harus dirinya kerjakan karena beberapa penyanyi akan mengeluarkan album secara bersamaan. Keputusan managemen terkadang membuat Azka ingin memaki mereka semua, menambah penyanyi tapi tidak melihat kemampuan mereka dalam mengeluarkan karya.
"Apa ini?" Azka menatap kertas yang diberikan Brian.
"Departemen keuangan minta alasan beli sound baru."
Azka menghembuskan nafas panjang karena selalu berurusan dengan keuangan, bukan apa semua yang diminta adalah untuk kebutuhan perusahaan dan sound ini sangat dibutuhkan. Tidak mungkin dirinya turun langsung dalam menyelesaikan permasalahan sepele macam ini, banyak hal yang harus Azka lakukan untuk perusahaan ini.
"Bilangin kalau begini terus suruh langsung tanya sama CEO kita si Fabian itu."
Brian hanya menghembuskan nafas melihat Azka karena sudah sering dirinya sebagai perantara mereka untuk pembelian, Brian sendiri heran kenapa mereka tidak mau bertemu Azka malah memanfaatkan dirinya, padahal Azka sebenarnya bisa diajak diskusi jika waktunya memang pas bukan seperti saat ini.
"Sampai malam?" tanya Brian hanya dijawab anggukan oleh Azka.
Brian kembali sibuk dengan pekerjaannya begitu juga Azka, sore ini mereka akan kedatangan penyanyi wanita untuk melakukan pengambilan suara. Tidak terasa hari sudah menjelang waktu jam pulang kerja tapi tidak berlaku bagi Azka dan Brian yang masih harus menghaluskan suara penyanyi wanita yang baru saja rekaman.
"Hari ini ada makan malam perusahaan katanya pesta keberhasilan salah satu group itu," ucap Brian masih depan monitornya.
"Seharusnya kita sudah berangkat sekarang," Azka menatap jamnya yang diangguki Brian.
Setengah jam kemudian mereka telah selesai dan rasanya akan terlambat untuk datang, tapi mereka tetap datang untuk menghormati Fabian dan juga dukungan bagi group tersebut. Azka menandang malas pada acara yang ada dihadapannya saat ini, beberapa dari mereka pernah berinteraksi dengan Azka mengenai lagu tapi sisanya tidak sama sekali.
“Wajah lo jangan gitu nggak enak sama mereka karena bagaimana pun mereka yang buat kita menghasilkan uang,” bisik Fabian.
“Mereka cuman nyanyi dan gerak doang tapi otaknya di mereka-mereka yang ada di belakang layar,” ucap Azka yang membuat Fabian memutar bola matanya malas.
Ruangan tampak penuh dan sepertinya semua diundang oleh untuk merayakan pesta ini, Azka dan Brian menghampiri sang pemilik acara dan bersalaman namun Fabian yang tidak lain CEO kantor ini dengan suara kerasnya memperkenalkan mereka berdua.
Azka sesekali terlibat dalam pembicaraan dengan para group yang ada di depannya dan juga manajer mereka. Beberapa kali mereka bekerja sama bahkan album kali ini kolaborasi Azka dan mereka, kedekatan mereka sudah seperti keluarga.
Azka ijin pada mereka untuk ke kamar mandi, ketika selesai dirinya mendengar pembicaraan seseorang mengenai salah satu wanita yang hadir bernama Rena. Azka tidak tahu siapa wanita tersebut dan tidak peduli, hanya ada sesuatu yang membuat dirinya ingin tahu apa maksud dari perkataan mereka.
"Maaf," suara wanita mengagetkan Azka dan hampir menabraknya.
Azka menatap wajah wanita di depannya yang terlihat biasa tapi cukup manis mengingatkan Azka pada adik kecilnya Tere yang jauh dan sudah lama tidak bertemu. Azka memandang wajah wanita yang berlalu di hadapannya dan entah kenapa Azka merasa penasaran dengan wanita tersebut.
"Lama banget ke toilet," sindir pria di hadapan Azka bernama Irfan manajer dari group tersebut.
Azka tidak menghiraukan sindiran Irfan dengan kembali memakan makanan yang ada di hadapannya, pandangan Azka teralihkan pada wanita yang berada tidak jauh darinya. Wanita yang hampir menabraknya di toilet tadi, senyuman wanita tersebut membuat Azka tidak bisa berpaling dari hadapannya.
"Rena," bisikan Brian mengagetkan Azka.
Azka menatap Brian bingung tapi sayangnya Brian tidak menatapnya setelah berbisik pada Azka.
"Siapa dia?"
"Departemen keuangan yang selalu meminta alasan kenapa kita beli ini dan itu."
Azka mengalihkan pandangan ke arah Rena yang masih berbicara dengan teman-temannya, senyuman Rena tidak hilang sedikit pun bahkan Azka dapat melihat wajah cemberutnya dan sialnya mengingatkannya pada Tere yang tidak lain adalah adik sepupunya. Menatap lurus pada Rena yang saat ini sibuk dengan sekitarnya seketika membuat Azka tersenyum kecil, jantungnya entah bagaimana berdetak saat memandang wanita bernama Rena.
"Jangan naksir dia agak judes," bisik Brian lagi.
Azka menghentikan pandangannya dan kembali menyibukkan diri dengan menyantap hidangan yang ada di hadapannya. Cukup lama berada di restoran akhirnya Azka memutuskan pulang untuk istirahat karena besok dirinya harus menghabiskan malam di studio.
Azka menghentikan tubuhnya menatap Rena yang berdiri di depan pintu, Azka tidak tahu kenapa semenjak bertemu di toilet tidak bisa melepaskan tatapan pada Rena, seolah ada magnet agar dirinya tetap memperhatikan Rena.
"Tunggu dijemput?" Rena menatap Azka bingung.
"Pak Azka belum pulang?" tanya Rena sekedar b**a – basi.
"Mau aku antar?" Rena semakin diam tidak tahu harus menjawab apa.
Rena menggelengkan kepala "tunggu kendaraan online sebentar lagi sampai."
Azka tetap berdiri di samping Rena yang semakin membuatnya bertanya tapi tidak berani dan hanya bisa diam, ketika mobil yang Rena pesan datang dengan segera masuk ke dalam setelah melihat mobil yang dipesannya sudah berada dihadapannya.
“Pak Azka saya duluan,” pamit Rena dengan membuka kaca mobil bagian penumpang.
Azka hanya mengangguk dan tidak lama mobil berjalan meninggalkan dirinya seorang diri, memutuskan untuk melangkahkan kaki menuju mobilnya agar segera pulang dan istirahat, malam ini semoga tidak ada yang mengganggu malam istirahat Azka karena tubuhnya benar-benar sangat lelah dan butuh istirahat.
"Lama sekali pulang."
Azka hanya menatap sekilas dan beranjak ke dalam kamar untuk membersihkan diri dan istirahat, ketika keluar seseorang tengah berada di ranjang Azka sambil membaca buku yang entah apa. Mencoba untuk bersikap sabar dengan menarik dan menghembuskan nafas panjang sebelum menjelaskan semuamya pada orang tersebut.
"Group yang lagi naik daun dan menerima beberapa penghargaan makanya bikin pesta yang harus kami hadiri, apa lagi aku terlibat di sana."
Azka menatap sekilas ranjangnya karena tidak ada balasan, seketika membuat Azka menghembuskan nafas panjang. Sikap orang ini terkadang membuat dirinya harus memupuk banyak kesabaran, tidak sesuai sedikit dengan keinginannya bisa membuatnya marah dalam waktu yang tidak bisa diprediksi dan Azka sangat bergantung padanya.
"Aku merindukanmu, Josh."
Azka mendatangi Josh yang masih tidak peduli dengannya dengan gerakan perlahan Azka menarik dagu Josh dan mendaratkan bibirnya di bibir Josh, Josh hanya diam tidak merespon ciuman Azka yang semakin membuat Azka gemas atas apa yang Josh lakukan."Berhenti merajuk," ucap Azka menatap Josh lembut.Josh mengalungkan tangannya di leher Azka "aku takut kamu tertarik dengan yang lain apalagi Brian."Azka tersenyum "kamu lebih menggairahkan dibandingkan dia, sekarang puaskan aku."Azka mencium kembali bibir Josh penuh gairah dan Josh membalas ciuman Azka sama menggairahkan dibandingkan sebelumnya, secara perlahan mereka membuka pakaian yang melekat pada tubuh mereka berdua. Saat ini mereka sudah sama-sama tanpa busana membuat dua pusaka mereka yang berdiri tegak terlihat jelas, Josh paham apa yang harus dilakukan yaitu memuaskan Azka dengan bermain pada pusaka yang telah berdiri."Sudah berdiri aja," ucap Josh sebelum memasukkan pusaka Azka pada mulu
Azka terkejut dengan kedatangan Josh ketika baru saja melangkah ke dalam apartemennya, Azka menarik Josh untuk segera masuk ke dalam karena tidak ingin orang tahu mengenai keanehan pada dirinya.Azka menutup pintu dan langsung mencium bibir Josh dengan penuh gairah, Josh mengalungkan tangannya pada leher Azka. Mereka ciuman dengan penuh gairah saling bertukar saliva membuat mereka larut dalam gairah."Kamu menggairahkan," goda Josh sambil membuka celana Azka.Azka menikmati permainan lidah yang dilakukan Josh tapi dalam benak Azka adalah Rena yang melakukannya, bayangan Rena yang melakukannya dengan bibir mungilnya. Tidak berapa lama Azka mencapai pelepasannya hanya dengan membayangkan Rena, Josh menatap Azka dengan penuh gairah seketika Azka sadar siapa yang memainkan penisnya."Cepat sekali keluar, kamu sudah tidak tahan ya?," Azka hanya diam tidak menjawab.Josh berdiri melangkah ke kamar mandi membersihkan cairan Azka di mulutnya, Azka me
Setelah pernyataan Azka tidak ada pembicaraan sama sekali dan akhirnya mereka memutuskan untuk pulang melupakan niat membeli perlengkapan yang dibutuhkan untuk studio, Azka dapat melihat wajah Rena memerah setelah pernyataannya dan Azka sendiri tidak tahu harus bagaimana bersikap pada Rena.Azka memutuskan membawa Rena ke taman dekat rumahnya, dalam keheningan mereka berdua sibuk dengan pemikiran masing-masing."Rena."Rena menatap Azka lembut membuat dirinya merasakan tatapan Rena seperti Tania yang selalu dirindukan, Azka seketika langsung tidak mampu berpikir jernih terlalu hanyut dalam tatapan Rena."Perkataan aku yang tadi itu aku serius.""Kita baru mengenal," tolak Rena "nggak mungkin langsung melamar.""Apa yang membuat kamu ragu?," Azka memandang Rena yang tampak gugup.Azka memegang dagu Rena agar menatap wajahnya dan tatapan lembut itu selalu mengingatkan Azka pada orang tercintanya, Azka mendekatkan diri hingga jarak
Perkataan Azka secara tiba-tiba membuat Wijaya dan Tania saling memandang satu sama lain, sedangkan Azka sendiri tidak menyadari kata-kata yang keluar dari bibirnya tersebut. Menatap mereka berdua yang hanya diam membisu setelah perkataannya membuat Azka bingung dan mencoba mengingat apa yang dikatakannya.“Kamu mencintai wanita itu?”Azka menatap bingung dengan pertanyaan Wijaya “apa perlu cinta kalau kebahagiaan bunda adalah yang utama?”“Opa tidak akan melamarkan wanita ini buat kamu jika itu tujuan kamu.”Azka membelalakkan matanya mendengar perkataan Wijaya “tapi Azka bilang besok akan bawa keluarga untuk melamar dia.”“Opa selama ini hanya tutup mulut atas apa yang kamu lakukan termasuk hubungan dengan pria itu, sebelum kamu memutuskan menikahi wanita ini lebih baik kenal terlebih dahulu perasaan kamu karena kita disini sangat menghormati para wanita.”Azka terdiam lebih tepat
Suasana langsung sunyi setelah Fabian mengeluarkan kata-kata demikian, Azka sendiri masih fokus pada monitor dihadapannya. Tidak peduli dengan perkataan dari Fabian yang membuatnya kesal sendiri, Brian sendiri menatap Fabian yang tampak menahan kesal membuatnya hanya menggelengkan kepala.“Lebih baik lo ambil sisanya biar niat lo itu nggak kebaca sama orang lain,” ucap Azka tanpa melepaskan tatapannya pada monitor “gue dengar mereka orang-orang berbakat jadi gue mau lihat sejauh mana mereka.”Fabian menatap tidak percaya mendengar perkataan Azka “maksud lo apaan niat gue ke baca?”Azka melirik sekilas “tertarik pada Bella bukan?”Fabian menatap tajam pada Brian yang langsung berpura-pura sibuk dengan monitor yang ada dihadapannya.“Bagaimana?”“Lo ikut proses negosiasi?”Azka terdiam mendengar pertanyaan Fabian seakan berpikir mengenai apa untung dan ruginya
Azka hanya diam mendengar perkataan Endi dan saat mengalihkan pandangan dimana Via langsung masuk ke dalam kamarnya membuat Azka mengikuti dari belakang, pandangan yang Azka lihat adalah Via menatap pakaiannya lalu mengeluarkan kemeja dan juga celana membuat Azka hanya menggelengkan kepala.“Bunda kalau nanti Endi nikah juga begini?”“Tentu secara waktu Billy menikah dulu juga sama sibuknya.”“Billy menikah bunda nggak ngapa-ngapin baru bergerak setelah Kak Zee melahirkan.”“Gimana mau gerak kalau ibunya orang gila macam itu,” jawab Via dengan kesal “bunda penasaran wanita seperti apa yang bisa membuat kamu seperti sekarang atau tepatnya langsung mengajak menikah tanpa pacaran.”“Nanti juga tahu sendiri.”“Jadinya jam berapa?” suara Bima membuat mereka mengalihkan pandangan.Azka membuka ponselnya yang ternyata sudah mendapatkan jawaban dari Rena tenta
Kedatangan mereka membuat keluarga Rena terkejut karena dikira oleh mereka hanya orang tua Azka tapi keluarga besarnya ikut serta, kedua orang tua Rena tidak menyangka keluarga Azka adalah orang yang tidak bisa dianggap sebelah mata dan semua orang tahu mengenai perusahaan H&D Group.“Jangan memandang saya seperti itu karena saya sama seperti kalian semua,” Wijaya membuka suara saat melihat mereka semua gugup “saya disini sebagai opa dari Azka dan ini Tania yang tidak lain adalah istri saya, kedatangan kami disini hanya menemani cucu saja dan melihat bagaimana wanita yang disukainya.”“Tetap saja saya merasa terhormat karena tiba-tiba kedatangan orang penting seperti anda semua,” ucap Rendi dengan tersenyum kaku “berarti mau tidak mau kami harus menerima lamaran ini?” goda Rendi membuat semua tertawa.“Anda bisa menolak kalau merasa Azka tidak cocok dengan Rena,” sahut Wijaya “tidak akan mempe
Acara lamaran berjalan lancar dan Azka tidak menyangka jika opa dan omanya mendukung apa yang dilakukan dengan tetap datang ke rumah Rena, acara lamaran kemarin tidak diketahui siapa pun bahkan sahabatnya Brian dan kekasihnya Josh.“Permisi,” ucap Rena membuka pintu membuat semua yang ada di studio menatap ke arahnya.Azka beranjak dari tempatnya dan meminta Rena untuk ikut dengan dia ke dalam ruangannya, ruangan yang ada disamping studio.“Saya kesini hanya ingin membayar uang kemarin,” ucap Rena saat mereka sudah ada didalam.“Kenapa tidak kirim pesan?”“Saya sudah kirim pesan dan sepertinya anda sangat sibuk karena banyak yang ingin dibuatkan lagu.”“Berhenti bersikap formal denganku,” ucap Azka tegas dengan tatapan datar.“Saya harus bersikap formal jika berada di kantor, jadi apakah bisa memberitahukan nomer rekening untuk pembayaran?”Azka menghembusk
Azka benar-benar tidak membayangkan kehidupannya sekarang menjadi seperti sekarang, hidup bersama dengan kedua wanita dan juga anak-anak yang lucu. Rena mengikuti semua perkataan Azka, tidak bisa membohonginya dengan bertemu diam-diam. Azka bahkan sudah memberikan ancaman juga pada orang tua Rena agar tidak memudahkan pria itu dekat dengan putrinya.Azka tahu secara nasab putrinya ini tidak pada dirinya, dimana hanya pada Rena nasabnya jatuh. Awalnya terjadi perdebatan dan akhirnya dengan terpaksa menggunakan namamya untuk akta, bagaimanapun ini semua demi ke depan sang anak.“Kamu nggak ke Wulan?” tanya Rena sambil menggendong putrinya.“Nanti.” Azka menjawab singkat.“Wulan pasti butuh bantuan apalagi anak kalian baru beberapa bulan.” Rena mengingatkan Azka.“Kamu tenang saja Wulan bisa mengatasinya.” Azka menjawab singkat.Tidak ada suara diantara mereka kembali, Azka sendiri tidak ped
Azka tahu dan sadar jika anak yang dilahirkan Rena bukan darah dagingnya, tapi tidak membuat perasaan cemas dan takutnya hilang. Azka takut terjadi sesuatu pada Rena saat melahirkan, ketakutan yang sama saat Wulan berada didalam walaupun pastinya berbeda.“Rena kuat, jadi tenang saja.” Bima menepuk bahu Azka pelan agar tidak terlalu cemas.“Kamu doakan saja, kalau Rena tahu kamu begini pasti kepikiran,” tambah Via membuat Azka akhirnya duduk disamping Via.Tidak ada yang tahu masalah rumah tangganya, kecuali Rifat dan orang tua bundanya. Azka meminta mereka untuk merahasiakan semuanya, tidak mau kedua orang tuanya tahu dan biarkan tetap menganggap anak Rena adalah cucunya. Orang tua Rena sendiri tidak banyak berubah dalam bersikap, tidak mau ambil pusing dengan apa yang dilakukan mereka karena bagi Azka adalah rumah tangganya. Tidak lama pintu terbuka membuat semua berdiri termasuk Azka, mendatangi dokter yang menatap mereka dengan senyum lebarnya.
Proses Josh keluar tidak membutuhkan waktu lama, Azka tidak mau membuang waktu menjemput pria itu, cukup sudah dirinya memberikan kebaikan dengan menarik laporan bersama dengan Wulan. Rena terkejut dengan keputusan yang Azka buat dengan Wulan, tapi sekali lagi tidak bisa berbuat banyak. Kehamilan Wulan sudah diketahui banyak orang, tidak kecuali orang tua Rena. Sikap mereka pada Wulan tidak banyak berubah, tapi Azka tidak peduli dan setiap keluarga Rena datang ke rumah itu artinya pintu penghubung akan dikunci dan kunci ada di Azka. Orang tua Rena sendiri tidak meminta maaf atas apa yang telah mereka lakukan pada anaknya, sedangkan Azka berusaha untuk membuat Rena nyaman bersamanya dan juga perasaan Azka tidak bisa lepas dari Rena, meskipun wanita itu telah menyakitinya. Rena sendiri juga tidak merubah sikapnya, masih perhatian dengan Azka dalam hal apapun seperti biasa.“Wulan kerja?” tanya Rena yang hanya diangguki Azka. “Minta dia temani aku, takut tiba-tib
“Aku menarik gugatan pada Josh.” Azka mengatakan dengan nada datar dan sikap dinginnya.Rifat mengangkat alisnya mendengar perkataan Azka, “sudah kamu pikirkan dengan benar dan dalam?”Azka mengangguk “Menarik gugatan bukan karena aku masih memiliki perasaan sama dia, tapi aku merasa salah memasukkan orang yang tidak bersalah.”Rifat menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan Azka, “alasan masuk akal, lalu bagaimana dengan rumah tanggamu? Orang tua kalian sudah tahu?”“Oma opa sudah tahu?” tanya Azka tanpa menjawab pertanyaan Rifat.Memutar bola matanya malas mendengar pertanyaan Azka, tanpa ada niat pria itu menjawab pertanyaannya. “Menurut kamu mereka sudah tahu? Nggak mungkin aku nggak melaporkan semua perkembangan kasusmu sama mereka.” Rifat menjawabnya malas. “Kamu nggak ada niatan berbicara sama kedua orang tuamu itu?”“Nanti kalau semua selesai.” Rifat memutar bola matanya malas “Lagian Endi pasti
“Itu kata-kata Rena?” tanya Rifat yang diangguki Azka.Pagi-pagi setelah sarapan, langsung menuju rumah Rifat menceritakan semuanya. Kedatangannya membuat Rifat mengerutkan keningnya, tidak menunggu waktu lama langsung menceritakan semua yang Rena katakan.“Lantas bagaimana? Semua terserah sama kamu.” Rifat melanjutkan kata-katanya.“Pantas saja Brian diminta menjadi saksi kunci, pada saat itu memang berbicara dengan Josh.” Azka berkata sambil memikirkan semuanya.“Itu tidak penting, sekarang apa yang akan kamu lakukan? Josh nggak mungkin didalam sana dengan tuduhan yang tidak dilakukannya, tapi kalau Josh bebas kamu bisa kembali menjadi yang dulu.” Rifat memandang penuh selidik pada Azka yang hanya diam.“Aku nggak akan tergoda sama dia.” Azka mengatakan dengan penuh keyakinan.“Lalu kemarin?” Rifat memberikan tatapan penuh selidik membuat Azka terdiam “Terpaksa demi sebuah rahasia.”“Memang itu.” Azka men
“Bukannya sekarang kamu seharusnya ada di Rena?” Wulan menatap Azka bingung.Azka menarik Wulan kedalam pelukannya, membuat dirinya terkejut atas apa yang Azka lakukan tiba-tiba. Membelai punggungnya perlahan membuat pelukannya semakin erat, perasaannya saat ini tidak bisa dinilai oleh apapun, lebih pada perasaan bersalah saat memeluk Wulan. Azka juga sebenarnya tahu kalau Wulan terlibat didalamnya hanya saja anaknya yang tidak berdosa harus hilang tiba-tiba karena apa yang mereka lakukan, terutama dirinya dan itu semakin membuat hatinya sesak..“Lebih baik selesaikan dengan Rena, tidak baik sebelum tidur masalah belum selesai.” Wulan berkata lembut membuat Azka terdiam “Kesanalah pasti Rena membutuhkanmu.”Wulan melepaskan pelukan Azka darinya, memegang kedua pipi Azka membuat mereka saling menatap satu sama lain. Membelai kedua pipi Azka tanpa melepaskan tatapan mereka, membuat Azka menyadari satu hal Wulan mencintai dirinya dengan tulus. Perasaan
Memasuki rumah langsung disambut Rena yang mendatanginya dan mencium punggung tangannya, melihat ini semua membuat Azka tidak percaya pada apa yang dikatakan Rifat dan juga Josh. Sudah membuat keputusan untuk menerima Rena apapun kondisinya, kecuali ayah sebenarnya dari bayi ini meminta hal yang tidak bisa Azka hentikan.“Aku mau mandi dan langsung tidur,” ucap Azka saat memasuki kamar.“Aku akan siapkan bajumu.” Rena mengatakan dengan lembut yang hanya diangguki Azka.Memikirkan banyak hal dalam kamar mandi, membuat Azka tidak tahu harus bersikap seperti apa dihadapan Rena. Azka sangat tahu jika Rena cukup cerdas dalam menilai sesuatu, setidaknya berbicara dengan Rena adalah hal utama. Memilih untuk mempercepat mandinya agar bisa berbicara langsung dengan Rena, keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk untuk menutupi bagian bawahnya.“Kamu lagi banyak beban pikiran.” Rena membuka suara pertama kali membuat Azka menatap sekilas kear
Wanita yang dicintainya bisa melakukan hal gila, tidak bisa menyalahkan karena posisinya jauh lebih salah. Membuat Rena menjadi kedua meskipun menikahinya secara sah di agama dan negara, hanya saja sebagai wanita Rena tidak terima dengan apa yang Azka lakukan.Semua kata-kata yang Rifat katakan membuatnya terkejut, selama ini Josh membantunya dalam menemukan cinta sebenarnya. Wulan yang dianggap hanya sebagai pelarian dirinya dan pemuas ranjang, tidak lebih dari wanita yang sebenarnya memiliki peran penting dalam kehidupan Azka. Perasaan bersalah kembali hadir ketika mengingat anaknya tidak bisa diselamatkan, tapi tetap tidak bisa menyalahkan siapapun.“Kamu sudah tahu semuanya, sekarang keputusan ada di tanganmu.” Rifat membuyarkan lamunan Azka.Menghembuskan nafas kasar dengan memejamkan matanya, Rifat hanya diam memandang apa yang Azka lakukan. Suasana diantara mereka menjadi sunyi, tidak ada yang membuka suara sama sekali setelah Rifat mengataka
“Apa yang dikatakan dia tidak benar.” Rifat berkata singkat.“Opa aja tahu kalau apa yang dia katakan nggak benar, kamu masih aja bisa masuk dalam jebakannya.” Wjjaya memutar bola matanya malas pada Azka.“Kamu akan mempertahankan mereka berdua?” Azka mengalihkan pandangan pada Tania yang menatapnya lembut.“Nggak mungkin aku melepaskan salah satu diantara mereka berdua.” Azka mengatakan dengan tegas.“Segala resiko harus kamu hadapi dan kami tidak akan ikut lagi.” Tania mengatakan dengan suara tegasnya.Diam, mencerna kata-kata Tania. Perkataan yang memang benar adanya, tapi dirinya masih terbayangkan kata-kata yang keluar dari bibir Josh. Tidak tahu dan seharusnya tidak terjadi sama sekali Azka mencurigai Rena, wanita yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.“Apa nggak bisa kamu memilih salah satu diantara mereka berdua?” pertanyaan Wijaya membuat Azka mengerutkan keningnya “keluarga kita hanya setia pada