Share

You Make Me High
You Make Me High
Penulis: Liliay

1. 10 Miliar

Penulis: Liliay
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-04 04:58:12

Bianca meraih ponsel dari atas nakas, melihat waktu yang sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Matanya melirik pria yang masih tidur di sebelahnya. Lalu tanpa membuang waktu lebih lama dengan tubuh telanjang Bianca beranjak.

Masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Kemudian membungkus dirinya kembali dengan pakaian ketat yang semalam ia kenakan. Tangannya meraih cek yang terletak di sebelah ponsel lalu memasukkan keduanya ke dalam tas.

"Udah mau pergi?"

Suara serak dari pria yang masih terpejam itu membuat Bianca menoleh. Menjawab hanya dengan gumaman.

"Kapan-kapan lagi, ya?"

"Siapin aja uangnya," jawab Bianca sebelum membuka pintu hotel.

Wanita berparas cantik dengan tubuh sexy itu berjalan santai di lorong menuju lift. Suara sepatu hak yang dia pakai terdengar nyaring karena suasana yang sepi.

Bianca yang semula menunduk mengangkat wajah. Mata tajamnya langsung bertabrakan dengan seseorang yang berjalan dari arah berlawanan. Keduanya sama-sama berhenti di depan lift.

Pria itu yang menekan tombol lift, lalu tak lama pintu lift terbuka. Bianca berdiri di sudut dengan si pria yang berada di sudut berlawanan.

"Alone?"

Bianca melirik, menemukan tatapan pria itu yang memandangnya secara terang-terangan.

"Hm," jawabnya.

"Mau diantar?"

"No, thanks."

Jelas saja Bianca menolak. Mereka baru pertama kali bertemu. Ia memang sudah terbiasa pergi berdua dengan pria asing, namun, tidak pernah dengan pria yang tidak memberikan uang. Semuanya dalam hidup Bianca memang tentang uang.

Karena ia tidak ada waktu untuk memikirkan hal yang lain selain lembar kertas berharga itu.

Si pria yang awalnya berada di sudut itu mendekat, membuat Bianca menegakkan tubuh. Was-was.

"Ravindra," kata pria itu.

Bianca menaikkan sebelah alis. Menatap pria yang memperkenalkan diri itu dengan penuh tanya.

"What's your name?"

Orang bilang, sepertiga malam terakhir memang waktu yang magis. Mungkin karena itu kedua insan berbeda gender bisa mengobrol tanpa ragu. Meski sangat ketus tapi Bianca tetap menyebutkan nama.

"Bianca."

"Oke, Bianca." Ravindra menjilat bibir bawahnya. "Bye the way, partner sex mu liar juga."

Bianca tidak menunda untuk menoleh. Sedikit mendongak karena perbedaan tingginya dengan Ravindra.

Ravindra yang ditatap tajam seperti itu menunjuk leher dan pundak Bianca yang terekspos. "Itu merah semua."

Dan Bianca hanya memutar bola matanya. Ternyata hanya karena kissmark Ravindra tahu kalau dirinya telah bercinta. Tadinya wanita itu pikir, Ravindra tahu karena ada kamera yang dipasang dikamar tempatnya tadi.

Bukan tanpa alasan Bianca berpikir seperti itu karena dirinya pernah mendapat customer yang diam-diam menaruh kamera untuk merekam sesi bercinta mereka.

"Jeli juga penglihatan lo," balas Bianca sewot.

Setelah mengatakan itu, pintu lift terbuka. Bianca langsung keluar tanpa mengatakan apapun lagi. Tapi baru dua langkah, tangannya dicekal. Ia menoleh, melihat Ravindra yang juga menatapnya.

"Elo mau apa megang tangan gue?" tanya Bianca ketus.

Sikapnya memang tidak akan pernah ramah pada siapapun. Ia selalu menunjukkan cakar dan taringnya. Tidak peduli seberapa penting pria yang ia layani. Bahkan dengan Sarah, mami di club tempatnya bekerja saja Bianca tidak pernah sopan.

"Minta nomor," kata Ravindra. Pria itu menyerahkan ponsel. "Kali aja aku mau makek kamu."

Semua pria memang sama saja. Mendekati wanita sexy hanya untuk kepuasan nafsu.

"Gue mahal."

Ravindra mengangguk. Uang bukan masalah. Ia bisa memberikan berapa pun yang wanita itu minta.

"Mahalnya seberapa? Mau ditransfer sekarang? Berapa? Seratus juta? Eh, kemahalan ya segitu?"

Bianca mendengus kasar. Sudah biasa diremehkan seperti ini. Ia tidak merasa harga dirinya diinjak-injak. Tapi hatinya tetap merasa kesal karena tubuhnya yang sudah lelah dan mau tidur secepatnya, harus terkendala oleh pria asing yang hanya mampu menyebutkan angka seratus juta untuk dirinya.

Harganya jauh lebih mahal dari itu asal tahu saja. Dia adalah wanita penghibur VVIP yang tidak pernah mengecewakan. Dirinya hanya melayani pria kaya dan juga tampan.

Oke. Ia akui Ravindra memang tampan. Tapi apa pria itu juga kaya? Bianca memindai penampilan si pria. Kemeja merah maroon dan juga celana bahan hitam yang dipakai memang dari brand ternama. Jam tangan seharga ratusan juta dan juga bau parfum yang sangat langka.

Bianca mengangguk. Pria didepannya memang kaya. Maka, wanita itu langsung menyahut benda pipih berwarna hitam. Mengetikkan nomor dan langsung menyimpannya di ponsel Ravindra.

"Seratus juta mah cuma buat jajan cilok." Bianca mengembalikan ponsel milik si kaya. "Buat elo harga gue sepuluh miliar. Boleh chat kalau ada uang, kalau gak ada skip."

Setelah mengatakan itu, Bianca langsung berjalan pergi. Tanpa pamit dan tanpa menoleh. Pria dibelakang memang sayang kalau diabaikan tapi dirinya sudah sangat lelah untuk melakukan flirting.

Ravindra yang memperhatikan Bianca dari belakang tersenyum tipis. Mencium bau ponselnya yang ada sisa parfum Bianca. Dia boleh dibilang gila karena bisa-bisanya dirinya tersenyum dengan hati berdebar karena seorang pelacur.

***

Pukul enam sore Bianca sudah selesai dengan make up dan tatanan rambutnya yang ponytail. Wanita berusia dua puluh delapan tahun itu berdiri dari kursi, mematut dirinya sekali lagi di depan cermin sebelum keluar dan mulai mencari pria kaya.

"Bi, ada yang nyari elo, tuh."

Bianca menoleh. Melihat Sarah yang berdiri di ambang pintu. "Siapa?"

"Katanya sih Ravindra."

Si cantik dengan rambut hitam itu mengernyit. Seperti pernah mendengar nama itu tapi lupa dimana. Bianca memang tidak memiliki ingatan yang bagus. Jadi, sebaiknya ia langsung menemui saja.

Siapa tahu pria yang bernama Ravindra itu kaya tujuh turuan dan sangat loyal.

"Dimana dia?"

"Di depan meja bartender."

Bianca langsung berjalan cantik melewati Sarah begitu saja. Tanpa ada ucapan terima kasih atau yang lainnya. Sarah biasa saja, hanya diam tanpa menegur lagi. Sudah hapal dengan sikap Bianca yang memang kurang ajar.

Malam itu Bianca memakai dress merah yang ketat tanpa lengan. Ia sengaja memamerkan lengan putih dan juga kaki sexy miliknya. Begitu keluar dari lorong gelap semua mata langsung memandangnya. Siulan nakal dan juga namanya yang dipanggil tidak membuat Bianca berhenti untuk menoleh atau tersenyum.

Dia memang sedingin itu. Tapi itulah daya tariknya.

Bianca langsung menuju meja bartender. Mata kucingnya yang tajam bisa melihat seorang pria duduk di kursi tinggi, membelakangi dirinya. Bianca benar-benar tidak ingat siapa pria itu meski rasanya pernah mendengar namanya.

"Ravindra?"

Pria yang dipanggil menoleh. Bianca membelalakkan mata, langsung ingat dengan wajah tampan di depannya.

"Gue kira siapa," kata Bianca lalu duduk di sebelah Ravindra.

"Kamu lupa sama aku?" tanya Ravindra tak percaya. "Baru dua hari lho ini."

Bianca mengedikkan bahu. Jangankan dengan pria dua hari yang lalu, dengan siapa dirinya kemarin bercinta saja Bianca tidak ingat.

"Engga harus kan ya gue inget sama wajah tengil kayak elo," balas Bianca cuek. "Jadi, mau apa nyari gue?"

Ravindra melengos. "Nomor yang kamu kasih itu salah. Makanya aku nyari kesini."

Bianca bergumam, nomor yang ia berikan waktu itu hanya asal. Dia memang tidak pernah memberikan nomor hape pada pria secara langsung. Semua lelaki yang menginginkan dirinya harus melewati Sarah lebih dulu.

"Kok tau gue ada disini?" tanya Bianca heran. "Elo pelanggan club sini?"

Ravindra menggeleng. "Bukan."

Bianca berharap ada kalimat lanjutan dari Ravindra sebagai penjelasan. Karena sekarang Bianca sangat ingin tahu. Tapi sepertinya si pria tidak berniat menjawab lebih banyak. Maka, ya sudah. Bianca bisa apa memangnya?

Ia terlalu malas untuk sekedar memaksa Ravindra menjawab lebih banyak.

"Jadi kesini mau minta nomor asli?"

Ravindra mengangguk. Tujuannya memang itu. Percaya atau tidak, Ravindra merasa stress sejak mencoba menghubungi Bianca tapi nomornya malah tertuju pada abang-abang tukang bakso.

"Engga bakalan gue kasih."

Ravindra mengernyit. Menopang kepalanya dengan tangan di atas meja.

"Kalau dikasih sepuluh miliar masih engga mau ngasih?"

Bab terkait

  • You Make Me High   2. Be My Slut

    Bianca tidak tahan untuk tidak memutar bola matanya. Entah kenapa jadi merasa sebal diingatkan dengan perkataannya sendiri. Padahal dia hanya bercanda waktu itu. Lagi pula pria gila mana yang akan memberikan harga setinggi itu untuk wanita yang sudah tidak perawan sepertinya. But, once again. Prioritas utama Bianca adalah uang, jadi, mari diiyakan saja."Boleh kalau situ mampu," balasnya cuek.Bianca membalikkan tubuh, tidak lagi menatap bartender yang sedang menyiapkan pesanan. Dara cantik berusia dua puluh delapan tahun itu mengedarkan pandangan, mencari mangsa tentunya. Tapi di jam segini tidak banyak orang yang datang. Masih butuh beberapa jam lagi bagi Bianca untuk bisa meraih kantong pria kaya.Ravindra mengikuti Bianca menatap dance floor.

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-04
  • You Make Me High   3. So, be mine?

    Bianca menoleh ketika namanya dipanggil dengan suara keras. Ingin tahu siapa bajingan yang sedang mengganggu dirinya bekerja. Alisnya langsung naik sebelah ketika menemukan Ravindra sedang menatap dirinya tajam.Mau apa lagi pria ini?"Antri dulu kalau mau juga," kata wanita itu ketus.Pria yang seharusnya dilayani oleh Bianca sepertinya juga merasa kesal karena kegiatan panasnya diganggu. Padahal dirinya sudah mengeluarkan banyak uang untuk mendapatkan kesenangan terbaik yang bisa ditawarkan club ini.Meski begitu, sepertinya si pria masih enggan untuk bangkit dari posisi terlentangnya di atas kasur."Berani banget, sih, elo ganggu?"Ravindra mengernyit, mengenal dengan baik suara siapa orang yang sedang kesal padanya itu. Tanpa ragu Ravindra berjalan mendekat."Mau apa?" ketus Bianca. Tangannya berusaha mendorong tubuh keras Ravindra, tapi, gagal."Bajingan gila lu," ujar Ravindra marah. Ia menendang kaki si pria yang sedang

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-08
  • You Make Me High   4. Black Card Asli

    Ravindra sialan. Bisa-bisanya pria itu malah memberikan sesuatu yang tidak mungkin Bianca tolak seperti ini. Membayarkan hutang dan memberikan sebuah black card? Shit, Bianca jelas tidak akan menolak kalau ada lelaki yang suka rela malakukan hal seperti itu padanya. Walau tidak bisa menolak, Bianca juga tidak bisa iya-iya aja. Lelaki didepannya ini menipu dirinya tadi, memberikan harapan palsu padanya tentang uang sepuluh miliar. Bodoh namanya kalau Bianca sekarang terima-terima saja dengan penawaran Ravindra. "Gue buktiin dulu ini beneran black card apa engga," kata Bianca dengan mata memicing. Ravindra terkekeh. Walau sebenarnya agak tidak terima juga dengan kalimat Bianca. "Itu black card asli," balas Ravindra sabar. "Ya dibuktiin dulu." Karena Bianca sangat keras kepala dan Ravindra juga tidak dalam kondisi bisa memaksa, maka, ia hanya bisa setuju saat wanita itu bilang akan membawa black card miliknya lebih dulu. Ravindra

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-10
  • You Make Me High   5. Dikembalikan

    Bianca malam hari dan siang hari memang memiliki tampilan yang jauh berbeda. Jika di malam ia akan berpakaian sexy dengan menonjolkan bentuk tubuhnya, maka, di siang hari wanita cantik itu justru terlihat cute dan manis. Bianca terlihat sangat santai hanya dengan memakai jeans dan juga kaos putih lengan panjang.Tidak peduli bagaimana gaya Bianca, wanita itu akan tetap cantik dan selalu mempesona dengan pakaian yang ia kenakan.Bianca yang mondar-mandir melayani pembeli di Cafe itu membuat Ravindra tersenyum tipis. Siapa sangka wanita ketus dan dingin seperti Bianca mau repot-repot melakukan pekerjaan melelahkan seperti menjadi pelayan. Padahal seharusnya pendapatannya di Club sudah cukup menghidupi Bianca.Pria dengan kaos berwarna kuning dan celana selutut itu memasuki Cafe. Membuat beberapa pelayan melihat ke arahnya karena lonceng yang berbunyi memang menarik perhatian. Tapi, wanita yang dari tadi jadi pusat perhatiannya sama sekali tidak melirik.Rav

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-22
  • You Make Me High   6. Berapa Hargamu?

    Bianca mengenakan pakaian berwarna merah yang memamerkan perut ratanya malam itu. Bersama dengan make up tebal yang menggoda di wajah tipisnya. Aroma mawar yang menguar dari tubuhnya membuat beberapa pasang mata langsung melirik. Tak sedikit pula yang menatapnya memuja. Tidak hanya laki-laki. Perempuan pun juga ada yang memandangnya kagum. Kharisma Bianca memang sekuat itu sampai mampu membuat orang lain tetap fokus melihatnya. "Orang yang menyewa lo malam ini masih dalam perjalanan," ujar Sarah yang menghampiri Bianca. Perempuan cantik yang dibalut pakaian merah itu mengangguk. Kemudian dengan santai duduk di salah satu sofa yang menghadap langsung ke arah panggung. Tempat dimana biasanya penari telanjang beraksi. "Dia minta lo menunggu di luar lima menit lagi," kata Sarah lagi. Bianca menoleh. "Tidak di sini? Dia mau membawaku kemana?" Sarah mengedikkan bahu. "Engga ngerti. Bawa saja tasmu seperti biasanya," balasnya. "Mungkin mau langsung ke hotel." Tidak banyak pelanggan ya

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-22
  • You Make Me High   7. Penjelasan Yang Tidak Perlu

    Ravindra pasti sudah gila dengan mengeluarkan kalimat seperti itu. Ia tak ada bedanya dengan para bajingan yang hanya suka menggunakam wanita demi kepuasan nafsu. Lelaki itu mengusap wajahnya, berusaha menghilangkan keinginan untuk menerjang Bianca sekarang juga."Sorry, aku tidak bermaksud."Binca mengangkat sebelah alisnya. "Tidak bermaksud apanya? Hal yang wajar kok seorang berengsek tanya harga pelacur sepertiku," balas Bianca sarkas. Dirinya juga masih kesal karena pria itu berani menciumnya cuma-cuma.Ravindra spontan menoleh dengan tatapan dingin. Keberatan dengan Bianca yang menyebut dirinya sendiri pelacur. Meskipun itu kebenaran tapi Ravindra tidak menyukainya."Kamu menyukai pekerjaanmu ini?" tanya lelaki itu dengan nada lebih kalem dari sebelumnya.Si cantik berbaju merah itu tampaknya juga lebih tenang dari sebelumnya. Terbukti dari cara Bianca menyamankan dirinya duduk di kursi mobil mewah Ravindra."Sangat. Karena cuma ini yan

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-23
  • You Make Me High   8. Godaan Ravindra

    "Padahal bisa gue jemput sendiri," kata Bianca begitu Mila memasuki rumahnya. Ada seekor anjing berbulu hitam di gendongan temannya itu."Kan gue yang bawa dia, ya gue yang balikin dong." Mila menaruh anjing milik Bianca itu di lantai. Membiarkannya berlarian senang karena mungkin sudah rindu dengan rumah Bianca."Kuku kangen sama Mommy, ya?" tanya Bianca dengan suaranya yang dibuat lucu. Kedua tangannya direntangkan menyambut Kuku yang berlari ke arahnya.Sudah satu minggu dua makhluk itu tidak saling bertemu. Mila meminjam Kuku untuk dijadikan teman di rumahnya selama suaminya pergi dinas ke luar kota. Dan sebagai teman yang baik, Bianca mengizinkan meski dirinya yang merasa kesepian."Tumbenan lo belum berangkat ke Cafe?"Bianca membawa Kuku duduk di atas pangkuannya. "Libur gue hari ini," balas wanita itu."Capek?"Bianca mengangguk."Ngangkang berapa jam lo semalam?"Bianca berdecak, sikutnya mendorong lengan Mila p

    Terakhir Diperbarui : 2022-02-23
  • You Make Me High   9. Kelembutan dan Kehangatan

    Bianca berdecih mendengar kalimat yang dilontarkan Ravindra. Wanita itu kemudian duduk di sebelah si pria, bukan di atas paha sesuai yang diminta. Membuat Ravindra jadi berdecak sebal. "Kalau aku bilang duduk di sini harusnya kamu nurut," kata Ravindra kesal. "Kenapa?" Ravindra memasang wajah masam. "Tentu  saja karena aku sudah membayar cukup mahal." Saat Sarah mengatakan ada tamu untuknya yang membayar mahal, Bianca tidak pernah berpikir kalau orang itu adalah Ravindra. Mengingat bagaimana dirinya selalu menolak dan Ravindra juga tidak lagi menemuinya. Bianca kira Ravindra tidak akan lagi muncul di hadapannya, ternyata ia salah besar. Ravindra masih sangat percaya diri untuk muncul di hadapannya. "Aneh rasanya mendengar seorang Adiwijaya berkata mahal," ujar Bianca sinis. "Usia lo berapa?" "Kenapa tiba-tiba tanya usia?" Ravindra memang sepertinya tidak diberi kesempatan untuk kesal dengan Bianca berlam

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-10

Bab terbaru

  • You Make Me High   41. Kedatangan Melodi

    Ravindra menggeram kesal sekaligus gemas. Merasakan tangan lembut Bianca meremas miliknya di bawah sana membut darah Ravindra berdesir. Sebagai pria normal jelas dia ingin melakukannya. Jika ingin mengikuti nafsu Ravindra pasti sekarang sudah menyeret Bianca dan membuatnya tak bisa menjauh dari tempat tidur. Hanya saja, jika Ravindra melakukan itu maka dia sama saja dengan pria berengsek lain yang memperlakukan Bianca sebagai wanita pemuas nafsu. "Jangan keterlaluan, Bi," peringat Ravindra dengan suara dalam. Namun, Bianca bukanlah tipe wanita penakut yang akan menuruti Ravindra begitu saja. Dia sudah terlanjur kesal dan malu. "Lo yang jangan keterlaluan," balas Bianca kesal. Lalu mendorong tubuh Ravindra menjauh sebelum akhirnya masuk ke dalam bar. Meninggalkan Ravindra yang menatap kepergiannya dengan wajah mengeras. "Bapak ada di sini?" Ketika mendengar suara tanya dalam Bahasa, Ravindra menoleh ke belakang. Menemukan Ilham, sekretarisnya, yang sedang berjalan ke arahnya. Ali

  • You Make Me High   40. Are You Sure?

    "Bi?" Bianca pura-pura tak dengar, dia lebih sibuk scroll beranda sosial medianya dengan tak minat. Masih kesal dengan Ravindra yang menghancurkan suasana begitu saja dengan kalimatnya yang ajaib. Ingin tapi tak bisa? Hah, dasar gila! Belum pernah Bianca menemui pria yang menolak melakukan hubungan sex padahal sudah turn on. Terlebih si wanita juga menginginkan hal yang sama. Bianca berdecak dan sedikit menjauh ketika tangan hangat Ravindra menyentuh pundaknya. Rasa kesal Bianca membuat kamar presiden suite ini terasa seperti kamar kos yang kecil. Sangat memuakkan. "Bi, jangan marah. Aku cuma nggak mau ngelakuin hal itu tanpa cinta," kata Ravindra menjelaskan. Lelaki dengan rambut hitam dan hidung bangir itu meringis. Tahu kalau jawabannya mungkin tidak masuk akal. Namun, sungguh. Dia benar-benar tidak mau menyatukan tubuh mereka sebelum ada cinta di hati Bianca. Karena Ravindra tidak mau hubungan mereka ke depannya hanya berbalut nafsu. "Bullshit! Kalau gitu kenapa nyari pelac

  • You Make Me High   39. Godaan yang Panas

    Kedatangan Ravindra ke Korea Selatan sebenarnya karena ada urusan hotel yang harus dia selesaikan. Hanya saja, dia pikir untuk liburan setelah menyelesaikan pekerjaan bukan lah sesuatu yang buruk. Karena itu, Ravindra membawa Bianca juga untuk ikut dengannya. "Berapa lama kita di Korea nanti?" tanya Bianca setelah menyesap wine dari gelas dengan gagang tinggi yang cantik. Wanita dua puluh delapan tahun itu melihat ke jendela, tersenyum bahagia. Tak menyangka kalau dia bisa meniki pesawat dan bepergian ke luar negeri dalam hidupnya. Mana pakai pesawat pribadi keluarga Adiwijaya lagi. Ravindra menggulung lengan kaos putihnya yang panjang sampai siku. Kaca mata yang sejak tadi ia kenakan dilepas. Melihat Bianca dengan mata telanjang jauh lebih memuaskan. Lelaki itu merentangkan tangan ke belakang tubuh Bianca. Telapaknya mengusap lembut pundak Bianca yang terbuka. "Satu minggu, aku akan menyelesaikan pekerjaan dengan cepat biar kita bisa jalan-jalan." Bianca menoleh, menatap lelaki

  • You Make Me High   38. Cantik

    "Yang pink coba, Mel. Kayaknya cantik buat kamu." Melodi mengangguk, kembali masuk ke dalam ruang ganti. Mengganti pakaian yang sudah entah sudah keberapa kali, dia sendiri sudah pusing karena sudah hampir dua jam terus mencoba baju di butik langganan mamanya. Tapi, sebagai anak penurut yang tak pernah membantah tentu saja Melodi hanya bisa menyanggupi. Tak berani protes sama sekali. Melodi kembali muncul di depan mamanya dengan midi dress satin berwarna baby pink. Dia tidak terlalu menyukai warna pink yang menurut mamanya cantik ini. "Tuh, kan, cantik. Beli itu aja buat kencan sama Ravindra kapan-kapan." Meski sudah mengatakan cantik pada beberapa gaun, nampaknya mama Melodi tak berniat untuk berhenti melihat-lihat. Terbukti dari wanita paruh baya itu yang kembali melangkah menyusuri deretan baju. "Mama udah, hampir tiga jam kita di sini." Melodi berkata lembut, mencoba menghentikan mamanya. "Ravindra kayaknya bakalan bosen kalau kamu pakek yang sopan terus," balas wanita itu

  • You Make Me High   37. Kissing

    Bianca membuka matanya perlahan, tangannya terangkat mengusap sudut mata yang terasa risih. Berniat segera bangun dan menemui Kuku, namun ia merasakan sesuatu yang berat di perutnya. Wanita itu menoleh dan langsung menemukan Ravindra yang tertidur pulas. Bianca mengerjap perlahan, kemudian menghela napas setelah mengingat alasan Ravindra tidur di sebelahnya. Lelaki itu tidak ingin tidur terpisah dengannya. Wajah pulas Ravindra yang imut membuat Bianca menyunggingkan senyum. Tangan lentiknya mengusap rambut si pria, dengan lembut. Merasa semakin tertarik untuk memperhatikan lebih, Bianca merubah posisinya miring menatap Ravindra. "Lucu banget, sih," ujarnya pelan lalu terkikik. Bianca gemas sendiri melihat wajah Ravindra yang polos. Tidak ada raut wajah berengsek atau pun dingin, yang ada hanya wajah bayi yang lucu dan seakan menarik Bianca untuk menciumnya. Wanita itu menggigit bibir bawah sembari tangannya menusuk dada si lelaki beberapa kali. Merasa kalau Ravindra tak akan bangu

  • You Make Me High   36. Sebuah Janji

    Bianca termenung di sudut lift, memikirkan semua kalimat Mila. Tentang bagaimana jadinya hubungan dia dengan Ravindra. Bianca memang tidak berharap lebih, lelaki itu cukup memberikan dia hidup yang layak saja sudah cukup. Tapi, perasaan manusia bisa saja berubah, right? Lihatlah dirinya. Dulu begitu gigih menolak semua tawaran Ravindra. Dengan yakin mampu berdiri dibawah kakinya sendiri dan tidak membutuhkan bantuan siapapun. Tapi, sekarang Bianca menjilat ludahnya sendiri. Dia menjadi simpanan, selingkuhan atau apapun itu sebutannya bagi Ravindra. Dia juga tidak lagi bekerja, pengeluarannya ditanggung oleh bungsu Adiwijaya itu. Dentingan pintu lift membuat Bianca menegakkan tubuh, bersiap keluar. Langkahnya melambat menuju satu-satunya pintu di lantai tertinggi gedung apartemen ini. Masih belum menyangka kalau sekarang di sini lah tempat dia tinggal. Bianca menaruh sidik jarinya sebelum membuka pintu. "Udah pulang?"Ravindra langsung keluar dari dapur ketika mendengar pintu terb

  • You Make Me High   35. Sampai Bosan

    Selama membelah padatnya kota, Bianca tidak henti-hentinya mengembangkan senyum. Wajahnya yang cantik menjadi sangat cerah, dengan kepala bergerak menikmati kesenangan ini. Ia memang ingin memiliki mobil, tetapi, tidak menyangka kalau akan memilikinya secepat ini. Ditambah lagi ini adalah mini cooper. Mobil impian Bianca. Sepertinya Ravindra menyelidikinya dengan baik. Lelaki itu tahu mobil apa yang dia inginkan tanpa bertanya. "Na na na na na Ice on my wrist, yeah, I like it like this. Get the bag with the cream. If you know what i mean." Binca bernyanyi dengan riang sampai tanpa sadar sudah sampai di tempat yang ia tuju. "Ravindra memang yang terbaik," ucapnya dengan riang. Bianca memarkirkan mobilnya di halaman rumah Mila. "Ya ampun, ternyata lo, Bi. Gue kira siapa numpang parkir," seru Mila ketika Bianca sudah keluar dari mini cooper merahnya. Kedua wanita yang adalah sahabat itu berpelukan. Kemudian beriringan masuk ke dalam rumah Mila. "Mobil baru, cuy. Sugar daddy gue ya

  • You Make Me High   34. Kemungkinan

    Ravindra keluar dari mobil sport yang setiap hari ia gunakan. Lelaki dengan setelan rapi itu mendongak, menatap kamar Melodi yang jendela balkonnya baru saja ditutup saat mobilnya tiba. Sepertinya gadis dua puluh tiga tahun itu menunggu kehadirannya sejak tadi. Kaki panjang Ravindra melangkah memasuki halaman rumah mewah keluarga Rahadi. Ia langsung disambut dengan pemandangan Melodi yang berlari turun melewati tangga. Tubuh mungil gadis itu langsung menabrak Ravindra sampai membuatnya mundur satu langkah. "Kirain bukan Kakak yang jemput," ucap Melodi. "Aku nggak ada kerjaan yang penting hari ini." Ravindra melepaskan pelukan Melodi. "Mana Mama?" Melodi menggenggam kedua tangan tunangannya. Kepalanya mendongak untuk menatap wajah Ravindra yang sempurna tanpa kekurangan. "Sudah pergi, tadinya mau nunggu Kakak tapi aku bilang nggak usah. Mama bakalan tanya macam-macam nanti," balas Melodi. Meski berkata demikian, tapi Ravindra tahu kalau dia masih harus menjelaskan suara Bianca tad

  • You Make Me High   33. Sugar Daddy

    Bianca membentuk huruf O dengan mulutnya ketika tahu Ravindra sedang menerima telepon. Wanita itu kemudian berlalu pergi dengan membiarkan pintu kamar Ravindra terbuka. "Nanti aku jemput jam sepuluh. Udah dulu, ya." Ravindra tidak tahu siapa yang mendengarkan suaranya di telepon, tapi rasanya dia ingin mengubur diri sendiri sekarang. Bisa panjang urusannya kalau sampai hal ini terdengar di telinga Mamanya. Ada beberapa notif pesan beruntun yang muncul ketika Ravindra sudah mematikan smbungan telepon. Mungkin itu adalah Melodi, tapi Ravindra enggan untuk langsung membalas. Maka, lelaki itu memilih turun ke bawah dan mengantarkan koper Bianca ke kamarnya. "Ini pakaiannya, semalam lupa mau ngangkat ke sini." Bianca yang sedang sibuk bermain ponsel mengangguk dan langsung menghampiri. Membuka koper dan memilih pakaian mana yang ingin dia kenakan. "Sorry untuk tadi, gue nggak tau kalau lo lagi telponan. Gue ketuk pintu nggak dibuka-buka, sih." Ravindra menatap arah walk in closet yang

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status