Home / Romansa / You Make Me High / 2. Be My Slut

Share

2. Be My Slut

Author: Liliay
last update Last Updated: 2022-02-04 22:55:05

Bianca tidak tahan untuk tidak memutar bola matanya. Entah kenapa jadi merasa sebal diingatkan dengan perkataannya sendiri. Padahal dia hanya bercanda waktu itu. Lagi pula pria gila mana yang akan memberikan harga setinggi itu untuk wanita yang sudah tidak perawan sepertinya. But, once again. Prioritas utama Bianca adalah uang, jadi, mari diiyakan saja.

"Boleh kalau situ mampu," balasnya cuek. 

Bianca membalikkan tubuh, tidak lagi menatap bartender yang sedang menyiapkan pesanan. Dara cantik berusia dua puluh delapan tahun itu mengedarkan pandangan, mencari mangsa tentunya. Tapi di jam segini tidak banyak orang yang datang. Masih butuh beberapa jam lagi bagi Bianca untuk bisa meraih kantong pria kaya. 

Ravindra mengikuti Bianca menatap dance floor. 

"Sepuluh miliar dapat apa aja selain nomor kamu?" 

Bianca melirik sekilas. Pembahasan sepuluh miliar masih berlanjut ternyata. Sebenarnya Ravindra ini banyak bertanya seperti itu untuk apa? Kalau cuma sekedar basa-basi Bianca bisa kesal nanti. Tapi kalau memang serius mau memberi sepuluh miliar, maka, Bianca rela melakukan apapun juga. 

Masih ingat bukan kalau uang adalah segalanya bagi seorang Bianca Amaira. 

"You can fuck with me." 

Untuk seorang slut sepertinya, memangnya Bianca bisa memberikan imbalan apalagi selain having sex? 

Ravindra baru pertama kali ini menemukan seorang wanita yang blak-blakan. Berbicara ceplas-ceplos tanpa khawatir akan dipandang seperti apa. Lagi-lagi Ravindra dibuat takjub dengan kepribadian Bianca. 

Kakaknya bilang, sebagai keluarga dari Adiwijaya, Ravindra bisa melakukan apapun. Karena kekayaan keluarganya bahkan dirinya bisa membeli harga diri seseorang. Ravindra memang tahu kalau uang memiliki kuasa sebesar itu tapi dia tidak pernah menggunakannya semena-mena seperti sang kakak. 

Meski kaya tapi Ravindra selalu penuh perhitungan dalam menggunakan hartanya. 

Lalu kali ini, kenapa Ravindra malah seperti rela memberikan apapun setelah mendapat jawaban Bianca? Kenapa dirinya tidak masalah untuk kehilangan berapa pun uang asalkan Bianca bisa menjadi miliknya? 

"Are you sure?" balas Ravindra dengan tatapan menggodanya. 

Bianca mengumpat ketika senyum smirk si pria itu mengantarkan getaran pada jantungnya. 

"Sure," jawab wanita itu menantang.

"Then be my slut." 

Bianca menoleh, terkejut dengan kalimat sinting yang dilontarkan Ravindra. Oke, dia memang seorang slut. Jadi, tidak perlu bereaksi berlebihan.

Wanita itu berdehem, memainkan ujung rambut panjangnya.

"Gue emang slut kalau elo lupa," jawab si cantik. "Tapi khusus untuk elo, kalau mau bayar sepuluh miliar bisa lah tiga malam."

Ravindra menaikkan alis. Sepuluh miliar untuk sebuah nomor dan juga sex tiga malam? Bianca boleh juga kalau sedang memeras. Padahal, Ravindra yakin kalau harga Bianca tidak akan semahal itu. Bahkan meski dia adalah wanita penghibur VVIP. Dan juga kenapa Bianca menetapkan harga khusus untuknya?

"Deal."

Bianca menaikkan kedua alisnya. Deal? Semudah itu? Enaknya jadi orang kaya.

"Yakin? Sepuluh miliar lho?"

Ravindra tergelak. Kenapa jadi Bianca yang ragu seperti ini?

Pria itu mengeluarkan ponsel, mengulurkan pada Bianca yang masih bengong dengan wajah cantiknya. "Tulis nomor kamu dan juga nomor rekening. Aku akan transfer sekarang juga."

Bianca ingat dengan jelas kalau dirinya tidak pernah berbuat kebaikan sejak sepuluh tahun yang lalu. Ia yang dulu lugu dan polos berubah jadi bad girl yang liar di atas ranjang.  Sikapnya juga tidak baik. Tapi, kenapa Tuhan memberikan dia kemudahan dalam mendapatkan sepuluh miliar seperti ini?

"Ayo cepat, aku harus pergi setelah ini," ujar Ravindra lagi.

Bianca mengerjap. Ini bukan mimpi, jadi, tanpa menunggu waktu lebih lama tangan putihnya meraih ponsel si lelaki. Mengetikkan real nomor ponselnya lalu mengetikkan juga nomor rekening miliknya.

Ravindra tidak bisa menahan untuk tidak tersenyum. Ia mengambil ponsel yang dikembalikan Bianca.

"Ini beneran nomor kamu, 'kan? Nomor rekeningnya udah yakin bener? Nanti kalau salah uangnya gak akan sampek."

Mungkin memang daya tarik seorang Bianca sangat kuat sampai membuat Ravindra banyak bicara seperti ini. Padahal pria itu aslinya adalah orang yang irit bicara meskipun memiliki image ramah.

"Itu beneran. Sepuluh miliar mana mungkin gue lewatin gitu aja," balas Bianca sewot.

Ravindra mengangguk-anggukan kepala. Ia lalu sibuk pada layar ponselnya, mengabaikan Bianca sejenak. Tak berselang lama, pria itu memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.

"Sudah ditransfer, buktinya udah dikirim ke nomor kamu." Ravindra tersenyum manis, menunjukkan giginya yang rapi.

Menurut Bianca, Ravindra sangat imut dan kelihatan polos jika tersenyum selucu itu. Tidak akan ada yang menyangka kalau Ravindra baru saja menjadikan dirinya slut untuk kepuasan pria itu.

"Gila, sih." Bianca menggeleng-gelengkan kepala. "Jadi penasaran elo sekaya apa."

Ravindra bergumam. "Kalau penasaran coba search keluarga Adiwijaya deh di internet."

Bianca pernah mendengar nama Adiwijaya sebelumnya. Ia yakin, sangat yakin kalau memang beberapa teman-temannya di club pernah membicarakan nama keluarga itu. Tapi, Bianca lupa.

Duh, kalau begini jadi kerasa tidak enaknya jadi orang pelupa.

"Nanti deh gue cari kalau masih penasaran," balas Bianca. Karena sebenarnya dia juga tidak terlalu peduli. Yang penting uang sampek ke rekeningnya.

"Jadi, malam pertama mau kapan?"

"Nanti kalau aku mau bakalan aku chat," balas Ravindra santai. Pria itu melihat jam di pergelangan tangan. "Aku harus pergi sekarang."

Bianca mengernyit tidak suka. "Tarik ulurnya lumayan juga," kata si wanita.

Ravindra terkekeh, tangannya mengusap kepala Bianca beberapa kali sebelum beranjak. Lalu pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun.

Bianca menatap kepergian Ravindra dengan pandangan kesal. Tidak pernah sebelumnya ia mendapatkan pria seaneh Ravindra. Selama ini jika para pria sudah membayar, maka, Bianca harus segera melayani waktu itu juga.

Pria kaya yang baru saja meninggalkannya memang aneh. Dia bersikap seolah memberikan uang sepuluh miliar bukanlah sesuatu yang sulit atau sayang. Bianca ingat, dia harus melihat ponselnya untuk membuktikan apakah Ravindra benar mengiriminya uang atau tidak.

Jangan sampai dia dipermainkan oleh pria lucu tapi juga sexy itu.

"Mau kemana?" tanya Sarah yang berpapasan di lorong. Bianca tidak menjawab, mengabaikan pertanyaan itu.

Sekali lagi, Sarah sudah biasa. Jadi ia hanya lanjut berjalan tanpa merasa tersinggung sama sekali.

Bianca membuka loker, meraih tas, lalu mengambil ponsel. Melihat notifikasi dari nomor tak dikenal. Ia mengerjapkan mata beberapa kali dan melakukan zoom pada layar ponselnya.

"Shit!" Bianca melempar kembali ponselnya ke dalam laci. "Sialan, gue ketipu."

Memang benar kalau Ravindra mengiriminya uang. Tapi tidak sepuluh miliar. Melainkan hanya seratus ribu.

Bianca memejamkan mata, menekan rasa kesalnya. Tak kunjung reda, ia menarik napas dalam-dalam sebelum membuangnya dengan perlahan. Tensi darahnya tidak boleh naik hanya karena pria gila yang baru ia temui itu.

"Gue sumpahin hidup lu gak berjalan lancar sebelum minta maaf ke gue," gerutu Bianca kesal.

Kok enak dia bisa mendapatkan nomor Bianca hanya dengan seratus ribu saja.

***

Ravindra melihat pesannya yang sudah dibaca oleh Bianca. Ia tersenyum tipis, membayangkan wajah kesal dan juga umpatan yang keluar dari bibir sexy Bianca. Ravindra belum pernah merasakan bibir menggoda milik wanita itu, tapi, ia sudah bisa tahu bagaimana memuaskannya bibir wanita cantik itu hanya dengan melihatnya. 

Sepertinya memang Ravindra tidak boleh senang berlama-lama. Karena profil yang tadinya ada foto Bianca sekarang kosong. Ravindra menegakkan tubuh. Mencoba menghubungi nomor Bianca dengan panggilan telfon. Sialnya, panggilannya tidak masuk.

"Gue diblok."

Yang Ravindra bayangkan setelah mentransfer seratus ribu adalah pesan spam yang penuh makian dari Bianca. Bukan diblok seperti ini. Kalau begini kan Ravindra jadi panik sendiri.

"Sama siapa?"

Pria itu menggigit bibir, mengabaikan orang yang sedang bertanya padanya. Lalu tanpa berpamitan, ia beranjak. Meninggalkan seseorang yang terus meneriaki namanya sendirian di restoran. 

Ravindra membawa mobilnya kembali ke club dimana Bianca berada. Ia masuk dengan terburu-buru ke dalam ruangan bising yang penuh orang mabuk itu. Bola mata cokelatnya mengedar, berusaha menemukan Bianca. 

"Bianca mana?" tanya Ravindra pada wanita dengan pakaian hitam. Ravindra mengumpat dalam hati ketika si wanita bukannya menjawab tapi malah berusaha menggodanya.

"Gue tanya Bianca mana?" tanyanya menjadi tidak sabar. Ia menepis kasar tangan wanita itu yang berusaha meraih bagian privasinya.

"Ada di kamar VVIP lantai tujuh."

Ravindra berbalik. Ada wanita yang tidak kalah sexy menjawab pertanyaannya. Ia ingat, wanita itu adalah orang yang memanggil Bianca untuknya tadi. Tanpa mengatakan apapun, Ravindra langsung berlari menuju lift. Tujuannya adalah lantai tujuh, tempat dimana Bianca berada.

Padahal dirinya tidak perlu seperti ini. Tidak perlu mendobrak beberapa pintu hanya untuk mencari di kamar mana Bianca berada. Seharusnya Ravindra menunggu di bawah dengan tenang. Atau datang lagi keesokan harinya. Tapi seperti kerasukan setan, pria itu membuka dengan kasar satu-satunya pintu yang belum ia buka.

Napasnya tercekat ketika melihat Bianca yang hanya memakai dalaman sedang berciuman dengan seorang pria.

"Bianca!"

Related chapters

  • You Make Me High   3. So, be mine?

    Bianca menoleh ketika namanya dipanggil dengan suara keras. Ingin tahu siapa bajingan yang sedang mengganggu dirinya bekerja. Alisnya langsung naik sebelah ketika menemukan Ravindra sedang menatap dirinya tajam.Mau apa lagi pria ini?"Antri dulu kalau mau juga," kata wanita itu ketus.Pria yang seharusnya dilayani oleh Bianca sepertinya juga merasa kesal karena kegiatan panasnya diganggu. Padahal dirinya sudah mengeluarkan banyak uang untuk mendapatkan kesenangan terbaik yang bisa ditawarkan club ini.Meski begitu, sepertinya si pria masih enggan untuk bangkit dari posisi terlentangnya di atas kasur."Berani banget, sih, elo ganggu?"Ravindra mengernyit, mengenal dengan baik suara siapa orang yang sedang kesal padanya itu. Tanpa ragu Ravindra berjalan mendekat."Mau apa?" ketus Bianca. Tangannya berusaha mendorong tubuh keras Ravindra, tapi, gagal."Bajingan gila lu," ujar Ravindra marah. Ia menendang kaki si pria yang sedang

    Last Updated : 2022-02-08
  • You Make Me High   4. Black Card Asli

    Ravindra sialan. Bisa-bisanya pria itu malah memberikan sesuatu yang tidak mungkin Bianca tolak seperti ini. Membayarkan hutang dan memberikan sebuah black card? Shit, Bianca jelas tidak akan menolak kalau ada lelaki yang suka rela malakukan hal seperti itu padanya. Walau tidak bisa menolak, Bianca juga tidak bisa iya-iya aja. Lelaki didepannya ini menipu dirinya tadi, memberikan harapan palsu padanya tentang uang sepuluh miliar. Bodoh namanya kalau Bianca sekarang terima-terima saja dengan penawaran Ravindra. "Gue buktiin dulu ini beneran black card apa engga," kata Bianca dengan mata memicing. Ravindra terkekeh. Walau sebenarnya agak tidak terima juga dengan kalimat Bianca. "Itu black card asli," balas Ravindra sabar. "Ya dibuktiin dulu." Karena Bianca sangat keras kepala dan Ravindra juga tidak dalam kondisi bisa memaksa, maka, ia hanya bisa setuju saat wanita itu bilang akan membawa black card miliknya lebih dulu. Ravindra

    Last Updated : 2022-02-10
  • You Make Me High   5. Dikembalikan

    Bianca malam hari dan siang hari memang memiliki tampilan yang jauh berbeda. Jika di malam ia akan berpakaian sexy dengan menonjolkan bentuk tubuhnya, maka, di siang hari wanita cantik itu justru terlihat cute dan manis. Bianca terlihat sangat santai hanya dengan memakai jeans dan juga kaos putih lengan panjang.Tidak peduli bagaimana gaya Bianca, wanita itu akan tetap cantik dan selalu mempesona dengan pakaian yang ia kenakan.Bianca yang mondar-mandir melayani pembeli di Cafe itu membuat Ravindra tersenyum tipis. Siapa sangka wanita ketus dan dingin seperti Bianca mau repot-repot melakukan pekerjaan melelahkan seperti menjadi pelayan. Padahal seharusnya pendapatannya di Club sudah cukup menghidupi Bianca.Pria dengan kaos berwarna kuning dan celana selutut itu memasuki Cafe. Membuat beberapa pelayan melihat ke arahnya karena lonceng yang berbunyi memang menarik perhatian. Tapi, wanita yang dari tadi jadi pusat perhatiannya sama sekali tidak melirik.Rav

    Last Updated : 2022-02-22
  • You Make Me High   6. Berapa Hargamu?

    Bianca mengenakan pakaian berwarna merah yang memamerkan perut ratanya malam itu. Bersama dengan make up tebal yang menggoda di wajah tipisnya. Aroma mawar yang menguar dari tubuhnya membuat beberapa pasang mata langsung melirik. Tak sedikit pula yang menatapnya memuja. Tidak hanya laki-laki. Perempuan pun juga ada yang memandangnya kagum. Kharisma Bianca memang sekuat itu sampai mampu membuat orang lain tetap fokus melihatnya. "Orang yang menyewa lo malam ini masih dalam perjalanan," ujar Sarah yang menghampiri Bianca. Perempuan cantik yang dibalut pakaian merah itu mengangguk. Kemudian dengan santai duduk di salah satu sofa yang menghadap langsung ke arah panggung. Tempat dimana biasanya penari telanjang beraksi. "Dia minta lo menunggu di luar lima menit lagi," kata Sarah lagi. Bianca menoleh. "Tidak di sini? Dia mau membawaku kemana?" Sarah mengedikkan bahu. "Engga ngerti. Bawa saja tasmu seperti biasanya," balasnya. "Mungkin mau langsung ke hotel." Tidak banyak pelanggan ya

    Last Updated : 2022-02-22
  • You Make Me High   7. Penjelasan Yang Tidak Perlu

    Ravindra pasti sudah gila dengan mengeluarkan kalimat seperti itu. Ia tak ada bedanya dengan para bajingan yang hanya suka menggunakam wanita demi kepuasan nafsu. Lelaki itu mengusap wajahnya, berusaha menghilangkan keinginan untuk menerjang Bianca sekarang juga."Sorry, aku tidak bermaksud."Binca mengangkat sebelah alisnya. "Tidak bermaksud apanya? Hal yang wajar kok seorang berengsek tanya harga pelacur sepertiku," balas Bianca sarkas. Dirinya juga masih kesal karena pria itu berani menciumnya cuma-cuma.Ravindra spontan menoleh dengan tatapan dingin. Keberatan dengan Bianca yang menyebut dirinya sendiri pelacur. Meskipun itu kebenaran tapi Ravindra tidak menyukainya."Kamu menyukai pekerjaanmu ini?" tanya lelaki itu dengan nada lebih kalem dari sebelumnya.Si cantik berbaju merah itu tampaknya juga lebih tenang dari sebelumnya. Terbukti dari cara Bianca menyamankan dirinya duduk di kursi mobil mewah Ravindra."Sangat. Karena cuma ini yan

    Last Updated : 2022-02-23
  • You Make Me High   8. Godaan Ravindra

    "Padahal bisa gue jemput sendiri," kata Bianca begitu Mila memasuki rumahnya. Ada seekor anjing berbulu hitam di gendongan temannya itu."Kan gue yang bawa dia, ya gue yang balikin dong." Mila menaruh anjing milik Bianca itu di lantai. Membiarkannya berlarian senang karena mungkin sudah rindu dengan rumah Bianca."Kuku kangen sama Mommy, ya?" tanya Bianca dengan suaranya yang dibuat lucu. Kedua tangannya direntangkan menyambut Kuku yang berlari ke arahnya.Sudah satu minggu dua makhluk itu tidak saling bertemu. Mila meminjam Kuku untuk dijadikan teman di rumahnya selama suaminya pergi dinas ke luar kota. Dan sebagai teman yang baik, Bianca mengizinkan meski dirinya yang merasa kesepian."Tumbenan lo belum berangkat ke Cafe?"Bianca membawa Kuku duduk di atas pangkuannya. "Libur gue hari ini," balas wanita itu."Capek?"Bianca mengangguk."Ngangkang berapa jam lo semalam?"Bianca berdecak, sikutnya mendorong lengan Mila p

    Last Updated : 2022-02-23
  • You Make Me High   9. Kelembutan dan Kehangatan

    Bianca berdecih mendengar kalimat yang dilontarkan Ravindra. Wanita itu kemudian duduk di sebelah si pria, bukan di atas paha sesuai yang diminta. Membuat Ravindra jadi berdecak sebal. "Kalau aku bilang duduk di sini harusnya kamu nurut," kata Ravindra kesal. "Kenapa?" Ravindra memasang wajah masam. "Tentu  saja karena aku sudah membayar cukup mahal." Saat Sarah mengatakan ada tamu untuknya yang membayar mahal, Bianca tidak pernah berpikir kalau orang itu adalah Ravindra. Mengingat bagaimana dirinya selalu menolak dan Ravindra juga tidak lagi menemuinya. Bianca kira Ravindra tidak akan lagi muncul di hadapannya, ternyata ia salah besar. Ravindra masih sangat percaya diri untuk muncul di hadapannya. "Aneh rasanya mendengar seorang Adiwijaya berkata mahal," ujar Bianca sinis. "Usia lo berapa?" "Kenapa tiba-tiba tanya usia?" Ravindra memang sepertinya tidak diberi kesempatan untuk kesal dengan Bianca berlam

    Last Updated : 2022-03-10
  • You Make Me High   10. Bukan Orang Baik

    Ravindra mencengkram erat pinggang Bianca, tangannya mengusap liar paha yang dibiarkan terbuka seksi itu. Mereka merubah sudut kepala dan semakin memperdalam ciuman. Bianca bahkan tanpa sadar sudah merengkuh tengkuk Ravindra.  Menekannya agar semakin memperdalam lagi ciuman berhasrat mereka.  Ravindra memutus tautan bibir itu dengan enggan, ia menjauhkan kepalanya dan menatap mata wanitanya yang sayu. Sebagai pria normal yang sudah dewasa, Ravindra jelas tahu apa yang diinginkan wanita itu. Namun, dirinya sekuat tenaga menahan diri. Ia tidak ingin menyentuh Bianca untuk saat ini. Tidak jika Bianca mau dijamah olehnya hanya karena uang. Karena bagi Ravindra, perasaanlah yang terpenting. Ia ingin wanita itu mendekat karena cinta, bukan karena uang. "Tugasmu sudah selesai," bisik Ravindra di depan bibir Bianca yang terbuka. Suaranya yang tiba-tiba serak membuat bulu kuduk Bianca berdiri. Wanita itu meremang dan semakin menginginkan sentuhan dari

    Last Updated : 2022-03-18

Latest chapter

  • You Make Me High   41. Kedatangan Melodi

    Ravindra menggeram kesal sekaligus gemas. Merasakan tangan lembut Bianca meremas miliknya di bawah sana membut darah Ravindra berdesir. Sebagai pria normal jelas dia ingin melakukannya. Jika ingin mengikuti nafsu Ravindra pasti sekarang sudah menyeret Bianca dan membuatnya tak bisa menjauh dari tempat tidur. Hanya saja, jika Ravindra melakukan itu maka dia sama saja dengan pria berengsek lain yang memperlakukan Bianca sebagai wanita pemuas nafsu. "Jangan keterlaluan, Bi," peringat Ravindra dengan suara dalam. Namun, Bianca bukanlah tipe wanita penakut yang akan menuruti Ravindra begitu saja. Dia sudah terlanjur kesal dan malu. "Lo yang jangan keterlaluan," balas Bianca kesal. Lalu mendorong tubuh Ravindra menjauh sebelum akhirnya masuk ke dalam bar. Meninggalkan Ravindra yang menatap kepergiannya dengan wajah mengeras. "Bapak ada di sini?" Ketika mendengar suara tanya dalam Bahasa, Ravindra menoleh ke belakang. Menemukan Ilham, sekretarisnya, yang sedang berjalan ke arahnya. Ali

  • You Make Me High   40. Are You Sure?

    "Bi?" Bianca pura-pura tak dengar, dia lebih sibuk scroll beranda sosial medianya dengan tak minat. Masih kesal dengan Ravindra yang menghancurkan suasana begitu saja dengan kalimatnya yang ajaib. Ingin tapi tak bisa? Hah, dasar gila! Belum pernah Bianca menemui pria yang menolak melakukan hubungan sex padahal sudah turn on. Terlebih si wanita juga menginginkan hal yang sama. Bianca berdecak dan sedikit menjauh ketika tangan hangat Ravindra menyentuh pundaknya. Rasa kesal Bianca membuat kamar presiden suite ini terasa seperti kamar kos yang kecil. Sangat memuakkan. "Bi, jangan marah. Aku cuma nggak mau ngelakuin hal itu tanpa cinta," kata Ravindra menjelaskan. Lelaki dengan rambut hitam dan hidung bangir itu meringis. Tahu kalau jawabannya mungkin tidak masuk akal. Namun, sungguh. Dia benar-benar tidak mau menyatukan tubuh mereka sebelum ada cinta di hati Bianca. Karena Ravindra tidak mau hubungan mereka ke depannya hanya berbalut nafsu. "Bullshit! Kalau gitu kenapa nyari pelac

  • You Make Me High   39. Godaan yang Panas

    Kedatangan Ravindra ke Korea Selatan sebenarnya karena ada urusan hotel yang harus dia selesaikan. Hanya saja, dia pikir untuk liburan setelah menyelesaikan pekerjaan bukan lah sesuatu yang buruk. Karena itu, Ravindra membawa Bianca juga untuk ikut dengannya. "Berapa lama kita di Korea nanti?" tanya Bianca setelah menyesap wine dari gelas dengan gagang tinggi yang cantik. Wanita dua puluh delapan tahun itu melihat ke jendela, tersenyum bahagia. Tak menyangka kalau dia bisa meniki pesawat dan bepergian ke luar negeri dalam hidupnya. Mana pakai pesawat pribadi keluarga Adiwijaya lagi. Ravindra menggulung lengan kaos putihnya yang panjang sampai siku. Kaca mata yang sejak tadi ia kenakan dilepas. Melihat Bianca dengan mata telanjang jauh lebih memuaskan. Lelaki itu merentangkan tangan ke belakang tubuh Bianca. Telapaknya mengusap lembut pundak Bianca yang terbuka. "Satu minggu, aku akan menyelesaikan pekerjaan dengan cepat biar kita bisa jalan-jalan." Bianca menoleh, menatap lelaki

  • You Make Me High   38. Cantik

    "Yang pink coba, Mel. Kayaknya cantik buat kamu." Melodi mengangguk, kembali masuk ke dalam ruang ganti. Mengganti pakaian yang sudah entah sudah keberapa kali, dia sendiri sudah pusing karena sudah hampir dua jam terus mencoba baju di butik langganan mamanya. Tapi, sebagai anak penurut yang tak pernah membantah tentu saja Melodi hanya bisa menyanggupi. Tak berani protes sama sekali. Melodi kembali muncul di depan mamanya dengan midi dress satin berwarna baby pink. Dia tidak terlalu menyukai warna pink yang menurut mamanya cantik ini. "Tuh, kan, cantik. Beli itu aja buat kencan sama Ravindra kapan-kapan." Meski sudah mengatakan cantik pada beberapa gaun, nampaknya mama Melodi tak berniat untuk berhenti melihat-lihat. Terbukti dari wanita paruh baya itu yang kembali melangkah menyusuri deretan baju. "Mama udah, hampir tiga jam kita di sini." Melodi berkata lembut, mencoba menghentikan mamanya. "Ravindra kayaknya bakalan bosen kalau kamu pakek yang sopan terus," balas wanita itu

  • You Make Me High   37. Kissing

    Bianca membuka matanya perlahan, tangannya terangkat mengusap sudut mata yang terasa risih. Berniat segera bangun dan menemui Kuku, namun ia merasakan sesuatu yang berat di perutnya. Wanita itu menoleh dan langsung menemukan Ravindra yang tertidur pulas. Bianca mengerjap perlahan, kemudian menghela napas setelah mengingat alasan Ravindra tidur di sebelahnya. Lelaki itu tidak ingin tidur terpisah dengannya. Wajah pulas Ravindra yang imut membuat Bianca menyunggingkan senyum. Tangan lentiknya mengusap rambut si pria, dengan lembut. Merasa semakin tertarik untuk memperhatikan lebih, Bianca merubah posisinya miring menatap Ravindra. "Lucu banget, sih," ujarnya pelan lalu terkikik. Bianca gemas sendiri melihat wajah Ravindra yang polos. Tidak ada raut wajah berengsek atau pun dingin, yang ada hanya wajah bayi yang lucu dan seakan menarik Bianca untuk menciumnya. Wanita itu menggigit bibir bawah sembari tangannya menusuk dada si lelaki beberapa kali. Merasa kalau Ravindra tak akan bangu

  • You Make Me High   36. Sebuah Janji

    Bianca termenung di sudut lift, memikirkan semua kalimat Mila. Tentang bagaimana jadinya hubungan dia dengan Ravindra. Bianca memang tidak berharap lebih, lelaki itu cukup memberikan dia hidup yang layak saja sudah cukup. Tapi, perasaan manusia bisa saja berubah, right? Lihatlah dirinya. Dulu begitu gigih menolak semua tawaran Ravindra. Dengan yakin mampu berdiri dibawah kakinya sendiri dan tidak membutuhkan bantuan siapapun. Tapi, sekarang Bianca menjilat ludahnya sendiri. Dia menjadi simpanan, selingkuhan atau apapun itu sebutannya bagi Ravindra. Dia juga tidak lagi bekerja, pengeluarannya ditanggung oleh bungsu Adiwijaya itu. Dentingan pintu lift membuat Bianca menegakkan tubuh, bersiap keluar. Langkahnya melambat menuju satu-satunya pintu di lantai tertinggi gedung apartemen ini. Masih belum menyangka kalau sekarang di sini lah tempat dia tinggal. Bianca menaruh sidik jarinya sebelum membuka pintu. "Udah pulang?"Ravindra langsung keluar dari dapur ketika mendengar pintu terb

  • You Make Me High   35. Sampai Bosan

    Selama membelah padatnya kota, Bianca tidak henti-hentinya mengembangkan senyum. Wajahnya yang cantik menjadi sangat cerah, dengan kepala bergerak menikmati kesenangan ini. Ia memang ingin memiliki mobil, tetapi, tidak menyangka kalau akan memilikinya secepat ini. Ditambah lagi ini adalah mini cooper. Mobil impian Bianca. Sepertinya Ravindra menyelidikinya dengan baik. Lelaki itu tahu mobil apa yang dia inginkan tanpa bertanya. "Na na na na na Ice on my wrist, yeah, I like it like this. Get the bag with the cream. If you know what i mean." Binca bernyanyi dengan riang sampai tanpa sadar sudah sampai di tempat yang ia tuju. "Ravindra memang yang terbaik," ucapnya dengan riang. Bianca memarkirkan mobilnya di halaman rumah Mila. "Ya ampun, ternyata lo, Bi. Gue kira siapa numpang parkir," seru Mila ketika Bianca sudah keluar dari mini cooper merahnya. Kedua wanita yang adalah sahabat itu berpelukan. Kemudian beriringan masuk ke dalam rumah Mila. "Mobil baru, cuy. Sugar daddy gue ya

  • You Make Me High   34. Kemungkinan

    Ravindra keluar dari mobil sport yang setiap hari ia gunakan. Lelaki dengan setelan rapi itu mendongak, menatap kamar Melodi yang jendela balkonnya baru saja ditutup saat mobilnya tiba. Sepertinya gadis dua puluh tiga tahun itu menunggu kehadirannya sejak tadi. Kaki panjang Ravindra melangkah memasuki halaman rumah mewah keluarga Rahadi. Ia langsung disambut dengan pemandangan Melodi yang berlari turun melewati tangga. Tubuh mungil gadis itu langsung menabrak Ravindra sampai membuatnya mundur satu langkah. "Kirain bukan Kakak yang jemput," ucap Melodi. "Aku nggak ada kerjaan yang penting hari ini." Ravindra melepaskan pelukan Melodi. "Mana Mama?" Melodi menggenggam kedua tangan tunangannya. Kepalanya mendongak untuk menatap wajah Ravindra yang sempurna tanpa kekurangan. "Sudah pergi, tadinya mau nunggu Kakak tapi aku bilang nggak usah. Mama bakalan tanya macam-macam nanti," balas Melodi. Meski berkata demikian, tapi Ravindra tahu kalau dia masih harus menjelaskan suara Bianca tad

  • You Make Me High   33. Sugar Daddy

    Bianca membentuk huruf O dengan mulutnya ketika tahu Ravindra sedang menerima telepon. Wanita itu kemudian berlalu pergi dengan membiarkan pintu kamar Ravindra terbuka. "Nanti aku jemput jam sepuluh. Udah dulu, ya." Ravindra tidak tahu siapa yang mendengarkan suaranya di telepon, tapi rasanya dia ingin mengubur diri sendiri sekarang. Bisa panjang urusannya kalau sampai hal ini terdengar di telinga Mamanya. Ada beberapa notif pesan beruntun yang muncul ketika Ravindra sudah mematikan smbungan telepon. Mungkin itu adalah Melodi, tapi Ravindra enggan untuk langsung membalas. Maka, lelaki itu memilih turun ke bawah dan mengantarkan koper Bianca ke kamarnya. "Ini pakaiannya, semalam lupa mau ngangkat ke sini." Bianca yang sedang sibuk bermain ponsel mengangguk dan langsung menghampiri. Membuka koper dan memilih pakaian mana yang ingin dia kenakan. "Sorry untuk tadi, gue nggak tau kalau lo lagi telponan. Gue ketuk pintu nggak dibuka-buka, sih." Ravindra menatap arah walk in closet yang

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status