Maria sangat cantik malam ini, riasan di wajahnya yang natural membuat Maria yang memang cantik terlihat tambah cantik. Gaun hitam panjang belahan sampai lutut, dengan bagian belakang yang terbuka. Rambutnya digelung ke atas, menampakkan punggung Maria yang begitu putih dan halus.
Jake terpana dengan penampilan Maria, dia terdiam beberapa saat tanpa mengalihkan pandangannya dari Maria.
"Ehem," suara Sisi merusak lamunan Jake.
"Bagaimana? Cantik kan? Karyaku tak pernah mengecewakan." ucap Sisi.
Jake sekali lagi melihat dengan detail, menatap Maria dari atas sampai bawah, bahkan menyuruh Maria untuk berputar. Matanya terhenti ketika melihat punggung Maria yang terekspose itu, dia mengerutkan dahi dan menatap ke arah Sisi.
"Gerai saja rambutnya, aku tidak ingin wanitaku menjadi tontonan orang lain," ucap Jake bersedekap.
Sisi mengerutkan dahinya, apa dia tidak salah dengar? Biasanya Jake yang paling membuat heboh soal wanita. Tapi apa kali ini, Sisi
Ashley membawa Maria keluar dari gedung itu. Dia mendudukan tubuh Maria di bangku yang tersedia di sana. Dia mengeluarkan sapu tangan yang ada di sakunya, lalu mengusap wajah Maria yang basah itu. Melihat Maria yang hanya diam, dia pun ikutan diam dan memandang kosong ke arah depan."Kau membohongiku?" tanya Ashley, nada suaranya tercekat. Dia seperti kecewa pada Maria.Maria yang mendengar itu langsung menoleh ke arah Ashley, tapi yang ditatap tak mengalihkan pandangannya dari depan."Kau berkata sedang mengerjakan pekerjaan yang diberikan ayahmu, tapi kenapa aku melihat kau ada di sini? Bersama orang-orang yang terkenal suka mempermainkan wanita," ucap Ashley lagi.Maria kaget mendengar ucapan Ashley. "Kau mengenal mereka?" tanyanya."Kau bahkan tidak menjawab pertanyaanku," ucap Ashley menoleh ke arah Maria."Aku belum bisa menceritakannya padamu," ucap Maria menatap Ashley sekilas lalu kembali menoleh ke arah depan."Selama ini kau angga
Pagi-pagi sekali Jake sudah berangkat ke kantornya, dia sedang tidak ingin melihat Maria. Jake bahkan melewatkan sarapannya, dia juga berpesan pada pelayannya agar Maria jangan diganggu, biarkan dia bangun dengan sendirinya.Jake masih menyimpan rasa sesak di hati jika mengingat wanitanya berpelukan dengan lelaki lain. Amarahnya tak bisa dibendung yang mengakibatkan kejadian semalam terjadi. Padahal di bayangan Jake, dia bisa memiliki Maria dengan sangat lembut karena dia adalah gadis pertamanya.Entahlah, kejadian semalam di luar dugaannya. Tapi Jake masih mengingat dengan jelas kejadian itu. Dia juga menikmati setiap tangisan yang bercampur desahan dari Maria. Putihnya tubuh Maria dan betapa mulus kulit Maria masih bisa dia rasakan.Jake segera mengusir pikiran itu dengan menyibukkan dirinya bekerja. Tapi setiap kali Jake berpaling, maka bayangan itu semakin terlihat jelas. Hal itu malah membuat libidonya menjadi naik dan ingin segera pulang untuk menikmati Maria
Ponsel Jake berdering, dia mengambil handphonenya dari saku celana, melihat nama Aciel orang kepercayaannya, dia pun segera mengangkat panggilan tersebut."Hallo, ada apa?" tanya Jake, suaranya masih terdengar kesal."Ada tangkapan baru, salah satu kurir senjatamu ternyata seorang penyusup," kata Aciel."Sial, di mana dia sekarang?" tanya Jake."Di tempat biasa bos, aku sudahmengurungnya." jawab Aciel."Aku akan kesana sekarang," ucap Jake lalu memutuskan panggilan telfonnya.Suasana hatinya sangat buruk dan itu karena Maria. Mungkin bermain dengan mainan yang baru ditangkap oleh anak buahnya bisa meredakan sedikit emosinya. Dia tersenyum sarkas.Jake keluar dari kamar mandi dan masih melihat Serren sedang duduk di kursinya. Dia menghembuskan nafas malas, mengabaikan wanita itu. Jake menghampiri meja Maria."Selesaikan semua pekerjaan ini, jika nanti malam belum selesai. Aku akan menghukummu seperti semalam lagi," ucap Jake b
Maria memegangi kepalanya, jam sudah menunjukan pukul 9 malam tetapi pekerjaannya belum selesai. Tinggal sedikit lagi, tetapi rasanya tubuh Maria sudah sangat lelah. Dia menutup semua dokumen dan membereskannya, dia akan menyelesaikannya besok. Biarlah dia diberi hukuman, Maria sudah tidak kuat.Dia berdiri, keluar ruangan dengan berjalan lesu. Wajahnya sayu, benar-benar terlihat lelah. Setelah keluar dari lift, dia mengendarai mobilnya pulang ke rumah.Maria langsung memasuki kamarnya ketika dia sampai di rumah. Membersihkan dirinya dengan singkat lalu memakai piyamanya, berjalan ke arah ranjang dan merebahkan tubuhnya yang lelah. Baru saja dia ingin menutup mata, perutnya terdengar keroncongan. Maria lupa dia belum makan malam tadi.Akhirnya dengan rasa malas dia berjalan turun menuju dapur. Tapi ketika dia sampai di pertengahan tangga, Maria melihat Jake yang berjalan menaiki tangga. Maria berhenti, membiarkan Jake melewatinya. Tapi saat Jake sudah sampai atas d
Suara dentingan sendok dan garpu beradu memenuhi ruang makan tersebut. Sepasang manusia yang sedang sarapan itu enggan untuk melakukan percakapan. Jake sibuk dengan handphonenya dan Maria terlihat seperti terburu-buru menelan sarapannya. Dia tidak ingin berlama-lama berdekatan dengan Jake.Tanpa sepatah kata pun, Maria mengambil tas yang ada di sebelahnya, berdiri dan melangkahkan kakinya pergi dari ruang makan itu. Jake seolah tak peduli, dia bahkan tak mengalihkan pandangannya, hanya menatap handphone yang daritadi seperti menarik perhatiannya.Seperti biasanya, Ashley selalu menunggu Maria di parkiran. Dia berdiri menunggu mobil Maria datang. Tapi saat sudah datang, sampai 5 menit pun Maria tidak keluar dari mobil dan membuat Ashley penasaran, dia mendekat dan mengetuk kaca jendela mobil Maria."Hei keluarlah, kau ingin ketinggalan pelajaran." ucap Ashley.Maria terdiam, dia mencengkeram setir mobilnya. Dia tidak ingin bertemu dengan Ashley, bekas luka yan
Maria menghabiskan harinya di makam sang ayah. Entah kenapa hatinya menjadi tenang ketika dia di sini, meskipun harus kepanasan, Maria tak peduli, yang penting ia bisa mencurahkan semua isi hatinya saat ini. Hanya pada ayahnya lah dia bisa jujur tentang semua hal, meskipun tak ada jawaban sama sekali dari gundukan tanah di depannya itu.Hari sudah siang dan Maria seperti enggan untuk datang ke kantor Jake, biarlah, saat ini Maria tidak ingin melihat Jake. Akhirnya Maria memutuskan untuk datang ke rumah, sudah lama dia tak bertemu dengan ibunya. Rasanya dia sangat merindukannya.Maria melajukan mobilnya ke rumahnya, untung saat ini ayahnya belum pulang jadi dia bisa leluasa mempunyai waktu dengan ibunya."Ibu terlihat pucat, mau ku antarkan ke dokter?" tanya Maria. Saat ini mereka sedang duduk di ruang tengah."Tak apa, Ibu baik-baik saja." ucap ibunya.Maria tahu ibunya itu sedang tidak enak badan, tapi selalu saja ibunya itu mengelak. Hal itu mem
Maria mengemudikan mobilnya. Entah sudah berapa kali dia berputar-putar di jalanan itu, membuat dia bosan. Dia menghentikan mobilnya di depan minimarket, dia menundukkan kepalanya ke arah setir. Entah kenapa dia merasa sangat marah, dia kecewa dengan apa yang dilihatnya tadi. Tapi alasan apa untuk Maria marah dan kecewa? Dia bukanlah siapa-siapa bagi Jake.Maria ingin kembali tapi dia merasa gengsi, jika dia pulang ke rumah yang ada nanti diceramahi oleh ayah tirinya. Akhirnya Maria berinisiatif menelfon Ashley, hanya lelaki itu yang ada dipikirannya saat ini."Hallo," ucap Maria begitu sambungan telfon itu tersambung. "Kau di mana?" tanyanya."Aku sedang di suatu tempat, ada apa? Kemana saja kau seharian tidak bisa dihubungi?" tanya Ashley."Bisakah kau beritahu lokasimu, aku ingin menyusulmu," ucap Maria."Menyusulku? Eh jangan, kita ketemuan di tempat lain saja," ucap Ashley sedikit panik karena saat ini dia ada di bar miliknya."Sudah, b
Maria terbangun dari tidurnya, kepalanya terasa pusing, bahkan sangat pusing karena semalam dia terlalu banyak meminum alkohol. Matanya mengerjap perlahan, sinar matahari menyapanya, membuat dia menutup matanya kembali karena silau. Dia berguling ke kanan, merasakan betapa nikmatnya pagi harinya kali ini.Akhirnya dengan malas Maria membuka kedua matanya, menatap kesekelilingnya, kamar yang begitu asing, di mana dia? Pikirnya.Pintu terbuka membuat perhatian Maria teralihkan, dia melihat Ashley masuk membawa nampan berisikan makanan. Maria bangun, menyenderkan tubuhnya di sisi ranjang, menatap sahabatnya yang perlahan mendekatinya."Aku ingin membangunkanmu, ternyata kau sudah bangun duluan," ucap Ashley meletakkan nampan di nakas meja samping ranjang.Maria hanya mengangguk, dia memegangi kepalanya, pusingnya belum hilang juga."Makanlah dan segera minum obat pereda mabuk. Kau terlalu banyak minum tadi malam," ucap Ashley menatap Maria.Maria men
*5 tahun kemudian. "Xavier, jangan berlari nak. Kau bisa terjatuh nanti." Illene berteriak panik melihat cucunya berlari ke sana-sini di taman. Dia sampai kewalahan mengejar Xavier. Maria yang baru saja keluar dari arah dapur itu tersenyum. Dia meletakkan nampan berisi teh hangat dan beberapa cemilan di meja. "Sudahlah Bu, nanti juga dia berhenti sendiri. Tak udah dikejar atau Ibu yang akan kelelahan nanti." ucap Maria. Illene menghela nafas lalu duduk menyusul Maria. Wanita yang rambutnya sudah beruban itu tampak ngos-ngosan. Dia mencoba menarik nafas perlahan lalu mengambil secangkir teh hangat dan meminumnya. Dia menyesapnya sebentar sebelum menatap ke arah Maria. "Ya, kau benar Maria. Astaga, dia sangat aktif sekali." keluhnya. Maria hanya terkekeh, dia melirik ke arah anak lelakinya yang sekarang berumur 4 tahun. Dia lalu mengusap perutnya, kali ini Maria hamil lagi dan usia kandungannya sudah menginjak 7 bulan
Kandungan Maria sudah memasuki minggu ke-35, artinya tinggal menghitung hari Maria akan melahirkan. Hari ini Jake memutuskan untuk libur dan menemani Maria untuk mendekorasi kamar calon anak mereka. Karena sampai saat ini mereka belum tahu jenis kelamin anak mereka, jadi mereka mengisi kamar itu dengan warna netral.Kamar yang dulu dipakai oleh Maria sekarang menjadi kamar calon anak mereka. Jaccob memutuskan merenovasi untuk memberikan pintu penghubung ke kamarnya."Kau tak boleh kelelahan Mary, biarkan aku saja yang membersihkan kamar ini. Kau duduk saja dan lihatlah!" perintah Jaccob.Tapi ucapan itu tak dihiraukan Maria. Dia bahkan dengan senang hati merapikan satu-persatu baju kecil yang terlihat lucu baginya. Dia memisahkan di antara perlengkapan lainnya."Benar yang dikatakan Jaccob, Maria, lebih baik kau istirahat saja," ucap Illene yang ada di sana membantu mereka."Kalian tak bisa melarangku. Aku juga ingin menyiapkan keperluan anakku," u
"Kau terlihat sangat cantik Sera," ucap Maria yang baru saja masuk ke dalam kamar hotel.Sera yang mendengar itu langsung menoleh, menatap Maria yang juga sangat cantik dengan perutnya yang sudah membesar. Wanita itu bahkan berjalan tertatih sambil memegangi perutnya."Maria," seru Sera dengan senang. "Kau sendirian?" tanya Sera."Tidak, Jaccob ada di sini, tapi dia pergi untuk melihat Lucas." Maria mendekat ke arah Sera, menyerahkan sebuket bunga mawar putih kepada Sera. "Khusus permintaan ibu," ucapnya sambil tersenyum.Sera menerimanya, dia meletakkan bunga itu di meja. Dia tidak bisa banyak bergerak sekarang karena Sisi masih merias wajahnya.Hari ini adalah hari pernikahan Sera dan Lucas. Sudah sejak setengah tahun lalu hubungan mereka dengan Maria dan Jaccob membaik. Sera bahkan sering menginap di rumah Jaccob untuk menemani ibu hamil yang banyak maunya itu."Bagaimana, apa semua sudah siap?" Illene
Lagi-lagi rumah sakit dibuat kalang kabut ketika mendengar pemilik rumah sakit, Jaccob akan datang ke sini. Para senior dan junior dokter terlihat gugup menanti orang yang diisukan dengan sikap yang kejam itu. Mereka bahkan sudah menunggu di depan pintu masuk rumah sakit tersebut.Mobil yang ditumpangi Jake berhenti, Aciel segera membuka pintu untuk Jake dan Maria. Jake masuk ke dalam sambil menggandeng tangan Maria."Apa kabar Maria?" sapa dokter Nathan yang mendekat ke arah mereka."Aku baik Paman," balas Maria dengan senyuman."Kenapa semua orang ada di sini?" tanya Jaccob heran melihat semua orang menyambutnya.Kening dokter Nathan mengerut, dia menatap Jaccob dengan heran. "Bukannya kau datang untuk memeriksa kepentingan rumah sakit?" tanyanya."Aciel," panggil Jaccob sambil menoleh ke belakang. Sedangkan Aciel hanya meringis sambil menggaruk tengkuknya."Aku lupa tak memberitahu dokter Nathan."Jake menghela nafas kasar,
"Kenapa kau membawa wanita ini ke sini?" tanya Jake menatap tajam Lucas."Jake," lirih Illene, mencoba melerai tak ingin ada pertengkaran."Kau tak tahu Bu, mereka yang menyebabkan Maria kehilangan bayinya dulu," ucap Jake masih dengan nada yang dingin."Semua sudah berlalu Jake, bahkan kau pun sudah membalasnya pada Sera," jawab Lucas dengan tenang."Ya, tapi aku belum membunuhmu!" sengit Jake."Jake, Lucas, kemarilah!" perintah Illene dengan nada tegas.Mereka mendekat, duduk saling berhadapan. Jake masih menatap Lucas dengan tajam, sedangkan Lucas tak menhiraukannya, dia bersikap dengan tenang. Karena memang, dia ke sini hanya ingin perdamaian, tak ingin permusuhan mereka terus berlanjut. Lucas ingin memperbaiki semuanya."Kalian adalah anak-anak Ibu. Jika kalian terus bertengkar seperti itu, Ibu akan merasa sedih." Rikard sudah berdiri di belakang Illene, dia mengusap pundak Illene lembut ketika wanita itu mulai menangis.
Maria terbangun karena aroma dari masakan yang tercium di hidungnya. Dia membuka matanya perlahan, menoleh ke sampingnya tapi tak menemukan keberadaan suaminya.Akhirnya Maria bangun, dia menutupi tubuh polosnya masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan dirinya. Dia menikmati guyuran air shower yang membuat tubuhnya menjadi segar. Setelah selesai dia segera keluar.Maria memeriksa koper yang masih ada di sebelah sofa. Karena kegiatan semalam, dia sampai lupa belum membereskan barang-barang yang dibawanya.Maria mengeluarkan satu-persatu baju yang ada di sana. Tapi dia menyerngit heran, semua bajunya hanyalah sebuah gaun tipis, baju tanktop, celana pendek dan....lingerie. Apa-apaan ini? Siapa yang menyiapkan baju-baju laknat seperti ini?Maria mendesah, dia segera memakai salah satu gaun yang ada di sana. Ini terlalu pendek, pikir Maria ketika melihat tampilannya di cermin. Tapi dia mengabaikannya dan segera keluar dalam keadaan rambut setengah basah.
*HARAP BIJAK MEMILAH BACAAN!*Malam semakin larut, tapi kebahagian orang-orang yang ada di sana masih terpancar dengan jelas. Beberapa orang ada yang sudah berpamitan untuk pulang, sebagian lagi masih ada di sana.Jake menyuapi Maria makanan kecil, dari tadi dia tak beranjak meninggalkan Maria sedikitpun. Membuat teman-teman wanita Maria di agency menjadi iri melihatnya."Kau lelah?" tanya Jake."Tidak, aku hanya ingin ganti baju. Gaun ini membuatku kedinginan," ucap Maria menatap memelas pada Jake.Jake membuka jasnya dan menyampirkan di pundak Maria. "Kalau begitu kau harus segera ganti baju." ucap Jake.Maria mengangguk, dia berpamitan pada Illene, Rikard dan yang lainnya. Tapi bukannya membawa Maria masuk ke dalam Mansion, Jake malah menuntun Maria masuk ke dalam mobil."Kita akan ke mana Jake?" tanya Maria heran."Pergi ke suatu tempat," balas Jake dengan tersenyum.Maria tak bertanya lagi, dia yang le
Saat sampai di tempat, Maria segera masuk ke dalam. Di sana terlihat sepi, hanya ada para pelayan toko yang berlalu lalang. Aciel menyuruh Maria untuk berjalan duluan, dia mengikutinya dari belakang.Senyum Maria merekah ketika melihat Jake berdiri di depan sana bersama seorang lelaki yang tak dikenalnya."Jake," panggil Maria sambil melambaikan tangannya.Jake tersenyum, dia menyuruh Maria untuk mendekat. Saat Maria ada di sampingnya, dia langsung memeluk pinggul Maria."Ricky, perkenalkan calon istriku, Maria," ucap Jaccob tersenyum bangga.Ricky tersenyum, dia menjabat tangan Maria yang dibalas oleh Maria."Baiklah, akan aku tunjukan koleksi berlianku," ajak Ricky setelah perkenalan singkat itu. Dia berjalan ke tempat lebih dalam dari tokonya ini, sesampainya di sana, ada anak buahnya yang menunggunya dengan 3 buah kotak berisikan berlian berwarna-warni."Ini koleksi terbaruku, yang ini salah satu paling sulit ditemukan. Hanya ada
"Bagaimana kabar Ayah hari ini?" tanya Maria begitu dia masuk ke dalam kamar rawat ayahnya. Di tangannya terdapat sebuah parcel buah, dia meletakkannya di meja dan duduk di dekat ayahnya.Petra tersenyum, dan menatap Maria. "Ayah lebih sehat dari kemarin, trimakasih Maria." ucapnya."Tak ada trimakasih di antara kita Ayah. Kita memang harus saling membantu," ucap Maria diselingi dengan tawa. "Ayah mau jeruk? Akan aku kupas untuk Ayah."Petra hanya mengangguk, dia mengamati anak tirinya itu yang mengupas kulit jeruk. Maria sangat telaten, dia bahkan mencucinya terlebih dulu sebelum diserahkan pada ayahnya."Bantu aku duduk Maria," pinta Petra.Maria dengan segera menaikan sisi ranjang rumah sakit ini. Dia membantu ayahnya untuk duduk bersender di sana.Maria menyuapi satu-persatu jeruk itu ke mulut ayahnya. Mereka saling bercanda sampai Jake masuk ke dalam ruangan itu. Sikap Petra langsung sedikit diam, dia masih takut dengan perlakuan