Beranda / Romansa / Yes, I Do / Bab 59. Mematangkan Rencana

Share

Bab 59. Mematangkan Rencana

Penulis: Adelia17
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-07 23:41:53

“Om dan Tante pulang dulu, Di,” pamit Tante Iva ketika melewati Dina.

“Iya,” sahut Dina. Netranya sempat menatap tajam ke arahku. Namun, aku hanya tersenyum dan mengangguk untuk pamit.

“Belum tahu rasanya diterbangin pakai baling-baling bambu tuh orang ya,” gumam Cheryl sangat pelan. Aku yakin tidak ada yang mendengar perkataan Cheryl ini. Akan tetapi, aku yang berada di sebelah Cheryl persis tentu bisa mendengarnya.

“Sshhh …!” Aku memberi tanda agar Cheryl menjaga ucapannya. Bisa gawat kalau Cheryl bicara kasar pada Dina.

“Biarin!” kesal Cheryl.

Kalau sudah jengkel dengan seseorang dan merasa tidak melakukan kesalahan, Cheryl memang sangat nekad.

Sikap Cheryl ini benar-benar membuatku khawatir. Pasalnya, aku tidak ingin membuat masalah dengan anggota keluarga Finn.

Urung naik Singapura River Cruise, Om Danendra dan Tante Iva mengajak kami mampir ke unit apartment milik mereka. Di sana memang tempat paling aman untuk membicarakan sebuah strategi tanpa merasa khawatir pembicaraan akan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
senja_awan
apa orang suruhan dina
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Yes, I Do   Bab 60. Seperti Ada yang Melihat

    Berkali-kali Keenan melihat ke arah kaca spion tengah dan dia melajukan kendaraan menuju ke arah pusat kota.Beruntung malam ini jalanan masih terlihat ramai sehingga aku merasa lebih tenang.Beruntungnya lagi, tadi Om Danendra sudah langsung menyuruh kami menggunakan mobilnya. Besok, orang kepercayaan Om Danendra sendiri yang akan mengantarkan mobil milik Keenan ke Alexander Apartment.“Bagaimana kamu tahu kalau kita sedang diikuti?” tanyaku hati-hati.Sejujurnya, aku tidak berani melihat ke belakang atau ke sekitar. Aku hanya duduk diam dan melihat lurus ke depan.“Sejak kita keluar dari gedung apartment tempat Om Danendra tinggal, ada satu mobil SUV berwarna hitam terus mengikuti kita,” jawab Keenan.“Sampai sekarang?” tanyaku.“Iya. Nanti di depan itu ada belokan. Kamu bersiap dengan segala pergerakanku, ya!” Keenan memberi tahu.“Hm, apa aku perlu menghubungi Om Danendra?” tanyaku. Aku tidak terlalu menanggapi perkataan Keenan karena aku sudah pasti akan bersiap.“Boleh. Telepon

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • Yes, I Do   Bab 61. Terulang Kembali

    “Li!” panggil Cheryl. Dia sudah masuk ke dalam mobil, tetapi keluar lagi untuk memanggilku.Tanpa memberikan jawaban, aku hanya mengangguk dan bergegas masuk ke dalam mobil.Sembari mengenakan sabuk pengaman, aku masih terus mengedarkan pandangan ke sekitar, bahkan ketika Cheryl sudah melajukan kendaraan, aku masih terus melihat ke sekitar. Akan tetapi, aku tidak menemukan apa pun.“Kamu mencari apa sih?” tanya Cheryl.“Tadi ketika keluar dari lobby apartment, sudut mataku seperti melihat seseorang yang sedang mengamati kita,” jawabku.“Apa kamu juga melihatnya?” Cheryl kembali bertanya.Aku menoleh ke arah Cheryl sambil mengernyit.“K-kamu juga melihatnya? Berarti aku tidak salah,” jawabku.“Aku kira itu hanya perasaanku. Namun, aku sempat melihat seorang pria dengan topi berwarna cokelat muda, terus memperhatikan kita dari balik mobil yang parkir di dekat pos keamanan,” ujar Cheryl.“Apa itu mobil SUV berwarna hitam?” tanyaku pelan.“Iya,” jawab Cheryl membuatku terbelalak.“Astaga!

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-11
  • Yes, I Do   Bab 62. Histeris

    Lima menit berlalu dan mesin cetak masih terus bekerja. Aku harus bagaimana? Apa aku boleh menelepon Om Danendra? Akan tetapi, aku tidak ingin dianggap memanfaatkan hubungan baik.Aku berkali-kali menggenggam kedua telapak tangan yang sudah basah dan masih gemetaran. Sesekali aku mengusap pelan bulir-bulir keringat yang membasahi wajahku dengan tisu.“Lilian, apa kamu sudah selesai?” Liam menyembulkan kepala dari balik pintu dan bicara dengan nada suara keras.“Belum, Liam. Aku sudah berusaha secepat mungkin,” sahutku.“Dengar aku baik-baik, Lilian! Aku akan memotong gajimu kalau perusahaan ini rugi!” Liam mengancam.Saat tidak marah saja wajah Liam sudah tidak baik untuk kesehatan mata dan jantung, apalagi saat marah begini … benar-benar seperti bom yang siap meledak.“M-maaf, a-apa aku boleh menghubungi Pak Danendra untuk mengatakannya secara langsung pada beliau bahwa ada kesalahan dan aku sedang berusaha memperbaikinya?” tanyaku memberanikan diri.“Ah, punya nyali juga kamu! Catat

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-11
  • Yes, I Do   Bab 63. Situasi Menegangkan

    Keenan POV“Li …, j-jangan mundur lagi!” ujarku.Posisi Lilian sekarang sudah berada di bagian paling pinggir. Tidak tidak … dia tidak boleh jatuh.“Jangan mendekat!” seru Lilian.“I-iya, aku tidak mendekat,” jawabku berusaha mencari akal.Keadaan Lilian saat ini tidak baik-baik saja sekarang. Hatiku benar-benar hancur saat mendengar Lilian berteriak histeris … dia benar-benar menumpahkan segala beban yang ada di dalam hatinya.Aku tahu Lilian sedang dalam keadaan tertekan.Aku berada di kantor Lilian karena mendapatkan informasi dari Om Danendra kalau Cheryl menghilang. Orang kepercayaan Om Danendra berkata, seseorang memang sedang mengikuti Cheryl.Aku tidak tahu ceritanya secara lengkap, tetapi yang pasti Om Danendra memintaku agar segera menemui Lilian. Melihat keadaan Lilian yang seperti ini, aku rasa Lilian sudah tahu kalau Cheryl menghilang.“Li—““Jangan mendekat kalau kamu tidak ingin menjadi sial sepertiku!” pekik Lilian. Dia tidak berhenti menangis dan keadaannya sangat ber

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-11
  • Yes, I Do   Bab 64. Cerita Cheryl

    Teriakan Lilian praktis membuatku dan Om Danendra mengikuti arah tangan Lilian menunjuk.Seorang gadis dengan rambut diikat semua ke belakang sedang berdiri di depan sebuah rumah sambil berusaha melihat ke dalam.Dari posisi kami saat ini, seorang gadis itu memang terlihat seperti Cheryl. Namun, bukankah tadi Cheryl menghilang dan ponselnya digunakan oleh seorang laki-laki yang tidak dikenal? Bagaimana bisa Cheryl berdiri di depan sebuah rumah seperti itu? Jangan-jangan gadis itu hanya seseorang yang mirip dengan Cheryl.“Apa tadi Cheryl menggunakan pakaian itu?” tanya Om Danendra.“Ayo, turun! Itu Cheryl! Kita harus mengajaknya pergi dari sini sebelum seseorang menangkapnya!” Bukannya menjawab pertanyaan Om Danendra, Lilian justru memaksaku agar segera keluar dari mobil.“Tiger Chang, itu Cheryl atau bukan?” tanya Om Danendra menggunakan bahasa Inggris.Tanpa memberikan jawab, Tiger Chang perlahan melajukan kendaraan mendekati Cheryl sambil melihat ke sekitar rumah melalui kaca spion

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-11
  • Yes, I Do   Bab 65. Ini Sangat Melelahkan

    Lilian POV“Suster Keysa, apa kamu baik-baik saja?” tanya Cheryl lagi.Penampilan Suster Keysa sangat berantakan … ah, ini bukan hanya berantakan, melainkan terlalu kacau. Pakaiannya sudah sobek dan sangat terbuka.“I-iya, a-aku baik-baik saja,” jawab Suster Keysa gugup. Tubuhnya gemetaran, tetapi dia tidak menangis. Tangannya memegang erat selimut yang menutupi tubuhnya.“Benarkah? Kamu benar-benar baik-baik saja? Tidak ada yang terluka?” Untuk kesekian kalinya, Cheryl bertanya.“I-iya, b-benar … aku baik-baik saja,” jawab Suster Keysa.“Apa seseorang telah berbuat jahat padamu?” Itu suara Om Danendra.Suster Keysa terlihat menghela napas sejenak. Dia lalu mengangguk.“Seseorang hendak melakukan kekerasan pada tubuh saya, tetapi beruntung saya sedang datang bulan, tepat saat lagi banyak-banyaknya,” jawab Suster Keysa. Dia tidak terlihat canggung saat mengatakan itu.Tanpa sadar aku menghela napas lega. Ternyata alam semesta masih berbaik hati denganku. Seandainya terjadi sesuatu deng

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-11
  • Yes, I Do   Bab 66. Dicky

    “Apa kamu mengenalnya?” tanya Keenan.“Entahlah … namanya tidak asing,” jawabku jujur.“Mungkin teman kuliah, Li,” sahut Om Danendra.“Sepertinya memang teman kuliah, Om. Akan tetapi, saya tidak ingat wajahnya,” ujarku masih berusaha mengingat-ingat.Ketika Om Danendra hendak menjawab, tiba-tiba teleponnya berdering.“Om angkat telepon dulu,” pamit Om Danendra.“Iya, Om,” sahutku.Ketika Om Danendra bangkit berdiri dan berjalan menjauhi kami, Keenan kembali bertanya, “Apa kamu sudah merasa lebih baik?”“Sudah,” jawabku sambil tersenyum.“Kita belum makan siang,” ujar Keenan.“Aku belum lapar,” sahutku.“Aku tahu. Kalau Om Danendra sudah kembali, aku akan membeli minum sebentar—““Kamu tidak boleh pergi ke mana-mana!” potongku.Kalau sebelumnya Keenan yang menggenggam tanganku maka sekarang aku yang menggenggam tangannya. Aku tidak ingin dia pergi walau hanya sebentar.“Li, apa kamu tidak haus?” tanya Keenan.“Tidak. Pokoknya kamu harus tetap di sini,” jawabku dengan nada suara bergeta

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-12
  • Yes, I Do   Bab 67. Tetap Pindah

    Tempo hari aku melihat Om Danendra marah dengan Dina saja sudah merasa sangat terkejut. Apalagi sekarang … Om Danendra benar-benar marah ketika mendengar Dicky yang membunuh Finn.Astaga! Firasatku ternyata benar.Akan terasa sangat aneh kalau Om Danendra tidak marah. Bahkan reaksi Dicky yang menjawabnya dengan tenang seolah-olah tidak merasa bersalah itu sangat menjengkelkan.“Sayangnya, kalian tidak punya bukti untuk menghukumku.” Dicky memajukan tubuhnya dan bicara dengan nada berbisik. Dia lalu tertawa terbahak-bahak, mengejek kami.BRAK!Om Danendra memukul meja. Raut wajahnya merah padam karena terlalu marah. Sedangkan aku sudah tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis.Aku tidak melihat reaksi Keenan, tetapi yang pasti dia sibuk memegangiku dan Om Danendra.“Apa kesalahan anakku sampai kamu membunuhnya?” tanya Om Danendra. Nada suaranya sudah naik satu oktaf sekarang. Ralat! Bahkan mungkin sudah naik dua oktaf.“Apa kesalahan Finn?” cibir Dicky, “dia mencintai gadis yang se

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-12

Bab terbaru

  • Yes, I Do   Bab 116. New Member

    Aku melihat ke sekeliling ruang kamar VVIP, tempat aku dirawat sekarang. Hingga pandanganku berakhir pada sosok bayi perempuan mungil di dalam pelukanku.Namanya Gina, yang berarti wanita kuat. Aku ingin anakku tumbuh menjadi wanita kuat, tidak seperti aku yang suka menangis dan selalu terlihat lemah.Masih teringat rasa sakit saat kontraksi dan tak kunjung melahirkan. Namun, semuanya itu terbayarkan dengan rasa bahagia yang membuatku seketika melupakan rasa sakitnya.Saat ini, Keenan, Papa Mario, Mama Louisa, Papa, Mama, Tante Iva, dan Om Danendra sedang berada di dalam kamar, tempat aku dirawat.Begitu tahu aku merintih kesakitan, Mama Louisa mengajakku ke rumah sakit dan di dalam perjalanan beliau menghubungi semua orang terdekat.Aku tahu kalau keinginanku untuk melahirkan di Singapura memang tidak mungkin menjadi kenyataan karena Keenan tidak mengizinkanku bepergian. Meskipun demikian, aku tetap menaruh harapan bisa pergi ke Singapura di detik-detik menjelang mau melahirkan.Aku h

  • Yes, I Do   Bab 115. Perubahan Sikap

    Untungnya, aku tidak sampai memuntahkan makan siangku. Namun, rasa mual membuatku sedikit lemas.Ketika aku keluar dari salah satu toilet yang ada di dalam mall ini, Keenan ternyata sudah menungguku di dekat pintu masuk toilet.“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Keenan terlihat khawatir.“Baik. Hanya saja, bagaimana dengan Om Danendra dan Tante Iva? Mereka di mana?” Aku bertanya dengan sedikit perasaan tidak enak.“Mereka masih makan. Kita kembali, yuk!” ajak Keenan.Aku hanya mengangguk mengikuti Keenan.“Jangan dimakan kalau tidak selera, Li!” tegur Tante Iva.Aku memandangi makanan di atas piring yang ada di hadapanku dengan perasaan bersalah. Tapi, aku sungguh-sungguh tidak mampu memakannya lagi.“Maaf, Om, Tante,” ucapku lirih.“Eh, tidak apa-apa. Sudah … jangan dilihat terus! Nanti mual lagi.” Tante Iva menarik piringku.Sesudah Keenan, Om Danendra, dan Tante Iva menghabiskan makanan, kami segera beranjak dari tempat itu.“Li, kamu belum makan lho,” ujar Keenan.“Tidak apa-apa. Ta

  • Yes, I Do   Bab 114. Sebuah Tanda

    Tiga bulan kemudian …Sejak menikah, selain menjadi istri dan ibu rumah tangga, status aku berubah menjadi pengangguran akut.Dalam sebulan, hanya sesekali saja aku merancang desain untuk produk mainan anak yang dibuat oleh Keenan. Sisa waktu yang lain, aku gunakan untuk membersihkan rumah, masak, pergi ke cafe terdekat, dan melakukan perjalanan ke Singapura.Biasanya, aku melakukan perjalanan ke Singapura kalau Keenan ada pekerjaan di Jakarta dan Singapura. Jadi, aku sengaja menghindari bertemu keluargaku dengan melakukan perjalanan ke Singapura terlebih dahulu. Nanti aku pulang ke Pulau Bali bersama Keenan.Di Singapura, aku membersihkan unit apartmentku dan mengunjungi Tante Iva. Bersama Tante Iva, aku jalan-jalan dan wisata kuliner.Seperti sekarang, aku dan Tante Iva sedang mencicipi hidangan laut yang ada di salah satu pujasera.“Huaaa … ini enak sekali, Li! Kamu tahu nggak, Tante sudah lama ingin makan di sini. Hm, sepertinya sejak sebelum kamu menikah, tapi Om tidak pernah mau,

  • Yes, I Do   Bab 113. I Love You

    “Eee ….”Aku bahkan belum mulai bicara, tiba-tiba Keenan kembali melumat bibirku dan beralih menghisap leher bagian bawah. Itu sangat geli hingga membuatku tertawa kecil.Jangan lupakan tangannya yang mulai meremas kedua benda kenyal milikku! Pun ciumannya semakin turun sampai tulang selangka miliku.“Kee …! Aaaaahh.” Akhirnya lolos juga desahanku ketika merasakan lumatan di ujung salah satu bukit kembarku.Tubuhku benar-benar terasa tegang dan sepertinya Keenan bisa merasakan itu.“Maaf,” ucap Keenan tepat di telingaku, “tapi, aku sudah boleh melakukannya, bukan?”“Boleh,” sahutku singkat.Suamiku ini lucu juga. Sudah melakukan sampai sejauh ini baru minta maaf. Lagipula, aku bukannya keberatan, melainkan lebih ke arah malu dan khawatir karena belum pernah melakukannya.Di dalam hati, aku terus mencoba mengingat-ingat perkataan Cheryl agar tetap santai walaupun kenyataannya praktik itu sangat susah.“Baik. Kamu yang santai, Sayang!” ujar Keenan sambil mengusap-usap kepalaku.“Pelan-p

  • Yes, I Do   Bab 112. Bulan Madu

    Keenan dan aku memang memilih untuk membuat acara pernikahan yang sederhana karena kami adalah pribadi yang tidak menyukai acara-acara besar.Jadi, kesederhanaan yang kami putuskan tidak ada sangkut pautnya dengan sikap Mama.Berhubung acara kami sangat sederhana, usai makan dan berbincang, kebanyakan tamu langsung pamit sehingga tidak sampai malam, keseluruhan acara sudah selesai.“Terima kasih untuk semua tim event organizer, tim dekorasi, salon, bridal, fotografer, video, pembawa acara, souvenir, dan semua tim yang terlibat. Kalian sudah bekerja keras hingga acara pernikahan saya dan istri dapat berjalan dengan lancar,” ucap Keenan sebelum mereka semua pulang.Mendengar Keenan menyebutku sebagai istri, membuatku sedikit tersipu. Status yang baru ini masih terdengar aneh di telingaku.“Sebelum pulang, jangan lupa makan dulu, ya!” sambungku.Keenan dan aku lantas pamit untuk masuk ke kamar hotel.Wah, iya … aku hampir saja lupa. Sekarang aku dan Keenan sudah akan tinggal di satu kama

  • Yes, I Do   Bab 111. Acara yang Sederhana

    Aku melihat Mama Louisa meletakkan tas di atas meja. Beliau lantas mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna merah dari dalam tasnya dan duduk di sebelahku.“Lilian, Mama minta maaf karena sewaktu pertama kali kita bertemu, Mama terkesan tidak menyukaimu, pun Mama menolak membuat gaun pengantin untukmu. Itu semua bukan karena Mama membencimu,” jelas Mama Louisa.“Iya, Ma ….”“Mama juga tidak pernah membenci Keenan,” potong Mama dengan suara pelan, “mungkin Keenan sudah menceritakan semuanya padamu.”Aku hanya diam karena tidak tahu harus berkata jujur atau tidak.“Tidak apa-apa. Jangan khawatir! Mama tidak marah,” sambung Mama Louisa sambil tersenyum.Cantik!Astaga! Mama mertuaku cantik sekali kalau tersenyum begini. Hidungnya mancung. Kulitnya masih kencang. Beliau bahkan tidak memiliki kantong mata.“Ma, Keenan sangat sedih ….” Aku tidak melanjutkan perkataanku karena tidak ingin salah bicara. Aku tidak mau memanfaatkan suasana.“Mama tahu dan di sini Mama memang sudah melakukan k

  • Yes, I Do   Bab 110. Pertemuan Keluarga

    “Apa yang bisa Papa lakukan sekarang? Papa ingin bertanggung jawab dan ingin marah karena kalian menolak. Akan tetapi, Papa bisa memaklumi keputusan kalian,” ujar Papa Mario.Aku dan Keenan diam-diam saling berpandangan. Namun, kami tidak memberikan tanggapan. Kami tetap pada pendirian kami untuk menjalani semuanya sendiri sampai akhir.Ting!Papa Mario, aku, dan Keenan praktis menoleh ke arah ponsel milik Keenan yang dia letakkan di atas meja. Itu tanda ada pesan yang masuk.Keenan meraih ponsel dan membuka layarnya.“Dari Mama,” ujar Keenan, “katanya di hari pernikahan kita sudah ada yang memesan gaun pengantin.”“Baik, tidak apa-apa. Aku sudah punya alternatif. Nanti aku akan membuat janji,” jawabku sambil tersenyum.Sebenarnya, aku sudah bisa menduga jawaban ini. Mama Louisa pasti tidak ingin mencampuri urusan kami.Kecewa itu pasti. Aku masih manusia. Ada rasa nyeri di hati karena merasa diabaikan. Namun, melihat raut wajah Keenan yang jelas terlihat sedih, membuatku praktis memb

  • Yes, I Do   Bab 109. Menerima Diri Sendiri

    Keenan terlihat tidak enak hati saat melihat mamanya tidak menyapaku dengan benar. Namun, aku tetap mempertahankan senyum dan sikapku yang tenang sebagai bentuk dukungan.Seperti yang aku katakan bahwa ini adalah realita yang harus kami hadapi. Baik calon mama mertua maupun mamaku sendiri sama-sama memiliki luka yang tidak mungkin disembuhkan oleh aku dan Keenan.Kalau dipikir-pikir, sebenarnya aku dan Keenan tidak melakukan kesalahan apa pun. Tante Louisa dan Mama terluka karena diri mereka sendiri. Namun, satu-satunya cara agar kami tetap dapat melangkah adalah menerima keadaan diri sendiri.Keadaannya memang calon mama mertua maupun mamaku menganggap Keenan dan aku ini anak-anak yang menyebalkan.Keadaannya memang calon mama mertua maupun mamaku menganggap Keenan dan aku ini penyebab luka yang mereka alami.“Apa kalian sudah makan siang?” tanya Om Mario.Aku melirik ke arah jam dengan rantai emas yang melingkar di pergelangan tanganku. Saat ini sudah lewat jam makan siang.“Sudah,

  • Yes, I Do   Bab 108. Menghadapi Realita

    “Sebenarnya, kedatangan saya dan Lilian kemari mau sekalian pamit, Om,” jelas Keenan saat melihat raut wajah bingung Om Danendra.“Lho … nanti kalian pasti akan kembali juga, ‘kan?” tanya Om Danendra.“Iya, tapi kami akan lebih sering berada di Indonesia,” jawab Keenan.“Tidak apa-apa. Selagi kita masih berpijak di bawah langit yang sama maka artinya kita belum berpisah. Om dan Tante pasti akan mengunjungi kalian. Sebaliknya kalian tidak boleh lupa mengunjungi Om dan Tante.” Om Danendra berkata.“Kami tidak mungkin lupa sama Om dan Tante,” jawabku masih terisak.“Bukankah Om dan Tante sudah menganggap Lilian sebagai anak kandung sendiri? Pun Lilian sudah menganggap Om dan Tante sebagai orang tuanya. Mudah-mudah saya bisa sering-sering mengajak Lilian main ke Singapura,” ujar Keenan.“Saya juga masih punya unit apartment di sini. Jadi, kami pasti bisa sering datang berkunjung,” sambungku dengan sok yakin.Keenan hanya mengangguk setuju.“Tante merasa bahagia melihat kalian akan segera

DMCA.com Protection Status