“Apa Fira? Kamu bertemu Cla dan Tante Rossa di Mall? Kamu yakin?”
“Iya, Mas. Aku bahkan hampir bertabrakan dengan Tante Rossa tadi di Mall,” jawab Zafira.
“Terus apa maksud kamu tadi menanyakan apa Tante Rossa tau bahwa kamu adalah korban ....“ Gilang berhenti tak meneruskan perkataannya.
“Tadi Tante Rossa mengatakan itu padaku, Mas. Terus terang aja aku terkejut. Aku tak menyangka Tante Rossa tau semua aib ku,” lirih Zafira.
Gilang kembali meraih kepala istrinya dan mendekapnya ke dalam pelukannya.
“Apa kamu menyangka aku yang memberitahunya pada Tante Rossa? Dengar Fira, aku nggak mungkin melakukan itu. Aku nggak mungkin membongkar aib istriku sendiri, bahkan itu juga adalah aibku. Aku nggak tau dari mana Tante Rossa tau tapi aku berjanji akan menyelidikinya.”
“Nggak usah, Mas!” seru Zafira dengan suara sedikit meninggi.
Gilang ter
“Gilang!”Gilang menoleh ketika mendengar seseorang memanggil namanya saat dia baru saja keluar dari dalam mobilnya di parkiran kantornya.“Tante Rossa?” seru Gilang ketika melihat Tante Rossa melambaikan tangan lewat jendela kaca mobilnya. Tak lama wanita paruh baya itu pun keluar dari dalam mobilnya dan menghampiri Gilang.“Kapan datang dari Paris, Tante?” tanya Gilang basa-basi.“Apa istrimu tak menceritakan padamu kalau kami kemarin bertemu di salah satu Mall?”“Istriku? Tante ketemu istriku? Kapan? Oh iya, kemarin Fira memang izin padaku mau menemani sahabatnya ke Mall. Tapi istriku tak bercerita kalau kemarin bertemu Tante di sana,” jawab Gilang sengaja berbohong.“Lalu Tante Rossa mengobrol apa dengan istriku?” lanjut Gilang bertanya.Tante Rossa terlihat sedikit salah tingkah.“Ah, sudahlah. Tante kemari bukan un
Zafira sedikit merasa kesepian saat masuk ke dalam kamarnya dan tak menemukan suaminya di sana. Zafira memilih menghabiskan sorenya dengan menelpon ayah dan ibunya, saling bertukar cerita dengan kedua orang tuanya. Rasa gelisah menghantuinya ketika Gilang belum juga kembali dan tak memberi kabar apapun padanya setelah pesan yang dikirimnya tadi siang saat mengabarkan jika dia tak bisa menjemput Zafira.Perlahan Zafira melipat mukenanya setelah menunaikan sholat Maghrib, entah kenapa perasaannya semakin gelisah karena Gilang tak memberi kabar padanya. Zafira meraih ponselnya dan memilih untuk mengirim pesan pada Gilang.[Mas, pulang jam berapa?]Zafira menunggu beberapa menit namun pesan yang dikirimnya hanya bertanda centang satu, yang artinya pesannya belum terkirim. Masih dengan perasaan gelisah Zafira memilih menghubungi nomor Gilang. Perasaannya semakin tak menentu saat nomor ponsel Gilang pun tidak aktif. Ada rasa khawatir dal
“Selamat datang, Gilang,” sambut Tante Rossa. “Silahkan duduk,” lanjutnya.“Terima kasih,” ucap Gilang.“Oiya, apa Om Alex juga sedang berada di Jakarta? Sepertinya saya tadi melihat asisten kepercayaan Om Alex di depan,” tanya Gilang.Setaunya, pria yang menyambutnya tadi akan selalu berada di samping Alex.“Oh, itu. Nggak kok, Papanya Cla masih ada di Paris. Mmm ... h-hanya kebetulan saja Alex menyuruh asistennya ikut ke Jakarta bersama kami,” jawab Tante Rossa terbata-bata. Hal itu membuat Gilang sedikit heran namun memilih tak mempedulikannya.“Oh begitu, baiklah. Maaf, saya nggak bisa lama-lama di sini jadi saya mau langsung saja pada tujuan saya datang kemari.”Sekilas Claudia menoleh dan memandang ke arah Gilang, namun kemudian kembali cuek. Gilang menangkap tatapan mata yang sayu dari gadis itu, dia tampak seperti orang yang tak ber
Perdebatannya dengan Tante Rossa membuat kerongkongannya terasa kering. Perlahan diraihnya gelas berisi minuman yang tadi diantar oleh pelayan kemudian meminumnya dalam sekejap. Gilang sedikit heran ketika melihat Tante Rossa tersenyum tipis padanya, sementara Claudia masih seperti tadi, tak begitu mempedulikan perdebatannya dengan Tante Rossa. Gilang memilih berdiri dari duduknya dan hendak beranjak pergi dari sana.“Kenapa buru-buru, Gilang?” tanya Tante Rossa masih dengan senyum tipis di bibirnya.“Saya sudah tak punya urusan lagi disini. Saya harap Tante menyimak dengan baik apa yang saya ucapkan tadi. Saya benar-benar tidak akan tinggal diam jika Tante berani menyentuh istri saya. Saya permisi!” ucap Gilang.Namun tiba-tiba dia merasa sempoyongan dan kepalanya sedikit berat. Dengan susah payah Gilang menguatkan kembali tubuhnya, berkali-kali pria itu mengerjap-ngerjapkan matanya yang tiba-tiba saj
Gilang terperanjat ketika terbangun dan mendapati dirinya dalam keadaan bugil dan bukan di dalam kamarnya. Dan yang lebih membuatnya terkejut adalah keberadaan Claudia di sampingnya yang juga dalam keadaan polos. Buru-buru Gilang bangun dan meraih pakaiannya yang tergeletak berserakan di lantai kamar. Kepalanya masih terasa pusing, namun Gilang memaksakan tubuhnya untuk berdiri sambil berusaha mengingat-ingat apa yang sudah terjadi padanya.Dengan langkah sempoyongan Gilang keluar dari kamar dan membiarkan Claudia yang masih berada di sana. Menyadari bahwa dirinya tengah berada di rumah mewah Alex membuat Gilang meradang menahan amarahnya. Gilang tau, dia pasti sudah dijebak oleh seseorang. Gilang berusaha mengumpulkan ingatannya. Dia ingat, sebelumnya dia memang sedang berkunjung di rumah Tante Rossa untuk meluruskan beberapa hal. Dan setelah itu, Gilang sudah tak ingat apa-apa lagi hingga terbangun dan mendapati dirinya sudah berada dalam satu selimut dengan Claudia dalam k
“Papa!” Gilang berteriak sekuat tenaganya. Beberapa karyawan di rumah besar itu berdatangan mendengar keributan yang terjadi.“Maria, cepat panggilkan mang satpam di depan!” seru Gilang.“Baik, Tuan!” Maria buru-buru melaksanakan apa yang diperintahkan Gilang.Semua karyawan Irawan terlihat panik melihat Tuan Besar mereka ambruk tak sadarkan diri.“Angkat Papa ke mobilku. Aku harus segera membawanya ke rumah sakit. Salah satu dari kalian ikutlah bersamaku.” Gilang memberi perintah dengan tegas kepada beberapa karyawan Irawan yang mengenakan pakaian security.Gilang melirik sebentar sebelum menuju ke mobilnya. Dilihatnya ponsel Zafira yang tadi di perlihatkannya pada Irawan tergeletak di lantai. Dengan kasar Gilang meraih ponsel Zafira dan berjalan cepat menuju mobilnya. Pikiran Gilang sangat kalut. Di satu sisi, dia harus segera mencari istrinya dan menjelaskan kesalahpahaman mereka akibat jebakan Tan
Air mata Zafira tak dapat dibendungnya lagi ketika membuka pesan yang dikirimkan oleh seseorang di ponselnya. Di foto itu terlihat suaminya tengah tidur dengan Claudia dalam keadaan polos. Salah satu dari foto tersebut bahkan memperlihatkan dengan sempurna bagaimana tubuh polos suaminya memeluk tubuh Claudia yang juga dalam keadaan polos.Zafira bukanlah gadis bodoh, dia tau bisa saja suaminya dijebak oleh seseorang, apalagi Zafira masih ingat dengan ancaman Tante Rossa sewaktu mereka bertemu di Mall. Sebenarnya yang terlintas dalam benak Zafira adalah suaminya sedang dijebak oleh Tante Rossa, sebab foto-foto yang dikirim oleh seseorang di ponselnya hanya memperlihatkan foto Gilang dan Claudia dalam kondisi sama-sama tertidur. Namun melihat tubuh polos suaminya bersama wanita lain tetap saja membuat dada Zafira sesak, hati kecilnya tak sanggup menerimanya.Pagi-pagi buta, Zafira memilih meninggalkan rumah besar Irawan dengan meminta salah satu supir untuk mengantarkann
“Sudah melamunnya?” Suara berat seseorang dari arah belakangnya membuat Zafira menoleh.“Felix!” pikik Zafira merasa heran sekaligus senang ketika menemukan orang yang dikenalnya.“Ngapain pagi-pagi melamun di taman, Fira?” tanya Felix.“Kenapa kamu bisa berada di sini?” Zafira balik bertanya.“Aku mencarimu. Kamu nggak masuk kantor, ditelpon nggak diangkat, dicari ke rumah orangtuamu nggak ada.”“Maaf, sepertinya saya sudah terlalu sering mengabaikan perkerjaan saya. Saya siap menerima segala konsenkuensinya.”“Kamu kenapa jadi formal gini ngomongnya, Fira?”Zafira hanya tersenyum tipis.“Aku mencarimu bukan karena urusan pekerjaan, Fira. Entah mengapa perasaanku merasa nggak enak ketika kamu tak membalas pesan dan tak mengangkat telpon. Aku merasa ada sesuatu yang terjadi padamu. Jadi aku memutuskan untuk mencarimu ke rumah orangtuamu me
Gilang memarkirkan mobilnya di parkiran klinik, lalu turun dan membukakan pintu mobil untuk Zafira.“Hati-hati, Sayang,” ucapnya sambil menyambut uluran tangan Zafira.“Jangan berlebihan, Mas. Aku nggak apa-apa.”Gilang menggeleng. “Aku harus berlebihan kalau itu menyangkut kamu dan anak kita. Aku nggak mau kehilangannya lagi.”Akhirnya Zafira mengalah ketika Gilang dengan posesifnya mengantarkannya ke dalam klinik hingga terdengar suara Felix menyapa mereka.“Hai, Fira.”Gilang dan Zafira menoleh. Felix tersenyum dapa Zafira, namun mengabaikan pria posesif di samping wanita itu.“Eh, lu nggak ngeliat gue?” sengit Gilang.Felix tertawa. “Oh, iya. Maaf nggak kelihatan. Makanya jangan terlalu sering di samping Fira, soalnya yang lain nggak kelihatan ditutupi sama auranya dia.”Gilang semakin gusar ketika merasa Felix sedang memprovokasiny
Gilang mengantar Zafira ke klinik dr. Hesty sebelum berangkat bekerja. Telepon dari Felix yang mengajak Zafira bertemu pagi ini benar-benar membuat Gilang gelisah. Maka saat istrinya mengatakan jika Felix mengajak bertemu di klinik tempat Zafira dulu bekerja, Gilang memilih mengantarkan sendiri istrinya ke sana. Meski awalnya Gilang menolak, namun rengekan Zafira membuatnya luluh. Gilang masih ingat bagaimana tadi pagi mereka berselisih paham akibat telepon dari dr. Felix.“Felix minta ketemu Fira, Mas. Katanya ada yang ingin ditanyakan,” ucap Zafira tadi pagi setelah mengibrol dengan Felix di bawah tatapan tajam Gilang.“Ngapain dokter gila itu minta ketemu kamu? Dia masih ngejar-ngejar kamu?”Zafira mengerucutkan bibirnya.“Jangan mulai deh, Mas. Kemarin-kemarin udah enak ngeliat kalian damai,” kata wanita hamil itu.“Aku nggak ngizinin! Kalau mau ketemu suruh ketemu aku saj
Kehamilan Zafira kali ini ternyata masih sama dengan kehamilannya sebelumnya, di mana Gilang lah yang harus setiap hari menahan mual dan tak berselera makan, sedangkan Zafira terpengaruh apa-apa. Ia bahkan makin terlihat segar karena Gilang menyuruh semua ART di rumahnya untuk memperhatikan semua kebutuhan istrinya.“Jangan banyak bergerak!”“Kalau perlu apa-apa bilang sama Maria atau yang lainnya!”“Jangan urusin taman!”“Kalau jalan pelan-pelan!”Serta masih banyak kalimat-kalimat Gilang yang setiap hari harus didengar oleh Zafira. Sesekali Zafira merasa iba jika melihat kondisi Gilang yang justru semakin kurus dan pucat karena mual dan muntah yang dialaminya setiap pagi.Pria itu bahkan beberapa kali mengunjungi dokter untuk meminta obat penghilang rasa mual dan morning sick yang dialaminya. Namun tak ada satu pun obat-obatan yang mempan dan bisa menghilangkan
"SELAMAT ULANG TAHUN PAK GILANG!"Gilang tersenyum membaca spanduk yang terbentang di sana. Gilang baru menyadari jika hari ini adalah hari ulang tahunnya. Perlahan Gilang melangkah ke arah Zafira, lelaki itu tau jika ini semua pasti ide istri kesayangannya itu."Pantasan dari kemarin kamu kelihatan sibuk banget telpon sana sini, ternyata nyiapin ini ya. Terima kasih, Sayang." Gilang mengecup kening istrinya."Uwuwuwuuuu!!!""Ciumnya di bibir dong, Pak Boss!""Ternyata Boss kita romantis banget, ya!"Gilang dan Zafira hanya tersenyum mendengar teriakan-teriakan dari para karyawannya."Cium bibirnya offline dong! Itu adegan khusus, nggak boleh jadi tontonan!" seru Gilang sambil mengedipkan matanya pada Zafira, yang disambut oleh kalimat-kalimat godaaan berikutnya dari para karyawannya pada mereka berdua.Gi
Tanpa kata, Gilang mendorong kursi roda Zafira meninggalkan area pemakaman, diikuti oleh keluarga mereka yang tak pernah lepas mendampingi mereka dan memberi semangat pada kedua orang tua yang baru saja diberi cobaan hidup itu. Selain kedua orang tua Gilang dan Zafira, Felix dan Claudia serta dr. Hesti, bahkan dr. Stella dan dr. Hera pun masih berada di sana menemani Zafira dan Gilang hingga keduanya meninggalkan area pemakaman. Suasana berkabung masih sangat terasa di rumah besar Irawan. Semua keryawan yang bekerja di sana ikit merasakan kesedihan mendalam majikan mereka. Begitupun di dalam kamar Gilang dan Zafira, suasana sunyi sangat terasa. Tak ada percakapan di antara mereka berdua, Gilang dan Zafira hanya bisa saling menatap kemudian saling berpelukan memberi kekuatan entah siapa kepada siapa, karena pada kenyataannya mereka berdua sama-sama terpukul.Zafira menyadari bahwa pada akhirnya semua akan kembali pada takdir masing-masing. Manusia hanya perlu men
Sudah seminggu ini Zafira diperbolehkan pulang ke rumah, namun bayinya masih dirawat intensif di rumah sakit. Hal itu membuat Gilang dan Zafira harus bolak-balik ke rumah sakit untuk mengantarkan ASIP agar bayi mereka tetap bisa meminum ASI Zafira. Dengan telaten Gilang mendampingi Zafira dan menyemangatinya pada saat memompa ASI nya. Zafira selalu saja bersedih karena belum bisa menyusui bayinya secara langsung, yang membuat Gilang akan selalu berada di sampingnya dan menyemangati Zafira agar tidak selalu bersedih. Gilang bahkan belum pernah masuk ke kantor sejak Zafira melahirkan. Dia lebih memilih mempercayakan pekerjaan pada asistennya dan sesekali memeriksa hasil pekerjaan mereka di rumahnya.Siang ini, Gilang dan Zafira kembali mengunjungi bayi mereka di rumah sakit. Gilang bersiul-siul senang sambil mendorong kursi roda Zafira menuju ruang perawatan bayinya. Gilang belum memperbolehkan Zafira berjalan dan memilih menyuruhnya duduk di atas kursi roda meskipun Zafira sel
“Maafin aku, Mas. Aku nggak bisa menjaganya dengan baik, bayi kita lahir sebelum waktunya,” lirih Zafira terbata-bata dengan mata yang basah.“A- apa? Bayi kita sudah lahir?”“Ini bayi Anda, Pak Gilang. Istri Anda sudah melahirkan beberapa menit yang lalu. Bayi laki-laki dengan berat 1,9 Kg. Namun karena bayinya lahir pada usia yang belum matang, yang dalam bahasa medis disebut prematur, maka bayi Anda masih akan berada dalam perawatan dan pengawasan kami. Perkenalkan, ini dr. Hera, dokter anak terbaik di rumah sakit ini. Selanjutnya beliau yang akan bertanggung jawab atas perawatan bayi Anda. Karena terus terang saja, Nyonya Zafira tadi terpaksa melahirkan bayinya di usia kandungan yang belum genap 37 minggu. Kami terpaksa mengambil tindakan ini tadi karena saat tiba di sini, Ny. Zafira sudah dalam keadaan kontraksi dan sudah mengalami pembukaan rahim.” Penjelasan dr. Stella bagaikan petir yang menyambar Gilang. Zafira sudah melahir
Gilang menyetir mobil sport merah nya dengan kepanikan luar biasa. Kabar tentang Zafira yang baru saja didengarnya membuat dunianya seakan gelap gulita. Berbagai pikiran buruk melintas di benaknya, membuat lelaki itu mengeraskan rahangnya dan sesekali memukul setir mobilnya.“Shittt!!!” seru Gilang ketika di depannya terlihat antrian kemacetan kendaraan. Berkali-kali Gilang mengusap kasar wajahnya memandakan betapa frustasinya pria itu saat ini. Kalimat-kalimat Maria di telpon tadi terus terngiang-ngiang di telinganya.“Nyonya Zafira kesakitan setelah terjatuh tadi, Tuan.”“Dia menyuruh kami tak menghubungi Tuan Gilang. Kata Ny. Zafira dia baik-baik saja.”“Untungnya Nona Claudia kebetulan datang berkungjung.”“Nona Claudia dan pacarnya yang mengantar Nyonya Zafira ke rumah sakit.”“Arrggghhhh!!!” Gilang kembali memukul keras setir mob
Namun satu hal yang selalu ditunggu-tunggu Gilang sejak Zafira hamil adalah malam hari. Setiap malam Zafira selalu berubah menjadi sangat menyenangkan, melayaninya dengan cara-cara yang bahkan Gilang tak pernah membayangkannya. Membuatnya setiap malam selalu tertidur sangat pulas setelah mengerang puas atas perlakuan-perlakuan liar Zafira padanya. Yang lebih membahagiakan lagi, itu semua selalu terjadi atas inisiatif Zafira sendiri, tanpa Gilang memintanya. Karena Gilang masih mematuhi saran dr. Stella untuk tidak menganggu Zafira dulu selama trimester pertama kehamilannya. Malam-malam yang dibayangkan Gilang akan menjadi hambar karena tak boleh menyentuh dan melakukan hal-hal yang dulu selalu dilakukannya pada Zafira justru menjadi malam-malam panjang yang selalu ditunggu-tunggu Gilang. Ibu hamil yang sangat “hot”, begitu Gilang selalu memberikan pujian ketika Zafira melakukan hal-hal yang sangat menyenangkan padanya.“Nanti malam pakai gaya apa lagi, Sayan