“Sudah melamunnya?” Suara berat seseorang dari arah belakangnya membuat Zafira menoleh.
“Felix!” pikik Zafira merasa heran sekaligus senang ketika menemukan orang yang dikenalnya.
“Ngapain pagi-pagi melamun di taman, Fira?” tanya Felix.
“Kenapa kamu bisa berada di sini?” Zafira balik bertanya.
“Aku mencarimu. Kamu nggak masuk kantor, ditelpon nggak diangkat, dicari ke rumah orangtuamu nggak ada.”
“Maaf, sepertinya saya sudah terlalu sering mengabaikan perkerjaan saya. Saya siap menerima segala konsenkuensinya.”
“Kamu kenapa jadi formal gini ngomongnya, Fira?”
Zafira hanya tersenyum tipis.
“Aku mencarimu bukan karena urusan pekerjaan, Fira. Entah mengapa perasaanku merasa nggak enak ketika kamu tak membalas pesan dan tak mengangkat telpon. Aku merasa ada sesuatu yang terjadi padamu. Jadi aku memutuskan untuk mencarimu ke rumah orangtuamu me
“Tapi ada hikmahnya sih kamu nggak bawa ponselmu, Fira,” ucap Felix mengikuti langkah Zafira.“Kenapa?”“Aku jadi punya waktu mengobrol denganmu. Biasanya kamu nggak akan pernah mau menumpang di mobilku kecuali dengan Mila.”“Itu tadi keadaannya mendesak,” ucap Zafira tersipu malu mengingat beberapa kali dia menolak ikut di mobil Felix jika hanya berdua dengan Felix, meskipun dalam urusan pekerjaan. Namun hari ini dia malah merasa sangat senang ketika tadi mendapati keberadaan Felix di taman disaat Zafira kebingungan mencari bantuan. “Oiya, terima kasih sudah memberiku tumpangan.”“Sama-sama Tuan Putri. Jangan sungkan jika Anda memerlukan bantuan hamba,” ucap Felix bercanda.Zafira kembali tersipu mendengar candaan Felix. Namun langkahnya terhenti ketika melihat sosok yang tengah duduk di kursi teras di depan rumah ayahnya.“Mas Gilan
“Astaghfirullahaladzim.” Tak henti-hentinya Juan dan Sinta mencucapkan istighfar saat dia meminta penjelasan pada putrinya tentang apa yang didengarnya tadi. Sedangkan Zafira menceritakan dengan rinci semua yang terjadi diiringi isak tangisnya. Berkali-kali gadis itu berhenti ketika menahan sesak yang menghimpit dadanya.Gilang yang duduk tepat di depan Zafira hanya terdiam, matanya terus menatap tajam pada Zafira ketika istrinya itu dengan terbata-bata mengadukan masalah yang sedang mereka hadapi pada kedua orang tuanya.“Jadi apa benar, Tuan Irawan pingsan karena melihat foto-foto itu, Nak Gilang?” tanya Juan lembut.Meskipun pria paruh baya itu merasa sangat kecewa mendengar betapa menantunya itu kembali menyakiti hati putrinya.“Iya, Yah. Papa pingsan setelah Gilang menjelaskan dan memperlihatkan foto-foto itu pada Papa. Tapi itu bukan satu-satunya penyebabnya, menurut dokter, kondisi Papa yang semalam begadang juga menja
“Astaghfirullah, jangan berkata seperti itu, Nak. Kita tidak berhak menilai baik buruknya manusia, itu hak Allah. Hanya Allah yang berhak menilai seberapa baik dan seberapa buruknya kita. Apa yang terlihat baik dimata manusia belum tentu baik dimata Allah, begitupun sebaliknya,” ucap Juan.Sementara Zafira hanya terdiam dan merasa tertohok dengan ucapan Gilang padanya. ‘Pria kotor dan penuh dosa ini mencintaimu dengan tulus, Fira.’ Entah mengapa kalimat terakhir Gilang membuat hatinya merasa teriris sembilu.Pria berkuasa itu rela merendahkan dirinya sendiri hanya untuk mengungkapkan tulusnya perasaannya. Ingin rasanya Zafira berlari ke hadapan suaminya, memeluknya dan melupakan semua foto-foto tak senonoh itu, toh Zafira sendiri sudah tau bahwa Tante Rossa memang berniat untuk menjebak Gilang. Namun tubuhnya terasa berat, berat oleh tangisan dan airmata yang terus saja mengalir tanpa henti dari kelopak matanya.
Gilang memarkirkan mobilnya di parkiran rumah sakit kemudian turun dan membukakan pintu mobil untuk Zafira.“Nggak usah dibukain, Mas. Aku bisa buka sendiri!” sewot Zafira.“Wah, aku suka kalau kamu buka sendiri, Sayang. Tapi jangan di sini ya, ntar aja di kamar!” sahut Gilang asal.Zafira melotot protes mendengar jawaban asal dari suaminya.“Dasar mesum!”“Tapi mesumnya cuma sama kamu kok, Sayang.”Zafira menepis tangan Gilang ketika lelaki itu berniat menggandeng tangannya. Gilang menatap kecewa saat tangannya ditepis kasar oleh Zafira.“Kamu masih marah?”“Menurut Mas?”Gilang menghela nafas kasar.“Jangan pernah memegang tangan wanita lain jika Mas masih ingin memegang tanganku. Jangan pernah menyentuh wanita lain jika Mas masih ingin menyentuhku.” Zafira memilih melangkah mendahului Gilang.“Kamu mau ke mana?&rdqu
Felix hanya menautkan alisnya mendengar penuturan panjang lebar dari sahabatnya sesama dokter itu, sedangkan Gilang semakin terlihat gusar mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh dr. Hadi. Gilang kemudian memilih menarik tangan Zafira dan berlalu dari sana menuju ruang VVIP di mana Irawan dirawat.“Kamu kenal mereka?” tanya dr. Hadi.Felix tersenyum.“Kamu benar, Di. Aku memutuskan untuk tidak kembali ke Jerman karena ingin mengejar jodohku. Sayangnya wanita yang kusukai sudah jadi milik orang lain.”Dr. Hadi mengeryitkan keningnya dan menghubungkan dengan perdebatan antara Felix dan Gilang tadi.“Kamu menyukai istrinya Pak Gilang?” tanya Hadi ragu.“Iya, betul. Apa semudah itu menebakku?”“Gila lu Fel! Nggak ada wanita lain apa? Itu istri orang woi!” seru Hadi“Ya mau gimana lagi,” jawab Felix santai. “Jadi pasien pertamaku di rumah sakit ini aya
“Fira?” Gilang mengeryitkan keningnya melihat Zafira berdiri di samping mobilnya. Lelaki itu membuka kaca mobilnya.“Aku ikut pulang,” ucap Zafira datar.Gilang kembali tersenyum senang.“Dengan senang hati, Permaisuriku,” ucap Gilang sambil membukakan pintu untuk Zafira.“Kamu kelihatan kacau, Mas,” ucap Zafira saat mereka sudah dalam perjalanan pulang.“Setidaknya aku bisa sedikit lebih lega karena kamu ada di sampingku dan menemaniku,” ujar Gilang.“Maafkan aku, Mas. Sebenarnya aku sudah menduga Tante Rossa akan melakukan hal ini ketika aku bertemu dengannya di Mall. Tapi aku tak menduga mereka akan senekat ini menjebakmu.”“Tak perlu meminta maaf, Sayang. Kamu nggak salah, aku lah yang salah.”“Maukah berjanji satu hal padaku, Mas?”“Apa itu, Fira?”“Kita jangan membahas hal ini lagi,
Gilang mengusap wajahnya kasar kemudian menoleh ke arah Zafira. Gilang terkejut ketika mendapati mata Zafira sudah basah dengan air mata. Zafira memilih berdiri sambil berpegangan pada ujung sofa yang ada di ruang tengah.“Fira, jangan percaya padanya! Dia pasti sedang berbohong dan ingin menghancurkan hubungan kita. Aku nggak mungkin melakukan itu, Sayang,” ucap Gilang panik.“Kamu mengira aku berbohong, Gilang? Baiklah, aku akan memberi buktinya padamu.” Claudia membuka tas nya dan mencari-cari sesuatu dari dalam sana. “Ini! Apa hasil USG ini masih belum cukup untuk membuktikannya? Lihat ini baik-baik! Ini hasil USG yang menyatakan aku sedang mengandung benihmu, Gilang Febrian!” bentak Claudia sambil melemparkan selembar foto hitam putih dan sebuah buku kecil berlogo rumah sakit pada Gilang.Gilang meraih selembar foto yang dilemparkan Claudia. Dengan tangan gemetar Gilang membaca beberapa tuli
“Izinkan aku pergi untuk sementara, Mas. Aku akan terus tersakiti jika berada di sini.”“Aku janji akan membicarakan ini dengan Cla, aku akan membiayai semua kebutuhannya dan bayinya. Aku akan membujuknya untuk kembali ke Paris.”“Jangan egois, Mas. Jika benar Cla sedang mengandung anakmu. Dia pasti membutuhkan kehadiranmu sebagai ayah dari bayinya. Dia butuh status untuk bayi yang dikandungnya.”“Apa kamu sedang menyuruhku untuk menikahinya, Fira?” tanya Gilang.“Aku tak berhak untuk menyuruhmu ataupun melarangmu, Mas. Pikirkanlah matang-matang langkah apa yang akan Mas Gilang ambil ke depan. Insya Allah aku siap menerima apapun keputusanmu. Sebaiknya kita berangkat sekarang, Mas. Bukankah Mas Gilang ada meeting penting hari ini? Akupun harus kerja,” ucap Zafira berusaha tersenyum.Gilang menatapa tajam mata Zafira.“Jangan pergi jauh dan jangan
Gilang memarkirkan mobilnya di parkiran klinik, lalu turun dan membukakan pintu mobil untuk Zafira.“Hati-hati, Sayang,” ucapnya sambil menyambut uluran tangan Zafira.“Jangan berlebihan, Mas. Aku nggak apa-apa.”Gilang menggeleng. “Aku harus berlebihan kalau itu menyangkut kamu dan anak kita. Aku nggak mau kehilangannya lagi.”Akhirnya Zafira mengalah ketika Gilang dengan posesifnya mengantarkannya ke dalam klinik hingga terdengar suara Felix menyapa mereka.“Hai, Fira.”Gilang dan Zafira menoleh. Felix tersenyum dapa Zafira, namun mengabaikan pria posesif di samping wanita itu.“Eh, lu nggak ngeliat gue?” sengit Gilang.Felix tertawa. “Oh, iya. Maaf nggak kelihatan. Makanya jangan terlalu sering di samping Fira, soalnya yang lain nggak kelihatan ditutupi sama auranya dia.”Gilang semakin gusar ketika merasa Felix sedang memprovokasiny
Gilang mengantar Zafira ke klinik dr. Hesty sebelum berangkat bekerja. Telepon dari Felix yang mengajak Zafira bertemu pagi ini benar-benar membuat Gilang gelisah. Maka saat istrinya mengatakan jika Felix mengajak bertemu di klinik tempat Zafira dulu bekerja, Gilang memilih mengantarkan sendiri istrinya ke sana. Meski awalnya Gilang menolak, namun rengekan Zafira membuatnya luluh. Gilang masih ingat bagaimana tadi pagi mereka berselisih paham akibat telepon dari dr. Felix.“Felix minta ketemu Fira, Mas. Katanya ada yang ingin ditanyakan,” ucap Zafira tadi pagi setelah mengibrol dengan Felix di bawah tatapan tajam Gilang.“Ngapain dokter gila itu minta ketemu kamu? Dia masih ngejar-ngejar kamu?”Zafira mengerucutkan bibirnya.“Jangan mulai deh, Mas. Kemarin-kemarin udah enak ngeliat kalian damai,” kata wanita hamil itu.“Aku nggak ngizinin! Kalau mau ketemu suruh ketemu aku saj
Kehamilan Zafira kali ini ternyata masih sama dengan kehamilannya sebelumnya, di mana Gilang lah yang harus setiap hari menahan mual dan tak berselera makan, sedangkan Zafira terpengaruh apa-apa. Ia bahkan makin terlihat segar karena Gilang menyuruh semua ART di rumahnya untuk memperhatikan semua kebutuhan istrinya.“Jangan banyak bergerak!”“Kalau perlu apa-apa bilang sama Maria atau yang lainnya!”“Jangan urusin taman!”“Kalau jalan pelan-pelan!”Serta masih banyak kalimat-kalimat Gilang yang setiap hari harus didengar oleh Zafira. Sesekali Zafira merasa iba jika melihat kondisi Gilang yang justru semakin kurus dan pucat karena mual dan muntah yang dialaminya setiap pagi.Pria itu bahkan beberapa kali mengunjungi dokter untuk meminta obat penghilang rasa mual dan morning sick yang dialaminya. Namun tak ada satu pun obat-obatan yang mempan dan bisa menghilangkan
"SELAMAT ULANG TAHUN PAK GILANG!"Gilang tersenyum membaca spanduk yang terbentang di sana. Gilang baru menyadari jika hari ini adalah hari ulang tahunnya. Perlahan Gilang melangkah ke arah Zafira, lelaki itu tau jika ini semua pasti ide istri kesayangannya itu."Pantasan dari kemarin kamu kelihatan sibuk banget telpon sana sini, ternyata nyiapin ini ya. Terima kasih, Sayang." Gilang mengecup kening istrinya."Uwuwuwuuuu!!!""Ciumnya di bibir dong, Pak Boss!""Ternyata Boss kita romantis banget, ya!"Gilang dan Zafira hanya tersenyum mendengar teriakan-teriakan dari para karyawannya."Cium bibirnya offline dong! Itu adegan khusus, nggak boleh jadi tontonan!" seru Gilang sambil mengedipkan matanya pada Zafira, yang disambut oleh kalimat-kalimat godaaan berikutnya dari para karyawannya pada mereka berdua.Gi
Tanpa kata, Gilang mendorong kursi roda Zafira meninggalkan area pemakaman, diikuti oleh keluarga mereka yang tak pernah lepas mendampingi mereka dan memberi semangat pada kedua orang tua yang baru saja diberi cobaan hidup itu. Selain kedua orang tua Gilang dan Zafira, Felix dan Claudia serta dr. Hesti, bahkan dr. Stella dan dr. Hera pun masih berada di sana menemani Zafira dan Gilang hingga keduanya meninggalkan area pemakaman. Suasana berkabung masih sangat terasa di rumah besar Irawan. Semua keryawan yang bekerja di sana ikit merasakan kesedihan mendalam majikan mereka. Begitupun di dalam kamar Gilang dan Zafira, suasana sunyi sangat terasa. Tak ada percakapan di antara mereka berdua, Gilang dan Zafira hanya bisa saling menatap kemudian saling berpelukan memberi kekuatan entah siapa kepada siapa, karena pada kenyataannya mereka berdua sama-sama terpukul.Zafira menyadari bahwa pada akhirnya semua akan kembali pada takdir masing-masing. Manusia hanya perlu men
Sudah seminggu ini Zafira diperbolehkan pulang ke rumah, namun bayinya masih dirawat intensif di rumah sakit. Hal itu membuat Gilang dan Zafira harus bolak-balik ke rumah sakit untuk mengantarkan ASIP agar bayi mereka tetap bisa meminum ASI Zafira. Dengan telaten Gilang mendampingi Zafira dan menyemangatinya pada saat memompa ASI nya. Zafira selalu saja bersedih karena belum bisa menyusui bayinya secara langsung, yang membuat Gilang akan selalu berada di sampingnya dan menyemangati Zafira agar tidak selalu bersedih. Gilang bahkan belum pernah masuk ke kantor sejak Zafira melahirkan. Dia lebih memilih mempercayakan pekerjaan pada asistennya dan sesekali memeriksa hasil pekerjaan mereka di rumahnya.Siang ini, Gilang dan Zafira kembali mengunjungi bayi mereka di rumah sakit. Gilang bersiul-siul senang sambil mendorong kursi roda Zafira menuju ruang perawatan bayinya. Gilang belum memperbolehkan Zafira berjalan dan memilih menyuruhnya duduk di atas kursi roda meskipun Zafira sel
“Maafin aku, Mas. Aku nggak bisa menjaganya dengan baik, bayi kita lahir sebelum waktunya,” lirih Zafira terbata-bata dengan mata yang basah.“A- apa? Bayi kita sudah lahir?”“Ini bayi Anda, Pak Gilang. Istri Anda sudah melahirkan beberapa menit yang lalu. Bayi laki-laki dengan berat 1,9 Kg. Namun karena bayinya lahir pada usia yang belum matang, yang dalam bahasa medis disebut prematur, maka bayi Anda masih akan berada dalam perawatan dan pengawasan kami. Perkenalkan, ini dr. Hera, dokter anak terbaik di rumah sakit ini. Selanjutnya beliau yang akan bertanggung jawab atas perawatan bayi Anda. Karena terus terang saja, Nyonya Zafira tadi terpaksa melahirkan bayinya di usia kandungan yang belum genap 37 minggu. Kami terpaksa mengambil tindakan ini tadi karena saat tiba di sini, Ny. Zafira sudah dalam keadaan kontraksi dan sudah mengalami pembukaan rahim.” Penjelasan dr. Stella bagaikan petir yang menyambar Gilang. Zafira sudah melahir
Gilang menyetir mobil sport merah nya dengan kepanikan luar biasa. Kabar tentang Zafira yang baru saja didengarnya membuat dunianya seakan gelap gulita. Berbagai pikiran buruk melintas di benaknya, membuat lelaki itu mengeraskan rahangnya dan sesekali memukul setir mobilnya.“Shittt!!!” seru Gilang ketika di depannya terlihat antrian kemacetan kendaraan. Berkali-kali Gilang mengusap kasar wajahnya memandakan betapa frustasinya pria itu saat ini. Kalimat-kalimat Maria di telpon tadi terus terngiang-ngiang di telinganya.“Nyonya Zafira kesakitan setelah terjatuh tadi, Tuan.”“Dia menyuruh kami tak menghubungi Tuan Gilang. Kata Ny. Zafira dia baik-baik saja.”“Untungnya Nona Claudia kebetulan datang berkungjung.”“Nona Claudia dan pacarnya yang mengantar Nyonya Zafira ke rumah sakit.”“Arrggghhhh!!!” Gilang kembali memukul keras setir mob
Namun satu hal yang selalu ditunggu-tunggu Gilang sejak Zafira hamil adalah malam hari. Setiap malam Zafira selalu berubah menjadi sangat menyenangkan, melayaninya dengan cara-cara yang bahkan Gilang tak pernah membayangkannya. Membuatnya setiap malam selalu tertidur sangat pulas setelah mengerang puas atas perlakuan-perlakuan liar Zafira padanya. Yang lebih membahagiakan lagi, itu semua selalu terjadi atas inisiatif Zafira sendiri, tanpa Gilang memintanya. Karena Gilang masih mematuhi saran dr. Stella untuk tidak menganggu Zafira dulu selama trimester pertama kehamilannya. Malam-malam yang dibayangkan Gilang akan menjadi hambar karena tak boleh menyentuh dan melakukan hal-hal yang dulu selalu dilakukannya pada Zafira justru menjadi malam-malam panjang yang selalu ditunggu-tunggu Gilang. Ibu hamil yang sangat “hot”, begitu Gilang selalu memberikan pujian ketika Zafira melakukan hal-hal yang sangat menyenangkan padanya.“Nanti malam pakai gaya apa lagi, Sayan