Home / Fiksi Sejarah / Yang Mulia, Ceraikan Aku! / 6. Erun Lexion Uli, Sang Pengganti

Share

6. Erun Lexion Uli, Sang Pengganti

Author: Trah Rona
last update Last Updated: 2022-09-17 20:29:34

Clarence mengulum bibirnya ke dalam.

Meminta perceraian secara langsung gagal. Jelas saja, itu adalah rencana yang buruk. Tidak mungkin ada orang yang akan menyetujui perceraian di hari pernikahannya.

Jadi, Clarence harus beralih pada rencana lain.

Namun apa itu?

Dia tidak tahu. Dia masih akan memikirkannya.

Yang jelas, saat ini, ada hal paling penting yang harus dia lakukan.

Dan apa itu?

Clarence mengembangkan senyum secerah matahari sembari melangkah dengan anggun menuju kamar milik pangeran Leopold. Pesta pernikahan sebetulnya belum selesai, masih ada beberapa rangkaian acara lagi. Namun, karena tipu daya yang ia lakukan, ia akhirnya berhasil menyelinap keluar dari aula tanpa diketahui oleh siapapun, bahkan pangeran Leopold sendiri.

Yah, dia tidak bisa membayangkan apa yang ada di kepala orang-orang nanti saat menyadari, bahwa tokoh utama dalam acara ini malah menghilang. Pangeran Leopold mungkin akan marah, tapi Clarence berusaha untuk menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak harus dia khawatirkan.

Di belakangnya, puluhan pelayan yang sudah siap sedia di pintu belakang mengikuti langkahnya. Mereka bahkan tidak bertanya apapun, seolah memang telah diperintah begitu sebelumnya.

Clarence memiringkan kepala, sembari mencoba mengingat-ingat. Atau memang benar Clarence asli telah memerintahkan hal itu sebelumnya? Tapi... untuk apa?

Larut dalam lamunannya, Clarence tidak sadar bahwa dia kini telah berada di taman. Tepatnya, sebuah taman kecil namun beraura suram, yang berada di aula. Langkah kakinya tadi melangkah begitu saja, seolah memang diatur seperti ini.

Ah, alur novel.

Saat berbelok ke kanan dan semakin memasuki taman, seorang pelayan yang paling tua takut-takut bersuara. "Kami telah menyiapkan kereta pesanan Putri, namun sepertinya itu telah tertangkap. Jadi——"

Langkahnya seketika terhenti. Clarence menoleh, dan mengerutkan kening. "Apa yang kau maksud?" Tanyanya dengan heran. Apa Clarence asli benar-benar meminta hal ini di hari pernikahannya? Tapi kenapa dia tidak bisa mengingat bagian itu?

Wajah pelayan itu memucat. Dengan gugup dia menjawab, "M-maafkan saya, Putri."

"Maafkan kami, Putri." Pelayan lain menyahut dengan suara bergetar. Lantas, semua dengan kompak berjongkok dan menundukkan kepala, sembari berujar, "Kami pantas mati!"

Kepala Clarence terasa berdenyut-denyut. Kenapa adegan ini tercipta lagi? Dia tahu bahwa Clarence Divn Rivas itu merupakan tokoh antagonis, tapi apakah harus separah ini juga?

Apa saja kejahatan yang sudah kau lakukan, Cla...

Dia membatin dengan lelah.

Sebagai pembaca setia, dia tahu benar bagaimana dahsyatnya kejahatan Clarence. Namun, menempati tubuh ini dan menerima ketakutan mereka, dia masih saja syok. Tidak tahu harus bagaimana menyikapi hal ini.

"Berdiri." Perintah Clarence, yang entah kenapa malah terdengar dingin.

Mereka berdiri dengan tergopoh-gopoh. Dua pelayan muda bahkan sampai menangis, dan tubuhnya tremor parah.

"Jika kereta itu tidak ada, apa yang harus aku pakai? Apakah kau menyuruhku untuk berjalan sampai ke istana Raja, pelayanku?"

"T-tidak, Putri." Dengan tergagap, pelayan tertua itu menjelaskan, "Sebelumnya kami hendak memesan kereta lain, namun Yang Mulia Uli menghentikan kami, dan mengatakan bahwa dia akan mengantarkan Putri. Kami... kami tidak berani menolak, Putri."

Nah. Kalau ini, dia mengingat adegannya. Berarti akan ada kejadian besar setelah ini, dan dia harus mempersiapkan diri.

Uli yang dia sebut tentu saja adalah Erun. Namun, yang menjadi kebingungan Clarence adalah, mengapa pelayan itu memanggilnya Yang Mulia? Bukankah gelar itu seharusnya hanya dipakai oleh anggota resmi kerajaan?

"Kenapa kau memanggilnya Yang Mulia?" Clarence memutuskan untuk bertanya daripada menyimpan kebingungannya itu sendirian. Lagipula, mereka hanyalah pelayan yang ketakutan pada tubuh ini, jadi tidak mungkin berani menyebarkan omong kosong——seperti rumor bahwa dia tiba-tiba menjadi aneh, contohnya.

"... karena anda memerintahkannya..."

"Dan kapan itu?"

"Setahun yang lalu, Putri."

Clarence mengangguk saja, tidak berniat bertanya lagi. Clarence memang menganggap Erun 'orangnya', jadi tidak heran lagi bila Erun memiliki kelebihan dengan menyandang gelar yang belum tentu menjadi miliknya itu.

Hm, hanya orangnya. Tangan kanannya. Clarence asli yang berhati busuk tidak mungkin menganggap Erun lebih dari itu, meski status mereka sebenarnya merupakan sepasang kekasih——dan akan menjadi selingkuhan, mulai hari ini.

"Lalu dimana dia sekarang?"

Seakan menjawab pertanyaan Clarence, sepasang tangan kekar tiba-tiba melingkupi perutnya dengan erat. Beberapa detik kemudian, dagu seseorang bersandar di bahu Claire, disusul helaan napasnya yang hangat.

"Aku disini, Cla..." Bisik orang itu.

Clarence seketika memalingkan wajah. Napas Erun sejujurnya wangi, tapi Clarence tidak suka.

"Merindukanku, hm?"

"Anggap saja begitu." Clarence menjawab acuh tak acuh, hingga membuat pelayan tersentak kaget. Sepertinya dia mulai menyelami karakter Clarence asli. "Sekarang lepaskan aku, Erun. Ini area kerajaan. Baju pengantin yang masih aku kenakan tentu saja akan menarik perhatian."

Erun tidak membantah. Dia menjauh, lantas memegang bahu Clarence dan membuat wanita itu menghadapnya. Dia tersenyum hangat, "Kau cantik memakai gaun pernikahan."

Ucapan Erun itu membuat wajah Clarence berubah masam. Itu adalah sesuatu yang ingin dia lakukan tadi. Bercermin, dan memastikan kalau wajah dan tubuh Clarence itu begitu sempurna, sesuai yang ada di deskripsi buku.

"Dan aku pastikan, suatu saat nanti setelah aku menjadi Raja, aku akan membuatmu lebih cantik dari ini, Cla."

Itu tidak akan terjadi, dude.

Ingin rasanya Clarence meneriakkan hal itu, namun dia tahan mati-matian. Tidak baik untuk mengungkapkan plot novel pada tokohnya. Dia tidak ingin adanya variabel pada waktu sedini ini.

Karena mata Erun menatapnya dengan sorot memuja, dia jadi tidak tega untuk membalas. "Benarkah?"

"Ya. Setelah kau bercerai dengan Leopold, aku akan menikahimu, Cla." Kata Erun dengan sungguh-sungguh.

Jika yang Erun maksud adalah menikahi Clarence setelah kematian mereka berdua, maka dia akan percaya ucapannya. Clarence dan Erun mati bersamaan karena Leopold, jadi tidak akan ada pernikahan.

Namun...

Mata Clarence berkilat penuh tekad. Dia akan mengubah alur ini. Dia tidak boleh mati.

Karena itu, Clarence harus putus dengan Erun, penyebab kematiannya. Namun, ia akan melakukannya nanti, setelah Erun mengantarkannya ke istana raja.

"Bisakah kita berangkat? Aku tidak ingin ketahuan." Clarence segera bicara setelah melihat Erun menunjukkan tanda-tanda akan bicara lagi.

Erun tersenyum, dan mengangguk. "Yah, baiklah." Katanya, sama sekali tidak menolak. Sembari mengulurkan tangan pada Clarence, dia berujar, "Walau kita menghabiskan hari disini, tidak akan ada yang menemukan kita, Cla."

Ya, itu benar. Tempat Clarence berada saat ini adalah di taman terpencil belakang aula, yang dikelilingi beberapa pohon mangga besar. Dengan kerimbunan daunnya, mustahil ada seseorang yang melihat, kecuali dia memang sengaja mendekat.

Dan sepertinya, mustahil ada yang mau berada di tempat ini. Sejak pertama melihat pun Clarence langsung tahu bahwa ini adalah taman yang mengarah pada makam anggota keluarga kerajaan yang terkutuk. Dan semua manusia yang ada di dunia novel ini masih mempercayai takhayul, jadi bisa dibilang, mereka aman.

Clarence menerima tangan Erun. Jari lembut pria itu mengisi kekosongan diantara jemarinya, dan menggenggam erat. Kemudian, Erun menuntunnya ke sebuah jalan, dan kereta berlapis emas langsung menyambut Clarence.

"Ini adalah kereta favoritmu, Cla. Aku sengaja membawanya agar bisa mengantarmu."

"Bagaimana kau bisa membawanya masuk?" Tanya Clarence heran. Di novel, ada peraturan istana yang menyatakan bahwa tidak ada kendaraan yang diizinkan memasuki istana melewati batas tertentu. Dan yang Erun lakukan, bahkan lebih jauh daripada itu.

"Hanya... sebuah trik sederhana?" Erun tertawa pelan, sembari membawanya masuk dengan hati-hati. "Aku akan memberitahumu suatu saat nanti, Cla."

"Terserah."

Erun tidak tersinggung dengan sahutan malas Clarence. "Kau ingin kemana sekarang?" Tanyanya setelah mereka duduk. Menyadari itu, kusir diluar segera menempati tempatnya, dan bersiap mendengarkan perintah.

"Istana raja." Kata Clarence dengan sengaja. Dia mengamati perubahan ekspresi Erun, lantas tersenyum begitu melihat raut sendu yang seketika tercipta. "Ini hari pernikahanku, Erun. Tentu saja aku harus menjalani tradisi kerajaan, bukan?"

"Y-ya." Erun menjawab dengan suara tercekat.

"Memang ya." Sahut Clarence datar. Meski memperlakukannya dengan lembut dan berbeda dengan kedinginan pangeran, dia masih belum menemukan poin plus dalam diri Erun.

Sebenarnya, apa yang Clarence asli lihat sampai berselingkuh dengan Erun dalam jangka waktu lama, hingga dia mengalami kematian menyakitkan?

Wanita itu memang begitu jahat. Dia sengaja tetap berselingkuh dengan Erun, meski tahu bahwa dia adalah saingan suaminya dalam menduduki tahta.

Hening beberapa saat, dan Erun akhirnya berujar pada kusir didepan dengan nada suara aneh. "Pergi ke istana raja sekarang."

Kereta bergerak.

Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Clarence menghembuskan napas kesal. "Apakah kau tidak marah?"

Dia tidak perlu mengendalikan diri dan menjaga etiket seorang putri, karena hanya ada Erun disini. Dia merupakan budak cinta Clarence asli, jadi mustahil bisa menyebarkan kekurangan ini pada orang lain.

Erun menoleh, dan menatapnya sendu. "Apa maksudmu, Sayang?"

"Aku akan melakukan malam pertama dengan pria lain, dan bukan kamu." Clarence memperjelas.

Erun tersenyum pahit. Dia mengambil tangan Clarence, dan mencium punggung tangannya. "Keinginanmu adalah perintah untukku, Cla. Jika itu yang benar-benar kau inginkan, maka... aku tidak bisa melakukan apapun. Kebahagiaanmu lebih utama."

Clarence menaikkan sebelah alis. "Jika aku memintamu untuk mempertaruhkan hidupmu tanpa alasan, apa kau tetap akan menurutinya?"

"Ya." Erun menjawab cepat, seolah tidak perlu memikirkannya ulang. "Hidupku adalah milikmu, Cla."

"Kau bisa mati."

"Aku tidak peduli. Asalkan kau bahagia."

Sudut bibir Clarence seketika tertarik keatas. Dia tersenyum puas, sangat bangga dengan jawaban Erun.

Ternyata inilah yang menjadi alasan Clarence asli tetap bertahan dengan Erun, meski dia tidak juga mencintainya hingga akhir hayat.

Sebuah kepuasan, karena memiliki anjing setia yang bersedia melakukan apapun untuknya, tanpa meminta imbalan.

Ini... terasa menyenangkan. Dadanya jadi berdebar dengan ringan, dan menyenangkan. Sehingga, tanpa sadar, Clarence mencetuskan ide gila, yang mungkin akan dia sesali suatu hari.

"Bisakah... kita tetap bersama selamanya, Erun?"

Erun tersenyum lebar. Kesenduan yang semula terlukis di mata birunya lenyap, berganti dengan kebahagiaan yang membuncah. "Itu memang yang aku inginkan, Cla. Bersama selamanya, kau dan aku."

"Bagus." Clarence tersenyum manis. Dia tiba-tiba memiliki ide lain, "Lantas, bisakah kau membawaku pergi, Erun? Aku... tidak ingin menghabiskan malam pertama dengan pria itu." Yang dia maksud adalah suaminya, pangeran Leopold.

Menghabiskan waktu dengan orang yang memuja terasa lebih menggiurkan, daripada membiarkan takdir kematian merenggut kehormatan.

Lagipula, sepertinya tidak apa-apa untuk mempertahankan Erun beberapa waktu lagi.

Related chapters

  • Yang Mulia, Ceraikan Aku!   7. Aku Akan Melindungimu

    "Apa ini?" Clarence mengambil pigura foto dengan latar belakang kebun. Keningnya mengerut. Ini adalah pertama kalinya dia melihat gambar tersebut, tapi rasanya sangat familiar. Deja vu, yang cukup berat.Seakan-akan... itu adalah benda yang pernah ia lihat sebelumnya.Dibelakangnya, Erun dalam balutan baju handuk tersenyum. Dia mendekat, dan memeluk pinggang Clarence erat dari arah belakang. "Itu adalah foto yang kau ambil lima bulan yang lalu, Cla.""Mm-hm." Clarence bergumam tidak jelas. Dia memegang tangan Erun, lantas menjauh dari rengkuhan pria itu. "Aku gerah." Kata Clarence beralasan. Padahal, kenyataannya adalah dia merasa was-was. Ini adalah novel dengan latar kerajaan, dan tentu saja etiket dan adab sangat dijunjung tinggi. Makanya, Clarence ingin meminimalisir kemungkinan ketahuan.Pokoknya, tidak boleh ada masalah sebelum dia bertindak untuk merubah alur.Ada perubahan dalam ekspresi Erun——dia kecewa. Tapi, pada akhirnya, Erun tidak memaksa Clarence. Dia menuruti apapun yan

    Last Updated : 2022-09-20
  • Yang Mulia, Ceraikan Aku!   8. Malam Pertama (1)

    Dia tidak tahu apa yang terjadi setelah itu. Ingatannya berhenti pada saat dirinya menaiki kereta, dan kemudian karena kenyamanan fasilitas, dia mungkin tertidur.Namun...Clarence membeku. Dia mengangkat tangannya, yang terdapat memar di pergelangan, lantas beralih ke jendela. Kaca besar itu menampilkan pemandangan malam. Langit tanpa bintang dan bulan, tertutup malam hitam yang membuat segalanya makin gelap.Ya. Gelap. Begitu Clarence terbangun, dia dalam keadaan berbaring di ranjang, di ruangan temaram. Tidak ada yang familiar disini, kecuali aroma wewangian yang mirip bunga melati.Siapa yang membawanya kesini?Pertanyaan itu akan dapat ia jawab apabila bisa melihat seisi ruangan dengan jelas. Namun sayangnya, Clarence bahkan tidak bisa bangun dari ranjang karena kedua kakinya dirantai. Dia sudah berusaha melepaskannya, tapi itu sia-sia. Bahkan sampai tangannya memar, borgol itu masih terpasang erat disana.Clarence mulai panik. Dia kemungkinan besar diculik. Mungkin oleh musuh A

    Last Updated : 2022-11-16
  • Yang Mulia, Ceraikan Aku!   9. Malam Pertama (2)

    Clarence menjadi sangat penurut hari ini. Itu lah yang menyebabkan Leopold merasa aneh. Ada perasaan gusar yang menyeruak di dalam hatinya, menyebabkannya bertanya-tanya. Bagaimana mungkin, seorang pemberontak seperti ini menjadi patuh tanpa sebab. Pernikahan ini memang hanya sebuah aliansi tanpa nama. Kerajaan ingin 'menggenggam' kekuatan Duke August, memastikan bahwa tidak akan ada pemberontakan di kemudian hari. Raja meminta, dan dia menyetujui tanpa syarat. Tentu saja, setelah sebelumnya menyelidiki tentang calon istrinya itu, dan mengetahui segalanya tentang dia. Tapi Leopold tidak menyangka, bahwa hanya dengan sedikit tekanan saja, Clarence bisa tunduk seperti ini. Matanya melihat wanita yang terengah-engah di bawahnya dengan sorot dingin. Pada awalnya, Leopold berpikir bahwa istrinya ini sedang merencanakan sesuatu yang bisa menodai nama baiknya. Namun... "Wanita yang diceraikan dengan tidak hormat oleh Pangeran setelah menjalani malam penyatuan, hanya akan berakhir dengan

    Last Updated : 2022-12-16
  • Yang Mulia, Ceraikan Aku!   10. Kesempatan

    Clarence tersenyum cerah. "Kalau begitu... bisakah anda mengabulkan keinginan saya, Yang Mulia?""... apa?"Ini adalah kesempatan, yang mungkin adalah terakhir kalinya. Dia tidak bisa melewatkannya begitu saja. Meskipun Clarence paham kalau apa yang terjadi semalam adalah 'hukuman', tapi dia tetap memasang muka tembok. Bertanya, seolah-olah Leopold mengambil sesuatu darinya secara paksa, dan meminta kompensasi dari suaminya itu.Lagipula, Clarence yang asli adalah gadis bangsawan bar-bar yang tidak tahu aturan. Jadi tidak tahu malu sedikit seharusnya tidak apa-apa. Toh, dia yakin tidak akan ada yang menyadarinya."Jika tidak bisa bercerai, maka... bagaimana dengan pernikahan kontrak?"Saat itu, matahari mulai bangkit. Sinarnya menelusup dari sela-sela tirai yang terbuka, dan membasuh dada telanjang Leopold. Wajah dinginnya nampak sedikit toleran karena itu. Dia... terlihat lebih mudah didekati dari biasanya, jadi Clarence berani mengajukan permintaan itu.Walau sialnya, dengan sinar

    Last Updated : 2022-12-24
  • Yang Mulia, Ceraikan Aku!   11. Rumor

    Mengejutkan!Gadis bangsawan yang dilewati Clarence seketika menahan napas, dan mematung, seolah-olah sangat ketakutan. Sementara yang laki-laki, memandanginya tanpa berkedip, sempurna takjub dengan kecantikan yang dia miliki.Tapi dia tidak berhenti atau menoleh sama sekali. Pandangannya tetap lurus pada punggung pria itu. Suasana yang Clarence buat menciptakan berbagai spekulasi di kerumunan. Perbincangan dengan nada rendah pun mulai terdengar, yang perlahan-lahan, semakin panas."Entah kalian sadar atau tidak, tapi semenjak pernikahan, gadis bar-bar itu tidak membuat ulah sama sekali. Aku jadi curiga..." Seorang gadis dengan gaun bunga yang memiliki belahan panjang hingga setengah paha pada bagian bawahnya berbisik."Benar, aku tidak tahu kau juga memikirkannya. Kupikir hanya aku saja." Yang lain tertawa. "Haha, apakah Nona Lien dan Kansas berpikir gadis gila itu berubah? Tidak mungkin. Aku yakin dia hanya bersandiwara saat ini.""Kenapa kau memikirkan hal itu, Nona Adama? Aku pik

    Last Updated : 2022-12-24
  • Yang Mulia, Ceraikan Aku!   12. Perbincangan Dengan August

    Senyuman aneh Leopold adalah yang Clarence temui ketika jarak mereka hanya tiga meter.Langkah Clarence seketika berhenti. Tubuhnya mengalami tremor kecil. Apa ini? Kenapa Leopold tiba-tiba tersenyum padanya?Dan, bukannya menimbulkan kesan meneduhkan, pria itu malah membuat Clarence berpikir bahwa mendengarkan omelan mertua yang cerewet lebih baik daripada melihat senyuman mengerikan ini."Yang Mulia, saya mendengar anda memanggil saya." Kata Clarence dengan perilaku khas bangsawan.Untungnya, tidak ada yang aneh dalam suaranya. Hanya sedikit getaran, yang Clarence yakin, tidak dapat disadari orang-orang."Datang."Meski takut, Clarence tetap mematuhi perintahnya. Dia mengambil beberapa langkah mendekat dan memangkas jarak, hanya untuk tertegun setelahnya."Ini..."Tangan Leopold tiba-tiba menelusup, dan memegang pinggang Clarence dengan posesif. Dia berujar dingin, "Ya. Paman yang kau rindukan akhirnya datang mengunjungimu, istriku."Tidak ada kehangatan dalam suara maupun gerak-geri

    Last Updated : 2022-12-24
  • Yang Mulia, Ceraikan Aku!   13. Dengan Kualifikasi Apa?

    Clarence mondar-mandir di kamar tidurnya sesaat setelah dia selesai berkutat di dapur.Sesekali, tatapannya akan tertuju pada makanan ringan di atas meja, beralih ke pintu, atau pada perjanjian kontrak yang baru dia buat tengah malam tadi.Putra Mahkota mengatakan kalau dia harus mengirimnya saja melalui pelayan, namun Clarence sama sekali tidak bisa percaya pada mereka. Di buku novel, meski ketakutan pada tingkah buruk Clarence, sampai akhir mereka masih berusaha mencela dan menjatuhkannya. Saat kematian Clarence asli lah, mereka menjadi paling bahagia.Apalagi, saat ini, pelayan belum merasa takut padanya, dan masih berani bersikap arogan. Pada Pamannya, Grand Duke August Rivas yang konon katanya memiliki kekuatan setara dengan Kerajaan Thaas Rachem pun, mereka sama sekali tidak takut. Jika begitu, bagaimana dengan dia?"Kecuali, jika aku berhasil mendapatkan kepercayaan Putra Mahkota, dan berteman dengannya." Clarence melanjutkan pemikirannya dengan gumaman penuh tekad.Setelah se

    Last Updated : 2023-01-03
  • Yang Mulia, Ceraikan Aku!   14. Posisi Selir

    Itu adalah bayangan hitam yang tiba-tiba melesat entah darimana. Dan di tengah-tengah keterkejutan Clarence, dia tiba-tiba berlutut. Aura dingin dan serius menguar darinya, meski hanya samar-samar.Sesuatu yang mau tidak mau mengingatkan Clarence pada Leopold, entah kenapa."Hormat pada Tuan Putri. Saya adalah penjaga bayangan yang ditugaskan Putra Mahkota untuk menjaga Putri, dan memastikan Putri Mahkota aman di sepanjang perjalanan."Ada fluktuasi di mata Clarence. Dia memandang rumit pada penjaga bayangan itu, berpikir dalam. Clarence sama sekali tidak menyangka kalau Leopold akan sebaik ini padanya. Izin dari Leopold untuk dia menunjukkan kontrak pernikahan yang dibuat Clarence seharusnya sudah menjadi batas toleransi pria itu. Saat ini, jika Clarence tidak salah ingat, adalah permulaan cerita. Konflik utama belum terlihat, hanya meninggalkan sedikit taburan kecil sebagai persiapan. Jadi Leopold seharusnya masih membencinya sepenuh hati hingga tidak bisa menahan untuk menunjukkan

    Last Updated : 2023-01-08

Latest chapter

  • Yang Mulia, Ceraikan Aku!   17. Tantangan

    "A-apa?"Clarence tidak tahu apa yang Leopold maksud. Setelah berpikir sejenak, dia akhirnya bisa menadapati satu kemungkinan, dan dengan takut-takut bertanya, "Apakah ini adalah..."Cengkeraman Leopold mengendur setelah melihat sorot kebingungan wanita itu. Dia bertanya, "Kau benar-benar tidak tahu?"Mata adalah anggota tubuh yang tidak dapat berbohong. Meski banyak bangsawan disini bisa memanipulasi sorot itu, Leopold adalah orang yang telah berkecimpung di dalam dunia intrik sejak dia lahir, jadi dia sangat bisa membedakan kepalsuan dan kejujuran, tidak peduli seberapa tebal topeng orang tersebut.Dan melihat Clarence benar-benar tampak tidak mengerti apa yang ia maksud, Leopold akhirnya berhenti mengintimidasinya."Putra Mahkota ini bertanya, apa yang kau lakukan disini jika bukan mengikutiku?" tanya Leopold dengan nada dingin.Clarence terdiam sejenak, dan akhirnya mengingat tujuan awalnya. "Aku ingin mengantarkan makanan ringan untukmu, dan juga surat kontrak pernikahan kita. Tap

  • Yang Mulia, Ceraikan Aku!   16. Flower and Fragrance

    Weids't Reine adalah kota yang buruk, amat jauh dibandingkan dengan ibukota yang megah. Jika di Querencia banyak pusat hiburan dan kebudayaan, disini hanya ada beberapa bar besar, dan tempat sauna untuk membeli pelacur.Di Thaas Rachem, kota Weids't Reine adalah yang paling terburuk. Tak hanya tertinggal oleh kecemerlangan kota lain, kota ini juga amat sombong, dan tidak menerima aturan dari pemerintah. Mereka hanya menginginkan banyak uang, untuk terus menjalankan tempat perdagangan budak dan sauna pelacurnya.Beberapa menteri dan pegawai pemerintahan yang nakal sering mengambil selir dari tempat pelacuran ini, atau hanya sekedar singgah untuk menikmati jamuan erotis dari beberapa pelacur di dalamnya.Yang paling dicari adalah seseorang dengan tubuh cantik, halus, dan tanpa bekas luka, serta masih perawan. Mereka bahkan rela membayar sepuluh koin perak untuk itu.Di Thaas Rachem, satu koin perunggu bisa menghidupi rakyat jelata selama seminggu, tapi itu tidak berguna bagi orang berku

  • Yang Mulia, Ceraikan Aku!   15. Mendapat Masalah

    Clarence adalah seorang wanita, dan dia tidak memiliki senjata di tangannya. Jadi, bagaimana mungkin dia bisa melawan?Dia merengut sembari berusaha menghindar dari tebasan pedang salah satu bandit. Pinggangnya bergerak dengan lincah, dan tidak nampak goyah ketika pada detik berikutnya, dia menendang tubuh bagian bawah orang yang berniat menyentuhnya.Orang-orang ini gila. Mereka masih sempat-sempatnya berpikiran kotor di tengah pertarungan. Padahal, saat ini, Clarence sudah ngos-ngosan. Di kehidupan sebelumnya, Clarence memang mempelajari beberapa jenis bela diri agar bisa menghentikan takdir buruk. Tapi pada akhirnya dia gagal, dan tetap mati. Jadi, di kehidupan ini, Clarence menjadi malas, dan menunda-nunda berlatih hingga sekarang.Yang pada akhirnya juga sama-sama menyesal, karena baru beberapa waktu berlalu, kulitnya sudah tergores ujung pedang hingga mengeluarkan darah, dan pinggangnya terasa pegal. Gerakan Clarence juga tidak selincah sebelumnya, membuat dia tak bisa menahan

  • Yang Mulia, Ceraikan Aku!   14. Posisi Selir

    Itu adalah bayangan hitam yang tiba-tiba melesat entah darimana. Dan di tengah-tengah keterkejutan Clarence, dia tiba-tiba berlutut. Aura dingin dan serius menguar darinya, meski hanya samar-samar.Sesuatu yang mau tidak mau mengingatkan Clarence pada Leopold, entah kenapa."Hormat pada Tuan Putri. Saya adalah penjaga bayangan yang ditugaskan Putra Mahkota untuk menjaga Putri, dan memastikan Putri Mahkota aman di sepanjang perjalanan."Ada fluktuasi di mata Clarence. Dia memandang rumit pada penjaga bayangan itu, berpikir dalam. Clarence sama sekali tidak menyangka kalau Leopold akan sebaik ini padanya. Izin dari Leopold untuk dia menunjukkan kontrak pernikahan yang dibuat Clarence seharusnya sudah menjadi batas toleransi pria itu. Saat ini, jika Clarence tidak salah ingat, adalah permulaan cerita. Konflik utama belum terlihat, hanya meninggalkan sedikit taburan kecil sebagai persiapan. Jadi Leopold seharusnya masih membencinya sepenuh hati hingga tidak bisa menahan untuk menunjukkan

  • Yang Mulia, Ceraikan Aku!   13. Dengan Kualifikasi Apa?

    Clarence mondar-mandir di kamar tidurnya sesaat setelah dia selesai berkutat di dapur.Sesekali, tatapannya akan tertuju pada makanan ringan di atas meja, beralih ke pintu, atau pada perjanjian kontrak yang baru dia buat tengah malam tadi.Putra Mahkota mengatakan kalau dia harus mengirimnya saja melalui pelayan, namun Clarence sama sekali tidak bisa percaya pada mereka. Di buku novel, meski ketakutan pada tingkah buruk Clarence, sampai akhir mereka masih berusaha mencela dan menjatuhkannya. Saat kematian Clarence asli lah, mereka menjadi paling bahagia.Apalagi, saat ini, pelayan belum merasa takut padanya, dan masih berani bersikap arogan. Pada Pamannya, Grand Duke August Rivas yang konon katanya memiliki kekuatan setara dengan Kerajaan Thaas Rachem pun, mereka sama sekali tidak takut. Jika begitu, bagaimana dengan dia?"Kecuali, jika aku berhasil mendapatkan kepercayaan Putra Mahkota, dan berteman dengannya." Clarence melanjutkan pemikirannya dengan gumaman penuh tekad.Setelah se

  • Yang Mulia, Ceraikan Aku!   12. Perbincangan Dengan August

    Senyuman aneh Leopold adalah yang Clarence temui ketika jarak mereka hanya tiga meter.Langkah Clarence seketika berhenti. Tubuhnya mengalami tremor kecil. Apa ini? Kenapa Leopold tiba-tiba tersenyum padanya?Dan, bukannya menimbulkan kesan meneduhkan, pria itu malah membuat Clarence berpikir bahwa mendengarkan omelan mertua yang cerewet lebih baik daripada melihat senyuman mengerikan ini."Yang Mulia, saya mendengar anda memanggil saya." Kata Clarence dengan perilaku khas bangsawan.Untungnya, tidak ada yang aneh dalam suaranya. Hanya sedikit getaran, yang Clarence yakin, tidak dapat disadari orang-orang."Datang."Meski takut, Clarence tetap mematuhi perintahnya. Dia mengambil beberapa langkah mendekat dan memangkas jarak, hanya untuk tertegun setelahnya."Ini..."Tangan Leopold tiba-tiba menelusup, dan memegang pinggang Clarence dengan posesif. Dia berujar dingin, "Ya. Paman yang kau rindukan akhirnya datang mengunjungimu, istriku."Tidak ada kehangatan dalam suara maupun gerak-geri

  • Yang Mulia, Ceraikan Aku!   11. Rumor

    Mengejutkan!Gadis bangsawan yang dilewati Clarence seketika menahan napas, dan mematung, seolah-olah sangat ketakutan. Sementara yang laki-laki, memandanginya tanpa berkedip, sempurna takjub dengan kecantikan yang dia miliki.Tapi dia tidak berhenti atau menoleh sama sekali. Pandangannya tetap lurus pada punggung pria itu. Suasana yang Clarence buat menciptakan berbagai spekulasi di kerumunan. Perbincangan dengan nada rendah pun mulai terdengar, yang perlahan-lahan, semakin panas."Entah kalian sadar atau tidak, tapi semenjak pernikahan, gadis bar-bar itu tidak membuat ulah sama sekali. Aku jadi curiga..." Seorang gadis dengan gaun bunga yang memiliki belahan panjang hingga setengah paha pada bagian bawahnya berbisik."Benar, aku tidak tahu kau juga memikirkannya. Kupikir hanya aku saja." Yang lain tertawa. "Haha, apakah Nona Lien dan Kansas berpikir gadis gila itu berubah? Tidak mungkin. Aku yakin dia hanya bersandiwara saat ini.""Kenapa kau memikirkan hal itu, Nona Adama? Aku pik

  • Yang Mulia, Ceraikan Aku!   10. Kesempatan

    Clarence tersenyum cerah. "Kalau begitu... bisakah anda mengabulkan keinginan saya, Yang Mulia?""... apa?"Ini adalah kesempatan, yang mungkin adalah terakhir kalinya. Dia tidak bisa melewatkannya begitu saja. Meskipun Clarence paham kalau apa yang terjadi semalam adalah 'hukuman', tapi dia tetap memasang muka tembok. Bertanya, seolah-olah Leopold mengambil sesuatu darinya secara paksa, dan meminta kompensasi dari suaminya itu.Lagipula, Clarence yang asli adalah gadis bangsawan bar-bar yang tidak tahu aturan. Jadi tidak tahu malu sedikit seharusnya tidak apa-apa. Toh, dia yakin tidak akan ada yang menyadarinya."Jika tidak bisa bercerai, maka... bagaimana dengan pernikahan kontrak?"Saat itu, matahari mulai bangkit. Sinarnya menelusup dari sela-sela tirai yang terbuka, dan membasuh dada telanjang Leopold. Wajah dinginnya nampak sedikit toleran karena itu. Dia... terlihat lebih mudah didekati dari biasanya, jadi Clarence berani mengajukan permintaan itu.Walau sialnya, dengan sinar

  • Yang Mulia, Ceraikan Aku!   9. Malam Pertama (2)

    Clarence menjadi sangat penurut hari ini. Itu lah yang menyebabkan Leopold merasa aneh. Ada perasaan gusar yang menyeruak di dalam hatinya, menyebabkannya bertanya-tanya. Bagaimana mungkin, seorang pemberontak seperti ini menjadi patuh tanpa sebab. Pernikahan ini memang hanya sebuah aliansi tanpa nama. Kerajaan ingin 'menggenggam' kekuatan Duke August, memastikan bahwa tidak akan ada pemberontakan di kemudian hari. Raja meminta, dan dia menyetujui tanpa syarat. Tentu saja, setelah sebelumnya menyelidiki tentang calon istrinya itu, dan mengetahui segalanya tentang dia. Tapi Leopold tidak menyangka, bahwa hanya dengan sedikit tekanan saja, Clarence bisa tunduk seperti ini. Matanya melihat wanita yang terengah-engah di bawahnya dengan sorot dingin. Pada awalnya, Leopold berpikir bahwa istrinya ini sedang merencanakan sesuatu yang bisa menodai nama baiknya. Namun... "Wanita yang diceraikan dengan tidak hormat oleh Pangeran setelah menjalani malam penyatuan, hanya akan berakhir dengan

DMCA.com Protection Status