Beranda / Romansa / Wonderstruck / The Sign [1]

Share

The Sign [1]

Penulis: Indah Hanaco
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-11 12:30:33

“Kenapa kamu malah ngeliatin aku?” tanya Marco, keheranan. Aku pun spontan mengerjap, tak benar-benar yakin cara bereaksi yang baik dan benar.

“Nggak kenapa-napa. Cuma kaget aja karena ternyata kamu bisa mengomel panjang,” aku beralasan.

“Aku jago ngomel, lho!” Marco bergurau. “Pipimu mau dikompres, Nef?”

“Nggak usah. Udah telat kalau baru dikompres sekarang,” tolakku.

“Masih sakit? Perlu ke dokter?”

“Cuma dikit. Masih bisa kutahan.” Aku merasakan sinar matahari yang kian membakar kulitku. “Sekarang, bisa udah kita masuk? Aku kepanasan.”

“Yang penting, jangan lupa apa yang kuomongin tadi. Kalau sampai ngalamin hal kayak gitu lagi, amit-amit sih, jangan sok-sokan ngelawan. Orang-orang jahat itu bisa makin nekat kalau....”

“Iya, Co. Aku tau,” sergahku.

“Aku nggak mau kamu kenapa-napa. Kalau tau kejadiannya

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Wonderstruck   The Sign [2]

    Singkatnya, Mayang bertemu dengan salah satu relawan yang kemudian mengantarkannya ke Puan Derana. Kondisi mentalnya membaik setelah mendapat perawatan dan menjalani terapi. Mayang berniat meninggalkan Puan Derana setengah tahun lagi. Saat ini, dia mulai melayani pemesanan katering karena memang pintar memasak.Menurut cerita Marco, Puan Derana yang membantu mencarikan klien untuk Mayang dan mengurus masalah modal. Perempuan itu mengelola usahanya dibantu oleh teman-temannya sesama penghuni, meminjam dapur tempat penampungan.“Kamu ikut nungguin Anton waktu lahir, Co?” tanyaku setelah batita itu berlalu dan mencari orang lain untuk memamerkan gambarnya. Marco kembali meraih kantong plastik yang tadi dititipkan padaku.“Sayangnya nggak. Waktu itu aku lagi di rumah, kena flu berat.”Kini, aku dan Marco memasuki ruang makan yang lumayan luas. Di sana ada meja panjang dari kayu dengan bangku-bangku berbahan sama. Di dindingnya ada cuku

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-11
  • Wonderstruck   The Sign [3]

    Aku dan Marco berdiri bersisian menghadap ke dinding kaca. Bayi Sonya sangat mudah dikenali. Selain karena dia satu-satunya yang baru lahir, juga kemiripan yang mencolok dengan ibunya yang berparas cantik.“Bayinya Sonya cantik ya, Co,” gumamku. Bayi itu sedang memejamkan mata.“Iya,” sahut Marco. “Sayangnya, Sonya belum mau menggendong bayinya. Dia marah waktu bayinya didekatkan. Lalu jadi histeris pas diminta belajar menyusui.”“Berarti sejak awal Sonya memang nggak mau ngasih ASI, ya?”“Yup.”“Apa semua ibu yang baru melahirkan bakalan bersikap kayak gitu? Maksudku, yang kehamilannya terjadi tanpa persetujuannya? Semisal korban perkosaan.” Aku mendadak bergidik, membayangkan Sonya harus melewati penderitaan mengerikan dalam usia belasan tahun. Kini, gadis itu harus mulai belajar untuk mengurus bayinya.“Setauku, nggak semuanya kayak gitu. Mayang, contohnya. Dia

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-12
  • Wonderstruck   The Sign [4]

    Marco meninggalkanku di kamar Sonya. Ini kali pertama aku menghabiskan waktu di ruangan itu. Biasanya, aku dan Sonya bermain ular tangga di ruang tamu atau di samping kanan bangunan Puan Derana yang cukup teduh.Hari ini, Sonya tak banyak bicara. Sesekali, dia bahkan melamun dan membuatku memanggilnya berkali-kali. Ketika kutanya mengapa dia seperti itu, Sonya hanya menggeleng. Aku juga mendapatinya mengelus perut yang sudah mengempis dalam beberapa kesempatan. Blus bagian dadanya pun basah, kemungkin karena ASI yang membanjir. Sonya juga tak betah berlama-lama bermain ular tangga. Cewek itu “mengusirku” dari kamarnya setelah makan siang. Alasannya, Sonya capek dan ingin tidur.“Aku nggak mau main ular tangga lagi, Nefertiti. Aku mau tidur aja. Ngantuk dan capek. Badanku rasanya sakit semua.” Sonya memasukkan dadu ke dalam kotak. “Besok-besok kalau kamu ke sini, kita main lagi, ya? Tapi, lain kali tolong bawain roti mises buatku. Bis

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-12
  • Wonderstruck   Breathless [1]

    Aku tahu, ada perubahan yang signifikan dalam hubunganku dengan Marco. Paling tidak, dari sisiku. Aku tak bisa melakukan apa pun untuk mencegahnya. Perasaanku pada cowok itu, tak lagi seperti biasa. Aku tak betul-betul paham pemicunya. Aku pun tidak yakin seberapa jauh transformasinya. Yang jelas, semua sudah berbeda.Yang pasti, aku tak bisa lagi memandang Marco seperti biasa. Di mataku, cowok ini ada di posisi istimewa karena semua yang dilakukannya untuk Puan Derana. Juga sikap dan perhatiannya padaku. Efeknya, ada beberapa pertanyaan yang terus bergaung di kepalaku berhari-hari. Apakah aku sudah menyukai cowok itu? Atau malah jatuh cinta padanya? Aku benar-benar tak memiliki jawabannya.Bingung karena perasaan yang tak keruan, aku memutuskan absen mendatangi Puan Derana selama beberapa hari. Aku memilih menghabiskan waktu di Rumah Borju sembari mematangkan daftar isi untuk skripsi. Akan tetapi, aku justru makin memikirkan Marco.“Kamu kenapa cuma

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-13
  • Wonderstruck   Breathless [2]

    Memang, aku belum terlalu lama menjadi pengunjung rutin Puan Derana. Aku pun tidak melakukan aktivitas luar biasa di sini. Aku cuma membantu sebisaku terutama yang berkaitan dengan Sonya. Akan tetapi, aku betah di sini. Aku selalu ingin kembali ke tempat ini. Rasanya aku takkan bisa lagi mengabaikan Puan Derana meski masalah skripsi akan menyedot waktuku. Bahkan setelah aku bekerja nanti.Eits, jangan salah paham! Itu bukan karena faktor Marco. Cowok itu hanya menjadi pelengkap yang membuatku kian enggan absen mengunjungi Puan Derana. Pada dasarnya, aku suka berada di tempat ini karena merasa berguna.Seperti hari ini yang banyak kuhabiskan bersama Sonya. Gadis itu masih mengurung diri di kamarnya, bersikukuh tak mau belajar menyusui Noni. Tubuhnya bahkan agak demam karena payudara yang membengkak. Sonya tak berselera bermain ular tangga. Aku mencoba menghiburnya semampuku, mengajaknya mengobrol. Upayaku tidak berhasil karena Sonya malah memintaku keluar dari kamarnya.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-13
  • Wonderstruck   Breathless [3]

    “Kasian Sonya ya, Co. Nggak kebayang apa yang dialaminya dalam usia semuda itu.”“Iya, betul.” Suara Marco terdengar muram. “Kemarin aku usul sama Mama, supaya keluarga Sonya dikontak aja. Takutnya dia terus-terusan kayak sekarang, ngurung diri di kamarnya. Kalau sampai kenapa-napa, takutnya Puan Derana yang disalahin.”Apa yang disinggung Marco barusan membuatku tertarik. “Trus? Tante Danty setuju?”“Belum seratus persen, sih! Mama masih ragu karena respons Sonya tiap kali ada yang ngebahas keluarganya. Di sisi lain, anak itu kayaknya belum bisa bikin keputusan soal Noni. Apakah mau diurus sendiri atau dicarikan keluarga untuk mengadopsinya. Makanya, kita butuh bantuan dari keluarga Sonya.”Aku setuju dengan ucapan cowok itu. “Iya, kamu betul.”Perhatian kami teralihkan karena mendengar derum mobil di halaman. Marco berdiri dari tempat duduknya, memanjangkan leher untuk mencar

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-14
  • Wonderstruck   Frozen [1]

    Aku membatu, tak mampu melakukan apa pun. Bahkan sekadar menggerakkan otot wajah. Kata-kata Cliff terlalu mengejutkan, sama sekali tak terduga. Mana pernah aku membayangkan dituduh terlibat sesuatu yang berbau asmara dengan Marco di depan umum? Apa yang harus kulakukan sekarang?“Ya ampun, kasian amat ngeliat Nef sampai bengong gitu,” Levi memecah kebekuan. Tawa gelinya menyusul kemudian. “Cliff, kalem dikit, Bro! Kalaupun Marco dan Nef suka-sukaan atau malah berencana mau buru-buru nikah, apa salahnya? Tapi, kalau ternyata nggak ada apa-apa, malah takutnya bikin mereka jadi saling canggung. Ujung-ujungnya nggak temenan kayak sekarang lagi.”Di antara semua orang di dunia ini, Levi adalah sosok tak terduga yang akan memberi pembelaan untukku dan Marco. Karena sebelum ini, justru cowok satu ini sangat suka melontarkan komentar iseng, termasuk yang berbau perjodohan buatku dan Marco.“Tumben kamu bisa mikir lurus, Lev.” Marco ak

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-14
  • Wonderstruck   Frozen [2]

    “Astaga! Kamu mau bilang kalau kamu itu orang alim, ya? Pede amat, Co!” Cliff terperangah. Lalu, dia geleng-geleng kepala. “Nih anak beneran diduduki begu ganjang, kayaknya. Ditinggal beberapa hari doang, udah kayak beda kepribadian.”“Udah, jangan banyak cingcong! Yuk, kita pulang dulu,” Levi mencolek bahu Cliff. “Nggak usah merasa jadi korban gitu, Cliff! Yang mulai nyari perkara, siapa? Makanya, lain kali kayak kata Yuma tadi. Pura-pura rabun aja dulu, sebelum ada konfirmasi jelas dari yang bersangkutan.” Levi menyeringai.“Salahkan Levi yang mendadak punya hati nurani. Padahal aku udah bantuin kamu lho, Cliff,” imbuh Yuma. Cowok itu juga bangkit dari tempat duduknya. “Tapi, aku setuju sama Levi. Mending kita pulang dulu. Biar kamu juga cepat ketemu Joyce. Udah kangen, kan?”“Kalian memang udah pada ngaco. Ngapain bawa-bawa Joyce segala?” ulang Cliff sembari mendengkus kesal.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-15

Bab terbaru

  • Wonderstruck   Epilog

    Amara sering mendengar kalimat tentang cinta yang bisa mengubah hidup seseorang dengan drastis. Dan selama ini dia kerap mencibir, tidak memercayai hal itu sama sekali. Baginya, orang-orang yang sedang jatuh cinta itu cuma melebih-lebihkan saja.Akan tetapi, kini cibirannya itu justru berbalik menyerang Amara. Menjadi bumerang yang membuatnya jengah. Jika boleh jujur, Amara bahkan tidak tahu kalau efek cinta yang dirasakannya itu ternyata jauh lebih besar dibanding bayangan gadis itu. Amara mengira hidupnya sudah remuk dan takkan bisa lagi kembali normal. Bahagia itu cuma sebuah mimpi lancang yang terlarang untuknya.Hingga Seo Ji Hwan hadir dalam dunianya, memainkan sihir ajaib yang tidak pernah terduga.Membuka hatinya lagi untuk Ji Hwan setelah tahu siapa cowok itu, sama sekali tidak mudah. Akan tetapi, memaksa Ji Hwan menjauh dan membiarkan cowok itu lenyap dari hidup Amara selamanya, jauh lebih tidak tertanggungkan. Cinta Amara untuk cowok itu sudah bertumb

  • Wonderstruck   My Other Half [7]

    Kata-kata Ji Hwan itu mengejutkan Amara. Dia pun merespons. “Pasti itu melibatkan cewek yang namanya Rita tadi,” tebak Amara dengan perasaan terganggu. Cemburu.“Memang iya,” aku Ji Hwan dengan jujur. Pengakuan itu membuat Amara berjengit.“Dan tadi dia menggandengmu dengan mesra,” Amara menahan diri agar tidak mengomel panjang. “Aku dan Sophie ngeliat semuanya.”“Dia memang menggandengku, Mara. Tapi seingatku, buru-buru kulepaskan. Nggak ada yang bisa dianggap ‘mesra’ di situ,” ralat Ji Hwan. Kedua tangannya terangkat dan membuat tanda petik di udara. “Kalau memang kamu secemburu itu, seharusnya kamu nggak pernah ngelepasin aku,” dia menambahkan.Amara menoleh ke kanan, mengira akan melihat Ji Hwan tersenyum jail. Namun ternyata tidak. Ji Hwan terlihat sangat serius dengan kata-katanya. Matanya yang agak sipit itu menatap Amara dengan kesungguhan yang luar biasa.

  • Wonderstruck   My Other Half [6]

    Ji Hwan tertawa geli. Amara benar-benar merasa lega karena akhirnya bisa melihat cowok itu tergelak lagi. Lesung pipitnya begitu menyihir. Amara sekarang baru menyadari betapa dia sangat merindukan Ji Hwan. Dia tidak tahu bagaimana selama ini bisa bertahan, bahkan sampai bersikap memusuhi cowok itu. Amara pun tak sudi mendengar semua pembelaan diri dari Ji Hwan.“Sophie juga udah ngingetin aku tentang kamu yang gengsi banget untuk mengakui perasaanmu sama aku,” aku Ji Hwan.Amara mendesah tak berdaya. “Kalau nanti ketemu Sophie, aku akan menjahit mulutnya,” ucap gadis itu. “Dia sama sekali nggak bisa menjaga rahasia.”Ji Hwan tertawa kecil. “Sophie nggak punya maksud jelek. Dia cuma ingin membantu kita berdua,” katanya. “Heartling, bisa nggak sih, kita berhenti berantem dan ngucapin kata-kata yang nyakitin hati? Aku beneran jatuh cinta sama kamu. Aku menyesali semua yang harus kamu alami. Aku lebih nyesal lag

  • Wonderstruck   My Other Half [5]

    Wajah Amara menghangat. Kata-kata Ji Hwan itu membuatnya jengah. Dia sempat mengerjap sambil menatap sang mantan, tak yakin bagaimana Ji Hwan tampak berbeda dibanding kemarin. Hari ini, Ji Hwan tampak lebih santai dan bisa mengucapkan kata-kata yang mengejutkan. Meski tak terlihat lesung pipitnya yang begitu disukai Amara.“Kenapa aku harus cemburu?” Amara mengerutkan glabelanya. “Ji Hwan, kita beneran konyol banget karena ngebahas hal-hal yang nggak penting. Sekarang, balik ke masalah yang sebenarnya. Kamu ngajak aku ke sini untuk ngebahas apa?” tanya Amara. Dia berusaha bersikap setenang mungkin meski nyatanya jantung Amara terasa menggila lagi.“Bukannya kamu merindukanku?” Ji Hwan malah balas bertanya. Pertanyaan itu begitu mengejutkan, seperti bom yang dijatuhkan di keheningan malam.“Apa?” Amara yakin dia sudah salah dengar.Ji Hwan menjawab dengan sabar. Nada sinis yang tadi tertangkap di telinga Amar

  • Wonderstruck   My Other Half [4]

    “Kamu sakit ya, Mara? Wajahmu agak pucat,” cetus Ji Hwan dengan napas memburu. Menurut tebakan Amara, cowok itu pasti berlari saat kembali ke tempatnya menunggu.“Aku nggak sakit.” Seisi dada Amara dipenuhi permohonan, berharap Ji Hwan mau memanggilnya “Heartling” lagi. Permohonan yang tidak mampu dilisankan Amara di depan cowok itu. Sesaat kemudian, gadis itu memarahi dirinya sendiri. Memangnya apa yang diharapkannya? Ji Hwan sudah melakuakan segalanya untuk mempertahankan Amara. Akan tetapi, Amara sendiri yang menolak Ji Hwan berkali-kali.Ji Hwan melihat ke arah jam tangannya. “Kita bisa pergi sekarang? Atau kamu mau makan siang dulu?”Amara menggeleng. “Aku nggak lapar.”Setelahnya, gadis itu berjalan bersisian dengan Ji Hwan menuju tempat parkir motor di fakultas cowok itu. Tak ada yang membuka mulut. Amara pun sama sekali tidak berkomentar saat mantan pacarnya menyerahkan sebuah helm kepada

  • Wonderstruck   My Other Half [3]

    Namun Amara tidak mampu mensterilkan diri dari perasaan senang saat melihat Rita menjadi salah tingkah dengan wajah agak pias. Mereka saling sapa dengan canggung. Amara juga merasa lega karena Ji Hwan tidak mengoreksi kata-kata Sophie tadi.Kurang dari tiga menit kemudian Rita pamit dengan alasan harus masuk kelas. Tak lama kemudian Sophie pun menyusul. Tidak ada tanda-tanda bahwa gadis itu menyesali caranya mengintimidasi Rita. Sophie malah terkesan puas dengan kelakuannya barusan. Kini, yang tinggal hanya Amara, berdiri berhadapan dengan mantan pacarnya dengan canggung. Gadis itu memindahkan berat badannya dari kaki kanan ke kaki kiri. Tidak ada yang bicara hingga berdetik-detik. Sementara mahasiswa berlalu-lalang di sekitar mereka.“Amara, kenapa belum pulang? Masih ada kuliah, ya?”Tanpa melihat pun Amara tahu bahwa Reuben yang barusan menyapanya. Dosennya itu berhenti sambil menatap Amara. Berdiri di depan dua pria yang pernah menjanjikan hati m

  • Wonderstruck   My Other Half [2]

    Amara belum pernah merasakan siksaan luar biasa saat mengikuti kuliah. Ji Hwan yang sudah memperkenalkannya pada perasaan asing yang membuatnya tak berdaya itu. Amara mengutuki waktu yang melamban dan jarum jam yang seakan tidak bergerak. Seolah-olah waltu membeku begitu saja.“Mara, bisa duduk diam nggak, sih?” protes Sophie. “Kalau kamu bergerak-gerak terus di kursimu, mungkin bakalan dikira kena wasir.”Kalimat seenaknya dari Sophie itu membuat Amara menendang kaki sahabatnya dengan gerakan pelan. Sophie malah terkikik geli dan buru-buru menundukkan wajah agar tak ketahuan dosen sedang tertawa.“Pasti kamu udah nggak sabar pengin buru-buru keluar dari sini, kan?” tebak Sophie ketika akhirnya kelas berakhir. Seringai jailnya tidak mampu membuat perasaan Amara membaik. “Tersiksa banget kan, Mara?”Amara mengabaikan gurauan sahabatnya. “Sophie, nanti kalau ketemu Ji Hwan, aku harus ngomong apa? Aku ben

  • Wonderstruck   My Other Half [1]

    Amara melangkah pelan dengan kepala tertunduk. Sophie menggandeng lengan kanannya. Setelah menghabiskan waktu di kantin, mereka akhirnya menuju ruang kelas. Perkuliahan akan dimulai sekitar sepuluh menit lagi. Perbincangan Amara dan Sophie tidak mendapat titik temu seputar jalan keluar untuk soal Ji Hwan. Amara sudah kehilangan semangat. Dia yakin, kini dia merasakan patah hati dalam arti sebenarnya.Amara tahu, rasa sakit yang harus ditanggungnya pasti tak akan ringan. Setelah semua kemarahannya mereda dan akal sehat yang berbicara, pastilah rasanya berbeda dibanding malam tahun baru itu. Saat dia memutuskan hubungan dengan Ji Hwan tanpa perasaan.“Kamu terlalu jauh dijajah gengsi. Itu kebiasaan jelek, Mara. Gengsi itu perlu tapi ya harus pada tempatnya. Kalau memang....” Sophie tidak melanjutkan kalimatnya.Heran karena Sophie tak lagi bicara, Amara berujar, “Silakan terus mengejek dan menceramahiku. Masa sih kamu udah capek? Kayaknya ini bar

  • Wonderstruck   Biar Hati Bicara [8]

    Sophie sudah digariskan menjadi orang yang tak mudah dipuaskan. Dan meski sudah ikut melihat adegan tadi, gadis itu merasa bahwa reaksi Amara terlalu berlebihan. Cemburu yang tidak pada tempatnya. Bagi Sophie, tak seharusnya semangat Amara melempem begitu saja. Gadis itu tanpa sungkan mengutarakan opininya.“Katanya rindu, tapi udah langsung nyerah cuma karena ngeliat ada pengagum Ji Hwan yang lagi usaha untuk narik perhatian,” sindirnya. Sophie tidak menyembunyikan rasa gelinya. Tawanya menyusul kemudian, membuat Amara merengut sekaligus kesal.“Aku nggak cemburu, kalau itu yang kamu maksud,” balas Amara, defensif.Sophie mengabaikan kata-kata Amara. “Kamu ingat nama cewek itu? Rita kan, ya?”Amara berusaha keras menggali memorinya tapi gagal total. “Entahlah, aku sama sekali nggak ingat. Cuma kenal mukanya doang.”“Hmmm, aku maklum, sih. Sebelum ini, kamu terlalu asyik berdua sama Ji Hwan, sih

DMCA.com Protection Status