Home / Romansa / Wonderstruck / Ode to My Family [2]

Share

Ode to My Family [2]

Author: Indah Hanaco
last update Last Updated: 2021-03-10 18:00:40

“Mending nggak usah ngomong sama Thea kecuali ada di posisi antara hidup dan mati. Kadang, disapa baik-baik malah bikin dia punya bahan untuk ngeledek kita,” saran Lita ketika aku baru pindah ke Rumah Borju. Lita adalah orang pertama yang memperkenalkan diri dan mendatangi kamarku.

Emosiku memang kadang masih gampang terpancing, seperti saat diprovokasi oleh Marco dan Thea. Walau saat ini aku sedang berjuang untuk menjadi orang yang lebih santai dan sabar. Akan tetapi, sebenarnya aku lebih dewasa dibanding usiaku yang sesungguhnya. Karena faktor keluarga dan lingkungan yang membentukku, kisah klise sebagai produk keluarga broken home.

Ketika orangtuaku memutuskan bahwa perceraian adalah pilihan terbaik yang mereka punya, aku baru berusia sepuluh tahun. Tadinya, aku memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Papa. Perceraian itu membuat duniaku berubah drastis. Semua yang kukenal, runtuh dan lenyap seketika.

Dulu, aku berharap bisa tinggal be

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Wonderstruck   Raise Your Glass [1]

    Seperti tebakanku, berita tentang peristiwa di acara ulang tahun Vicky itu tersebar dengan kecepatan yang mengerikan. Lebih cepat dibanding epidemi. Lalu dibumbui hingga menjadi cerita yang dramatis.Hasilnya, beredar versi seru yang membuatku geleng-geleng kepala, antara tak berdaya sekaligus kesal. Tidak tahu harus marah pada siapa saat mendengar bahwa konon aku cuma mengenakan bra dan celana dalam usai membuka dan melempar gaun ke wajah Thea. Juga Marco yang konon mendorongku hingga terjengkang ke tanah karena tak suka melihatku yang sengaja menggodanya. Hah? Yang benar saja!Gosip yang beredar memang sinting. Namun aku memilih untuk tetap waras. Caranya? Mengabaikan semua rumor, menebalkan muka, dan berjalan di kampus dengan dagu terangkat. Seakan bukan aku yang sedang dijadikan bahan olok-olok.“Padahal, ada begitu banyak orang yang ngeliat drama kemarin. Ada juga yang merekam pakai po

    Last Updated : 2021-03-11
  • Wonderstruck   Raise Your Glass [2]

    “Kalau memang pengin jadi bankir, kamu harus lebih sukses dari Mama ya, Nef. Harus bisa jadi kepala cabang sebelum berumur tiga puluh tahun,” canda Mama.“Kalau Uncle Eddie yang punya bank, aku yakin bisa memenuhi harapan Mama,” balasku sambil tertawa. “Mungkin sebelum umurku tiga puluh tahun, aku udah pensiun.”Selama enam semester yang sudah berlalu, aku sudah bekerja cukup keras. Aku selalu mengambil minimal dua puluh dua SKS, kecuali semester pertama. Itu pun karena semua mahasiswa baru diwajibkan hanya boleh mengikuti kuliah dengan maksimal dua puluh SKS. Itu aturan yang berlaku di semua fakultas yang ada di Universitas Dwi Darma.“Kenapa sih getol maksimal belajarnya, Nef,” tanya Lita beberapa waktu lalu. “Memangnya ada yang dikejar? Kamu mau cepat nikah atau apa?”Sebenarnya, pertanyaan senada pernah diajukan oleh temanku yang lain. Jujur, aku malah heran karena mereka mempertanyakan keser

    Last Updated : 2021-03-11
  • Wonderstruck   Animal Instinct [1]

    Setelah itu, aku mengalihkan perhatian pada Julie yang mencerocos tak jelas. Kalimat beraroma makian meluncur dari bibirnya dengan mulus. Cewek itu sibuk membersihkan wajah dengan tisu. Aku maju selangkah dan agak membungkuk di depan Julie. Tak ada rasa gentar sedikit pun. Apalagi malu. Walau seisi kantin sedang memperhatikan kelakuanku.Toh, berkelakukan baik pun tetap saja menjadi korban dari orang-orang tukang siksa seperti Julie dan teman-temannya. Jadi, kenapa tidak sekalian saja aku bersikap menyebalkan? Supaya lain kali Julie berpikir sejuta kali jika ingin membuat gara-gara denganku. Karena aku tak akan diam saja dan membiarkan Julie atau yang lain berlaku seenaknya.“Ini cuma peringatan aja, Panjul! Aku nggak akan diam aja kalau kamu sok jagoan lagi. Salah besar kalau kamu milih aku jadi korbanmu. Aku nggak takut sama kamu, tau. Besok-besok kalau masih bikin ulah, mungkin aku akan nyiram mukamu pakai air keras. Kalau nggak percaya, silakan

    Last Updated : 2021-03-12
  • Wonderstruck   Animal Instinct [2]

    Kalimat bernada simpati itu membuatku tergelak. Aura ada benarnya. Julie dan Thea adalah mahasiswa yang menuntut ilmu di fakultas hukum. Akan tetapi, perilaku mereka sama sekali tidak menunjukkan bahwa keduanya taat pada aturan yang berlaku. Minimal norma di masyarakat awam. Sejak kapan merisak seseorang menjadi kebiasaan yang berlaku umum?“Sebenarnya, apa sih yang terjadi di Hotel Rubidium kemarin itu? Aku nggak percaya sama gosip. Aku pengin dengar sendiri dari kamu,” cetus Sarah dengan suara rendah.“Ah, males ngomongin soal itu. Udah lewat,” elakku. Tidak ada jaminan bahwa aku akan mendapat keuntungan karena menceritakan apa yang terjadi menurut versiku. “Aku malah pengin lupa. Karena cuma bikin mangkel aja. Lagian, apa kalian nggak ngeliat video-videonya? Kemarin itu, aku udah minta sama semua yang menonton kami, supaya merekam drama yang kubuat. Supaya bisa keliatan kronologisnya,” candaku.“Aku sempat nonton sih,

    Last Updated : 2021-03-12
  • Wonderstruck   Vulnerable [1]

    Aku mengernyit. Jujur saja, aku keheranan karena Levi berniat mengekoriku ke Rumah Borju. “Kamu nggak punya maksud terselubung, kan? Bukan pura-pura baik tapi ujung-ujungnya malah ngerjain aku?” tanyaku terus terang. Kalimatku malah memicu tawa geli Levi.“Wahai Nefertiti yang kata Cliff pernah jadi nama permaisuri salah satu Firaun, aku bukan Thea. Aku nggak punya niat jahat,” akunya setelah tawa cowok itu reda. “Nggak semua orang itu punya niat jahat atau cuma pura-pura baik doang. Jangan semua orang dipukul rata.”Aku tidak langsung percaya. Pengalaman pahit baru saja kualami beberapa hari silam. “Maaf ya, levi. Aku kan nggak betul-betul kenal sama kamu. Wajar kalau agak curiga, kan?”“Wajar, sih,” Levi setuju. Kepalanya terangguk. “Apalagi kemarin itu pengalaman yang nggak dialami oleh semua orang. Super drama dan bikin ngeri juga.”Aku menatap Levi sungguh-sungguh sembari mengaba

    Last Updated : 2021-03-13
  • Wonderstruck   Vulnerable [2]

    “Ya ampun, ketawanya masih lanjut aja. Tiba-tiba aku ngerasa jadi pelawak,” ucap Levi setelah gelakku tak juga berhenti. Kami sudah tiba di depan tempat indekosku.Aku mendorong pagar dengan sisa senyum masih merekah di bibir. Setelah menepi agar Levi bisa lewat, aku juga menyapa satpam yang berjaga. “Pak, ini teman sekampus saya. Katanya bukan penjahat dan nggak pernah melanggar hukum,” gurauku.Levi memelototiku tapi mengangguk sopan pada satpam yang bertugas. Aku tertawa geli melihat ekspresi cowok itu. Ntah kenapa, aku pun tertulari keisengannya barusan.“Kamu duduk di sini dulu, ya?” Aku menunjuk bangku beton yang berjarak beberapa langkah dari pos satpam. “Aku ambil jaketnya dulu, ada di kamar. Sebentar, kok.”“Oke. Eh, aku boleh minta minum, nggak? Air putih aja. Haus, nih!” Levi menunjuk ke arah lehernya. “Yang dingin, kalau ada.”Aku hanya mengangguk sebelum berlalu me

    Last Updated : 2021-03-13
  • Wonderstruck   No Need to Argue [1]

    Aku tahu bahwa perundungan itu memang nyata. Banyak yang mengalaminya di dunia ini. Korbannya tak pandang bulu, semua orang bisa menjadi sasaran. Mulai dari jenis yang ringan hingga berat. Efeknya pun beraneka karena tak semua orang memiliki daya tahan yang sama. Ada yang bisa menghadapi penindasan dengan baik. Ada pula yang sampai mengalami depresi atau berujung dengan bunuh diri.Mengerikan, tapi memang itu yang banyak terjadi, kan? Selalu ada orang yang sangat suka menyiksa manusia lain. Mungkinkah mereka ini memiliki masalah mental atau problem lain? Mengapa bisa begitu senang jika membuat orang lain merana? Seakan penderita para korbannya menjadi energi tambahan yang menceriakan dunia para perisak.“Penampilanmu norak, tau! Kenapa sih kamu bisa tinggal di sini? Memangnya kamu sanggup bayar biaya kos di sini?” Itu contoh kalimat jahat yang pernah dilemparkan padaku oleh Thea. Kala itu, aku baru pindah selama beberapa hari di Rumah Borju.“S

    Last Updated : 2021-03-14
  • Wonderstruck   No Need to Argue [2]

    Jaket itu kembali tertinggal. Setelah salat Zuhur yang kulakukan dengan lumayan cepat, mengganti sandal, dan memasukkan dompet serta ponsel ke dalam tas selempang, aku buru-buru menghampiri Levi. Cowok itu langsung berdiri dan berjalan menuju pintu pagar. Aku mengikuti tanpa mengingat kantong plastik berisi jaket yang masih tergeletak di atas meja.Seperti yang dijanjikan Levi, cowok-cowok yang tergabung di tim basket memang menjadi objek pemandangan yang menarik. Selain tinggi mereka minimal 170 sentimeter, umumnya memang memiliki tampang yang enak dilihat. Yuma langsung mengajakku mengobrol dengan gayanya yang cuek tapi ternyata ramah. Cliff lebih banyak disibukkan oleh ponselnya. Entah berapa kali cowok itu bicara di gawainya atau sekadar mengetikkan sesuatu.“Kami rutin latihan seminggu dua kali, Rabu dan Sabtu. Anak-anak jarang pulang ke rumah karena waktunya mepet. Jadi, udah pasti bawa baju ganti,” urai Levi.Seperti kata Levi, m

    Last Updated : 2021-03-14

Latest chapter

  • Wonderstruck   Epilog

    Amara sering mendengar kalimat tentang cinta yang bisa mengubah hidup seseorang dengan drastis. Dan selama ini dia kerap mencibir, tidak memercayai hal itu sama sekali. Baginya, orang-orang yang sedang jatuh cinta itu cuma melebih-lebihkan saja.Akan tetapi, kini cibirannya itu justru berbalik menyerang Amara. Menjadi bumerang yang membuatnya jengah. Jika boleh jujur, Amara bahkan tidak tahu kalau efek cinta yang dirasakannya itu ternyata jauh lebih besar dibanding bayangan gadis itu. Amara mengira hidupnya sudah remuk dan takkan bisa lagi kembali normal. Bahagia itu cuma sebuah mimpi lancang yang terlarang untuknya.Hingga Seo Ji Hwan hadir dalam dunianya, memainkan sihir ajaib yang tidak pernah terduga.Membuka hatinya lagi untuk Ji Hwan setelah tahu siapa cowok itu, sama sekali tidak mudah. Akan tetapi, memaksa Ji Hwan menjauh dan membiarkan cowok itu lenyap dari hidup Amara selamanya, jauh lebih tidak tertanggungkan. Cinta Amara untuk cowok itu sudah bertumb

  • Wonderstruck   My Other Half [7]

    Kata-kata Ji Hwan itu mengejutkan Amara. Dia pun merespons. “Pasti itu melibatkan cewek yang namanya Rita tadi,” tebak Amara dengan perasaan terganggu. Cemburu.“Memang iya,” aku Ji Hwan dengan jujur. Pengakuan itu membuat Amara berjengit.“Dan tadi dia menggandengmu dengan mesra,” Amara menahan diri agar tidak mengomel panjang. “Aku dan Sophie ngeliat semuanya.”“Dia memang menggandengku, Mara. Tapi seingatku, buru-buru kulepaskan. Nggak ada yang bisa dianggap ‘mesra’ di situ,” ralat Ji Hwan. Kedua tangannya terangkat dan membuat tanda petik di udara. “Kalau memang kamu secemburu itu, seharusnya kamu nggak pernah ngelepasin aku,” dia menambahkan.Amara menoleh ke kanan, mengira akan melihat Ji Hwan tersenyum jail. Namun ternyata tidak. Ji Hwan terlihat sangat serius dengan kata-katanya. Matanya yang agak sipit itu menatap Amara dengan kesungguhan yang luar biasa.

  • Wonderstruck   My Other Half [6]

    Ji Hwan tertawa geli. Amara benar-benar merasa lega karena akhirnya bisa melihat cowok itu tergelak lagi. Lesung pipitnya begitu menyihir. Amara sekarang baru menyadari betapa dia sangat merindukan Ji Hwan. Dia tidak tahu bagaimana selama ini bisa bertahan, bahkan sampai bersikap memusuhi cowok itu. Amara pun tak sudi mendengar semua pembelaan diri dari Ji Hwan.“Sophie juga udah ngingetin aku tentang kamu yang gengsi banget untuk mengakui perasaanmu sama aku,” aku Ji Hwan.Amara mendesah tak berdaya. “Kalau nanti ketemu Sophie, aku akan menjahit mulutnya,” ucap gadis itu. “Dia sama sekali nggak bisa menjaga rahasia.”Ji Hwan tertawa kecil. “Sophie nggak punya maksud jelek. Dia cuma ingin membantu kita berdua,” katanya. “Heartling, bisa nggak sih, kita berhenti berantem dan ngucapin kata-kata yang nyakitin hati? Aku beneran jatuh cinta sama kamu. Aku menyesali semua yang harus kamu alami. Aku lebih nyesal lag

  • Wonderstruck   My Other Half [5]

    Wajah Amara menghangat. Kata-kata Ji Hwan itu membuatnya jengah. Dia sempat mengerjap sambil menatap sang mantan, tak yakin bagaimana Ji Hwan tampak berbeda dibanding kemarin. Hari ini, Ji Hwan tampak lebih santai dan bisa mengucapkan kata-kata yang mengejutkan. Meski tak terlihat lesung pipitnya yang begitu disukai Amara.“Kenapa aku harus cemburu?” Amara mengerutkan glabelanya. “Ji Hwan, kita beneran konyol banget karena ngebahas hal-hal yang nggak penting. Sekarang, balik ke masalah yang sebenarnya. Kamu ngajak aku ke sini untuk ngebahas apa?” tanya Amara. Dia berusaha bersikap setenang mungkin meski nyatanya jantung Amara terasa menggila lagi.“Bukannya kamu merindukanku?” Ji Hwan malah balas bertanya. Pertanyaan itu begitu mengejutkan, seperti bom yang dijatuhkan di keheningan malam.“Apa?” Amara yakin dia sudah salah dengar.Ji Hwan menjawab dengan sabar. Nada sinis yang tadi tertangkap di telinga Amar

  • Wonderstruck   My Other Half [4]

    “Kamu sakit ya, Mara? Wajahmu agak pucat,” cetus Ji Hwan dengan napas memburu. Menurut tebakan Amara, cowok itu pasti berlari saat kembali ke tempatnya menunggu.“Aku nggak sakit.” Seisi dada Amara dipenuhi permohonan, berharap Ji Hwan mau memanggilnya “Heartling” lagi. Permohonan yang tidak mampu dilisankan Amara di depan cowok itu. Sesaat kemudian, gadis itu memarahi dirinya sendiri. Memangnya apa yang diharapkannya? Ji Hwan sudah melakuakan segalanya untuk mempertahankan Amara. Akan tetapi, Amara sendiri yang menolak Ji Hwan berkali-kali.Ji Hwan melihat ke arah jam tangannya. “Kita bisa pergi sekarang? Atau kamu mau makan siang dulu?”Amara menggeleng. “Aku nggak lapar.”Setelahnya, gadis itu berjalan bersisian dengan Ji Hwan menuju tempat parkir motor di fakultas cowok itu. Tak ada yang membuka mulut. Amara pun sama sekali tidak berkomentar saat mantan pacarnya menyerahkan sebuah helm kepada

  • Wonderstruck   My Other Half [3]

    Namun Amara tidak mampu mensterilkan diri dari perasaan senang saat melihat Rita menjadi salah tingkah dengan wajah agak pias. Mereka saling sapa dengan canggung. Amara juga merasa lega karena Ji Hwan tidak mengoreksi kata-kata Sophie tadi.Kurang dari tiga menit kemudian Rita pamit dengan alasan harus masuk kelas. Tak lama kemudian Sophie pun menyusul. Tidak ada tanda-tanda bahwa gadis itu menyesali caranya mengintimidasi Rita. Sophie malah terkesan puas dengan kelakuannya barusan. Kini, yang tinggal hanya Amara, berdiri berhadapan dengan mantan pacarnya dengan canggung. Gadis itu memindahkan berat badannya dari kaki kanan ke kaki kiri. Tidak ada yang bicara hingga berdetik-detik. Sementara mahasiswa berlalu-lalang di sekitar mereka.“Amara, kenapa belum pulang? Masih ada kuliah, ya?”Tanpa melihat pun Amara tahu bahwa Reuben yang barusan menyapanya. Dosennya itu berhenti sambil menatap Amara. Berdiri di depan dua pria yang pernah menjanjikan hati m

  • Wonderstruck   My Other Half [2]

    Amara belum pernah merasakan siksaan luar biasa saat mengikuti kuliah. Ji Hwan yang sudah memperkenalkannya pada perasaan asing yang membuatnya tak berdaya itu. Amara mengutuki waktu yang melamban dan jarum jam yang seakan tidak bergerak. Seolah-olah waltu membeku begitu saja.“Mara, bisa duduk diam nggak, sih?” protes Sophie. “Kalau kamu bergerak-gerak terus di kursimu, mungkin bakalan dikira kena wasir.”Kalimat seenaknya dari Sophie itu membuat Amara menendang kaki sahabatnya dengan gerakan pelan. Sophie malah terkikik geli dan buru-buru menundukkan wajah agar tak ketahuan dosen sedang tertawa.“Pasti kamu udah nggak sabar pengin buru-buru keluar dari sini, kan?” tebak Sophie ketika akhirnya kelas berakhir. Seringai jailnya tidak mampu membuat perasaan Amara membaik. “Tersiksa banget kan, Mara?”Amara mengabaikan gurauan sahabatnya. “Sophie, nanti kalau ketemu Ji Hwan, aku harus ngomong apa? Aku ben

  • Wonderstruck   My Other Half [1]

    Amara melangkah pelan dengan kepala tertunduk. Sophie menggandeng lengan kanannya. Setelah menghabiskan waktu di kantin, mereka akhirnya menuju ruang kelas. Perkuliahan akan dimulai sekitar sepuluh menit lagi. Perbincangan Amara dan Sophie tidak mendapat titik temu seputar jalan keluar untuk soal Ji Hwan. Amara sudah kehilangan semangat. Dia yakin, kini dia merasakan patah hati dalam arti sebenarnya.Amara tahu, rasa sakit yang harus ditanggungnya pasti tak akan ringan. Setelah semua kemarahannya mereda dan akal sehat yang berbicara, pastilah rasanya berbeda dibanding malam tahun baru itu. Saat dia memutuskan hubungan dengan Ji Hwan tanpa perasaan.“Kamu terlalu jauh dijajah gengsi. Itu kebiasaan jelek, Mara. Gengsi itu perlu tapi ya harus pada tempatnya. Kalau memang....” Sophie tidak melanjutkan kalimatnya.Heran karena Sophie tak lagi bicara, Amara berujar, “Silakan terus mengejek dan menceramahiku. Masa sih kamu udah capek? Kayaknya ini bar

  • Wonderstruck   Biar Hati Bicara [8]

    Sophie sudah digariskan menjadi orang yang tak mudah dipuaskan. Dan meski sudah ikut melihat adegan tadi, gadis itu merasa bahwa reaksi Amara terlalu berlebihan. Cemburu yang tidak pada tempatnya. Bagi Sophie, tak seharusnya semangat Amara melempem begitu saja. Gadis itu tanpa sungkan mengutarakan opininya.“Katanya rindu, tapi udah langsung nyerah cuma karena ngeliat ada pengagum Ji Hwan yang lagi usaha untuk narik perhatian,” sindirnya. Sophie tidak menyembunyikan rasa gelinya. Tawanya menyusul kemudian, membuat Amara merengut sekaligus kesal.“Aku nggak cemburu, kalau itu yang kamu maksud,” balas Amara, defensif.Sophie mengabaikan kata-kata Amara. “Kamu ingat nama cewek itu? Rita kan, ya?”Amara berusaha keras menggali memorinya tapi gagal total. “Entahlah, aku sama sekali nggak ingat. Cuma kenal mukanya doang.”“Hmmm, aku maklum, sih. Sebelum ini, kamu terlalu asyik berdua sama Ji Hwan, sih

DMCA.com Protection Status