Setelah sampai didepan rumah aku langsung berlari memasuki rumahku dan mengahampiri Nenek, kulihat banyak sekali barang yang ada di ruang tamu.
“Ada apa ini Din?” tanyaku srius pada Dinda yang ternyata ada dirumahku
Dinda diam seribu bahasa dengan raut muka yang begitu sedih sekaligus terkejut.
“Nek ada apa ini? Kenapa banyak sekali barang disini?” tanyaku pada Nenek
Nenek pun masih sama terkejutnya dengan Dinda, dan tidak menjawab pertanyaanku satu pun. Jari Nenek menunjuk ke kursi mengisyaratkanku untuk duduk, tanpa banyak tanya aku menuruti perintah Nenek.
Suasana semakin tegang ditambah dengan gelegar petir menyambar mengisyarakatkan akan turunnya hujan.
“Nenek kan sudah bilang” ucap Nenek memecah keheningan
“Kalo kamu punya masalah, dislesaikan baik-baik kan bisa.” Lanjutnya
Aku semakin bingung apa yang sudah terjadi disini.
“Tadi Putri datang kesini dengan kedua orang tuanya.” Ucap Nenek pelan
“Mereka memutuskan untuk menolak lamaran kamu Dit, dan mengembalikan cincin serta semua apa yang pernah kita kasihkan saat itu.” Jelas Nenek
Tiba-tiba jederrr terdengar suara petir menyambar dengan sangat keras diikuti hujan yang turun begitu deras.
Hatiku masih menyimpan kesakitan atas apa yang pernah dilakukan oleh Putri padaku, seiring derasnya hujan tiba-tiba tanpa kusadari meneteslah air dari kedua mataku, rasanya apa yang harus aku tahan selama ini didepan mereka aku tak kuasa menahan semua ini sendirian.
“A-adit gatau lagi Nek mau bilang apa” ucapku dengan bibir yang gemetar
Nenek menghampiriku dan memelukku, tangan keriputnya menepuk pundakku dengan lemah lembut. Tangisku semakin pecah, kurasakan ini lebih menyakitkan saat keluargaku tahu apa yang kututupi tentang Putri.
“Menangislah saat kamu ingin menangis, jangan kamu tahan dan kamu rasakan sendiri. Keluarga itu layaknya anggota tubuh Dit, apabila tangan terluka semua tubuh merasakan sakit, begitu pula dengan keluarga, namun kamu tidak boleh menyembunyikannya sendirian. Karena luka yang disembunyikan akan menjadi bangkai Dit,” ucap Nenek sembari menenangkanku.
Sebenarnya aku malu, sebagai anak lelaki yang paling diandalkan dikeluarga aku snagat malu jika melihat diriku serapuh ini.
Aku terdiam lama, kulihat jari jemariku dan masih ada cincin tunanganku yang menempel disana. Benar-benar tak pernah kubayangkan sebelumnya jika Putrilah yang melakukan ini padaku. Kucoba setengah hati untuk melepaskan cincin yang melingkar dijemariku, rasanya berat seperti sudah melekat dan tidak bisa dipisahkan. Bagaimana mungkin aku akan semudah ini melepaskan cincin yang telah menemani perjuangan cintaku selama ini.
“Sudah gapapa, yang namanya jodoh itu kayak rezeki. Tidak akan pernah tertukar Dit.” Tenang Nenek.
Mungkin perkataan Nenek benar juga, seharusnya apabila jodoh itu seperti rezeki tidak seharusnya kan aku khawatir bagaimana datangnya, bagaimana perginya karena semua sudah diatur oleh Tuhan.
Aku menghela nafas panjang, tanpa kusadari ternyata Doni masih dirumahku dan menyaksikan semuanya. Doni berjalan menghampiriku dengan wajah yang nampak murung
“Kamu kuat Dit, selama aku mengenalmu kamu adalah anak laki-laki yang sangat kuat. Aku percaya itu” ucap Doni sembari menepuk pundakku.
“Anggap aja aku ga lihat kamu nangis tadi, oke?” ledek Doni padaku
“Tadi aku kelilipan, maaf ya aku ga nangis” jawabku dengan sinis
“Hahaha masih sempet-sempetnya kamu ya” jawab Doni sembari tertawa
Tiba-tiba Doni meminta izin sama Nenek “Nek, aku izin nginep disini male mini boleh ngga?” katanya
“Bolehlah, masa gaboleh sih” sahut Nenek sembari tersenyum
“Gausah nginep deh, ngrepotin banget” ucapku ketus
“Dih apaan orang udah diijinin sama Nenek juga, sensi bener nih orang” jawab Doni
“Udah sih sana pulang. Gausah disini” ucapku mengusirnya
“Ngusir nih critanya? Biar kaya sinetron diindosiar yaa haha” celetuk Dinda
“Ku menangiiissss” lanjut Doni
Sontak semua orang tertawa melihat Doni menyanyi dengan suaranya yang sangat pas-pasan.
Memang sudah seharusnya dalam sebuah keluarga adalah saling menghibur disaat yang lain terluka, aku memang sudah seharusnya banyak bersyukur tentang semua nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan untukku dan untuk keluargaku. Meskipun terkadang aku sering merasa iri terhadap orang lain yang masih mempunyai kedua orang tua, andaikan kedua orang tuaku masih hidup mungkn aku akan tumbuh menjadi lelaki yang lebih kuat lagi.
___
Keesokkan harinya aku dan Doni sarapan bersama, lalu Doni memintaku untuk izin tidak berangkat hari ini, memaksaku untuk dirumah saja dan tidak berangkat kerja dulu.
“Udah gih nurut, udah gede juga masih aja susah diatur” ucap Doni dengan mata yang melototiku
“Terserah gue lah, gue mau berangkat kerja” ucapku tak kalah melototinya
“Eh pake bahasa lu gue lagi nih critanya” ledek Doni dengan sanyum menjengkelkannya
“Nek, Adit nih Nek, sekarang udah jadi anak gaul ngomongnya lu gue sekarang” teriak Doni melaporkanku pada Nenek
“Brisik ya ni mulut enaknya diolesin sambel nih” ucapku sembari menutup mulut Doni dengan tempe
“Iya Don, ada apa?” jawab Nenek sembari menghampiri kami di meja makan
Mataku langsung melotot pada Doni dan kucubit kakinya dengan keras
“Aw! Sakit tau” teriak Doni
“Jangan brisik bisa ga sih” jawabku sembari melototinya
“Ini Nek, Adit hari ini gausah berangkat dulu aja. Kasihan mentalnya eh maksudnya kasihan dirinya kan kemarin habis nangis tuh, barangkali mau nangis lagi eh maksudnya istirahat lagi hehe” jawab Doni sembari meledekku kembali
“Apaan sih!” ucapku padanya
“Boleh aja, kalo Adit mau istirahat dulu gapapa ko. Jangan dipaksain juga, nanti takutnya pas kerja ngga konsentrasi gimana” jawab Nenek sembari tersenyum padaku
“Tuh kan bener, udah sih nurut aja. Enak malah kalo ga kerja bisa rebahan dikamar sambil ngegame” ucap Doni padaku
“Rebahan mulu yang dipikirin” jawabku.
Akhirnya setelah Doni sarapan dirumahku, Doni langsung izin untuk pamit berangkat kerja padaku dan Nenek. “Oiya Toni sekalian mas antar ke sekolah mau ga?” tawar Doni
“Mau mas” jawab Toni dengan senyumnya yang khas
“Baiklah ayo naik” tawar Doni sembari menaiki motornya
“Hati-hati dijalan ya” pesan Nenek
“Kalo ada apa-apa awas kamu Don” ancamku padanya
“Siap boskuh” jawab Doni sembari menjalankan motornya dan pergi
Nenek masuk kedalam lagi dan aku masih memandangi barang yang dikasih oleh Putri
“Nek” panggilku
“Iya Dit, ada apa?” sahut Nenek sembari berjalan ke arahku
“Ini banyak banget buat apa ya?” tanyaku mengisyaratkan tentang barang-barang lamaranku yang dikembalikan oleh Putri
“Nenek juga bingung, Dit”
“Terserah kamu aja mau kamu apain semua barang-barang ini” lanjut Nenek
“Kalo aku sumbangin gimana, Nek?” saranku
“Boleh, terserah kamu aja” ucap Nenek
“Yaudah Nek, mau aku sumbangin aja ketetangga yang membutuhkan”
“Barangkali bisa bermanfaat” lanjutku
Nenek pun menyetujui saranku dengan senyumnya yang sudah tertutup oleh keriput diwajahnya.
Aku segera membereskan ruang tamu yang dipenuhi oleh barang-barang ini. Setelah hampir semuanya aku bagikan, aku sedikit merasa lega karena tetangga yang kukasih semunya merasa senang dan itu membuatku sedikit menghapus luka yang ditorehkan oleh Putri.
Namun aku lupa sesuatu sepertinya ada yang tertinggal.
Kucoba untuk mengingatnya kembali namun aku masih lupa, apa yah kira-kira yang masih mengganjal.
“Dit, kamu istirahat aja ya dikamar biar pikiran kamu bisa tenang” saran Nenek padaku
“Iya Nek, ini nanti setelah ini Adit bakal istirahat ko” jawabku sembari tersenyum pada Nenek
“Oiya Nek, aku mau jalan-jalan keluar sebentar boleh ngga?” pintaku
“Boleh, asal kamu hati-hati ya” jawab Nenek
“Baik Nek”
Aku melangkahkan kakiku keluar rumah sejenak menghilangkan beban hati dan pikiranku yang masih tidak karuan. Meskipun ini sudah menjelang siang, aku tidak peduli dan memilih untuk berjalan kaki sampai entah kemana kakiku ini menuntunku berjalan.
Kulihat masyarakat mulai beraktifitas dengan kesibukannya masing-masing, kulihat diseberang sana ada seorang kakek nenek yang masih semangat bertani ditengah hamparan panasnya matahari yang membakar kulit, aku terdiam memikirkan bagaimana bisa dengan usia yang sudah senja seperti itu masih harus bekerja sekeras ini.
Ditengah lamunanku tiba-tiba ada suara
Tiitt tiitttt duar!
Terdengar seperti kecelakaan dan benar saja apa yang barusan kudengar adalah sebuah kecelakaan antara motor dan mobil. Sontak semua masyarakat datang menggerombol untuk melihat lebih dekat. Aku pun demikian, aku langsung berlari menuju tempat kejadian itu dengan segera.
Kulihat pengendara motor terluka parah dibagian tangan dan kepala, motornya pun terlihat ringsek dan sudah tidak lagi utuh seperti semula. Sedangkan pengendara mobil hanya terluka dibagian tangan degan kondisi mobil yang penyok dibagian depan. Semua orang berbisik apa yang sebenarnya terjadi, kulihat seorang perempuan pengendara mobil yang menabrak pengendara motor nampak tidaklah asing.
Seorang yang cantik, tinggi, putih serta menawan. Dia adalah…
Aku berlari mendekati tempat dimana kecelakaan itu terjadi, terlihat seorang perempuan pengendara mobil itu tidaklah asing, seorang perempuan yang cantik dan menawan itu adalah perempuan yang pernah kutemui di halte saat hujan lebat waktu itu, kulihat raut wajahnya yang menahan kesakitan, dari jauh ku berdiri, tanpa sadar langkah kaki ini semakin penasaran dan mendekati perempuan tersebut kutatap matanya dengan tenang berharap semoga dia segera melihatku. Saat perempuan itu menoleh dia juga menatapku lama sekali, seolah dia memberitahuku sesuatu lewat tatapannya.“Bagaimana kalo kita segera panggil ambulan?” ucap salah seorang warga“Iya benar, takut nanti tambah parah ini.” Sahut warga yang lainSemua orang semakin ramai dan bergerombol untuk melihat kecelakaan ini. Tiba tiba terdengar suaraWiuung wiuuungTak lama kemudian mobil ambulan datang untuk membawa perempuan itu dan korban yang terluka parah. Meskipun ambulan sudah sampai perempuan itu masih
“Move on dulu aja, Dit” saran Doni sambil memainkan HPnya“Iya Don, ini lagi aku coba, semoga aja aku bisa benar-benar lupa sama Putri.” Jawabku dengan seriusDoni pun merespon dengan tersenyum kearahku.Jam sudah menunjukkan angka 17.00 sedangkan Doni masihlah menemaniku“Pulang sana, udah sore nanti dicariin Mama kamu lho,” kataku pada Doni“Yaelah, dikira aku masih SD apa, kalo udah sore dicariin.” Jawab Doni“Ya kan ga baik bujang jam segini masih belum pulang, haha” jawabku dengan tertawa“Prawan kali dicariin!” jawab Doni dengan kesalAkhirnya Doni pun berpamitan pada Nenek untuk pulang.“Besok ngga ada alasan buat ga berangkat kerja kamu ya” ucap Doni sembari menyalakan motornya“Haha terserah aku dong mau berangkat atau tidak bukan urusanmu yee” jawabku pada Doni“Terserah!” jawab Doni dengan sinis“Ciee marah nih haha” jawabku“Jijik banget sumpah” jawab Doni sembari melototiku
Pagi telah datang membawa sedikit harapan untukku, menjujung tinggi mimpi yang telah lama ku pendam sendiri. Aku harus tetap berjuang dan terus berjuang, meskipun tanpa kamu, Putri.“Dit” sapa Doni dari ujung pintu di tempatku bekerja“Tumben nyapa, kayaknya lagi bahagia banget deh” jawabku“Eh tau ngga?” tanya Doni“Ya nggaklah Bambang” jawabku dengan heran“Ehem jadi gini,” ucap Doni“Iya kenapa?” tanyaku padanya“Hari ini gue diajak Icha kondangan ketemennya” jawab Doni dengan cengengesan“Menurut lu gua nrima apa nolak nih?” lanjutnya“Yaelah gitu aja tanya. Ya trimalah, lu juga jomblo kan?” jawabku“Lagian emang lu ngga kasihan kalo nolak tawaran dia? Lu juga jomblo sih, ngapain bingung mikir gituan” lanjutku“Widih gila, bahasanya udah di upgrade nih jadi lu gue sekarang? Haha” ledek Doni“Emangnya ngga boleh ya? Gue ngomong kayak gini?” tanyaku kembali“Ya boleh sih, tapi kurang cocok buat kar
Kuputuskan untuk segera pulang setelah mendengar kabar pernikahan Putri dari Dinda. Kupacu sepeda motorku dengan pelan menikmati awan yang semakin gelap berharap hujan kembali turun dan membasahiku seperti saat itu.Awan sudah menghitam dan angin kembali menyerbu dengan membawa dedaunan kering melintasi jalanan,
"Mas ini ada undangan" ucap Fika diujung pintu kamarku"Dari siapa Fik?" tanyaku padanya"Dari Mba.." jawab Fika kemudian terdiam
27 November 20181 tahun kemudian setelah pernikahan Putri.Sekarang aku sudah bisa merasakan lebih baik pada diriku sendiri, mengenai hal-hal yang ku lalui tahun lalu memanglah berat tapi pada ken
Ku berjalan menelusuri kembali setiap jengkal tempat yang tak asing untukku sekarang, sudah terlalu lama aku tak menginjakkan kakiku kesini.Di tempat terakhir Mama dan Bapak istirahat, alangkah malunya aku sebagai anak yang paling berat menanggung keluarga justru tak pernah sedikitpun menjenguk mereka.
Mentari kali ini bersinar dengan sangat cerah, layaknya sebuah sinar bohlam dimalam hari kala ku kecil dulu.Tiba-tiba aku teringat ucapan Bapak kala itu."Le, benda apa yang tidak bisa dimusnahkan oleh api?" tanya
Aku bingung ada apa sebenarnya Dinda tiba-tiba mengirim chat seperti ini?Me : Iya din,Setelah beberapa saat Dinda membalas
____
"Mas mau dianterin ngga?" tanya seorang perempuan itu padaku"Ah, ndak usah ngrepotin mba. Ini saja udah ngrepotin banget" jawabku ngga enak"Lumayan jauh lho mas, nanti kalo kenapa-kenapa di jalan gimana?" jawab perempuan itu padaku
"Mas.. Mas, bangun mas" ucap seseorang di telingaku.Ku buka mata perlahan menatap ke langit-langit."Alhamdulillah udah sadar.." ucap seseorang
Melihat sepasang mata yang penuh kebingungan dan kesedihan dihadapanku sekarang ini membuatku merasa tak baik-baik saja."Udah kamu nanti coba ketemu dulu sama pacar kamu, kamu ceritain semuanya tentang perjodohan ini. Nanti respon pacar kamu kayak gimana itulah jadi patokan langkah kaki kamu selanjutnya Din." ucapku menenangkan Dinda yang masih bercucuran air mata.
Mentari kali ini bersinar dengan sangat cerah, layaknya sebuah sinar bohlam dimalam hari kala ku kecil dulu.Tiba-tiba aku teringat ucapan Bapak kala itu."Le, benda apa yang tidak bisa dimusnahkan oleh api?" tanya
Ku berjalan menelusuri kembali setiap jengkal tempat yang tak asing untukku sekarang, sudah terlalu lama aku tak menginjakkan kakiku kesini.Di tempat terakhir Mama dan Bapak istirahat, alangkah malunya aku sebagai anak yang paling berat menanggung keluarga justru tak pernah sedikitpun menjenguk mereka.
27 November 20181 tahun kemudian setelah pernikahan Putri.Sekarang aku sudah bisa merasakan lebih baik pada diriku sendiri, mengenai hal-hal yang ku lalui tahun lalu memanglah berat tapi pada ken
"Mas ini ada undangan" ucap Fika diujung pintu kamarku"Dari siapa Fik?" tanyaku padanya"Dari Mba.." jawab Fika kemudian terdiam