Beranda / Romansa / White Rose Petal / Chapter 4 - Sebenarnya Dia Mencari Istri atau Asisten Rumah Tangga

Share

Chapter 4 - Sebenarnya Dia Mencari Istri atau Asisten Rumah Tangga

Penulis: Ailana Misha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Hari setelah mendapat telfon dari seorang Skandar Hemingway, Charisa yang sedang mengendarai mobil kakak iparnya sepulang sekolahnya sedikit merasa tidak nyaman. Gadis muda itu masih ingat saat Yuta dan Anna yang sangat heboh dalam menyambut telfon dari pria dewasa satu itu. Itulah mengapa sekarang dia agak kebingungan harus bagaimana menyampaikan perihal isi telefon itu kepada Amanda yang sekarang sedang sibuk menyetir.

‘Apa aku kasih tahu kak Amanda saja?’ tanya Charisa dalam hati.

Gadis pemilik gigi kelinci itu melihat raut muka kakak iparnya beberapa kali, tetapi beberapa kali juga gadis itu membatalkan deretan kata yang ia coba susun di kepalanya yang pemalas itu. Charisa takut jika kakak iparnya itu akan berpikiran yang tidak-tidak kepadanya, apalagi pria itu masih orang asing untuknya.

“Ada yang mau Charisa katakan kepadaku?” tanya Amanda yang sedang menunggu lampu merah jalan raya.

“Emm, tidak ada,” elak Charisa tak jadi bicara.

“Ya sudah kalau tidak mau cerita ....” ucap Amanda kepada Charisa, perempuan itu lalu tersenyum dengan cantiknya, dan kembali mengemudikan mobilnya lagi.

Charisa melihat jalanan yang ia lewati bukan jalanan biasa menuju rumahnya. Gadis bermata bulat itu bertanya-tanya, kakak iparnya itu mau pergi kemana, karena jalanan yang mereka lalui sekarang jalanan utama kota Canberra. Banyak sekali gedung pencakar langit di kanan kiri jalanan itu. Charisa sudah akan bertanya langsung kepada Amanda kemana mereka akan pergi, sebelum dia menepikan mobil mereka di tepi trotoar jalan.

“Dia sudah menunggu ternyata!” sahut Amanda tiba-tiba.

“Siapa yang sedang menunggu?” tanya Charisa pelan.

“Calon suamimu, Charisa. Mengapa tidak bilang padaku jika kalian mau ketemuan hari ini, tahu begitu tadi aku mendandanimu dulu,” ujar Amanda sambil tersenyum.

Charisa melihat ke arah tepi trotoar, di samping halte bus. Seorang pria dewasa dengan pakaian kerjanya sedang berdiri dengan kokohnya, laki-laki itu menatap mobil mereka dengan pandangan tajamnya yang biasa, hanya saja kali ini ada sebuah senyum yang terpoles disana. Skandar Hemingway sudah menyadari kedatangan Charisa. Gadis itu menoleh kepada Amanda lagi dimana kakak iparnya itu sudah melepaskan sabuk kemudinya.

“Bagaimana kakak bisa tahu jika dia ada disini?” tanya Charisa kembali.

Tangan gadis itu masih menggenggam sabuknya, masih belum memutuskan ia harus menemui calon suaminya itu, apa tidak? Walaupun kemarin di dalam telfonnya, ia sudah berjanji akan menemuinya. Ternyata praktika lebih susah dari pada teori.

“Skandar tadi menelfonku ketika aku akan menjemputmu, Charisa,” cerita Amanda. “Dia meminta izinku, apakah boleh mengajakmu untuk mengobrol sebentar. Bukankah kamu sudah ditelfon juga olehnya?”

“Dan apakah kakak mengizinkannya?” Charisa tak percaya saat melihat Amanda mengangguk mengiyakan.

“Tentu, mengapa tidak boleh? Dia akan jadi suamimu, Charisa. Ayo kita keluar.”

Akhirnya, dengan dorongan dari kakak iparnya itu Charisapun turun dari mobilnya. Gadis muda itu melangkah dengan membuntuti Amanda yang berjalan di depannya. Ia tidak kunjung menengok ke depan hingga dia tidak tahu jika yang di depannya sekarang adalah tubuh pria itu. Charisa menatap Skandar Hemingway dengan polos, pria dewasa satu itu sedang memberi salam pada Amanda yang sudah berdiri di sampingnya.

Kakak iparnya itu tertawa saat calon adik iparnya itu berbicara sangat sopan kepadanya. Amanda bahkan beberapa kali mengatakan tidak masalah jika ia jadi cupid dadakan diantara mereka berdua. Charisa yang tidak faham arah pembicaraan kedua orang dewasa itu hanya berdiri sambil merengut. Gadis itu menebak-nebak kira-kira berapa kali baik kakak iparnya dan pria dingin di depannya itu sudah bertemu, karena mereka sekarang sudah terlihat akrab sekarang.

“Jadi, saya boleh pinjam calon istri saya sebentar, Amanda?” tanya Skandar dengan bahasa yang masih formal. Skandar yang sekarang begitu berbeda dengan Skandar saat menghadapi momnya yang sangat cerewet itu.

“Boleh, jam berapa nanti aku akan menjemputnya, Skandar?” tanya Amanda balik.

“Kakak, kamu sedang bercanda kan?” bisik Charisa yang langsung bersembunyi pada lengan kakaknya.

“Tidak apa-apa, Char ....” kata Amanda menenangkan gadis itu.         

“Biar nanti saya saja yang mengantarkannya pulang. Jangan khawatir, aku akan menjaganya,” ucap Skandar dengan suara beratnya.

Amanda langsung tertawa mendengar penuturan laki-laki itu. Dia seperti bisa membaca pikirannya. Gadis itu mengangguk kemudian mengatakan jika ia harus kembali, dan meninggalkan kedua pasang anak manusia yang terdiam melihati kepergiannya.

Skandar Hemingway menoleh kepada gadis muda yang memiliki rambut cokelat agak bergelombang itu. Gadis itu tanpa diduga juga mendongak menatapnya dengan mata bulatnya yang polos. Charisa masih berdiri disana dengan seragam sekolahnya, sementara ia masih rapi dengan pakaian kerjanya, lengkap dengan jasnya. Skandar mengeluarkan nafas tertahannya untuk sesaat, perbedaan mereka berdua terasa sangat besar.

“Apa kau sudah makan siang?” tanyanya pada gadis muda di depannya.

“Belum,” jawab Charisa jujur.

Gadis itu menunduk tak berani melihat pria yang di pertemuan terakhir mereka menakutinya dan membuatnya hampir masuk kolam ikan di rumahnya. Skandar mengamati ekspresi gadis itu dan dalam hati sudah tertawa, seberapa menakutkannyakah dirinya dihadapan remaja itu?

“Ayo kita cari makan,” ucap Skandar dan langsung menarik lengan gadis muda itu.

Charisa hanya terbengong-bengong saja saat pria tinggi itu menarik tangannya dan mengajaknya masuk ke dalam sebuah restoran cepat saji tidak jauh dengan trotoar jalan tempat mereka berdiri tadi. Gadis itu sudah duduk di kursi pengunjung sambil menunggu Skandar Hemingway memesan dan membayar pesanan milik Charisa.

Charisa Davis mengamati keseluruhan restoran cepat saji tersebut. Itu adalah cabang waralaba dari restoran cepat saji yang biasa ia beli bersama Yuta dan Anna jika Amanda terlambat menjemputnya, hanya saja letak dari restoran cepat saji yang mereka beli berbeda karena Charisa membelinya di dekat sekolahnya. Menyadari sekarang ia sedang makan siang dengan pria yang beberapa hari yang lalu belum ia kenal, batin Charisa sedikit meringis mengetahuinya.

“Ini pesananmu,” ucap Skandar setelah menaruh baki pesanannya di depan kursinya. Laki-laki itu kemudian mengambil kursi di seberang Charisa dan mendudukinya.

Melihat cheese burger with cheese, coke float dan tak lupa McFlurry Oreo kesukaannya, gadis itu tersenyum lebar. Charisa benar-benar tidak bisa menyembunyikan betapa memujanya ia terhadap makanan favoritnya. Di depannya Skandar dapat menilai perubahan ekspresi gadis di depannya itu. Laki-laki itu mendesis pelan dan menggeleng-gelengkan kepalanya saat gadis itu mengucapkan selamat makan dengan riang.

Gadis itu terlihat memberikan pandangan bertanya pada laki-laki di depannya yang hanya duduk dan mengamatinya yang sedang makan dari tadi, cheeseburger milik laki-laki itu bahkan tidak disentuh olehnya.

“Paman tidak makan?” tanya Charisa setelah menelan gigitan pertamanya.

“Tidak .... Aku tidak bisa memakannya,” jawab pria itu singkat, dan menyenderkan punggungnya pada punggung kursinya, kembali menatap Charisa yang kini jadi tidak bisa makan dengan leluasa.

“Karena sudah kenyang?” tanya Charisa ingin tahu.

“Tidak, karena aku tidak bisa makan makanan junk food! Aku tidak terbiasa makan makanan cepat saji.”

“Hah!?” celetuk Charisa yang hampir menelan daging ayamnya.

Skandar kemudian langsung menyodorkan orange drink minumannya. Charisa menerimanya tanpa meminumnya, gadis itu sudah menaruh makanannya, dan seratus persen menatap balik pria yang memandangnya sedari tadi dengan pandangan seakan dia objek langka di museum kota.

“Kalau tidak suka makan disini, mengapa paman mengajakku untuk makan makanan cepat saji?” tanya Charisa ingin tahu.

“Karena kau menyukainya,” jawab Skandar dan menatap mata gadis yang sering kali ia pikirkan sebagai anak kecil itu. Mendengar itu, pipi milik Charisa seakan memerah.

“Paman tahu restoran favoritku?”

“Jangan salah paham dulu, aku bukan berusaha menguntitimu, atau menculikmu. Amanda yang memberi tahuku tadi di telfon,” tambah Skandar Hemingway kembali. Laki-laki itu teringat bagaimana sikap konyol momnya yang malah menculik gadis itu kemarin lusa.

“Siapa juga yang menuduh paman telah menculikku!” gerutu Charisa cukup keras.

“Jadi kau tak keberatan duduk berdua dengan pria berumur sepertiku, hemm?” Tanya Skandar, laki-laki itu terdengar seperti sedang menggoda gadis muda di depannya, meskipun nyatanya pria itu tanpa sadar telah mengucapkannya.

“Bukankah usia paman masih terbilang muda?” ucap Charisa teringat perkataan Anna kemarin. Kedua temannya itu belum memberi tahunya mengapa langsung merestuinya sebagai mempelai perempuan dari pria di depannya ini.

“Jika aku masih muda, kau terlihat seperti balita, Charisa.” Skandar, putra sulung keluarga Hemingway itu sekarang tersenyum geli. Ia benar-benar tak menyangka akan bisa mengobrol berdua seperti ini dengan anak SMA, dan anak SMA itu malah calon istrinya. “Kau masih memanggilku paman?”

“Aku tidak terbiasa memanggil paman macam-macam.”

Jawaban dari Charisa itu malah membuat Skandar berpikir yang tidak-tidak pada gadis muda itu, untung kemarin dia tidak menyarankan macam-macam pada gadis itu. Skandar awalnya ingin menyarankan gadis itu untuk memanggilnya dengan sesuatu yang lazim yang disebut oleh seorang istri. Kemudian saat ia ingat seberapa muda istrinya itu, dan belum lagi cengiran momnya yang pasti tambah lebar saat mendengar panggilannya, Skandar tidak jadi menyarankan Charisa untuk memanggilnya honey atau sweetheart. Skandar membuang pikiran bodohnya dari kepalanya.

“Bisa kita langsung ke alasan kita bertemu hari ini? Aku ingin kau mengeluarkan buku tulis dan bolpoin terlebih dahulu.”

Charisa langsung mengkerutkan alisnya, tetapi gadis itu menurut saja untuk mengeluarkan buku tulis dan bolpoin bewarna biru. Setelah semua peralatan yang diminta pria Hemingway itu terpenuhi, Charisa menatap Skandar kembali seakan bertanya sehabis ini apa yang harus ia lakukan lagi.

“Aku ingin kau mencatat semua hal yang aku suka dan tidak suka, setelah itu kau bisa menyebutkan apapun yang kau suka dan tidak suka. Aku ingin kita sudah memiliki modal untuk saling mengenal antar masing-masing,” kata Skandar, gadis di depannya masih berfikir keras. Skandar menarik nafas besar untuk pertama kali.

“Baik, aku mulai. Aku tidak suka junk food, aku harus makan makanan rumahan. A-“ ucap Skandar memulai pembicaraan.

“Jadi paman hanya bisa makan makanan rumahan?” potong Charisa saat lelaki itu mau melanjutkan pembicaraannya.

“Ya, kau bisa memasak?” tanya Skandar balik.

“Sedikit,” ucap Charisa sangat malu.

“Perbanyak cara memasak menu makanan kalau begitu. Aku tak akan memaksamu untuk belajar, tetapi aku akan memaksamu untuk memasak.”

Skandar terdengar sadis sekarang, tetapi ia memang benar tidak bisa makan makanan cepat saji, dan gadis di depannya ini akan jadi istrinya, ia tidak mau nanti ia mati kelaparan.

“Aku tidak suka dengan segala sesuatu yang membuang waktuku, aku benci menunggu, aku tidak suka dibantah, atau disela, aku tidak suka menjelaskan apapun sebanyak dua kali apalagi tiga kali.” Laki-laki itu berhenti untuk memastikan gadis di depannya menulis apa yang ia katakan.

“Aku suka kebersihan, aku tidak suka ada banyak debu di rumahku, aku benci bulu binatang, aku tidak mau kemeja kerjaku kusut, aku suka tidur dengan lampu yang padam, aku akan jogging tiap pagi, jadi sarapan sudah harus dihidangkan tepat setelah aku selesai jogging. Makanan kesukaanku makanan Eropa, aku tidak terlalu suka dengan makanan Jepang, jadi jangan menghidangkan makanan mentah.”

Charisa menulis itu dengan agak kebingungan, hampir semua poin yang disebutkan laki-laki itu terdengar seperti menyuruhnya untuk jadi pembantu dari pada menjadi seorang istri. Ia sudah berhenti dari menulis di atas buku tulisnya. Charisa mengangkat kepalanya, dan tatapan mata mereka bertemu.

“Aku ingin pernikahan yang sesungguhnya, tidak ada hal yang harus ditutup-tutupi, kau tidak boleh menjalin hubungan dengan siapapun laki-laki diluar sana. Aku ingin kesetiaanmu sebagai istriku.”

Charisa menelan air ludahnya, dia bahkan masih berusia tujuh belas tahun, kesetiaan macam apa yang ingin diminta oleh laki-laki itu, apa ia tidak boleh memikirkan tugas sekolahnya yang sulit jika malam tiba, begitu maksudnya?

“Dan terakhir, segala perkataanku, perintahku, laranganku adalah mutlak, Charisa Zwetta Davis!! Tidak bisa ditawar!” tutup laki-laki itu, dan melemparkan pandangan intimidasinya pada Charisa.

“List yang panjang ya paman?” kata Charisa dengan tersenyum masam. Dia ingin menyindir laki-laki dewasa satu itu.

Gadis itu membatin apa bisa semua permintaan aneh laki-laki itu bisa ia turuti nantinya. Apalagi mereka akan hidup bersama hampir setiap hari. Charisa kemudian memberikan buku tulisnya kepada laki-laki itu. Tetapi Skandar Hemingway hanya menatapnya dengan pandangan heran kepadanya.

“Bukankah sekarang giliran paman yang menulis, dan mendengarkan semua hal yang aku sukai dan tidak kusukai?”

“Aku tidak butuh buku tulis, ingatanku bagus. Aku bisa mengingatnya!” Muncul juga sifat menyebalkan seorang Skandar Hemingway. Charisa hampir saja memukul kepala laki-laki itu dengan buku tulisnya.

“Emm, aku suka warna pink, ungu, dan putih. Aku suka mawar putih, aku suka boneka kelinci. Aku suka sekali dengan kel-”

“Tidak, tidak dengan permintaan memelihara hewan peliharaan, Risa. Tidak!” potong Skandar cepat. Ia tahu kemana maksud pembicaraan gadis ini.

“Ya, aku paham!” Gadis itu merengut. “Aku suka makan, aku suka makanan yang manis dan enak, aku suka sesuatu yang lucu dan menggemaskan, aku tidak suka hantu, aku tidak suka yang seram-seram, aku tidak suka membaca buku, aku tidak suka hal-hal yang melelahkan, aku tidak suka membersihkan rumah, menyapu, mengepel, me-“

“Kau harus membersihkan rumah, kita akan tinggal berdua nanti. Bukan di rumahku, tetapi di apartemenku,” sela Skandar pada gadis itu.

“Berdua di apartemen? Mengapa tidak di rumah?” pekik gadis itu tiba-tiba.

“Kau tidak bermaksud ingin dihantui oleh momku kan? Kau sudah bertemu beliau kemarin, aku ingatkan, momku lebih menakutkan dari pada hantu yang kau sebutkan tadi.”

Skandar berusaha memberikan penjelasan kepada calon istrinya yang masih anak-anak itu. Mengetahui jika nanti hanya ada dia dan Skandar saja di apartemen pria itu membuat Charisa berubah menjadi pias dan panik.

“Paman ... Paman ... Selama kita menikah, aku tidak ingin kita melakukan kontak fisik nanti. Aku ingin kita memiliki kamar tidur sendiri,” ucap Charisa masih dengan paniknya, gadis itu kembali melihat wajah tuan muda Hemingway itu lagi. Laki-laki itu sudah mensedekapkan kedua lengannya di depan dadanya saat mendengar permintaannya.

“Tidak!” kata laki-laki itu tegas.

“Tetapi-“ bisik Charisa yang langsung disambar habis oleh Skandar.

“Aku tidak bisa, aku ingin pernikahan yang sesungguhnya, dan itu membutuhkan kontak fisik, Charisa Davis! Aku tidak akan hidup denganmu hanya sehari, dua hari, aku akan hidup denganmu berpuluh-puluh tahun nanti. Aku tidak bisa menjamin padamu jika aku tidak akan tertarik padamu. Aku laki-laki normal jika kau belum tahu.”

Charisa, gadis yang masih memakai seragam sekolahnya itu kehilangan kata. Mata bulatnya untuk kali ini tak mampu untuk mengerjap sedikitpun. Dalam pikirannya yang tak sering digunakan untuk berfikir itu, gadis muda itu sedang berusaha menyusun sanggahan lain untuk paman bermulut tajam di depannya.

“Tetapi aku masih sekolah, paman. Aku belum lulus. Paman harus tahu jika aku baru berumur tujuh belas tahun.” Charisa hampir keluar air mata saat mengatakannya.

“Kau sudah menstruasi bukan? Gadis yang sudah pernah punya siklus menstruasi, sudah bisa dibilang wanita yang siap memiliki bayi,” ujar Skandar Hemingway dengan kalem. Ia, Skandar Hemingway, tidak pernah tidak perhitungan dalam hal apapun juga, dan pastinya ia tidak mau rugi apalagi itu terkait haknya.

“Aku juga tahu kelulusanmu baru semester depan, aku rasa kehamilan diusia kandungan empat atau lima bulan tidak terlalu mencolok mata.”

Skandar memberikan senyum liciknya pada calon istrinya. Mengingat ia bisa mengatakan hal ini dengan santai, Skandar rasanya ingin menyalami momnya saat itu juga. Ibunya kali ini sangat berjasa, berjasa mempengaruhinya.

Charisa yang mendengar laki-laki itu berbicara blak-blakan seperti tadi, langsung panas telinganya, suara angin terdengar berdenging di kupingnya. Gadis itu sudah ingin memaki pria bodoh macam apa yang mengucapkan hal sefrontal itu di depan umum. Charisa langsung menoleh di kanan kirinya, beruntunglah mereka memilih tempat di balkon restoran dimana hanya meja mereka saja yang terisi, jika tidak, Charisa pasti sudah memukul pria itu dengan baki makanannya.

“Apa kita harus punya bayi, Paman?” tanya Charisa memastikan. Gadis itu sudah merengek, agar laki-laki itu membatalkan saja niatnya.

“Harus!” Jawabannya sangat singkat, jawaban yang biasanya sangat dibenci oleh gurunya jika memberinya soal essay.

“Aku saja tidak tahu caranya, buku biologiku tidak membantu.” Charisa cemberut kesal sendiri. Gadis itu sudah ingin menangis membayangkan semua hal-hal menakutkan nanti di kehidupan pernikahannya.

“Akan aku ajari nanti!” ujar tuan Skandar Hemingway yang menyebalkan itu seenaknya.

“Paman, kau gila!”

“Sungguh? Asal kau tahu, ibu mertuamu lebih sinting jika tahu hal ini.”

Bab terkait

  • White Rose Petal   Chapter 5 - Melamar Si Gadis Cerewet

    Besok lusa sudah pesta pernikahannya, pesta pernikahan seorang Skandar Alexander Hemingway. Bukannya sudah mulai mengambil cuti dan mempersiapkan pernikahannya. Skandar malah tetap bekerja seperti biasa. Laki – laki itu anggap saja termasuk laki – laki pemilik kadar dingin dan kaku, tetapi laki – laki manapun diluar sana tidak ada yang sekaku dan sedingin Skandar Alexander Hemingway.Skandar baru saja masuk ke dalam rumahnya. Hari belum malam, tetapi laki – laki itu sudah sangat lelah. Putra sulung keluarga Hemingway itu mendudukkan dirinya di sofa ruang bersantai rumahnya. Jas kerjanya ia lemparkan asal ke atas sofa, lagipula tiap hari ia akan ga

  • White Rose Petal   Chapter 6 - Romantisnya Mr. Judes Hemingway

    Sedekat- dekatnya taman dekat perumahan yang dimaksud pria dewasa itu, taman itu masih tiga gang dari rumahnya, dan letaknya ini yang membuat Charisa Davis meletakkannya di tempat nomor satu yang gadis itu hindari ketika malam, di samping lahan bekas pemakaman tua. Pemilik tanah memang sudah merelokasi semua makam dan tulang belulangnya ke pemakaman lain, karena lahan itu akan digunakan sebagai pusat perbelanjaan nantinya, tetapi tetap saja yang namanya bekas lahan pemakaman akan tetap jadi pemakaman bagi seorang Charisa Davis, tempat ketemunya para hantu, Convention hall-nya makhluk gaib lah. Dan pria dewasa itu sekarang memintanya datang kesana seorang diri di malam hari seperti ini.

  • White Rose Petal   Chapter 7 - Undangan Untuk Temannya Yang Heboh

    Di Rumah Keluarga DavisCanberra, Australia“Sini, biar Charisa bantu.” Ucap Charisa pada kakak iparnya.

  • White Rose Petal   Chapter 8 - Pesta Pernikahan

    Di Ballroom, Beverlys Hotel Canberra, Australia&nbs

  • White Rose Petal   Chapter 9 - Score B

    Di Bandar Udara Internasional CanberraCanberra, Australia“Seharusnya kalian tidak usah mengantar kami,” ucap Amanda pada adik iparnya.“Sudah, sampai sini saja kalian mengantar kami,” kata Noah pada adiknya satu – satunya.“Noah ...,” ucap Charisa hampir terisak.Gadis muda itu sekarang tengah berada di depan pintu keberangkatan untuk penerbangan luar negeri. Charisa Davis tengah mengantarkan Noah dan Amanda untuk berangkat ke New Zealand. Pasangan itu memang sudah menjadwalkan penerbangan mereka tepat setelah acara resepsi pernikahan adiknya selesai.Seorang laki – laki yang ma

  • White Rose Petal   Chapter 10 - Sekamar

    Di Rumah Keluarga HemingwayCanberra, AustraliaSeorang nyonya besar sedang duduk dengan tak nyaman di sofa ruang bersantai keluarganya. Suaminya yang sedang meminum teh hangat, membiarkan saja istrinya itu bertingkah seperti cacing kepanasan. Ia sudah terbiasa dengan sikap nyonya besar Hemingway satu itu.“Kemana lagi, anak nakal satu itu? Ponselnya kenapa ia matikan!” kata wanita paruh baya itu tak percaya.Ia sudah menelfon kembali putranya yang baru saja menikah itu untuk yang ketiga kali, tetapi putranya yang kepala batu itu sengaja menonaktifkan ponselnya. Bagaimana bisa ia merecoki Skandar jika pemuda itu tak mau menerima telfonnya. Mom dari Skandar Hemingway itu hampir mengumpati anak sulungnya itu andaikan putri bungsunya tidak disana, Nancy suka sekali menontonnya bila dia sedang marah - marah.“Apa mom jadi mau ke apartemen kak Skandar?” tanya Nancy,

  • White Rose Petal   Chapter 11 - Kado Pernikahan

    “Aku rindu Charisa, Yuta ...,” kata Anna Smith pada Yuta.“Bukankah kau baru bertemu ia kemarin?” Yuta berkata dingin pada gadis itu.“Aku jadi bridesmaid-nya Yut ... Aku bukan datang sebagai tamu di ulang tahunnya. Mana bisa aku ngobrol lama dengannya.”Gadis berambut hitam itu memanyunkan bibirnya. Ia bahkan tidak malu telah bersikap tak dewasa seperti itu di muka umum. Laki – laki muda di depannya hanya memutar bola matanya. Biasanya yang selalu kekanakan adalah sahabatnya yang lain, Charisa Davis.Tetapi sepertinya, sejak Charisa Menikah, sindrom kekanakan gadis itu diberikan kepada Anna juga. Lihat gadis Smith itu, Ia bahkan bertingkah jika ia seperti sedang dilanda rindu teramat rindu.“Sama saja, ketemu juga kan akhirnya?”“Lelaki memang tak pernah mampu untuk mengerti.” sindir Anna.“Mengerti apa? Mengapa jadi ambigu seperti ini kamu?” prote

  • White Rose Petal   Chapter 12 - Thank You, Uncle!

    Charisa hanya menggerakkan pelupuk matanya, gadis itu bahkan tak mampu untuk bergerak sedikitpun. Apakah mereka akan berciuman lagi? Tanya Charisa dalam hati, suara jantungnya sudah memompa dengan kecepatan yang sangat menyakitkan.“Charisa, apa aku boleh melakukannya sekarang?” Paman Skandar itu meminta izin entah untuk apa kepadanya.“Pa-man ...,” ucap Charisa dengan terbata.Skandar, laki – laki dewasa itu sudah mempersempit jaraknya sekarang. Pria itu mendekatkan ujung hidungnya pada ujung hidung Charisa hingga hidung mereka bersentuhan. Charisa dapat merasakan deru nafas Paman Skandar yang menerpa kulit wajahnya. Laki – laki itu kemudian beralih pada daun bibirnya yang kecil dan juga tebal. Paman Skandarnya berhenti tepat pada bibirnya yang merah. Detak nadi Charisa terasa cepat merasakannya.Tidak seperti pertama kali laki – laki itu menciumnya, yang penuh dengan gerakan pagutan kecil yang lembut dari laki &

Bab terbaru

  • White Rose Petal   Chapter 83 - Epilog

    16 months later.... Di sebuah rumah besar yang hampir mirip mansion luas dan megahnya, di dinding dengan lukisan wallpaper berbentuk mahkota kecil – kecil di ruang tengah rumah tersebut, terpasang sebuah foto kelulusan dari wisuda seorang gadis sekolah menengah atas yang tersenyum dengan lebarnya, gigi kelincinya sangat terlihat sekali disana. Itu adalah foto kelulusan Charisa Hemingway lebih dari setahun yang lalu. Charisa Hemingway, menantu perempuan dari keluarga Hemingway. Di foto yang dicetak sangat besar itu terlihat jika gadis remaja itu dipeluk oleh suaminya, Skandar Hemingway. Sementara di sisi lainnya berderet dengan heboh kehadiran mommy, daddy dan nenek dari Skandar. Tak lupa ada keluarga dari Charisa, kak Noah dan kak Amanda yang berdiri berdampingan dengan sepasang pasangan jaksa dan model, Adam yang tengah memeluk lembut bahu istrinya, Hannah. Di baris bawah, di depa

  • White Rose Petal   Ucapan Terima Kasih

    Akhirnya Novel pertamaku di Good Novel telah tamat, gak nyangka ... ~Bahagia sudah bisa namatin cerita. Makasi banyak kepada kak Eni, kak Anna, kak Amanda, kak Melati, dan kakak-kakak lain yang telah meluangkan waktu untuk baca novelku ini, yang udah suka sama ceritanya Skandar dan Charisa. Lana seneng banget saat baca review kakak-kakak sekalian. Sungguh itu menyemangati Lana untuk terus menulis. White Rose Petal kayak hidup .... Semoga suka dengan tulisannya Lana, dan baca book Lana yang lain, seperti The Shark's baby sitter dan lainnya. Misal Lana buat book baru berisi Spin off ceritanya Ashton, Nancy dan James yang masih di universe White Rose Petal, apakah mau? Bila banyak yang mau, mungkin bulan depan Lana akan buat novel yang judulnya Pernikahan Sementara: Gairah Musim Gugur di Wellington. Doakan lancar nulisnya, dan dapat kontrak di Good Novel ya ... Amin .... Biar muncul di aplikasi Good Novel, dan jangan lupa review dan voten

  • White Rose Petal   Chapter 82 - Wisuda Charisa

    “Aku ingin kau mencatat semua hal yang aku suka dan tidak suka, setelah itu kau bisa menyebutkan apapun yang kau suka dan tidak suka. Aku ingin kita sudah memiliki modal untuk saling mengenal antar masing – masing,” kata Skandar, gadis di depannya masih berfikir keras. Skandar menarik nafas besar untuk pertama kali.“Baik, aku mulai. Aku tidak suka junk food, aku harus makan makanan rumahan. A-“ “Jadi paman hanya bisa makan makanan rumahan?” “Ya, kau bisa memasak?”“Se-dikit.” “Perbanyak cara memasak menu makanan kalau begitu. Aku tak akan memaksamu untuk belajar, tetapi aku akan memaksamu untuk memasak.” “Aku tidak suka dengan segala sesuatu yang membuang waktuku, aku benci menunggu, aku tidak suka dibantah, atau disela, aku tidak suka menjelaskan apapun sebanyak dua kali apala

  • White Rose Petal   Chapter 81 - Charisa dan Skandar

    “Anna ... Selamat ... Akhirnya kamu lulus ...,” teriak Charisa dengan riang.Gadis SMA dengan perut yang terlihat tidak rata itu langsung memeluk sahabatnya itu. Mereka berdua baru saja turun dari podium wisuda, upacara kelulusan baru saja selesai, tetapi kedua gadis itu masih terlihat tidak beranjak dari tempatnya.“Bukan aku saja yang lulus, Charisa ... Tetapi kita semua. Ahh aku senang sekali kita lulus sekolah bersama,” jawab Anna dengan lembut, gadis cantik itu lalu sedikit memperbaiki toga wisuda milik Charisa yang miring.“Dulu, saat pihak sekolah tahu jika aku sudah menikah, aku kira mereka akan mengeluarkanku dari sekolah, Anna,” ucap gadis bergigi kelinci itu sambil mengelus perutnya.Ia ingat jika seminggu setelah kasus investigasi dari seorang gadis bernama Yeri Kim, saat ia sudah masuk sekolah kembali. Sekolahnya heboh saat tahu jika ia adalah istri dari putra sulung pemilik bisnis Chagall Corporation, tida

  • White Rose Petal   Chapter 80 - Pergi dari Australia

    “UWAAAA, HANNAH ALBA ....” “ITU HANNAH ALBAAA ....” “HANNAH ALBAAAA ....” Di tengah lapangan sepak bola di sebuah sekolah SMA swasta di Canberra, rombongan besar ibu – ibu dan juga remaja berkerumun di dekat tiang bendera yang sejak satu jam yang lalu berdiri disana. Para ibu - ibu itu terus mengerubungi nama sang model ternama yang tengah hamil besar itu, benar saja hamil anak kembar membuat perut Hannah Alba lebih besar dari wanita hamil seumurannya. “Kenapa belum diangkat?” gerutu seorang laki-laki. Suaminya, Adam Howard harus kalang kabut menelfon asisten istrinya itu untuk segera sampai di sekolah Charisa Hemingway. Benar di sekolah Charisa, hari ini adalah upacara kelulusan SMA dari istri remaja Skandar Hemingway itu. Para orang tua yang seharusnya menunggu kedatangan putra – putri mereka di luar gedung, malah bertolak untuk mengerumuni model sekaligus artis ibu kota yang masih jelas terlihat popularitasnya itu. Skandar menggelen

  • White Rose Petal   Chapter 79 - Namanya Milla Kim

    Lagu khas musim dingin mengalun di sebuah acara pertunjukan musik milik kepolisian Australia. Seorang gadis berwajah mungil dengan coat coklat susunya tengah duduk termenung di barisan paling depan. Beberapa menit yang lalu baru saja ada penyanyi yang juga memainkan piano di tempat itu, seseorang yang memiliki suara bariton. Ia mengenal siapa laki – laki yang menyanyikan lagu dengan suara beratnya itu. Dia mengenalnya.Perempuan itu adalah Jennie Kim, dia berada di sana sebagai seorang reporter berita milik stasiun televisi pemerintah Australia. Sebuah ID card reporter berita bewarna hijau lumut telah tersemat di saku atas coat-nya, dan ini adalah tugas pertamanya. Jennie Kim ditugasi oleh reporter seniornya untuk menjadi peliput berita di acara milik pemerintah ini.Rencana awalnya, ia memang akan melakukan sesi wawancara saat Komisaris Jenderal Johnson telah tiba, dimana ini merupakan acara penggalangan dana amal yang diperuntukkan untuk para korban ge

  • White Rose Petal   Bedah Teori Skandar Yuk

    Halo~ Mumpung belum waktunya update cerita, ayuk bedah teori yuk ... Mumpung White Rose Petal tinggal beberapa chapter lagi. Kedip-kedip manja, hehehe. Pertanyaan:Apakah Skandar mencintai Charisa? Lalu bagaimana posisi Jennie di hati Skandar? Dan apakah Anak yang dikandung Jennie adalah bayinya Skandar? Jadi Skandar kalau dalam penggambaran karakterku. Dia ini pria yang susah untuk buka hati, tetapi sekali buka hati dia akan berusaha sangat setia... Mungkin yang tahu seberapa baik dan setianya Skandar hanya Jennie dan Charisa saja (Pembaca dan aku juga ‘kan?). Kedua perempuan ini pasti tahu. Hanya saja bedanya mereka ada yang memilih menetap di hati Skandar ada yang memilih untuk pergi. Contoh Jennie. Dulu jika dia memilih untuk bersama Skandar, tidak memilih Stuart pasti tidak menutup kemungkinan Skandar akan menikah dengan Jennie di masa sekarang. P

  • White Rose Petal   Chapter 78 - Home for Skandar

    Congratulations You’ve been blessed with a baby To fill your life with happiness From Hemingway Family “Dari keluarga Hemingway?” Jennie berbalik dan menatap mamanya dengan guratan mata yang nampak terkejut. “Charisa, muridku tadi kesini.” Mamanya mulai bercerita. “Charisa? Charisa Hemingway, istri dari Skandar, Ma?” “Ya, Charisa dan suaminya, tuan Skandar Hemingway.” Dokter Kim termenung mengatakannya. Ia sudah bertemu dengan putri bungsunya di penjara. Yeri, putrinya sudah memberi tahu semuanya. Kini Dokter Kim tahu mengapa antara Jennie, Yeri, Charisa dan tuan Skandar Hemingway itu sangat berkaitan. Mantan kekasih dan otak dari percobaan pemerkosaan. Wanita berjas putih itu merasa sangat bersalah

  • White Rose Petal   Chapter 77 - Mawar Putih

    “Kau itu keong sawah apa kura – kura!” seru James Bloom pada gadis muda di belakangnya. Mereka tengah sedang menuju lobby di perusahaan James. Pria itu tengah melihat jam di ponselnya berulang kali, mereka harus segera kembali ke kantornya di lantai lima perusahaannya. Waktunya semakin menipis. James Bloom terus menghirup udara musim dingin dengan rakus, ibunya akan datang sebentar lagi dan James belum menyiapkan seribu alasan untuk berlaku sok sibuk. James Bloom sedang dalam suasana tidak mood sekarang. Satu hal yang pasti dikarenakan seorang Nancy Hemingway yang sangat – sangat tidak kooperatif. Gadis ini melamar sebagai asisten dari asistennya, tetapi mengapa sekarang James yang merasa ia yang menjadi pihak yang jadi asisten bagi gadis itu? “Berjalan yang cepat Nona Hemingway!” Pria itu berhenti dan langsung berbalik ke belakang, James ingin menceramahi habis – habisan gadis muda yang sejak tadi terus saja berjalan seumpama keong sawah itu. Tetapi

DMCA.com Protection Status