Semilir angijn sore menerpa rambut panjang tergeraiku, poni di masing-masing sisi kepakaku sesekali bergerak seirama dengan gerakan tubuhku yang sibuk mengangguk-angguk singkat menikmati musik lama yang beberapa hari ini senang kudengar di waktu luang. Earphone yang terpasang di kedua telingaku rupanya tak membuat semua suara yang tercipta di sekitarku padam. Aku mendengar deru kendaran beroda enam itu mendekat dan berhenti tepat di depan halte yang kusinggahi saat ini. Aku kangsung mengecilkan volume musik yang masih kudengar tanpa memberhentikannya. Sama halnya dengan penumpang lain yang beranjak dan emmasuki bus lewat pintu depan dan pintu belakang, aku menjadi manusia terakhir yang naik ke dalam bus sore ini. Arloji pada pergelangan tanganku menunjukan pukul 17.00 WIB pas, aku tak perlu risau dan terburu-buru karena takut hanyut menuju dunia pikiran di tengah perjalanan menuju kursi duduk.
Senyuman terukir pada wajahku kala menemukan tempat duduk kosong di sisi jendela, akuNetraku terbuka tiba-tiba dengan keringat membanjiri dahi, kedua bola mataku kemudian bergulir untuk mengecek keberadaan tubuhku yang menapak kali ini.Syukurlah, bus sampai pas di depan halte yang biasanya aku turun saat ingin pulang ke rumah, aku bergegas bangkit dan menuju pintu belakang yang lebih dekat untuk keluar dari kendaraan beroda enam ini bersama beberapa manusia dengan tujuan yang sama.Aku tak berjalan sama sekali sampai bus yang beberapa waktu lalu kutumpangi berlalu melepas diri dari jalanan malam yang ramai kendaraan.Embusan napas keluar dari mulutku begitu saja, memillih mendudukan diri di ats besi panjang yang menjadi tumpuan siapapun yang singgah di sini. Mataku terpejam semua, sekelibat bayangan tentang dialogku dengan Athala di dunia pikiran membuat konsentrasiku pada apapun bungkan tiba-tiba. Perasan aneh dan senang mendea tiba-tiba di waktu yang sama.Flashback on.“Jadi, dimana Tha?” tanyaku untuk kali keduanya atas pert
Kantin menjadi tempat utama kami setelah kelas pertama hari ini berakhir. Aku, Lee dan Joo menduduki salah satu kursi panjang dnegan meja yang tersedia di kantin luas lantai dua dengan netra yang sesekali bergulir menatap keramaian yang kini memadati sebagian ruang penuh aneka makanan.“Kau ingin makan apa, Lu?” tanya Joo yang sepertinya mengalah dan memilih memesankan makanan kami bertiga. Aku berpikir sebentar sebelum melontarkan persananku pada laki-laki berkemeja fanel warna merah tua itu.“Nasi goreng saja,” finalku setrlah berpikir ingin memakan nasi goreng atau bakso.Aku melirik Lee yang kini mengangagukk-anggukan kepalanya seraya tersenyum lebar, “Samakan pesananku dengan Lu ya, sayang!” ujarnya dengan riang yang langsung ditanggapi sang kekasih dengan senyuman dan usapan sayang pada puncak kepala.Helaann napas keluar dari mulutku, sudah tak kaget bila dua manusia di depanku tengah beradu kemesraan tanpa melihat
“Mbak ini pesanannya!” terikan pelayan itu mengudara saat langkah kakiku ingin mengejar sosok Athala di dunia nyata. Aku langsung menoleh ke belakang, menatap palayan Caffe yang kini menatapku dengan pandangan aneh secara terang-terangan.Kali ini aku tidak ingin memuturkan waktu untuk memperdebatkan suara hal kecil seperti ini dan berakhir kehilangan langkah panjang Athala di dunia nyata. Dengan gerakan yang cukup tebilang buru-buru, aku menggerogoh saku celana jeans yang kupakai dan menyodorklan selebaran rupiah berwarna biru itu tanpa menatap sang empu. Sedangkan minuman pesananku yang sudah berada di dalam box kemasan untuk pesanan luar langsung kurampas begitu saja. Aku lebih dulu membenarkan tas slempangku setelah mengucapkan terima kasih pada pelayan wanita yang kurasa masih menatapku dengan pandangan tidak tahu menahunya. Presetan dengan pandangan orang-prang terhadapku, yang ingin kulakukan hanyalah mencari sosok laki-laki dunai pikiran yang baru-baru
“Andalusia!” Seruan itu yang pertama kali aku dengar saat sesi bersamaku dengan Antaha di dunia pikiran habis. Aku membuka kedua kelopak mata, menatap sekeliling dengan pandangan waspada takut-takut karena mendengar panggilan itu untuk kali ke tiganya.Aku tersentak dan langsung terduduk saat menyadari kehadiran Lee dan Joo yang kini menatapku dengan kerutan pada dahi yang sangat jelas. Aku menghela napas lega melihat manusia yang memanggil namaku beruntun tiga kali, aku pikir kini aku bertambah kekuatan dan menjadi indigo secara tiba-tiba.“Kau aneh seklai,” ujar Joo yang terdengar seperti sindiran, jangan lupakan senyuman sinisnya yang dilayangkan lengkap dengan kedua tangan yang bersedekap dada. Mendengar hal itu, aku memutar bola mata malas, meneladeni Joo kini bukan yang kuinginkan. Yang ada dalam benakku sekarang hanyalah mengapa mereka bisa masuk ke dalam rumahku? Seingatku pintu utama sudah kukunci rapat-rapat sebelum memutuskan berbaring ny
Dua mata kuliah hari ini selesai, aku mengembuskan napas lega sembari menapakan kedua telapak kaki pada tangga menuju lantai satu. Sesekali netraku mengedar berharap Lee dan Joo sudah selesai dalam kelasnya dan ikut pulang bersamaku, setidaknya menghabiskan makan siang bersama pun tidak masalah yang besar. Lagi pula kini waktunya berbeda, kami sudah jarang menghabiskan wakut bersama di dalam keadaan kampus luas nan penuh dengan manusia-manusia sibuk dengan tumpukan kertas.Namun saat menggapai tangga terakhir hingga kedua kakiku menapak pada lantai satu fakultas, dua manusia itu tak ada di sekitar sini. Aku menyimpulkan bila mereka belum selesai menyelesaikan kelas mereka yanga memang terbilang lebih seerius dibandingkan dengan diriku.Saat-saat seperti ini, aku memang selalu meminta mereka beruda untuk tidak terlalu berada dalam jeratan kemesraan. Suasananya sudah jelas berbeda, hidup beranjak naik dengan rintangan yang kian membesar. Namun berkata sedemikian
Rasanya tak percaya dengan skenario Tuhan yang terasa dan tampak tak mudah di depan mataku kali ini. Aku duduk berhadapan dengan athala yang kini juga sedang menatapku dengan senyuman yang sejak beberapa manit yang lali tak luntur. Aku merasakan deruan napas miliknya menerpa dengan lembut pada permukaan wajahku yang kali ini memilih bungkam dan berperan pasif.Agaknya tak percaya dengan harpanku di dunia pikiran yang menjadi kenyataan di dunia nyata. Mataku kembali memanas saat mengingatnya, ia benar-benar Athala. Aku tidak berada di awang-awang dunia yang biasanya memepertemukan antar diriku dan aAthala.“Lu?” panggilnya dengan kedua alis yang terangkat saat menyadari diriku tidak dalam keadaan yang tenang untuk mendengarkan deretan kalimat yang keluar dari mulutnya.Aku tersadar begitu saja, kemudian Athala yang kini masih emnampilkan wajah tenagnya seolah pertemuan pertama kami di dunia nyata tak sama sekali membuatnya canggung atau memeras atak e
Helaan napas lelah keluar dari multuku saat selesai menyelesaikan cucian bajuku sendiri dan menjemurnya di halaman samping. Dengan keringat yang meluncur dengan deras karena sinar matahari pagi yang hari ini bersinar dengan kemilaunya aku menyeka keringat menggunakan lengan kananku. Sementara satu tangan yang lainnya sibuk mengipasi diriku sendiri walau tahu hasil yanga kurang memuaskan.Aku melangkahkan kaki menuju ruang tamu tanpa berniat menuju kamar untuk sekeda mendunginkan tubuh. Sesekali kedua bola mataku mengedar mencari debu yang mungkin saja masih menempel pada satu benda yang lainnya. Aku tak bohong bila akhir-akhir ini merasa pikun, selalu melupakan sesuatu bila kekelahan mendera.Langkah kakiku berjalan menyusuri tapakan keramik putih yang berbunyi seirama dengan sandal rumahanku yang kini kembali terpakai. Tubuhku terduduk di atas singgle soffa depan pintu utama dengan kedua piantu rumah yang terbuka lebar, menetralkan deru napas yang memburu karena tig
Gedung pelatihan berenang kini bukan lagi tempat pilihan yang harus dikunjungi tiga hari sekali. Suasanyanya cukup hening dikarenakan tibanya aku di gedung besar ini terlalu pagi. Walau ada beberapa manusia yang sedang berenang bolak-balik sembari mengitari kolam renang dengan berbagai gaya berenang. Aku tak menjadikan gedung ini sebagai pilihan, melainkan sebuah keharusan. Melihat yang aku sukai hanyalah bermain air aku hanya bisa berusaha untuk mengembangkan hal-hal yang kusukai.Kedua langkah kakiku bergerak mendekati kolam untuk mengecek suhu air di dalamnya. Takut-takut air di dalamnya tak cocok dengan kondisi tubuhku yang kini memang terasa tidak enak. Setelah memastikan airnya tidak terlalu dingin, kedua langkah kakiku ini kembali berjalan menuju ruang ganti untuk mengganti baju yang kugunakan menjadi pakaian berenang yang biasanya kupakai di saat berda di tempat ini.Lee dan Joo masih sibuk dengan kuliah mereka sekarang ini, dibanding dengan diriku sendiri mereka b