Dua hari tidak bertemu Arion, Val merasa sedikit lega. Apalagi ada Saga yang sempat mengisi satu hari di antaranya. Namun, ia tidak bisa menghindari bahwa di hari Senin, ia akan tetap bertemu pria yang ditolaknya.
Setelah kejadian di ruangan kaca itu, Val masih belum tahu bagaimana harus bersikap di depan Arion. Kentara sekali Val merasa bersalah dan tidak enak setelah menggantung perasaan pria itu sekian lama. Ia telah menerima semua kebaikan dan ketulusan Arion, tapi apa yang ia berikan sebagai balasannya?
Val sedih. Rasanya seperti jadi orang jahat. Cewek matre. Apa yang ada di pikiran Arion sekarang? Apa dia masih menganggapku temannya? Paling tidak, aku masih pegawainya di sana.
Kakinya terasa berat saat berjalan keluar lobi. Ia menengok ke sana ke mari dan berkali-kali melirik jam di ponselnya. Sudah pukul setengah delapan dan dirinya masih belum berangkat.
“Saga ke mana sih, jam segini belum datang? Padahal kalau aku terlambat sediki
Keringat dingin menetes di dahi Val. Dengan tangan gemetar, ia menggerakkan tetikus dan membuka setiap bab tulisannya. Kenapa dia bisa membaca tulisanku di sini? Dan dia menyuruhku menghubungi penulisnya untuk dikontrak. Artinya dia nggak tahu ini tulisanku, ‘kan?Sudah beberapa waktu ini Val mengisi waktunya dengan menulis sebuah novel di salah satu media online. Ia sengaja tidak mengirimnya di laman perusahaan karena cerita yang ia tulis adalah kisahnya sendiri. Ia tidak mau Saga atau Arion atau yang lain mengetahuinya.Kenapa justru Saga yang menemukannya? Apa dia menyadarinya? Mata Val kembali menyusuri rangkaian kalimat yang ia buat. Cerita itu belum selesai karena kebingungan hatinya sendiri. Sudah lebih dari satu minggu ia tidak mengirim episode baru. Banyak komentar pembaca yang menanyakan kapan kelanjutan cerita itu akan muncul.Tentu saja Val sudah berusaha keras untuk melanjutkannya. Namun, setiap kali ia menghadap lapt
Sepanjang perjalanan Val hanya diam mematung di belakang hingga mobil Saga memasuki kawasan perumahan elit. Val membeliak saat dirinya melewati beberapa bangunan megah dan besar.Arion tinggal di sini? Seharusnya aku nggak perlu heran. Kepalanya mengingatkan bahwa level Arion berada jauh di atasnya.Di depan sebuah rumah mewah, mobil Saga berhenti. Arion keluar dan melambaikan tangan pada dua orang yang masih di dalam.“Thank’s, Ga!” katanya. Ia juga melongok dari jendela depan dan menoleh pada Val yang masih diam di belakang. “Sampai besok, Val!”“Ah, oh, i-iya … sampai besok.” Val semakin gugup melihat Arion masih tersenyum dan bersikap baik padanya.Val hanya bisa menatap sosok Arion yang masuk ke rumah itu dari tempat duduknya. Rumahnya besar sekali. Butuh berapa asisten rumah tangga untuk membersihkannya? Atau mungkin aku bakal kesasar kalau tinggal di sana? Pikirannya
“Kenapa kau seperti mayat hidup?” tanya Saga.Val yang baru saja duduk di jok sampingnya langsung menyandarkan kepala dan memejamkan mata.“Kau masih ngantuk?” Pria itu bertanya lagi. “Sebentar.” Ia merogoh laci dashboard di sisi kirinya yang berhadapan dengan Val.Sontak gadis itu menahan napas saat tubuh Saga yang condong padanya, memancarkan aroma yang menyegarkan. “Ka-kamu ngapain sih?” tanyanya agak gugup.“Ini.” Saga menyerahkan sebungkus permen dari sana. “Biar nggak ngantuk.”Val memandang bergantian Saga dan bungkus permen mint di tangannya. “Makasih,” ucapnya kemudian.Sepanjang perjalanan ke kantor, suasana dalam mobil tampak tenang dan damai. Tidak ada ribut-ribut kecil atau ejekan yang terlontar. Seolah di dalam diri mereka ada kupu-kupu berterbangan dan membuat geli, bibir keduanya tak hentinya menyunggingkan senyum.Nam
Hari-hari Val berikutnya terasa ringan dan menyenangkan. Semenjak masalah perasaannya terselesaikan, ia jadi lebih semangat bekerja. Suasana canggung pun tidak terjadi, meski pada akhirnya ia jadi jarang berbicara dengan Arion karena kesibukan pria itu.Sebaliknya, hubungan Val dengan Saga menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya. Ia teringat ucapan Arion dulu bahwa Saga akan menjadi seperti kucing jinak jika sudah mengenalnya. Dan, sudah terbukti.Sekali waktu, Val pernah memarahi Saga lagi karena terlambat menjemputnya di lobi. Memang hanya selisih lima menit dan mereka tidak terlambat masuk kantor, tetap saja gadis itu mengomelinya habis-habisan.“Saga! Sudah jam berapa ini?!” seru Val begitu memasuki mobil. “Kamu tahu nggak, sudah berapa lama aku nunggu di sini sampai berkeringat?!”Saga berjengit mendengar bentakan Val yang tiba-tiba. “Kau ‘kan bisa menunggu di dalam, lebih sejuk.” Ia memberi pembelaan sambil
Saga keluar dari bilik ATM dan mendapati Val sedang berbicara dengan orang asing. Gelagat orang itu mencurigakan. Saga yakin Val pasti tidak menyadarinya. Gadis itu terlalu lugu dan menjadi sasaran empuk bagi orang jahat.Ini nggak bisa dibiarkan! Saga segera mendekat dan berdiri di depan Val. Dia tidak memikirkan akibat dari ucapan yang baru saja terlontar dari mulutnya sehingga gadis itu terbelalak kaget mendengarnya.“Saya nggak ngapa-ngapain pacar anda. Saya hanya bertanya jam berapa sekarang.” Pemuda asing itu berkata tanpa gentar.“Iya, Ga, dia cuma tanya jam aja kok,” sahut Val. Ia menarik lengan Saga untuk menenangkannya, karena sepertinya Saga tampak marah. Ia tidak ingin ada keributan di sini hanya karena kesalahpahaman.Saga tersenyum sinis. “Itu cuma alasan aja, Val.”“Wah, anda jangan menuduh seenaknya saja, ya!” Wajah ramah pemuda asing itu berubah marah.“Kalau begitu, anda
Val memejamkan mata saat bibir Saga yang lembut menyentuh miliknya. Ia merasakan sensasi aneh di sekujur tubuhnya. Hatinya melambung tinggi dan pikirannya terbang ke awang-awang.Apa yang sedang aku lakukan? Kenapa aku nggak menghindar seperti waktu itu? Val merasa aneh dengan dirinya. Ia bahkan tidak rela Saga telah melepaskan tautan bibir mereka. Ia belum sampai di batas langit kenikmatan dan kini sudah meluncur jauh ke bawah.Terhempas.Patah.Dan hancur.Saat membuka mata, Val melihat Saga sudah mundur selangkah. Hanya sesingkat ini? Mengapa dirinya menjadi sedih?Untuk beberapa saat keduanya saling memandang dalam diam. Tidak ada sumber suara lain selain detak jantung masing-masing yang saling bersahutan. Val menunggu dengan gelisah.Apa Saga mendengar detak jantungnya masih bertalu-talu di dalam sana? Rasanya berisik sekali hingga Val yakin Saga pasti mendengarnya dengan jelas. Mungkinkah Saga akan mentertawakannya sete
Saga tidak benar-benar bisa tidur semalaman. Ia masih memikirkan tindakan sembrononya pada Val. Meski gadis itu menerima ciumannya, tetap saja ia masih belum percaya. Bisa saja Val hanya terbawa perasaan, sama seperti dirinya.Tapi, apakah semua gadis seperti itu? Mau-mau saja dicium pria yang mungkin tidak disukainya. Bukannya itu sama dengan murahan? Dan, aku yakin Val bukan gadis seperti itu. Ia bahkan menolak Arion!Saga duduk termenung di sofa dengan pakaian yang sudah rapi dan siap berangkat ke kantor. Disesapnya kopi hitam yang sudah tidak mengepulkan asap karena sejak tadi dibiarkan tanpa disentuh.Jarum jam sudah menunjukkan pukul 07.20, waktu yang biasa ia gunakan untuk turun dan menjemput Val di lobi. Namun, pagi ini Saga tidak segera beranjak dari kursinya. Ia tahu, pasti gadis itu sudah menunggunya di lobi seperti biasa. Ia tahu gadis itu akan menelepon dan memarahinya karena terlambat. Karena itu, ia sengaja mematikan ponselnya.Sag
Val memandang kepergian dua sosok itu hingga menghilang di dalam lift. Kemudian ia terduduk lesu di kursinya. Matanya menatap meja kerja sebelah yang kosong tanpa penghuni sejak tadi pagi. Ada rasa sepi dan juga kecewa mengetahui pemiliknya tidak ada di sana. Berkali-kali ia membuang napas panjang ketika sedang makan siang.Teman-temannya saling berpandangan dengan heran. Terlebih ketika Val masih menyuap sendok ke dalam mulutnya, padahal kotak makannya sudah kosong.“Kamu kenapa, Val?” tanya Rara mendekatkan wajah dan melambaikan tangan di depan Val.Val mengerjap sebentar lalu menjawab, “Oh, apa?”“Val, kamu lagi ada masalah sama Pak Saga?” tebak Rara langsung. Ia menangkap sesuatu yang tidak beres di antara keduanya sejak tadi pagi.“Hah? Nggak. Nggak ada apa-apa kok,” jawab Val gugup sehingga suaranya terdengar berlebihan.“Kalau nggak ada apa-apa, kok diem-dieman gitu?” Tatapan