“Selamat pagi, Pak Rion, Pak Saga,” sapa Rara sambil mengangguk sebelum masuk ke dalam lift. Ekspresi terkejut sekaligus heran tergambar jelas di wajahnya. Matanya melirik bergantian pada tiga sosok itu.
Arion dan Saga hanya tersenyum, sementara Val segera menyeret Rara ke belakang. Tubuh mereka yang tampak mungil tersembunyi di balik dua pria itu.
Rara memberi pandangan penuh tanya pada Val. “Kok bisa kalian datang bertiga?” bisiknya sambil melirik punggung Arion dan Saga.
“Ssstt!” Val menggeleng dan memberi isyarat untuk menunda jawaban dari pertanyaan itu.
Sesampainya di lantai 15, Arion dan Saga menuju ke ruangan kaca setelah melempar senyum pada Val. Rara terheran melihatnya. Bukan Arion, tapi Saga yang tampak berbeda hari ini. Sepanjang pengamatannya, pria itu jarang tersenyum. Terlebih pada Val yang selalu menjadi alasan kemarahannya.
“Kamu harus menceritakannya nanti siang! Harus!” Rara menegaskan sebelum berlalu dan duduk di tempatnya
“Haaahh!” Val menghela napas panjang sambil menggeser kursinya ke belakang. Ia mengangkat kedua tangan dan melakukan peregangan setelah seharian duduk. Val memijat-mijat bahunya sambil menatap ruangan Arion yang tertutup rapat. Dia dan sahabatnya sudah keluar sejak tadi. “Val, kamu berutang janji padaku!” Tiba-tiba Rara datang lalu menyeret Val ke sofa pantri dan mendudukkannya di sana. Dewi dan Sandy duduk menghadap Val yang kebingungan. “Kamu janji mau menceritakan tentang yang tadi pagi itu!” Rara mengingatkan saat Val masih bengong. “Oh … yang tadi.” Val teringat kejadian saat di dalam lift. Ia menggaruk-garuk dahinya yang tidak gatal. “Apa yang terjadi?” tanya Sandy. Tidak heran mereka semua berkumpul di sini. Rara pasti sudah menceritakan momen mengejutkan tadi. “Ayo, ceritakan pada kami!” Rara mendesak. “Kamu tadi juga bicara santai dengan Pak Saga. Sepertinya kalian akrab.” “Apa kamu sudah berpindah hati dari Pak Rion ke Pak Sa
Untuk beberapa saat, nyaris saja Val terpengaruh oleh pendapat Rara dan lainnya. Saga bukan orang yang akan mencampuradukkan masalah pekerjaan dan perasaan. Ia sudah mengetahuinya sejak dulu. Jadi, pemikiran teman-temannya yang tidak logis segera ia singkirkan. Sikap Saga masih sama seperti biasanya, sering memarahi Val jika dia melakukan kesalahan. Apalagi sekarang mereka dilibatkan dalam proyek yang sama oleh Arion. Setelah menemukan investor, mereka harus mendapat masukan karya baru yang akan dikontrak dan ditampilkan di laman perusahan. Jika memungkinkan tulisan itu akan dibukukan. Bersama Saga, Val bertugas mengecek naskah yang masuk dan mendiskusikan sesuai dengan tema yang ada. Beberapa kesalahan masih dilakukan Val meski tidak separah sebelumnya, tapi cukup membuat Saga menghela napas dan menegurnya lagi. “Val, apa kau sudah merevisi kesalahan kemarin?” tanya Saga dari mejanya. Ia melirik sekilas pada Val yang sedang tersenyum-senyum sendiri menatap m
Dengan terpaksa Val membereskan meja dan mengikuti Saga setelah mematikan seluruh ruangan. Hanya tersisa sedikit cahaya dari kamar mandi yang terbuka di dekat lift.Saga menyorotkan senter ponselnya di depan Val untuk menerangi jalan. Tindakan kecil yang tidak pernah ia lakukan pada orang lain.“Aku melakukan ini karena Arion yang menyuruhku,” tegas Val saat berada di dalam lift yang bergerak turun. “Aku lebih baik pulang sendiri dengan taksi daripada sama kamu.”Saga hanya terkekeh.“Kamu ….” Val hendak bertanya,tapi kemudian menutup mulutnya.“Apa?”“Nggak jadi.”“Ck! Nggak bisa begitu dong. Kau sudah memanggilku dan membuatku penasaran.”“Terserah aku mau ngomong atau batal! Kok kamu yang protes?”“Nanti kalau aku mati penasaran gimana?”Val melotot dan memukul bahu Saga. “Kenapa bicara mati? Pamali tahu
Pagi itu Val yang sudah rapi dengan pakaian kerjanya mematut-matutkan diri di depan cermin sebelum turun ke lobi. Penampilannya terlihat sempurna dengan rambut yang tergerai di bahu, riasan tipis, dan bibir berwarna peach.Seperti biasa Arion akan menunggunya di depan. Namun, bukan mobil Arion yang terlihat di depan hidungnya, melainkan sedan putih beserta pemiliknya yang bersandar di sana.Kalimat yang dilontarkan Saga ketika melihat Val datang dengan sorot mata yang penuh tanda tanya, menunjukkan bahwa ia sudah menunggu sejak tadi.“Cepat masuk! Aku nggak mau terlambat!” perintahnya sambil membukakan pintu untuk Val yang masih bengong.Begitu tersadar dari lamunan, Val memutuskan untuk menurut dan masuk ke dalam. Saga segera menyusul dan menyalakan mesin. Kendaraan itu pun melaju ke arah jalan raya.Sebelum Val sempat membuka mulut untuk bertanya, Saga sudah terlebih dulu menjawab, “Arion sedang ada urusan pagi-pagi sek
Arion menatap lurus pada Saga yang sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. Namun, sahabatnya itu kemudian tertawa. “Lalu, apa kau akan menyerahkannya padaku? Jangan bodoh! Val sangat membenciku, kau tahu itu. Dan jelas, dia lebih memujamu daripada aku,” katanya. “Yang kamu jawab barusan itu, tentang Val. Aku bertanya tentang perasaanmu.” Saga menggeleng. “Nope. She’s not my type.” “Yang kukhawatirkan bukan Val, tapi kamu yang akan jatuh cinta padanya.” Saga tertawa lagi. Kali ini dengan cukup keras hingga terdengar berlebihan. “Seriously? No, no, no!” Arion hanya tersenyum tipis menanggapi perkataan Saga. Ia membiarkan Saga mengemudi dalam diam, sementara dia juga memikirkan sesuatu dalam kepalanya. Arion berpikir, apa pun yang terjadi, sebaiknya dia mempersiapkan diri. Seperti yang terjadi di malam ini. Hujan deras mengguyur kota saat Arion berhenti di depan apartemen Val. Buru-buru ia keluar setelah mengambi
“Taraaa!”Val terkejut ketika sebuah buket bunga berisi mawar merah dan putih disodorkan di depan hidungnya. Arion telah menunggunya di depan lobi sambil menyembunyikan bunga di balik punggung.“Apa ini?” Val terkejut sekaligus tersipu menerima pemberian Arion yang manis. Baru kali ini ia mendapat perlakuan istimewa dari seorang pria. Namun, hal itu membuatnya mengingat kembali perdebatan kecil dengan Saga. Seketika bibirnya cemberut. Kenapa dia bisa tahu sih kalau aku belum pernah?“Kenapa? Kamu nggak suka?” tanya Arion melihat perubahan ekspresi Val yang tiba-tiba.“Ah, apa?” Val terkejut. “Enggak kok. Aku suka! Terima kasih!” tambahnya sambil tersenyum. Ia mencium harum bunga itu.“Duh, pagi-pagi sudah pamer kemesraan saja!”Suara dari samping lobi apartemen Val membuatnya menoleh. Arion tersenyum melihat siapa yang datang. Saga bersama seorang gadis cantik b
Seratusan kilometer dari Saga, Arion membawa kendaraannya melaju ke suatu tempat di luar kota yang sejuk seperti permintaan Val. Suasana perkotaan yang sibuk membuat gadis itu ingin istirahat sejenak dengan bepergian ke tempat lain, dan Arion akan melakukan apa saja yang Val minta. Tentunya dengan harapan, setelah semua yang ia lakukan, dirinya akan memperoleh jawaban yang pasti dari Val.Di sinilah mereka sekarang di daerah pegunungan berhawa sejuk menyegarkan dan berkabut tipis. Val dan Arion sedang berdiri menatap pemandangan kota dan alam di bawah sana. Sebuah vila besar dan mewah milik keluarga Arion berdiri kokoh dan anggun di belakang mereka.“Bagaimana?” tanya Arion melihat sang gadis begitu menikmati suasana baru ini.Val tampak memejamkan mata dan menghirup dalam-dalam udara segar di sekelilingnya. Harum pepohonan dan rumput basah membawa suasana damai dalam hati dan menenangkan pikirannya yang jenuh.“Menyegarkan!” seru
Kembali pada Saga dan Kaira di kota. Mereka sudah sampai di sebuah tempat yang menyediakan venue untuk pesta dan semacamnya. Tempat itu sudah didekorasi sedemikian rupa untuk acara ulang tahun teman Kaira hari ini sejak di pintu masuk.“Ini acara ulang tahun atau pernikahan sih? Mewah sekali.” Saga memberi komentar. Ia juga memperhatikan orang-orang yang datang berpakaian sangat bagus dan elegan untuk sebuah acara ulang tahun. Untung saja, ia memakai kemeja dan jas kasual yang pantas. Kaira pun tampak anggun dengan gaun tosca selutut yang membalut tubuh rampingnya.“Kenapa kau memakai gaun seseksi itu? Dadamu hampir terlihat.” Saga mendengus kecil setelah menyadari potongan gaun yang dikenakan Kaira terlalu terbuka di bagian dada. “Seharusnya kau memakai scraf untuk menutupinya.”Kaira tertawa kecil. “Jangan terlalu kolot. Lihat dia.” Ia menunjuk gadis yang lewat di depannya. “Dia m