Share

BAB 12. Meeting

Arion sedang duduk di kursi kerjanya saat gadis pujaannya masuk dengan gugup. Senyum tipis mengembang di wajah tampannya. Saga yang berdiri di depannya melotot tak senang, tapi ia tidak peduli. Manik hitamnya masih melekat pada Val yang bergerak kaku di sana.

Sejujurnya Val kebingungan hendak duduk di mana. Sofa yang menempel di dinding sudah penuh oleh Rara dan lainnya. Akhirnya ia memutuskan untuk berdiri saja di sebelah sandaran sofa tempat Rara berada.

“Sori, Val, sudah penuh,” bisiknya.

Val mengangguk dan tersenyum. Matanya menangkap buku kecil dan pulpen di pangkuan Rara dan lainnya. Mendadak Val sadar, ini adalah meeting pertamanya dan ia tidak membawa apa pun.

Uh, oh! Bodoh sekali kamu, Val! rutuknya dalam hati. Ia meremas tangannya yang mulai basah dan kebas.

Sementara Val berdiri kikuk, dua pria tampan itu sama-sama menatap ke arahnya. Yang satu memandang dengan senyum di bibirnya, satunya lagi dengan mata menyipit yang sebal.

Oh, bahkan Pak Saga sudah siap dengan tabletnya! Val melihat benda pipih yang lebar di tangan seniornya.

“Baiklah!” Suara Saga memecah udara yang tiba-tiba sunyi sejak Val masuk. “Semua sudah berkumpul, jadi kita mulai sa─”

Pria itu tidak melanjutkan kalimatnya ketika tiba-tiba Arion berdiri dan mendorong kursi yang didudukinya ke arah Val. Semua orang memandang ke arah yang sama sekarang.

“Duduklah di sini,” kata Arion.

Val bingung sekaligus terkejut. Ia menoleh pada teman-teman dan Saga yang masih memandangnya. Bahkan mulut Rara sudah terbuka sangat lebar dengan mata membola. Dewi menutup mulutnya dengan buku yang ia bawa. Sandy, bibirnya terkunci, tapi ada sedikit kedutan di sudutnya seolah menahan senyum.

Saga? Jelas sekali dia memandang Val dengan tatapan tidak suka. Mungkin bisa dibilang benci?

“Kamu duduk saja di sini,” ulang Arion.

“Ta-tapi, Pak ….” Val panik. Bagaimana ini? Kenapa dia terang-terangan begini? Batinnya menjerit.

Arion hanya mengangguk dengan senyum yang sama. Ia lalu kembali ke mejanya dan berdiri di samping Saga. Bisa dilihat dari tempat Val, pria itu melotot pada Arion dan menggumamkan sesuatu yang hanya bisa didengar mereka.

“Kamu bisa mulai sekarang, Ga,” kata Arion tidak mempedulikan bahwa semua orang kini menatapnya bergantian dengan Val yang semakin gugup.

Sedikit saja Val merasa beruntung bahwa di ruangan ini hanya berisi enam orang saja. Itu pun rasa malunya sudah memuncak hingga ia ingin menceburkan diri ke kolam dalam dan berharap muncul di tempat berbeda.

“Baiklah!” Saga mulai bicara setelah membuang napas seperti menumpahkan kekesalannya karena ulah Arion. “Karena semua sudah berkumpul, kita mulai sekarang rapatnya. Dan, saya lihat semua sudah siap dengan catatan masing-masing.”

Saga melirik Val yang tidak membawa apa pun, lalu senyum mengejek itu muncul sebelum melanjutkan ucapannya. “Kecuali satu orang baru, yang mungkin belum paham cara kerja di sini.”

Val tahu Saga sedang menyindirnya. Ia hanya bisa diam, tapi dalam hati ia merasa sangat malu pada Arion.

“Oke. Kemarin saya sudah meminta kalian memberikan saran atau ide. Semuanya bagus. Dan kami sudah membicarakan beberapa hal menarik dari situ, lalu ….”

Saga terus berbicara dengan antusias, menjelaskan langkah-langkah yang akan diambil untuk merealisasikan ide-ide tersebut. Ia juga membagi tugas sesuai kemampuan masing-masing. Saga benar-benar melakukan pekerjaannya dengan baik.

Pantas saja Arion begitu menuruti perkataannya. Bukan karena ia tidak mampu melakukannya, tapi karena Saga orang yang profesional dalam bekerja. Bisa dibilang, Arion sebagai otaknya, Saga sebagai tubuh yang menggerakkan kemauannya. Meski kadang-kadang otak dan tubuh itu tidak sinkron, mengingat perbedaan karakternya.

Val bersyukur meeting perdananya itu berlangsung dengan baik dan lancar. Meski tidak membawa catatan, ia berusaha mengingat dalam kepalanya.

“Baik. Saya rasa semua sudah mengerti. Kalian kembalilah bekerja,” tutup Saga sambil mematikan tablet-nya.

Keributan kecil terjadi saat Rara dan lainnya berdiri untuk meninggalkan ruangan itu. Val buru-buru mendorong kursi Arion ke tempatnya semula dan bersitatap dengan pemiliknya.

“Maaf, Pak, saya jadi nggak enak. Bapak sampai berdiri selama meeting,” kata Val menundukkan kepala.

“Kau lamban!” cetus Saga yang ternyata masih berada di sana.

“Ssstt!” Arion menggelengkan kepala yang membuat Saga semakin kesal. Lebih kesal lagi, ketika Arion malah menyuruhnya keluar.

Val tahu, setelah ini ia pasti akan mendapat masalah dengan seniornya itu. Dalam hati, ia memang merasa senang Arion masih memperhatikannya. Hanya saja, ia merasa tidak nyaman karena ini di tempat kerja. Termasuk statusnya yang masih pegawai baru. Walau mereka sudah mengenal sebelumnya, tetap saja Val merasa harus membatasi diri.

“Permisi, Pak,” kata Val setelah Saga berada di luar dan sepertinya sengaja membiarkan pintu tetap terbuka.

“Tunggu, Val!” Arion mencekal lengan gadis itu. “Kamu baik-baik saja, ‘kan?”

Dahi Val mengerut. “I-iya, Pak, saya baik kok.”

“Kamu bisa menghadapi Saga?” Manik Arion menunjuk ke luar pintu.

Val mengangguk meski ragu apakah ia bisa melakukannya. Namun, ia memang harus bertahan di sini.

“Kalau ada masalah sama dia, kamu bisa bilang padaku.”

Val menggeleng cepat, tapi hatinya menjerit. Nggak! Justru itu akan membuat Saga semakin marah! Biar aku mengagumimu dari jauh saja, Arion! Ia hanya bisa mengatakan hal itu dalam hati.

“Nggak perlu, Pak. Saya akan berusaha sendiri,” jawab Val akhirnya.

“Oke. Tapi, perlu kamu tahu, tawaranku berlaku setiap hari.” Melihat Val bingung dengan pernyataannya, Arion menambahkan, “Makan siang, makan malam, aku antar pulang.”

Kalau saja ajakan ini dilakukan Arion di suatu tempat yang lain, Val akan dengan senang hati menerimanya.

“Terima kasih, Pak. Tapi, maaf, saya harus menolaknya. Permisi.” Val buru-buru keluar sebelum Arion sempat berkata-kata lagi.

Seperti yang bisa diduga Val, Saga menyambut kedatangannya dengan senyum sinis. “Enak, ya, punya beking di sini? Asal jangan kebablasan saja.”

Val terkejut dan merasa sakit hati dengan ucapan Saga. Ia pun membantahnya, “Saya bukan orang seperti itu, Pak!” Pelan, tapi kalimat itu bernada tegas. Ia juga memberanikan diri menatap mata tajam Saga.

Saga mendengus pelan lalu berbalik. “Dasar orang itu! Padahal sudah kuperingatkan!” desisnya menahan geram.

Meski bersahabat dan Arion adalah atasannya, Saga tidak segan akan segan menegur jika memang salah. Dan menurut Saga, Arion sudah salah karena mengganggu Val saat jam kerja. Ia tidak keberatan jika ia melakukannya di luar kantor.

Wajar sih, wanita mana yang nggak baper dengan Arion yang begitu, gumam Saga dalam hati. Cuma ya … lihat waktu dan tempat dong, Ri!

Saga memukul meja pelan, tapi cukup membuat Val melonjak kaget. Ia memandang pria itu yang kembali masuk ke ruangan Arion dan keluar begitu cepat dengan wajah yang lebih kesal lagi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status