Bicara memang mudah, tapi melakukannya itu sulit. Val sudah berusaha sebaik dan seteliti mungkin. Secepat yang ia bisa, dan memahami apa mau Saga. Ia terus memutar otak mencari ide-ide segar yang akan ditulis di halaman perusahaan yang menjadi tanggung jawabnya selain memeriksa naskah.
Menurut Val, Saga terlalu perfeksionis yang tidak menerima kesalahan sekecil apa pun. Ia juga sangat teliti dan pintar. Val jadi malu karena hampir setiap hari Saga menegurnya. Meskipun beberapa kali ia pernah melakukannya dengan benar, tapi lebih banyak kekurangan yang dilihat Saga pada dirinya. Itu membuatnya sangat frustrasi.
Lama-lama Val tidak tahan juga. Ingin sekali ia melaporkannya pada Arion, tapi hal itu akan membuatnya terlihat tidak profesional dan cengeng. Ia bukan wanita yang suka memanfaatkan keadaan. Apalagi untuk sekadar pansos.
“Mana tulisan yang akan terbit besok? Kau bilang akan selesai beberapa hari sebelumnya!” Saga kembali menegur Val dengan kera
“Aku sudah di lobi. Kamu selesaikan dulu pekerjaanmu. Aku akan menunggumu.” Pesan Arion masuk ke ponsel Val.Saat itu tinggal Val sendiri yang berada di kantor. Dirinya sedang berusaha menyelesaikan permintaan Saga. Sorot matanya berkilat tidak ingin menyerah dan menerima penghinaan yang diberikan Saga. Ia bahkan menolak tawaran Rara yang ingin membantunya.Nggak! Aku nggak boleh merepotkan orang lain. Kalau sampai dia tahu ada yang membantuku, akan seperti apa aku di matanya? Val membayangkan Saga akan tertawa mengejek.Teman-teman dan karyawan bagian lainnya sudah pulang sejak tadi. Val tidak dapat menyembunyikan rasa malunya saat pandangan mereka tertuju padanya. Tentu saja mereka mendengar teriakan Saga yang memakinya.Val yakin rumor yang akan beredar berikutnya adalah tentang Arion yang salah mendekati wanita yang tidak becus bekerja. Atau, gara-gara terlibat asmara dengan CEO, seorang karyawati baru tidak menunjukkan p
Teriakan keras di siang bolong sepuluh tahun yang lalu membuat Val menoleh ketika hendak menaiki motor Evan.“Woi, Val! Lu mau ke mana?! Lu lupa kalau kita ada rapat?!”Beberapa anak masih berkeliaran di dekat tempat parkir walau bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak tadi. Mereka menoleh pada Val sambil berbisik-bisik.Val memandang Evan, kemudian menepuk dahinya. “Sial! Gue lupa hari ini rapat mading! Mana tugas gue belum beres lagi!”“Ya, sudah sono! Ntar ketua lu marah lagi,” kata Evan. “Tapi, lu ntar pulangnya gimana? Gue juga nggak mungkin nungguin lu karena harus les habis ini.”“Ah, nggak apa-apa. Lu duluan aja. Urusan pulang, ntar gue pikir sendiri.”Val melambai pada Evan yang meninggalkan sekolah. Ia sendiri bergegas melangkah ke ruang rapat di lantai dua. Ia merasa berada dalam masalah besar hari ini. Niatnya untuk tidur siang di rumah berantakan.BRAK!Su
“Serius kau nggak mengenaliku sama sekali?” Saga tertawa memandang Val yang masih berusaha mencerna ingatannya kembali. “Bagaimana bisa kau nggak mengenali nama seniormu sendiri?” Kepala Saga menggeleng geli. Val membisu. Tangannya memegang gelas minuman di atas meja. Sepotong sandwich yang belum tersentuh ada di sampingnya. Mereka berada di café dekat apartemen. Saga menyeruput kopinya. “Sama sih, awalnya aku juga nggak mengira kalau kau adalah Valerie yang itu. Ternyata kau nggak berubah dari dulu. Masih terlalu santai dan ceroboh. Padahal kau sudah bukan anak sekolah lagi.” Hati Val ingin meledak mendengar ejekan dari seorang kakak kelas menyebalkan di depannya. Seseorang yang sudah ia lupakan, dan tak pernah ingin ia temui lagi. “Karena kelakuanmu tadi, aku jadi mengingat kejadian yang dulu.” Saga menambahkan saat Val masih tak membuka mulutnya. “Kamu … tahu dari mana aku tinggal di sini?” Akhirnya Val mengungkapkan kecurigaannya. Ia sudah
Sejak Val mulai membuka diri untuk pendekatan yang dilakukan Arion, pria itu selalu menjemput dan mengantarnya pulang setiap hari. Meski Val sudah menolak untuk dijemput karena arah yang berlawanan dan memakan waktu, Arion tetap melakukannya sebagai pembuktian bahwa ia serius.Seperti pagi ini, mobil hitam Arion sudah terparkir di depan lobi apartemen Val, sementara pemiliknya berdiri di samping.“Selamat pagi, Val,” sapanya ketika Val muncul dari pintu kaca lobi.Gadis itu tersenyum manis dan membalas, “Pagi juga.”“Pekerjaanmu kemarin sudah beres?” Arion bertanya sambil membukakan pintu mobil. Setelah itu ia masuk dan menutup pintu.“Ya, syukurlah sudah beres,” jawab Val ketika Arion sudah duduk di balik kemudi.Baru saja mereka memasang sabuk pengaman dan mesin dinyalakan, terdengar pintu penumpang di belakang Val terbuka. Sontak keduanya menoleh.“Saga?!” Val dan Arion be
“Selamat pagi, Pak Rion, Pak Saga,” sapa Rara sambil mengangguk sebelum masuk ke dalam lift. Ekspresi terkejut sekaligus heran tergambar jelas di wajahnya. Matanya melirik bergantian pada tiga sosok itu. Arion dan Saga hanya tersenyum, sementara Val segera menyeret Rara ke belakang. Tubuh mereka yang tampak mungil tersembunyi di balik dua pria itu. Rara memberi pandangan penuh tanya pada Val. “Kok bisa kalian datang bertiga?” bisiknya sambil melirik punggung Arion dan Saga. “Ssstt!” Val menggeleng dan memberi isyarat untuk menunda jawaban dari pertanyaan itu. Sesampainya di lantai 15, Arion dan Saga menuju ke ruangan kaca setelah melempar senyum pada Val. Rara terheran melihatnya. Bukan Arion, tapi Saga yang tampak berbeda hari ini. Sepanjang pengamatannya, pria itu jarang tersenyum. Terlebih pada Val yang selalu menjadi alasan kemarahannya. “Kamu harus menceritakannya nanti siang! Harus!” Rara menegaskan sebelum berlalu dan duduk di tempatnya
“Haaahh!” Val menghela napas panjang sambil menggeser kursinya ke belakang. Ia mengangkat kedua tangan dan melakukan peregangan setelah seharian duduk. Val memijat-mijat bahunya sambil menatap ruangan Arion yang tertutup rapat. Dia dan sahabatnya sudah keluar sejak tadi. “Val, kamu berutang janji padaku!” Tiba-tiba Rara datang lalu menyeret Val ke sofa pantri dan mendudukkannya di sana. Dewi dan Sandy duduk menghadap Val yang kebingungan. “Kamu janji mau menceritakan tentang yang tadi pagi itu!” Rara mengingatkan saat Val masih bengong. “Oh … yang tadi.” Val teringat kejadian saat di dalam lift. Ia menggaruk-garuk dahinya yang tidak gatal. “Apa yang terjadi?” tanya Sandy. Tidak heran mereka semua berkumpul di sini. Rara pasti sudah menceritakan momen mengejutkan tadi. “Ayo, ceritakan pada kami!” Rara mendesak. “Kamu tadi juga bicara santai dengan Pak Saga. Sepertinya kalian akrab.” “Apa kamu sudah berpindah hati dari Pak Rion ke Pak Sa
Untuk beberapa saat, nyaris saja Val terpengaruh oleh pendapat Rara dan lainnya. Saga bukan orang yang akan mencampuradukkan masalah pekerjaan dan perasaan. Ia sudah mengetahuinya sejak dulu. Jadi, pemikiran teman-temannya yang tidak logis segera ia singkirkan. Sikap Saga masih sama seperti biasanya, sering memarahi Val jika dia melakukan kesalahan. Apalagi sekarang mereka dilibatkan dalam proyek yang sama oleh Arion. Setelah menemukan investor, mereka harus mendapat masukan karya baru yang akan dikontrak dan ditampilkan di laman perusahan. Jika memungkinkan tulisan itu akan dibukukan. Bersama Saga, Val bertugas mengecek naskah yang masuk dan mendiskusikan sesuai dengan tema yang ada. Beberapa kesalahan masih dilakukan Val meski tidak separah sebelumnya, tapi cukup membuat Saga menghela napas dan menegurnya lagi. “Val, apa kau sudah merevisi kesalahan kemarin?” tanya Saga dari mejanya. Ia melirik sekilas pada Val yang sedang tersenyum-senyum sendiri menatap m
Dengan terpaksa Val membereskan meja dan mengikuti Saga setelah mematikan seluruh ruangan. Hanya tersisa sedikit cahaya dari kamar mandi yang terbuka di dekat lift.Saga menyorotkan senter ponselnya di depan Val untuk menerangi jalan. Tindakan kecil yang tidak pernah ia lakukan pada orang lain.“Aku melakukan ini karena Arion yang menyuruhku,” tegas Val saat berada di dalam lift yang bergerak turun. “Aku lebih baik pulang sendiri dengan taksi daripada sama kamu.”Saga hanya terkekeh.“Kamu ….” Val hendak bertanya,tapi kemudian menutup mulutnya.“Apa?”“Nggak jadi.”“Ck! Nggak bisa begitu dong. Kau sudah memanggilku dan membuatku penasaran.”“Terserah aku mau ngomong atau batal! Kok kamu yang protes?”“Nanti kalau aku mati penasaran gimana?”Val melotot dan memukul bahu Saga. “Kenapa bicara mati? Pamali tahu