Sudah dua jam Oliver dan Hansa berkendara pulang menuju apartemen mereka, dan tidak sedikit pula Oliver terus menunjuk beberapa tempat yang menjual banyak makanan dan juga beberapa barang bagus. Akan tetapi, kakaknya itu hanya mengabaikannya saja sehingga membuat Oliver mendengkus sebal.
"Lalu, oleh-oleh apa yang akan kita bawa untuk Azura dan tiga prajurit kecilmu?" Oliver mulai bertanya.
Hansa melirik Oliver dari kaca dashboard. "Kita membelinya di mall saja, ada banyak pilihan di sana nanti," jawab Hansa yang masih fokus berkendara.
Oliver yang mendapat jawaban seperti itu mencebik. "Kau sangat tidak asyik, Kak. Tidak tahu selera," sindir Oliver yang kini mulai bermain ponselnya.
"Membeli oleh-oleh itu tidak perl
"Ngomong-ngomong, bagaimana keseharianmu mengurus anak orang?" tanya Gauri yang menumpukan dagunya di kedua lengan yang terlipat di atas meja.Azura yang sejak tadi sedang mengetik tugas melirik temannya itu. "Ya, begitulah. Aku melewati hari-hari yang berat dengan mengasuh tiga balita, untungnya semakin ke sini ketiganya tidak terlalu nakal lagi padaku," jawab Azura."Lalu, apa kau berniat akan bekerja lama dengan Dosen itu?" Kini Naim yang ikut bertanya.Azura berhenti mengetik, "Aku belum memikirkannya, mungkin aku akan berhenti saat aku menginjak semester akhir saja," ucap Azura membuat Naim mengangguk."Itu artinya, mulai sekarang kau harus berhemat Azura. Maksudnya di sini, kau harus pandai mengatur uang. Satu
Hansa buru-buru keluar untuk mengejar kepergian Azura, dia berpikir gadis itu mungkin masih berada di sekitar apartemen. Namun, ketika Hansa telah berada di luar gedung apartemen, pria itu melihat Azura sedang berbicara dengan sosok wanita yang sangat Hansa kenal.“Celaka,” gumam Hansa yang meremas jaket Azura di tangan kanannya.Hansa tidak segera menghampiri Azura, dia lebih memilih bersembunyi di salah satu pilar gedung dan mengamati percakapan antara Azura dan Ibu angkatnya dari kejauhan.Azura sendiri sangat ramah menanggapi beberapa pertanyaan yang sebenarnya dia tidak tahu jawabannya dari wanita yang terlihat sangat kaya di hadapannya sekarang.“Nona, apa kamu benar-benar tidak tinggal di ap
Hansa yang sudah dalam mode menyamar seadanya, bermodalkan kacamata hitam Azura dan juga jaket Azura yang dijadikannya sebagai penutup kepala, pria dewasa itu segera berlari meninggalkan apartemen.Dalam hatinya Hansa terus berdoa, agar mamanya itu tidak melihat dirinya. Jangankan melihat, Hansa sangat berharap wanita itu dapat tertipu dengan penampilannya sekarang. Misi Hansa sekarang adalah menyusul Azura, sebab dia ingin mengembalikan jaket Azura yang berisi kunci dan juga dompet.Akan sangat repot jadinya jika Azura berjalan bolak-balik kembali ke apartemen Hansa. Azura sendiri saat ini berjalan dengan santai, seakan-akan semua bebannya terangkat dari pundaknya, hari ini dia ingin menikmati jalan-jalan sore terlebih dahulu dan baru kembali pulang dan mengajak Gauri makan hotpot yang lezat.
“Aku bukan anak kandungnya, sekarang kami tidak punya hubungan apa pun lagi.” Azura menjawab pertanyaan dari Hansa yang berjalan berdampingan dengannya.Hansa mengulum senyumnya. “Tapi Azura, meskipun kamu dan Tuan Jauzan tidak memiliki hubungan lagi. Aku pikir sangat tidak sopan berbicara sangat kasar pada orang yang lebih tua darimu.” Hansa memberitahu.Namun, Azura yang Hansa lihat tersenyum meremehkan perkataan Hansa, “Lalu haruskah aku berbicara secara lemah lembut kepadanya? Kepada orang yang diam saja ketika aku diusir dari rumahnya begitu?” Azura kemudian berbalik menatap netra cokelat gelap milik Hansa.Hansa menghela napas, dia sebenarnya tidak tahu apa yang membuat Azura sangat marah sepert
"Apakah nomor apartemennya benar? Kenapa mereka tidak membuka pintu?" Nyonya Helga mengetuk-ngetuk sepatu mahalnya di lantai marmer apartemen tersebut.Nike menggeleng, "nomornya benar, nama pemilik juga nama Tuan Hansa. Saya rasa mungkin mereka sedang istirahat itu sebabnya sulit untuk mereka membuka pintu."Nyonya Helga mencibir. "Mereka mungkin sengaja tidak ingin membukanya, seolah-olah keduanya seperti menyimpan rahasia yang tidak ingin aku ketahui."Nike terkekeh pelan dengan perkataan Nyonya besarnya itu. "Mungkin saja, tapi coba Nyonya menoleh ke belakang sepertinya semua dugaan Nyonya akan dipatahkan," ucap Nike membuat Nyonya Helga mengikuti perkataan asisten kepercayaannya itu.Terlihat Hansa kembali deng
"Aku pulang!" Azura kembali ke kos miliknya yang sudah lama sangat dia rindukan.Tidak ada jawaban atau suasana hangat yang menyambutnya saat dia pulang ke rumah. Namun, Azura sudah terbiasa hidup sendirian sekarang. Hari ini nampaknya adalah hari yang sangat berat baginya.Banyak hal yang sudah terjadi dalam kurung waktu kurang dari dua puluh empat jam.Dari bertemu dengan Ibu tiri Hansa dan juga bertemu kembali dengan ayah angkatnya. Benar-benar tidak terduga, sebenarnya Azura tidak terlalu memikirkan bagaimana nasib Hansa ketika pria itu bertemu ibunya, hanya saja sekarang pikiran Azura dipenuhi dengan keluarga angkatnya itu.Dia sangat takut dan juga cemas jika pertemuannya dengan ayah angkatnya akan menimbulkan
“Azura? Azura! Apakah kau sudah pulang?” Gauri mengetuk pintu kamar kos Azura karena dia beberapa waktu lalu mendengar suara dari kamar sebelahnya.Azura yang tadinya berada di balik pintu menegakkan kembali kepalanya dan mengusap wajahnya. “Ya! Aku sudah pulang, tunggu sebentar,” jawab Azura yang buru-buru beranjak dari duduknya dan segera membuka pintu.Gauri tersenyum ketika pintu terbuka, sangat jarang sekali Azura pulang cepat seperti sekarang ini. Sampai ketika Gauri melihat perubahan ekspresi yang tidak biasanya dari Azura, gadis itu mengernyit. “Ada apa denganmu? Wajahmu terlihat kusut Azura,” kata Gauri membuat Azura mengangkat kedua bahunya dan mengizinkan Gauri masuk.“Ini adalah hari yang berat bagiku, tapi tenang saja. A
Quirin baru saja kembali ke rumahnya, tempat di mana suasana dingin dan sepi terus menghantui rumah tersebut sejak anak keduanya Hansa dan juga anak tirinya Oliver kini lebih memilih tinggal secara terpisah dari rumah utama.Walaupun begitu Ansel anak sulungnya masih setia tinggal di rumah besar yang sepi tersebut. Atmosfer ini sangat berbeda dengan belasan tahun silam, di mana rumah yang dia bangun untuk istri dan juga dua anak-anaknya yang berharga itu sangat hangat dan penuh dengan canda tawa dari kedua anaknya.Akan tetapi, itu semua hanyalah masa lalu yang tidak bisa dilihat lagi sekarang. Quirin Ehren telah menikah lagi dengan seorang wanita beranak satu yakni Helga. Ketika dia mengatakan dirinya hendak menikahi wanita itu, Hansa yang dulu masih remaja menentang keputusannya. Remaja yang baru berumur tiga belas tahun itu tidak