Itulah yang membebani pikirannya. Diana adalah salah satu orang yang lebih menyukai tugas mandiri dibandingkan dengan tugas kelompok.
"Kau sekolah?" Revan bertanya padanya saat Diana berpapasan dengannya tepat sebelum masuk ke kelas.
Revan bertanya dengan wajah kaku di dekat pintu kelas.
"Ya, kau lihat, aku sudah sembuh." Diana heran dengan ekspresi Revan yang terlihat sedikit aneh.
Ada sesuatu yang salah.
"Mana materi tugas kelompok bagianmu?" tanya Diana.
"Aku membawanya kemarin dan tak membawanya hari ini."
Kemarin Diana tidak datang sekolah jadi Revan kembali membawa tugasnya pulang ke rumah. Sekarang Revan tidak membawanya dan tugas itu berada di rumahnya.
"Aku juga ingin tahu keseluruhan bagian tugas yang harus aku kerjakan." Revan m
"Lagi pula, tak perlu aku jelaskan lagi. Kau pasti tahu siapa yang mendatangi siapa. Jadi siapa yang tertarik disini? Aku hanya berniat mendekati orang yang punya urusan. Dan aku tak punya urusan untuk berdekatan dengan seseorang yang sepertimu," lanjut Diana. Ia berkata dengan terus menatap Michael, tapi sebenarnya ia juga membalas sindiran yang ia terima dari para gadis. Membalas mereka lewat Michael. Sebelum Michael membalas, Diana segera berdiri. Ia tak membiarkan Michael menyahut lagi. "Jika tak ada yang perlu dibicarakan lagi, maka kalian pergilah." Diana kali ini menatap Revan dan Kevin juga. Ia sadar mungkin mereka akan merasa tak nyaman karena terkena dampaknya. Diana hanya berharap mereka berdua tidak tersinggung. Meski Revan dan Kevin merasa tak enak. Sebenarnya mereka tidak tersinggung, menurut mereka wajar seseorang yang badmood melakukan hal seperti yang Diana lakukan. Ini sering terjadi.
Revan yang melihat ekspresi tidak biasa dari Diana menjadi tertegun. Diana menatapnya dengan tanpa ragu, meyakinkan Revan bahwa Diana mengkhawatirkannya. Baru kali ini Revan melihat ekspresi yakin saat mengkhawatirkan sesuatu bukan ekspresi takut saat cemas. Seolah Diana mengatakan 'aku peduli padamu' dengan tatapan pasti. "Dan ternyata kekhawatiranku itu benar. Kau terlihat tidak baik-baik saja." Diana melanjutkan karena Revan hanya diam tidak membalas perkataannya. "Begitu kah kelihatannya?" tanya Revan menyembunyikan ekspresi wajahnya. Tatapan Diana melemah sedikit saat melihat Revan yang mengalihkan tatapan darinya. Revan tidak menyangkal ucapannya dan malah bertanya seperti itu tanpa melihat Diana. "Karena hal seperti ini juga menjadi alasan aku ingin sendirian." Revan melanjutkan saat Diana diam belum membalas ucapannya. Ternyata Revan menyendiri itu karena tida
Revan membuka mulutnya untuk membela diri. “Hanya saja, bagaimana bisa kau mengatakan tertidur di sini. Kau itu 'kan perempuan dan ini alam terbuka.” Revan masih mencoba mencari alasan agar Diana tidak marah padanya. Diana berbalik dan tidak lagi membelakangi Revan. Ia memejamkan mata mencoba menerima alasan Revan sekaligus menghilangkan perasaan malu dan tidak nyamannya. Meski Diana sudah berbalik dan menghadap Revan, ia masih melipat kedua tangannya di depan tubuhnya. Semoga Revan tidak berpikiran Diana masih marah karena gayanya yang terkesan angkuh itu. “Seharusnya kau sudah tahu maksudku 'kan. Yah, terserah. Sekarang aku ingin bertanya,” kata Diana menatap Revan dengan serius. “Apa? Kau ingin bertanya apa?” tanya Revan tiba-tiba merasa harap-harap cemas dengan pertanyaan Diana. “Bagaimana kau ke sini?” tanya Diana. “Dengan mengendarai motor.” Revan menjawab dengan jujur. “Nanti aku numpang, ya?
“Tak dipungkiri. Kalau aku jadi kau, mungkin aku juga akan memilih untuk menanyakannya langsung dengan jelas.” Revan ternyata sependapat. Diana mengira ia akan mengajukan pertanyaan karena ia mengira Revan akan memiliki pemikiran yang berbeda dengan pemikiran Diana. Tetapi justru mereka sepemikiran dalam hal ini. “Seharusnya yang kau katakan itu adalah ‘aku mengaku kalau kata-kataku memang akan membuat salah paham’. Jadi kau harus lebih memperhatikan ucapanmu lagi.” Diana mengoreksi Revan. “Padahal aku setuju dengan pemikiranmu, kau malah menyalahkanku?” sahut Revan mengangkat sebelah alisnya. Diana tersenyum, “Hanya agar kejadian seperti tak merepotkan mu lagi.” “Benar.” Kejadian seperti ini jika terjadi lagi akan membuat Revan sendiri yang repot. Membuat orang lain salah paham walau tak disengaja itu sangatlah merepotkan. “Oh iya, Kevin mengantarku tadi dengan mobil. Ia sudah belajar mengendarai mobil ketika libu
David menahan napasnya saat membaca surat yang ia pegang. Sebuah surat pemberitahuan bahwa pencarian korban kecelakaan salah satu pesawat akan dihentikan. Padahal korban kecelakaan pesawat itu belum ditemukan seluruhnya. Pihak perusahaan dari maskapai memberhentikan pencarian setelah enam bulan berjalan dan tidak membawa hasil yang diharapkan. Sampai sekarang belum ada pemberitahuan mengenai orang tua David. Orang tua David dan Diana mengalami kecelakaan pesawat. Mereka sudah dipastikan tidak selamat. Seluruh penumpangnya tak ada yang selamat. Karena hal ini Diana terguncang, ia sangat dekat dengan orangtuanya. Otak Diana mengalami masalah karena syok berlebihan yang mengakibatkan ia trauma. Ia seperti robot yang kehilangan sistem program. David tahu, setiap malam Diana tidak bisa tidur nyenyak. Ia akan terus dihantui mimpi buruk tentang orang tuanya. Dan saat Diana bangun dari mimpi buruknya, pikirannya kosong
“Aku tidak tahu. Aku hanya menuruti perintah guru saja. Kau tidak percaya? Tanyakan saja pada ketua kelas.” Michael menjawab pada akhirnya. “Ketua kelas sedang mengikuti pelatihan kepemimpinan hari ini. Kalau memang benar seperti yang kau katakan, bagaimana kalau aku yang pergi menemui guru untuk memastikan.” Diana hendak bangkit berdiri dari duduknya di kursi. Tapi Michael tampak keberatan dan mencegahnya. “Kau akan kerepotan kalau begitu. Biar aku saja yang menemui guru dan meminta beliau untuk mengganti kelompokku agar tidak sekelompok denganmu dan menjadi anggota di kelompok lain. Masih banyak yang mau sekelompok denganku.” Michael sepertinya mengalah dan tidak ingin lagi sekelompok dengan Diana. Sedangkan di sekumpulan gadis yang masih mengamati mereka tampak senang. “Michael memang baik dan tidak mau merepotkan orang lain. Kami dengan senang hati akan menerimamu
Revan berusaha untuk tetap tenang di setiap langkahnya. Ia mendapat kabar bahwa Valen sedang berada di rumah sakit. Revan tidak akan gelisah jika Valen berada di rumah sakit karena melakukan suatu kegiatan untuk meneliti atau mengunjungi kenalannya yang sakit. Tapi Valen yang menjadi pasien saat ini bukan kenalannya. Revan segera datang mengunjungi Valen. Sejak memasuki rumah sakit, Revan sudah menahan perasaan tak nyaman karena rumah sakit tak pernah memiliki reputasi yang baik di dalam ingatannya. Tempat ini pasti sering menyimpan kejadian tak menyenangkan untuk sebagian orang. Salah satunya adalah Revan. Akhirnya Revan sampai di depan pintu ruangan dimana Valen di rawat. Meski sudah sampai, perasaan Revan justru semakin menjadi tak tenang. Semua pintu di rumah sakit tentu akan terlihat sama. Dan Revan melihat pintu ini sama seperti pintu yang mengingatkannya dengan kejadian dua tahun yang lalu. Ingatan tentang
“Dan menurutmu kenapa dia bisa meninggal karena kelelahan?” Tiba-tiba ada suara yang menimpali di dalam ruangan yang ternyata ada lebih dari dua orang. “Ayah,” gumam Valen melihat sosok yang bersuara di belakang Revan. “Salah satunya adalah keberadaaan dirimu yang semakin menjadi beban untuknya. Dia harus mengurus dirimu yang sangat merepotkan,” lanjut sosok di belakang Revan. “Ayah, maksud ayah apa?” tanya Valen. Valen tidak ingin ayahnya menyalahkan Revan lagi. Sedangkan Revan semakin erat mengepalkan tangannya ketika tahu siapa yang berbicara. Ia tidak mau berbalik melihat sosok dibelakangnya. Revan berusaha mengabaikan ayahnya dan berbicara dengan Valen, “Kau terlalu kelelahan karena mengurus perusahaan selama beberapa hari karena aku tidak menemanimu, kan.” Saat itu Revan sibuk menyelesai
"Diana dan Kevin.. mereka sekarang sedang dirawat di rumah sakit. Kondisi keduanya..." Jeremy ragu untuk melanjutkan perkataannya. Di depannya, raut wajah Revan semakin pucat.Revan merasa napasnya tertahan. Sama seperti beberapa murid yang mendengarnya.Mereka tahu, dari ekspresi Jeremy, bahwa kondisi kedua sahabat Revan jelas tidak dalam kondisi yang baik.Revan segera melepaskan tangannya dari pundak Jeremy. Ia berbalik dan melangkah hendak keluar kelas."Revan! Kau mau ke mana?!" tanya Jeremy sedikit mengeraskan suaranya.Pertanyaan itu membuat langkah Revan tertunda sejenak. Ia menoleh pada Jeremy yang ada dibelakangnya tanpa menjawab.Jeremy bisa menduga tujuan Revan.Karena itu ia menyahut lagi, "Kita akan menjenguk mereka berdua setelah jam pelajaran berakhir. Kita pergi bersama-sama. Jadi tahan dulu langkahmu."Revan tidak langsung membalas dan memilih memandang kembali jalan koridor depan pintu kel
Diana tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.Semuanya terjadi begitu cepat. Saat tubuhnya berputar dalam pelukan seseorang. Diana tidak sempat bereaksi.Yang ia rasakan adalah tubuhnya terangkat membentur kap mobil yang menabraknya.Tubuhnya berguling hingga memecahkan kaca mobil. Lalu ia jatuh menggelinding di jalan aspal.Semua itu terjadi saat dirinya dipeluk.Tepat ketika tubuhnya mendarat di aspal dengan menyakitkan, Diana merasa pelukan di tubuhnya terlepas.Ia berusaha mengabaikan rasa sakit di kepala dan tubuhnya. Matanya berusaha terbuka.Diana berusaha mengerakkan tangannya. Suaranya serak dan hampir tidak terdengar."K-ke..vin.."Hal terakhir yang ia ingat adalah wajah Kevin yang menutup kedua matanya.*****Albert melihat jam tangan yang melingkari pergelangan tangannya. Ia menghela napas. Kepalanya ke terangkat kembali memandang keluar jendela kantornya.
Semua siswa tampak bersemangat saat mulai memasuki kebun binatang. Mereka dipandu oleh salah satu staf yang bekerja dan bertugas memandu para pengunjung.Mereka harus mengikuti pemandu dan tidak boleh berkeliaran seenaknya karena jumlah mereka yang lumayan banyak. Kalau tidak, Jeremy akan kesulitan mencari mereka saat kegiatan menjelajahi isi kebun binatang telah selesai.Setelah selesai menjelajahi kebun binatang itu, mereka menaiki bus dan lanjut pergi ke tujuan selanjutnya. Tujuan selanjutnya adalah taman reakreasi.Berbeda dengan di kebun binatang, saat di taman rekreasi mereka diizinkan pergi sendiri-sendiri ke mana saja oleh Jeremy.Mereka juga dibiarkan berlama-lama karena setelah ini mereka tidak perlu pulang dengan bus yang sama lagi.Mereka akan pulang dengan menggunakan transportasi yang mereka mau. Seperti Revan yang langsung dijemput oleh Valen, atau Diana dan Kevin yang memilih untuk berjalan kaki menuju halte bus
"Hei, Jeremy." Kevin merangkul pundak Jeremy dan menariknya menjauh dari kerumunan siswa di kelas."Ada apa?" tanya Jeremy sembari menaikkan alisnya."Apa benar kau yang memberi hadiah ini?" tanya Kevin di hadapan Diana dan Revan.Jeremy memandang kotak pink di tangan Kevin lalu mengangguk dan menjawab, "Iya."Kevin melepaskan rangkulannya dari pundak Jeremy. Diana dan Revan tertarik mendengar percakapan itu.Jeremy menaikkan kacamatanya yang sedikit menurun. Ia melanjutkan, "Aku memberikan ini sebagai bentuk apresiasi untuk Diana dan Revan. Kalian sudah bekerja keras menampilkan pertunjukan yang luar biasa saat pembukaan mewakili kelas ini."Diana dan Revan berpandangan melihat Jeremy yang tersenyumJeremy melanjutkan lagi, "Bahkan kepala sekolah memuji kalian dan mengatakan jika pertunjukan kalian adalah yang terbaik diantara yang lain.
Saat Diana masuk ke dalam kelas, beberapa siswa langsung menatap ke arahnya. Diana mengabaikan hal itu dan sama sekali tidak merasa aneh.Tapi kemudian ia terpaku menatap ke arah meja dan kursinya di dalam kelas. Ia mengusap matanya dengan punggung tangan memastikan kalau itu memang adalah meja dan kursi miliknya.Bagaimana mungkin ada begitu banyak kotak warna warni yang memenuhi meja dan tempat duduknya.Kotak-kotak itu adalah hadiah pemberian untuk Diana dari para pengagumnya. Diana tidak tahu jika dirinya telah memiliki penggemar rahasia sebanyak itu.Bukan hanya itu, beberapa detik kemudian banyak murid perempuan di kelasnya datang beramai-ramai mengelilingi Diana.Revan dan Kevin yang baru masuk ke dalam kelas melihat Diana sedang kebingungan. Kebingungan membalas banyak pujian dari siswi di dalam kelas. Ternyata penggemar Diana bukan hanya laki-laki saja.Setelah beberapa menit y
Kevin menghela napasnya. Jika ia berada di posisi Albert, maka ia juga akan mengira ayahnya memang meminta untuk pergi dan berada di sisi ibu Albert.Tapi Kevin ingat semua percakapan yang terjadi kemudian antara dirinya dan Oliver di rumah sakit setelah Albert keluar dari ruangan. Kevin belum memberitahu Albert tentang itu.Kevin akhirnya mulai menjelaskan, "Aku juga awalnya berpikir hal yang sama denganmu. Tapi setelah itu, ayah menjelaskan padaku bahwa jika kau menolak permintaannya dan bersikeras untuk berada di sisi ayah dari pada ibumu, maka ayah tidak akan memaksamu. Ayah bahkan akan mempertahankanmu di sisinya apa pun yang terjadi."Kerutan di wajah Albert semakin dalam setelah mendengar perkataan Kevin."Hanya saja, ayah tidak ingin kau membenci ibumu. Karena menurutnya, apa pun yang terjadi, dia adalah ibumu yang telah melahirkanmu," lanjut Kevin.Albert terdiam. Berusaha memproses semua perkataan Kevin padanya.
Tepat jam dua belas malam, sesuai jadwal, sekolah meluncurkan kembang api ke langit malam di berulang kali. Kembang api terus meledak memberikan cahaya warna warni di langit malam yang gelap.Semua murid bisa melihat ledakan warna di langit itu dari berbagai tempat. Salah satunya di atap bangunan sekolah, seperti yang dilakukan ketiga remaja yang terdiri dari Diana, Revan dan Kevin.Mereka bertiga menikmati pemandangan itu dengan disertai sebuah obrolan."Aku penasaran dengan isi kotak hadiah dari memenangkan lomba yang telah didapatkan oleh kelas kita," sahut Kevin pertama kali."Aku juga," balas Diana mengingat hadiahnya yang disimpan oleh ketua kelas dan akan dibuka dan dilihat isinya pada esok hari di dalam kelas."Kita akan tahu itu besok," timpal Revan.Diana mengangguk. Besok hadiah mereka akan dibuka di hadapan semua siswa satu kelas."Menurutmu hadiahnya apa?" tanya Kevin pada Revan.Revan menjawab dengan mengang
Penampilan Diana menarik perhatian apalagi bagi para laki-laki. Mereka yang tidak terlalu mengenal Diana akan bertanya siapa yang berada di sana sekarang. Sedangkan mereka yang mengenalnya terkesima karena Diana sangat berbeda saat memakai seragam, penampilan sehari-harinya yang tidak mencolok. Satu lagi yang mereka sadari adalah senyuman Diana yang menjadi senjatanya untuk mencuri perhatian. Benar-benar senyuman yang manis. Peserta selanjutnya tampil dan Diana sudah berganti oleh peserta selanjutnya. Tapi penampilan Diana yang sebelumnya masih saja diperbincangkan banyak murid. Diana ternyata bisa tampil sangat berbeda sekali dengan penampilannya yang biasanya. Diana berhasil membalas mereka yang membencinya dengan telak, karena selanjutnya tidak diduga atau sudah diduga orang-orang, Diana menjadi salah satu pemenang lomba ini. Ia menjadi p
"Luar biasa, kalian luar biasa. Oh my.." Kevin dengan berlebihan menggerakkan tangannya hingga terentang beberapa kali.Diana terkekeh, ia juga tidak percaya dirinya bisa tampil dengan baik dan lancar tanpa ada masalah sedikitpun. Kecuali hanya pada saat dirinya gelisah ketika awal berdiri di hadapan banyak orang.Tepuk tangan penonton yang meriah yang ia ingat saat menyelesaikan pertunjukannya, membuat dada Diana penuh dengan perasan puas dan bangga.Revan yang berada di samping Diana, setelah mendengar ucapan Kevin, ia hanya tersenyum tipis sembari memasukkan kedua tangannya ke saku celana."Hm. Tapi ada satu yang aku kurang senang," kata Kevin tiba-tiba melipat tangan di depan tubuhnya.Bersikap seperti ia sedang kesal. Wajahnya terlihat cemberut."Setelah ini, pasti banyak laki-laki yang ingin mendekati Diana." Kevin memancarkan tatapan yang s