Begitu gulungan cahaya pedang memudar, sosok yang tersisa di tengah arena mulai tampak jelas—seorang pemuda dengan topeng putih yang menutupi sebagian besar wajahnya.Jubah lebar yang membalut tubuhnya berkibar perlahan, mengikuti aliran angin yang masih tersisa dari energi pertempuran. Sekelilingnya hening sesaat, lalu gemuruh suara kekaguman meletus dari kerumunan."Dia pemenangnya!" seseorang di antara mereka berteriak."Anak muda itu luar biasa! Dia setengah langkah menuju ranah Pendekar Kaishi!" sambung yang lain.Reaksi terkejut tampak di mana-mana, namun yang paling menonjol adalah dari tiga praktisi Benua Podura. Mereka menyipitkan mata, menatap pemuda bertopeng itu dengan sorot dingin yang tak bisa disembunyikan.Keheningan melingkupi mereka, meski ada tanda-tanda ketidakpuasan yang menguar dari aura mereka.Namun, tak satu pun dari mereka beranjak atau berbicara, seolah memilih untuk menahan diri, tetap duduk tegak di atas dudukan batu di empat arah mata angin.Rong Guo yang
BAM!“Aduh!”Langit malam telah menyelimuti bumi ketika Rong Guo terlempar di antara pepohonan bambu yang tinggi menjulang di Hutan Zhulin.Sosoknya tiba-tiba muncul dari ketiadaan, seakan ditarik oleh kekuatan tak kasat mata, kemudian terhempas keras di atas tanah yang dingin dan keras.Rasa sakit segera menyebar ke seluruh tubuhnya, namun Rong Guo, yang sudah terbiasa dengan rasa perih dari luka pertempuran, dengan sigap bangkit berdiri tanpa mengeluh.Angin malam berdesir pelan, membawa aroma daun bambu yang khas, namun pikiran Rong Guo tak terganggu oleh keheningan hutan yang mencekam.Dalam benaknya, hanya satu hal yang terlintas dengan cepat, memenuhi hatinya dengan kekhawatiran mendalam. “Airmata Fenghuang... apakah buah itu tidak rusak?”Tanpa membuang waktu, Rong Guo segera merogoh sakunya, jari-jarinya dengan gemetar menyentuh buah berharga yang baru saja ia peroleh.Matanya berbinar saat ia mengeluarkan Buah Bodhi dari balik jubahnya, dan sebuah hembusan lega lolos dari bib
Pagi itu, sebuah kereta kuda yang ditarik oleh dua ekor kuda berderap cepat meninggalkan gerbang Selatan Kota Xuefeng Du.Roda-roda kereta berdecit pelan, menciptakan jejak panjang di atas salju yang memutih, melintasi tanah dingin yang diam membeku. Hanya dalam waktu singkat, kereta itu memasuki Hutan Murbei, yang dikenal dengan kesunyiannya di musim dingin.Dari dalam kereta, sebuah tangan tampak keluar, kurus namun panjang, jari-jarinya bergerak perlahan, seakan meraba udara dingin di sekitarnya.Tangan itu sesekali menyibak tirai kereta yang berat, memberi celah untuk mata sang pemilik mengintip pemandangan luar.Pepohonan Murbei yang biasanya hijau dan rindang kini tampak meranggas, daunnya tak lagi menyapa bumi. Yang tersisa hanyalah ranting-ranting kering yang memutih diselimuti salju tebal.Salju turun semakin lebat, menutup seluruh permukaan tanah, menciptakan ilusi padang yang seolah tak berujung.Padahal, waktu seharusnya sudah memasuki awal musim semi, tetapi di Utara, mus
Semenjak kejadian di Gurun Hadarac, tepatnya di Istana Gurun Pasir, sebuah peristiwa yang mengguncang seluruh Benua Longhai, nama sosok pemuda yang mengenakan topeng putih itu telah menjadi buah bibir di mana-mana.Di pelosok negeri dalam Lima Kekaisaran, setiap sudut desa dan kota dipenuhi dengan bisik-bisik dan percakapan tentang sosok misterius yang bertopeng putih. Akhirnya, mereka memberinya nama ‘Si Topeng Putih’, sebuah julukan yang mengundang rasa ingin tahu dan ketakutan sekaligus.Hanya ada sedikit nama yang disebut-sebut sebagai Sepuluh Sosok Paling Berpengaruh, yang saat ini dikenal sebagai Datuk Dunia Persilatan di Benua Longhai.Tercatat dalam sejarah, ada nama-nama besar seperti Qiu Jianfeng, seorang tokoh aliran Tao dari Utara, Yang Jiangzhen, serta beberapa nama sakral lainnya yang menjulang di seluruh penjuru benua. Mereka dikenal memiliki kesaktian luar biasa di ranah Kaishi dan terdaftar sebagai sepuluh besar Datuk Dunia Persilatan.Secara teratur, Puncak Qingxue,
Wajah Kusir Hao memucat, seolah semua warna dalam hidupnya lenyap seketika. Baru kali ini ia menyaksikan pembantai semudah yang terjadi di depan matanya.Ketika sosok berjubah putih menjejakkan kakinya di padang rumput yang basah, tepat di samping kusir kereta, rasa gugupnya kian tak tertahankan.“Tuan... Tuan, apakah anda benar-benar Si Topeng Putih?” Suara sang kusir bergetar dan terbata-bata, seolah lidahnya terasa berat. Ia tak lagi berani memanggilnya Guru Tao, nama yang sebelumnya terasa akrab di telinganya.Namun, dari balik topeng putih yang menyembunyikan wajah dinginnya, suara Rong Guo terdengar ramah, mengandung nada yang menenangkan.“Kusir Hao, mengapa tidak memanggilku Guru Tao saja? Anda sudah menyaksikan kejadiannya, akulah sosok di balik Si Topeng Putih. Sebaiknya, pertahankanlah memanggilku Guru Tao. Takutnya, identitasku ini akan membawa petaka bagimu jika kau mengaku kenal denganku,” ujarnya singkat.“B-baik, Guru Tao Guo,” kata sang Kusir. Suara Kusir Hao masih be
Beberapa waktu sebelum meninggalkan jasad yang masih hangat...Rong Guo berdiri di tengah hutan, daun-daun maple yang gugur tertiup angin berputar-putar di sekelilingnya. Di dekat kakinya, tubuh Xue Yinggui tergeletak tak bernyawa.Ia menghela napas panjang, menatap jenazah mantan Guru Negara dengan tatapan datar, sebelum menunduk dan mulai merogoh cincin penyimpanan yang masih terselip di jari si mati.Setelah berhasil menjarah seluruh hartanya, Rong Guo kembali ke kereta kuda.Goyangan lembut dari roda kereta di jalanan yang berbatu membuat tubuhnya terantuk-antuk. Ia mengeluarkan cincin penyimpanan itu dari sakunya, matanya menyipit tajam saat ia memusatkan energinya.Sambil menghapus segel darah milik Xue Yinggui, Rong Guo menggerakkan jari telunjuknya dengan hati-hati, membubuhkan setetes darahnya di atas cincin tersebut."Aku penasaran," gumamnya pada dirinya sendiri, suaranya lirih namun penuh antisipasi, "Apa saja yang disembunyikan oleh seorang Guru Negara yang terhormat seper
Mari kita kembali sejenak ke waktu yang lampau, ketika peristiwa besar di Gurun Hadarac baru saja berakhir. Sebelum melanjutkan, izinkan penulis mengingatkan para pembaca akan satu hal yang penting.Tingkat tertinggi dalam dunia kultivasi yang diceritakan di dalam buku ini terdiri dari tiga tahap keabadian. Tahap paling dasar dari tiga tingkatan ini disebut Kaishi, diikuti oleh tahap kedua yang lebih tinggi, dan yang terakhir, tingkat paling agung adalah Immortal.Seorang Immortal adalah sosok yang telah melampaui batasan-batasan fisik dan temporal. Mereka tidak terpengaruh oleh usia, penyakit, atau kematian.Dengan kekuatan yang jauh melampaui makhluk fana, seorang Kultivator Immortal memiliki kemampuan untuk mengendalikan hukum alam, menciptakan dunia-dunia mereka sendiri, dan berdiri di puncak kekuasaan dalam alam semesta.Di masa lalu—pada era kuno—banyak sosok kultivator yang mencapai status Immortal. Namun, seiring berjalannya waktu, sosok-sosok tersebut perlahan menghilang. Kono
Semenjak pertemuan Jago-jago Benua Podura pada malam di tepi pantai dekat Gurun Hadarac, nama Norzin menjadi perbincangan hangat di seluruh Wilayah Barat Benua Longhai.Sosok Norzin seperti misteri yang dibungkus dalam aura kekuatan dan intimidasi.Tujuannya jelas: memburu pemuda bertopeng putih, yang namanya terkenal setelah memenangkan perebutan Buah Airmata Giok Fenghuang di Gurun Hadarac. Pemuda yang kini menjadi salah satu dari Sepuluh Datuk paling berpengaruh di Benua Longhai—dikenal sebagai Si Topeng Putih.Norzin berdiri di bawah langit malam yang gelap, angin dingin gurun Hadarac yang berhembus lembut, membawa debu halus yang berputar di sekelilingnya. Matanya menyipit penuh perhitungan.“Tidak ada cara lain untuk memancing Si Topeng Putih keluar, kecuali dengan menimbulkan kekacauan yang memaksanya meninggalkan sarangnya. Aku akan membuatnya tidak punya pilihan selain muncul untuk menemuiku,” gumamnya pelan, setiap kata dari bibirnya sarat ancaman.Nama Norzin, ‘Semidevil’
Diatas kapal roh yang bergerak menuku Benua Longhai, dua orang prajurit berdiri sigap, namun dengan wajah yang mengeras.Sebenarnya, bukan karena Balaghun tidak penasaran. Ia pun terbungkus rasa ingin tahu yang mendalam, namun ia tahu betul bahayanya.Khagan adalah sosok yang bengis, penuh rahasia yang terkadang lebih mematikan dari pedang. Siapa pun yang mencoba menggali rahasia-rahasia itu akan berisiko kehilangan nyawa.Keheningan kembali melanda, hanya angin musim gugur yang berdesir di sekitar mereka. Di tengah malam yang dingin itu, keduanya berdiri tegak, berusaha mengusir rasa dingin yang mulai merayap ke tubuh mereka melalui celah-celah zirah.Secara refleks, mereka bergerak sedikit, mencoba menghangatkan tubuh dengan gerakan olah raga sederhana.Namun, tiba-tiba, dengan suara lebih lembut, Balaghun memanggil Orhan."Kemari, anak muda." Suaranya kini terdengar lebih hati-hati, berbeda dari nada keras sebelumnya. "Sebenarnya... aku juga penasaran dengan benda itu."Balaghun me
Mahluk legendaris Bangau Berkaki Satu segera membungkus Rong Guo dalam cahaya yang begitu cerah. Sekelilingnya seketika memudar, dan dalam sekejap, ia mendapati dirinya berada dalam sebuah domain yang terpencil, sunyi, dan seolah terlepas dari waktu.Ruang itu tidak seperti dunia luar—begitu hening, begitu murni, seakan tidak ada yang bisa mengganggu kesempurnaannya.Langit di atasnya berwarna putih keperakan, tanpa awan, tanpa matahari, seakan berada di luar batasan dunia. Udara terasa begitu ringan dan segar, namun ada kekosongan yang aneh, seperti udara yang kehilangan bobotnya.Di bawah kakinya, tanah terasa halus dan dingin, namun bukan tanah biasa. Permukaannya seperti kristal, berkilau lembut dengan cahaya yang datang entah dari mana.Tidak ada suara angin, tidak ada binatang, hanya sebuah kesunyian yang menenangkan namun menakutkan.Rong Guo bisa merasakan setiap detil di sekelilingnya, setiap partikel cahaya yang bergerak perlahan di udara, membentuk pola yang tidak bisa dije
Namun, betapa terkejutnya Sima Cheng ketika ia tiba di lokasi kejadian. Keadaan yang seharusnya penuh hiruk-pikuk kini sunyi sepi. Tak ada keramaian sama sekali, hanya ada seorang pemuda yang berdiri tegak, memegang pedang yang masih berlumuran darah segar.Wajah pemuda itu tampak muram, penuh kebencian dan kekesalan. Di bawah kakinya, tergeletak sosok Raja Kera, makhluk spiritual peringkat Transcendent yang seharusnya sangat sulit untuk ditaklukkan.Aura berbahaya yang menyelimuti jasad makhluk itu masih menguar, menyelubungi udara di sekitar mereka dengan ketegangan yang menakutkan. Bahkan, Sima Cheng merasakan degup jantungnya semakin cepat, menjadi sebuah ketegangan yang sulit diabaikan.“Hunter Guo?” tanya Sima Cheng dengan nada penuh keheranan, suaranya bergetar. “Apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu membunuh makhluk spiritual peringkat Transcendent ini?”Rasa gelisah memenuhi hati Sima Cheng. Dalam pikirannya, ia merasa marah sekaligus bingung. Mahluk kontrak peringkat Transcend
Sima Cheng, pemimpin Organisasi Tangan Besi, duduk dengan wibawa di atas tandu mewah yang dipikul oleh empat anak buahnya. Setiap langkah mereka terdengar ringan namun kokoh, menggema di jalanan sempit dan berliku dalam hutan yang remang-remang.Tandu tersebut, dilukis dengan warna emas dan merah, dihiasi ukiran naga dan phoenix yang melambangkan kekuasaan dan keabadian. Cahaya rembulan yang menembus celah-celah dedaunan menerangi ukiran tersebut sehingga tampak hidup.Di sebelah tandu, Zhang Fen, anggota elit organisasi, menunggang seekor harimau iblis.Hewan besar itu melangkah dengan anggun, membuat Zhang Fen tidak perlu repot mengeluarkan tenaga untuk berjalan atau berlari. Bulu harimau yang berkilauan di bawah sinar rembulan memberikan kesan yang sangat intimidatif dan megah."Saudara Zhang," suara Sima Cheng terdengar, memecah keheningan hutan yang hanya sesekali diisi oleh suara serangga dan hembusan angin malam. Meski terdengar tenang, ada nada khawatir yang tersirat di dalamn
Mao Shen adalah pemimpin Organisasi Rajawali Iblis. Nama Rong Guo telah ia dengar sejak dari lantai pertama, namun tak sekalipun ia menyangka akan bertemu langsung dengan pria itu."Bagaimana Anda bisa tahu aku? Kita baru pertama bertemu, bukan?" Mao Shen akhirnya bertanya, suaranya masih terdengar serak setelah batuk-batuknya mereda. Dalam hati, ia menyesal telah meremehkan seni Tapak Angin Puyuh yang nyaris membuatnya muntah darah tadi.Meskipun merasa malu, Mao Shen mencoba menyembunyikan perasaan itu di balik tatapan datar. "Kamu memiliki kemampuan yang cukup hebat," katanya perlahan. "Bisa mengeksekusi Tapak Angin Puyuh—seni bela diri peringkat rendah—menjadi sesuatu yang luar biasa seperti tadi. Itu jelas bukan hal yang mudah."Rong Guo hanya tertawa. Suaranya menggema di antara desiran angin malam dan gemerisik dedaunan, menciptakan suasana penuh tekanan."Dari mana aku tahu Anda?" Rong Guo membalas dengan nada santai, namun sorot matanya tajam menusuk. "Mengapa tidak bertanya
"Ayo masuk, sama-sama kita mencari makhluk kontrak!""Hei! Biarkan aku masuk dulu!""Apa-apaan ini? Mengapa menyerobot?"Suara-suara protes dari para hunter menggema di depan pintu portal. Kerumunan mereka penuh sesak, dengan masing-masing orang berusaha mendahului yang lain. Riuh rendah suara itu memekakkan telinga, menciptakan suasana penuh ambisi dan ketegangan.Namun, ketika Rong Guo melangkah melewati portal itu, semua kegaduhan seketika lenyap. Dunia yang baru saja ia masuki begitu sunyi, seolah waktu di dalamnya berjalan dengan cara yang berbeda.Di kiri dan kanan, pohon-pohon ek yang besar dan menjulang tinggi menyambut pandangannya. Cabang-cabangnya membentang lebar, menciptakan bayangan gelap yang hampir menutupi langit. Di bawahnya, akar-akar besar mencengkeram tanah dengan kokoh, membentuk lanskap yang terasa kuno dan penuh misteri.Suara gemerisik lembut terdengar saat angin bertiup di antara dedaunan, menciptakan harmoni alami yang menenangkan.Rong Guo memperhatikan sek
Sementara itu, Ayong dan Yizhan masih sibuk menyelesaikan duyung-duyung terakhir yang tersisa. Mereka bekerja sama dengan baik hingga tak satu pun musuh berhasil melarikan diri. Ketika suasana kembali tenang dan bayangan dungeon mulai memudar, Rong Guo mendekati kedua kawannya.“Kita langsung pulang saja,” katanya tegas, suaranya terdengar serius. “Kalau kalian ingin merayakan kemenangan dengan minum arak, silakan. Tapi aku punya urusan penting yang harus kuselesaikan.”Ayong dan Yizhan saling melirik dengan raut wajah penuh tanda tanya. Meski penasaran, mereka memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. Mereka tahu Rong Guo jarang menjelaskan rencananya, dan mendesaknya hanya akan membuang waktu.Ketiganya berpisah di pintu keluar dungeon. Rong Guo melangkah cepat menuju tempat peristirahatan di perkampungan hunter. Tangannya menggenggam erat Kalung Bintang Abadi, satu-satunya benda yang telah lama ia cari. Benda itu terasa hangat, seolah memancarkan energi misterius.Apakah dalam semal
Setelah beberapa waktu berlalu... setelah Rong Guo melewati dungeon ganda yang menimbulkan rasa cemburu bagi setiap hunter, akhirnya Festival Perburuan Malam dimulai.Namun, ada suatu kejadian yang mengejutkan terjadi, membuat Rong Guo sangat bahagia.Hari ini, tepat sehari sebelum festival dimulai, Rong Guo bersama dua kawannya – Ayong dan Yizhan – masuk ke dalam dungeon.Dungeon yang mereka masuki kali ini berwujud lautan yang maha luas.Lawan mereka adalah kaum duyung yang sangat merepotkan. Selain sakti dengan rata-rata keahlian setara Pendekar Naga Giok, kemampuan sihir para duyung benar-benar luar biasa.“Jangan tergoda dengan nyanyian mereka!” kata Rong Guo tegas. Tangan kanannya melambaikan Pedang Phoenix dan Naga, sementara tangan kirinya merapalkan Teknik Cakra Tengkorak Putih.“Nyanyian duyung mengandung magis, dan bisa membuat jiwa kalian terikat!” tambahnya. “Jika tak kuat, pakailah penutup telinga!”Rong Guo berkelebat cepat, pedangnya meliuk-liuk seperti naga yang menga
Setelah pertemuan panjang dengan para petinggi istana berakhir, Khagan Aruqai melangkah memasuki kamarnya yang megah di dalam istana Kaisar Kota Kaejin.Ruangan itu luas dan penuh kemewahan, dihiasi dengan ukiran-ukiran rumit yang bernilai seni tinggi. Dindingnya dicat dengan lapisan warna emas dan perak yang berkilauan, seakan memantulkan sinar setiap kali cahaya menerpa.Beberapa tembikar berkualitas tinggi terletak di sudut ruangan, semakin menegaskan kesan agung dan megah yang menyelimuti tempat itu.Dalam diam, Khagan berjalan menuju meja tulis yang terbuat dari kayu ebony, tampak eksotis seolah dibawa langsung dari negeri tropis yang jauh. Dengan gerakan tenang, ia duduk dan mengeluarkan selembar kertas khusus yang hanya diperuntukkan bagi para pejabat istana. Ia menulis beberapa kata dengan tangan yang halus dan terlatih.“Tuan, semua sudah siap. Mesin Penghimpun Qi akan segera dieksekusi. Kami juga akan mulai mengumpulkan energi darah yang diperlukan untuk mencapai kesempurnaa