Tak lama kemudian, setelah bekerja selama tidak lebih dari dua minggu di Paviliun Purnama Dingin, Rong Guo dipanggil oleh Wang Wei, kepala restoran. Paviliun itu tenang, dengan suasana hangat dan aroma dupa cendana yang samar-samar tercium di udara.Saat itu, duduk di depan manajer paviliun - Wang Wei yang tampak mendominasi dengan tatapan tajamnya, Rong Guo terlihat sangat rendah hati.Penampilan jagoan kita kini jauh berbeda dengan gayanya ketika masih menjadi seorang ahli tingkat tinggi di Kekaisaran Yue Chuan.Wang Wei sendiri duduk di balik meja besar yang dipenuhi gulungan kertas dan alat tulis mewah.Rong Guo saat itu duduk dengan sopan menunggu perintah Wang Wei, dia terlihat polos dan lugu. Matanya bersinar seperti seorang remaja, tidak lagi memperlihatkan kilatan kekejaman dan kebengisan seperti ketika dia berwujud Raja Kelelawar Hitam.Orang bijak berkata, "Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung," bukan? Rong Guo merenungkan pepatah tersebut dalam hatinya, mencoba m
Yun dan Akai adalah dua petarung yang sangat berpengalaman dalam pertarungan di Hutan Pegunungan Wushen. Bukan hanya sekali dua kali mereka meliwati jalur antara Kota Hanjiang dan Lengyang.Konon, di Pegunungan Wushen terdapat berbagai macam makhluk iblis, dari peringkat rendah hingga yang sangat tinggi. Namun sepemahaman dua petarung itu, mahluk iblis paling tinggi disana berada pada ranah Pendekar Harimau Giok saja. Itupun jarang sekali kelihatan berkeliaran.Namun, pada malam yang dingin dan berangin ini, kemunculan Serigala Iblis menghadang perjalanan kereta yang mereka tumpangi, membuat Si Tua Yan, kusir kereta, sangat ketakutan. Angin malam membawa suara-suara aneh dari pepohonan, menciptakan suasana yang semakin mencekam."Sepuluh serigala iblis?" teriak Si Tua Yan dengan suara bergetar. Suara geraman dari sepuluh serigala iblis itu, seperti panggilan dari alam bawah – dunia orang mati, membuat tubuh Tua Yan gemetar ketakutan.Dengan tangan gemetar, dia mengetuk tirai yang memb
Rong Guo membuka matanya dan mendengar suara air mengalir yang tenang, seperti terapi bunyi yang menenangkan baginya. Suara gemericik air memenuhi udara, memberikan perasaan damai di dalam hati Rong Guo.Dia membuka mata dan melihat samar-samar dua petarung—Jun dan Akai—serta Kusir Tua Yan mengelilinginya. “Aku... di mana ini?” suaranya terdengar lemah dan kebingungan.Mendengar suara Rong Guo, wajah semua orang yang tadinya sangat khawatir, kini terlihat lega.“Adik Guo, syukurlah Anda sudah sadar!” Suara Petarung Yun terdengar jelas di telinga, membuat Rong Guo tersadar sepenuhnya akan kejadian semalam.Wajah Rong Guo meringis menahan sakit, namun bukannya mengeluh, justru hal lain yang ia tanyakan.“Bagaimana nasib delapan serigala iblis itu? Sepertinya aku berhasil membunuh mereka. Namun... apakah ada yang menjadi korban di pihak kita?” tanyanya dengan suara yang masih lemah, ekspresi cemas tak mampu disembunyikan dari wajahnya.Dia langsung duduk, menatap satu per satu orang di h
Malam di Hutan Tanxian amatlah dingin. Angin malam menusuk kulit, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang berguguran. Tak ada sepercik cahaya sedikit pun di jalanan berbatu yang menuruni lereng Gunung Wushen, menambah kesan misteri yang menyelimuti tempat itu.Hanya cahaya lampion di sisi kiri dan kanan kereta kuda yang melaju, samar-samar memberi penerangan jalan ke depan. Keheningan di Hutan Tanxian hanya dipecahkan oleh suara burung hantu, yang sesekali bersiul menambah kelam dan ngeri suasana. Udara malam semakin terasa berat dengan kabut tipis yang perlahan menyelimuti hutan.Tiba-tiba, suara kusir kereta, si Tua Yan, berteriak dengan nada panik."Semuanya perhatian! Ada dua hantu lapar dan satu hantu penasaran sedang menghadang perjalanan kita. Petarung Yun, cepat turun dan lakukan sesuatu!"Rrrr.Saking paniknya, Tua Yan menggedor tirai pembatas antara kursi kusir dengan gerbong kereta tempat tiga orang lainnya duduk di dalamnya. Tirai itu bergoyang keras, hampir robek oleh
Hutan Tanxiang, dini hari. Udara di Hutan Tanxiang begitu dingin, diselimuti embun pagi yang tebal.Suara dentingan pedang yang bersahut-sahutan serta seruan dan teriakan dua petarung—Yun dan Akai—terdengar menggetarkan malam yang sunyi di Hutan Tanxiang.Saat itu, duduk di dalam gerbong kereta yang tersembunyi di antara pepohonan, Rong Guo menganalisis situasi dengan penuh kegelisahan.Dia menduga bahwa kedua petarung, Yun dan Akai, saat ini sedang keteteran."Dari cara mereka berteriak dan suara pedang yang semakin melemah, jelas mereka sudah mulai kehabisan tenaga," pikirnya.Dari balik dinding gerbong kereta, terdengar kekehan tiga hantu kelaparan yang penuh rasa penasaran. Suaranya mirip desahan angin malam yang menambah keseraman suasana, sementara suara desingan pedang para petarung sudah lenyap.Artinya, dua petarung itu tinggal mengandalkan kegesitan untuk menghindari serangan tiga hantu."Bagaimana mungkin tingkat kepandaian mereka yang seperti itu bisa melawan makhluk iblis
Dalam perjalanan menembus hutan yang lebat dan penuh misteri, Rong Guo mendapati kenyataan yang membuat hatinya girang.Udara dini hari yang dingin menyusup di antara pepohonan, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang membusuk, menciptakan suasana yang menyeramkan. Kabut tebal melayang rendah, membuat setiap bayangan tampak seperti hantu yang mengintai."Asalkan kesehatanku pulih," gumam Rong Guo sambil melompat dari satu dahan ke dahan lain, merasakan kekuatan di kakinya. "Meskipun tidak dapat memanfaatkan energi hawa murni sejati, namun ketrampilan meringankan tubuhku masihlah piawai."Setiap gerakan meringankan tubuh Rong Guo tampak ringan, seperti burung layang-layang saja.“Well, meskipun ketrampilan meringankan tubuhku kini tidak sehebat ketika menjadi Raja Kelelawar, namun untuk disandingkan dengan ahli-ahli kelas Pendekar Lotus Emas, aku masih mampu bertanding kecepatan," lanjutnya dengan senyum tipis menghiasi wajahnya. Matanya berbinar menatap kegelapan hutan.Ini adalah
“Adik Guo! Apa yang terjadi?” Suara Petarung Yun penuh kekhawatiran.Saat itu matahari pagi mulai menyinari hutan. Wajahnya tampak terkejut ketika menyadari bahwa sosok misterius yang baru datang ternyata adalah Rong Guo. Ia sampai tidak bisa berkata-kata lagi sesudah berbicara tadi.Giliran petarung Akai dengan keterkejutannya...“Kamu – kamu... Bagaimana bisa kamu terlihat sesegar ini?” tanya Petarung Akai, ekspresi keheranan mendalam terlihat jelas di wajahnya. Dia mendekati Rong Guo dengan langkah cepat, mengamati dari wajah hingga tangan Rong Guo dengan penuh perhatian. “Biasanya anda sepucat mayat hidup!” katanya dengan suara serak.“Kamu tidak lagi pucat seperti mayat, adik kecil. Kamu tampak segar bugar, seperti bayi yang baru lahir!” desis Akai, matanya membelalak, menunjukkan kekaguman yang mendalam.Sudah hilang ketegangannya, Petarung Yun menimpali. “Jangan-jangan... kamu melakukan hal yang sama seperti semalam? Menghabisi hantu-hantu kelaparan di tengah hutan?” tanya Peta
Di persimpangan jalan, tepat di gerbang Utara Kota Lengyang, matahari senja mulai tenggelam, mewarnai langit dengan semburat oranye dan merah. Angin dingin bertiup, membawa kesegaran khas musim dingin yang menggigit kulit.“Well... Petarung Yun, Petarung Akai, dan Paman Yan,” kata Rong Guo, suaranya terdengar tenang di antara desiran angin senja. Rambutnya berkibar sehingga menambah kesan dramatis Jika dilihat dari kejauhan.Saat itu, jalanan di Kota Lengyang mulai sepi. Hanya sesekali ada kereta kuda yang berlalu lalang, atas sejumlah orang yang tampaknya baru selesai berdagang pulang ke rumah. Rong Guo, Petarung Yun, dan Akai, serta Kusir Yan diatas kereta, tampak berdiskusi.Lampu-lampu minyak satu per satu dinyalakan di depan rumah penduduk, menciptakan cahaya hangat yang menari-nari di dinding rumah penududuk. Hanya mereka bertiga yang berdiri di jalanan yang lengang, dengan bayangan panjang yang mengikuti gerak-gerik mereka.“Aku harus mengucapkan selamat berpisah. Sudah saatnya
Tiga bulan telah berlalu sejak peristiwa besar yang mengguncang dunia persilatan. Di Puncak Wudang, keramaian tak biasa memenuhi setiap sudut.“Pemimpin Sekte Wudang akan menikah!” teriak seseorang di kerumunan dengan semangat.“Mari kita saksikan! Ini peristiwa yang jarang terjadi!” sahut yang lain, ikut terbawa antusias.“Pemimpin Rong akan menikahi Penatua Xiao, sahabat semasa kecilnya!”Kabar ini telah menyebar ke seluruh penjuru negeri, membuat semua orang berbondong-bondong datang, meskipun tanpa undangan.Setelah kemenangan besar melawan Kekaisaran Matahari Emas, reputasi Sekte Wudang berada di puncaknya. Dipimpin oleh Rong Guo, seorang Abadi, Sekte ini kini menjadi pusat dunia persilatan.Pagi itu, Puncak Wudang terasa hidup. Murid-murid sibuk mempersiapkan segala sesuatu dengan teliti, sementara tokoh-tokoh dari dunia persilatan turut hadir untuk menyaksikan momen bersejarah ini. Para pemimpin sekte aliran putih, datuk sekte sesat, dan praktisi independen berkumpul, meningga
Peristiwa pertarungan itu menyisakan kepedihan yang mendalam. Bau darah masih memenuhi udara, bercampur dengan aroma tanah basah yang terhantam ledakan energi.Langit di atas Puncak Gunung Wudang kini mulai cerah, namun suasana di bawahnya tetap mencekam.Sosok Khaganate dari Benua Podura terbaring diam di atas tanah yang hancur.Armornya yang hitam pekat kini penuh retakan, memancarkan kilau redup seperti batu obsidian yang kehilangan cahayanya.Tubuhnya yang sebelumnya memancarkan aura menakutkan kini terlihat rapuh, seperti sisa abu dari api besar yang telah padam.Dalam sekejap mata, Rong Guo melesat, gerakannya begitu cepat hingga hanya meninggalkan bayangan samar di udara.Ketika orang-orang mengedipkan mata, ia sudah berdiri di sisi jasad Khagan, seperti bayangan yang muncul dari kehampaan.Semua ahli di puncak Wudang segera berkerumun, namun tidak ada yang berani terlalu dekat.Mereka berhenti beberapa langkah di belakang Rong Guo, mata mereka penuh dengan rasa ingin tahu berc
Getaran ledakan meruntuhkan tebing-tebing di kejauhan, sementara retakan-retakan dalam menjalar liar di tanah, melahap apa saja yang dilewatinya.“Langit akan runtuh! Kita semua akan mati!” teriak seorang pria tua, tubuhnya gemetar ketakutan.“Lari! Jangan lihat ke atas!” jerit seorang ibu sambil menarik anaknya yang menangis, wajahnya penuh kecemasan.Penduduk berlarian kacau, beberapa terjatuh akibat guncangan, sementara yang lain terus mencari tempat berlindung.Percikan energi dari ledakan di langit jatuh seperti hujan meteor, membakar apa saja yang disentuhnya.Di langit, tubuh kedua Abadi itu terlempar jauh ke belakang akibat dampak besar serangan mereka. Rong Guo tersungkur ke tanah, tubuhnya memar dan dipenuhi luka.Napas Rong Guo tersengal, darah mengalir di sudut bibirnya, tubuhnya bergetar karena energi yang hampir habis.Napas Rong Guo tersengal, darah mengalir di sudut bibirnya. Tubuhnya tampak melemah, tetapi auranya tetap menguasai langit. Ia melayang dengan stabil di u
Langit tampak seperti tercabik-cabik, retakannya menjalar seperti guratan api yang membakar langit malam.Setiap lapisan atmosfer bergetar hebat, seolah tak mampu lagi menahan kekuatan dahsyat dari dua ahli peringkat Abadi yang bertarung di cakrawala.Matahari memerah, cahayanya memudar seperti nyala lilin yang hampir padam.Dunia seolah berubah menjadi tua.Udara dipenuhi energi gelap dan terang yang saling bertabrakan, menciptakan ledakan menggema yang membuat tanah retak dan sungai meluap.Dua sosok raksasa, perwujudan energi mereka, melesat berpindah-pindah. Ke Utara, Selatan, Barat, dan Timur, setiap langkah mereka mengguncang bumi dan menghancurkan gunung.Bayangan mereka memanjang di atas tanah, menebar teror yang membuat semua makhluk di bawah langit merasa kecil dan tak berdaya.Di seluruh penjuru Benua Longhai, penduduk keluar dari rumah mereka.Wajah-wajah pucat pasi mendongak ke langit, menatap pemandangan apokaliptik yang terjadi di atas mereka.Napas mereka tertahan, dad
Secara alami, pertarungan antara dua Abadi di cakrawala adalah sesuatu yang sangat luar biasa.Pertarungan yang terjadi antara Rong Guo dan Khagan dari Benua Podura mengguncang cakrawala. Kedua sosok abadi itu bertarung dengan kekuatan luar biasa, memecah langit dan menggoncangkan bumi di sekitar mereka.Kedatangan Rong Guo yang terlambat membuatnya terkejut, melihat apa yang terjadi di puncak Gunung Wudang.“Terlambat! Kita terlambat,” tangis Biarawati Fear tak tertahankan.Ia merunduk di tanah puncak gunung, sambil menangisi satu demi satu jenazah murid-murid dari Sekte Gurun Gobi yang tergeletak kaku.Sementara Rong Guo hanya diam.Meski emosinya bergejolak, namun dengan tingkat kultivasi yang telah mencapai puncak dunia, yaitu Yongheng—atau abadi—dia tidak mudah hanyut dalam perasaan sedih yang mendalam.Sambil memindai dengan energi spiritualnya yang tajam, Rong Guo menemukan jejak aura ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas yang menyebar di Puncak Terlarang.Sedetik sorot mata
"Apa yang terjadi?" suara seseorang bergetar memecah keheningan."Siapa yang melakukan ini? Siapa yang menghabisi semua tentara Matahari Emas?"Tidak ada yang mampu menjawab. Keheningan kembali menyelimuti, berat dan penuh tanda tanya.Zhang Long Yin memandang pemandangan itu dengan dahi berkerut tajam. Ia mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi, tapi pikirannya dipenuhi kebingungan. Siapa yang memiliki kekuatan sebesar ini, yang mampu menyingkirkan ribuan tentara dalam sekejap?Xiao Ning menggigit bibir, emosinya bercampur aduk.Keajaiban ini mungkin telah menyelamatkan mereka, tetapi muncul pertanyaan besar: keajaiban macam apa yang terjadi di Puncak Terlarang malam tadi?>>> Di langit...Dua sosok bertarung dalam bentuk yang melampaui nalar manusia.Pemuda berbaju putih longgar berdiri di udara dengan ketenangan yang menusuk, seperti puncak gunung es yang tersembunyi.Senjata di tangannya adalah sebuah payung istimewa yang memancarkan aura magis. Angin berputar di sekelilingny
Malam yang panjang berlalu dengan cepat.Di dalam array Puncak Terlarang, semua orang terdiam, menutup mata, berusaha mengabaikan hiruk pikuk di luar. Ada yang tenggelam dalam meditasi, ada pula yang sibuk mencoba menyembuhkan luka dengan sisa obat seadanya.Kesibukan itu membuat tak seorang pun memperhatikan keanehan yang muncul di luar.Di langit yang kelam, sebuah kilat tiba-tiba menyala, hanya sekejap. Namun, efeknya sungguh menggetarkan.Saat kilat itu lenyap, ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas tergeletak, saling bertumpuk di atas tanah Puncak Terlarang.Tubuh-tubuh mereka tidak bergerak tak bernyawa, nyaris menyatu dengan ribuan jasad yang sudah lebih dulu menjadi korban perang.Tak lama kemudian, matahari mulai bersinar lembut.Cahayanya menyelinap melalui celah array, menyentuh permukaan tanah yang dingin dengan kehangatan samar.Zhang Long Yin, pemimpin Sekte Wudang, membuka mata perlahan setelah semalaman bermeditasi untuk memulihkan energi Qi-nya.Di dekatnya, Xiao Nin
Jauh sebelum perang ini pecah, dalam sebuah diskusi, Zhang Long Yin pernah mengungkapkan bahwa mereka masih memiliki tempat persembunyian, jika keadaan mendesak.“Aku akan bersiul sebagai kode, dan semua orang harus segera bergegas menuju Puncak Terlarang Sekte Wudang. Di sana, kita akan aman!” ujarnya dengan tegas, suaranya penuh keyakinan.Namun, siapa yang bisa membayangkan bahwa saat ini, kata-katanya akan menjadi kenyataan yang mengerikan?“Array dan formasi sihir di Puncak Terlarang sangat kuat. Tidak ada yang bisa menembusnya jika kita berlindung di sana!” jelas Zhang Long Yin lebih lanjut, seperti mengingatkan dirinya sendiri bahwa satu-satunya harapan adalah puncak terlarang itu.Para pemimpin sekte, bersama datuk-datuk dunia persilatan, bahkan telah melakukan simulasi tentang cara evakuasi ke Puncak Terlarang jika keadaan semakin genting.Namun, mereka tidak menyangka bahwa hari itu akan datang dengan begitu cepat.“Tapi semoga ini tak terjadi. Kita akan berperang mati-matia
Di belakang Sekte Wudang, terdapat satu puncak yang belum pernah tersentuh oleh siapapun. Puncak itu dikenal sebagai "Puncak Terlarang", dan hanya pemimpin sekte yang diperbolehkan menginjakkan kaki di sana.Desas-desus beredar bahwa di puncak daerah terlarang tersebut terdapat sebuah jurang yang sangat dalam, yang disebut-sebut sebagai neraka dunia.Jurang itu mendapat juluka "Neraka Dunia" karena di sanalah para praktisi Sekte Wudang yang sesat dan melanggar aturan golongan putih dibuang.Tempat itu menyimpan penderitaan yang tak terbayangkan, dan tak seorang pun yang pernah kembali untuk menceritakan kisahnya.Pagi mulai menjelang, cahaya matahari menyemburat lembut di ufuk timur, namun pertempuran yang berkecamuk tak juga mereda.Di atas Puncak Sekte Wudang, bukanlah pemandangan yang biasanya terlihat—sekarang lebih tepat disebut puncak pemakaman daripada puncak sekte dari dunia persilatan aliran putih. Lantaran darah yang berceceran, dan tubuh yang berserakan, udara terasa begit