"Mahluk terkutuk! Rasakan pembalasan ini!" teriak Lin Daiyu dengan penuh semangat, suaranya menggema di tengah medan yang dipenuhi ilalang.Dengan kecepatan yang memukau, tubuhnya melesat laksana seekor rajawali yang sedang menerkam mangsa. Kedua tangannya terbentang lebar, memegang crossbow yang siap dilepaskan.Gerakan Qinggong-nya begitu anggun, seakan-akan setiap langkahnya di udara adalah tarian ilahi, seiring dengan pelatuk yang ditariknya dalam satu gerakan sempurna.Pemandangan itu begitu indah, memancarkan kesan bahwa Lin Daiyu adalah seorang dewi perang yang turun dari langit.Di bawahnya, Ular Mahkota Perak, makhluk raksasa dengan tubuh berkilauan bagai baja, baru saja melibas ekornya dengan dahsyat. Akibatnya, lima murid Sekte Lembah Hijau terhempas keras ke tanah, tulang mereka terasa retak dan tak berdaya.Sang ular Kepala Mahkota tidak sadar bahwa bahaya lebih besar sedang mengintai dari ketinggian—Lin Daiyu yang tengah bersiap menuntaskan serangannya.SWISH-SWISH-SWIS
Selama dua hari dua malam perjalanannya menuju jantung Istana Gurun Pasir, Rong Guo menyaksikan banyak hal yang membuka matanya.Bukan hanya keindahan lanskap yang tandus dan keras, namun juga berbagai kejadian yang mencerminkan sifat asli manusia.Di setiap tikungan jalan, di setiap persimpangan, Rong Guo dihadapkan pada pemandangan yang membuat hatinya tawar. Dunia kultivator penuh dengan tipu daya dan ambisi yang tidak kenal belas kasihan.Di depan matanya, ada pertempuran sengit antar kultivator yang berasal dari golongan yang sama. Mereka saling membunuh hanya untuk memperebutkan sumber daya langka yang muncul secara tiba-tiba, seperti binatang buas yang berebut bangkai.Tak jarang juga, Rong Guo melihat kultivator yang berkhianat, meninggalkan sektenya untuk bergabung dengan golongan sesat atau aliran hitam demi mendapatkan lebih banyak keuntungan."Inilah wujud asli para kultivator di Istana Gurun Pasir ini," batin Rong Guo dengan perasaan getir, matanya menyapu pemandangan kek
"Tapi aku ingin menantang sosok Tuan yang duduk di arah mata angin selatan. Bukan Anda," kata Zhang Long Yin dengan penuh keyakinan. Suaranya terdengar tegas, seolah tidak ada keraguan dalam dirinya.BAM!Semua pandangan segera tertuju pada kultivator dari Benua Podura yang duduk di sisi selatan bawah Pohon Bodhi Suci, pria dengan aura tenang namun mendominasi.Malam ketika portal Istana Gurun Pasir akan dibuka, sosok inilah yang memberi instruksi kepada para ahli untuk mengumpulkan pecahan peta, menunjukkan kewibawaannya tanpa sepatah kata pun lebih dari yang diperlukan.Wajah Norzin mendadak berubah, ekspresinya bagaikan ingin tertawa, namun bibirnya hanya bergetar sedikit, menahan tawa yang hampir meledak."Apakah Anda yakin ingin menantang Tuan Mahlion, bukan aku?" tanyanya, suaranya sarat dengan ejekan terselubung. Ia memalingkan wajah dan menatap pria yang di sebut Mahlion, tak bisa menyembunyikan rasa geli.Suasana yang sudah tegang kini semakin tegang. Setiap kultivator di tem
"Masih ada yang akan melawan kami?" Suara Tuan Norzin terdengar dingin, menggema di dalam ruang istana gurun pasir yang luas. Kata-katanya telah mengguncang hati setiap pendengarnya.Ia berdiri tegak, postur tubuhnya mencerminkan kepercayaan diri seorang ahli yang tak terkalahkan, sementara Tuan Mahlion telah duduk kembali dalam posisi lotus, napasnya tenang seperti angin lembut yang berhembus di bawah Pohon Bodhi Suci.Para kultivator, manusia yang sejak lama terkenal dengan ambisi dan tekad baja, tak bisa menahan dorongan untuk mencoba peruntungan.Kekalahan Zhang Long Yin, pemimpin Sekte Wudang yang namanya telah lama berkibar di empat penjuru, menyulut semangat di antara mereka.Tokoh-tokoh besar dari berbagai sekte ternama dari lima kekaisaran maju satu per satu, seperti ombak yang tak henti-hentinya menghantam karang. Semua berharap setidaknya satu dari mereka bisa membukukan kemenangan dan mengukir nama mereka dalam sejarah di Benua Longhai.Namun, harapan itu hancur dengan cep
Begitu gulungan cahaya pedang memudar, sosok yang tersisa di tengah arena mulai tampak jelas—seorang pemuda dengan topeng putih yang menutupi sebagian besar wajahnya.Jubah lebar yang membalut tubuhnya berkibar perlahan, mengikuti aliran angin yang masih tersisa dari energi pertempuran. Sekelilingnya hening sesaat, lalu gemuruh suara kekaguman meletus dari kerumunan."Dia pemenangnya!" seseorang di antara mereka berteriak."Anak muda itu luar biasa! Dia setengah langkah menuju ranah Pendekar Kaishi!" sambung yang lain.Reaksi terkejut tampak di mana-mana, namun yang paling menonjol adalah dari tiga praktisi Benua Podura. Mereka menyipitkan mata, menatap pemuda bertopeng itu dengan sorot dingin yang tak bisa disembunyikan.Keheningan melingkupi mereka, meski ada tanda-tanda ketidakpuasan yang menguar dari aura mereka.Namun, tak satu pun dari mereka beranjak atau berbicara, seolah memilih untuk menahan diri, tetap duduk tegak di atas dudukan batu di empat arah mata angin.Rong Guo yang
BAM!“Aduh!”Langit malam telah menyelimuti bumi ketika Rong Guo terlempar di antara pepohonan bambu yang tinggi menjulang di Hutan Zhulin.Sosoknya tiba-tiba muncul dari ketiadaan, seakan ditarik oleh kekuatan tak kasat mata, kemudian terhempas keras di atas tanah yang dingin dan keras.Rasa sakit segera menyebar ke seluruh tubuhnya, namun Rong Guo, yang sudah terbiasa dengan rasa perih dari luka pertempuran, dengan sigap bangkit berdiri tanpa mengeluh.Angin malam berdesir pelan, membawa aroma daun bambu yang khas, namun pikiran Rong Guo tak terganggu oleh keheningan hutan yang mencekam.Dalam benaknya, hanya satu hal yang terlintas dengan cepat, memenuhi hatinya dengan kekhawatiran mendalam. “Airmata Fenghuang... apakah buah itu tidak rusak?”Tanpa membuang waktu, Rong Guo segera merogoh sakunya, jari-jarinya dengan gemetar menyentuh buah berharga yang baru saja ia peroleh.Matanya berbinar saat ia mengeluarkan Buah Bodhi dari balik jubahnya, dan sebuah hembusan lega lolos dari bib
Pagi itu, sebuah kereta kuda yang ditarik oleh dua ekor kuda berderap cepat meninggalkan gerbang Selatan Kota Xuefeng Du.Roda-roda kereta berdecit pelan, menciptakan jejak panjang di atas salju yang memutih, melintasi tanah dingin yang diam membeku. Hanya dalam waktu singkat, kereta itu memasuki Hutan Murbei, yang dikenal dengan kesunyiannya di musim dingin.Dari dalam kereta, sebuah tangan tampak keluar, kurus namun panjang, jari-jarinya bergerak perlahan, seakan meraba udara dingin di sekitarnya.Tangan itu sesekali menyibak tirai kereta yang berat, memberi celah untuk mata sang pemilik mengintip pemandangan luar.Pepohonan Murbei yang biasanya hijau dan rindang kini tampak meranggas, daunnya tak lagi menyapa bumi. Yang tersisa hanyalah ranting-ranting kering yang memutih diselimuti salju tebal.Salju turun semakin lebat, menutup seluruh permukaan tanah, menciptakan ilusi padang yang seolah tak berujung.Padahal, waktu seharusnya sudah memasuki awal musim semi, tetapi di Utara, mus
Semenjak kejadian di Gurun Hadarac, tepatnya di Istana Gurun Pasir, sebuah peristiwa yang mengguncang seluruh Benua Longhai, nama sosok pemuda yang mengenakan topeng putih itu telah menjadi buah bibir di mana-mana.Di pelosok negeri dalam Lima Kekaisaran, setiap sudut desa dan kota dipenuhi dengan bisik-bisik dan percakapan tentang sosok misterius yang bertopeng putih. Akhirnya, mereka memberinya nama ‘Si Topeng Putih’, sebuah julukan yang mengundang rasa ingin tahu dan ketakutan sekaligus.Hanya ada sedikit nama yang disebut-sebut sebagai Sepuluh Sosok Paling Berpengaruh, yang saat ini dikenal sebagai Datuk Dunia Persilatan di Benua Longhai.Tercatat dalam sejarah, ada nama-nama besar seperti Qiu Jianfeng, seorang tokoh aliran Tao dari Utara, Yang Jiangzhen, serta beberapa nama sakral lainnya yang menjulang di seluruh penjuru benua. Mereka dikenal memiliki kesaktian luar biasa di ranah Kaishi dan terdaftar sebagai sepuluh besar Datuk Dunia Persilatan.Secara teratur, Puncak Qingxue,
Tiga bulan telah berlalu sejak peristiwa besar yang mengguncang dunia persilatan. Di Puncak Wudang, keramaian tak biasa memenuhi setiap sudut.“Pemimpin Sekte Wudang akan menikah!” teriak seseorang di kerumunan dengan semangat.“Mari kita saksikan! Ini peristiwa yang jarang terjadi!” sahut yang lain, ikut terbawa antusias.“Pemimpin Rong akan menikahi Penatua Xiao, sahabat semasa kecilnya!”Kabar ini telah menyebar ke seluruh penjuru negeri, membuat semua orang berbondong-bondong datang, meskipun tanpa undangan.Setelah kemenangan besar melawan Kekaisaran Matahari Emas, reputasi Sekte Wudang berada di puncaknya. Dipimpin oleh Rong Guo, seorang Abadi, Sekte ini kini menjadi pusat dunia persilatan.Pagi itu, Puncak Wudang terasa hidup. Murid-murid sibuk mempersiapkan segala sesuatu dengan teliti, sementara tokoh-tokoh dari dunia persilatan turut hadir untuk menyaksikan momen bersejarah ini. Para pemimpin sekte aliran putih, datuk sekte sesat, dan praktisi independen berkumpul, meningga
Peristiwa pertarungan itu menyisakan kepedihan yang mendalam. Bau darah masih memenuhi udara, bercampur dengan aroma tanah basah yang terhantam ledakan energi.Langit di atas Puncak Gunung Wudang kini mulai cerah, namun suasana di bawahnya tetap mencekam.Sosok Khaganate dari Benua Podura terbaring diam di atas tanah yang hancur.Armornya yang hitam pekat kini penuh retakan, memancarkan kilau redup seperti batu obsidian yang kehilangan cahayanya.Tubuhnya yang sebelumnya memancarkan aura menakutkan kini terlihat rapuh, seperti sisa abu dari api besar yang telah padam.Dalam sekejap mata, Rong Guo melesat, gerakannya begitu cepat hingga hanya meninggalkan bayangan samar di udara.Ketika orang-orang mengedipkan mata, ia sudah berdiri di sisi jasad Khagan, seperti bayangan yang muncul dari kehampaan.Semua ahli di puncak Wudang segera berkerumun, namun tidak ada yang berani terlalu dekat.Mereka berhenti beberapa langkah di belakang Rong Guo, mata mereka penuh dengan rasa ingin tahu berc
Getaran ledakan meruntuhkan tebing-tebing di kejauhan, sementara retakan-retakan dalam menjalar liar di tanah, melahap apa saja yang dilewatinya.“Langit akan runtuh! Kita semua akan mati!” teriak seorang pria tua, tubuhnya gemetar ketakutan.“Lari! Jangan lihat ke atas!” jerit seorang ibu sambil menarik anaknya yang menangis, wajahnya penuh kecemasan.Penduduk berlarian kacau, beberapa terjatuh akibat guncangan, sementara yang lain terus mencari tempat berlindung.Percikan energi dari ledakan di langit jatuh seperti hujan meteor, membakar apa saja yang disentuhnya.Di langit, tubuh kedua Abadi itu terlempar jauh ke belakang akibat dampak besar serangan mereka. Rong Guo tersungkur ke tanah, tubuhnya memar dan dipenuhi luka.Napas Rong Guo tersengal, darah mengalir di sudut bibirnya, tubuhnya bergetar karena energi yang hampir habis.Napas Rong Guo tersengal, darah mengalir di sudut bibirnya. Tubuhnya tampak melemah, tetapi auranya tetap menguasai langit. Ia melayang dengan stabil di u
Langit tampak seperti tercabik-cabik, retakannya menjalar seperti guratan api yang membakar langit malam.Setiap lapisan atmosfer bergetar hebat, seolah tak mampu lagi menahan kekuatan dahsyat dari dua ahli peringkat Abadi yang bertarung di cakrawala.Matahari memerah, cahayanya memudar seperti nyala lilin yang hampir padam.Dunia seolah berubah menjadi tua.Udara dipenuhi energi gelap dan terang yang saling bertabrakan, menciptakan ledakan menggema yang membuat tanah retak dan sungai meluap.Dua sosok raksasa, perwujudan energi mereka, melesat berpindah-pindah. Ke Utara, Selatan, Barat, dan Timur, setiap langkah mereka mengguncang bumi dan menghancurkan gunung.Bayangan mereka memanjang di atas tanah, menebar teror yang membuat semua makhluk di bawah langit merasa kecil dan tak berdaya.Di seluruh penjuru Benua Longhai, penduduk keluar dari rumah mereka.Wajah-wajah pucat pasi mendongak ke langit, menatap pemandangan apokaliptik yang terjadi di atas mereka.Napas mereka tertahan, dad
Secara alami, pertarungan antara dua Abadi di cakrawala adalah sesuatu yang sangat luar biasa.Pertarungan yang terjadi antara Rong Guo dan Khagan dari Benua Podura mengguncang cakrawala. Kedua sosok abadi itu bertarung dengan kekuatan luar biasa, memecah langit dan menggoncangkan bumi di sekitar mereka.Kedatangan Rong Guo yang terlambat membuatnya terkejut, melihat apa yang terjadi di puncak Gunung Wudang.“Terlambat! Kita terlambat,” tangis Biarawati Fear tak tertahankan.Ia merunduk di tanah puncak gunung, sambil menangisi satu demi satu jenazah murid-murid dari Sekte Gurun Gobi yang tergeletak kaku.Sementara Rong Guo hanya diam.Meski emosinya bergejolak, namun dengan tingkat kultivasi yang telah mencapai puncak dunia, yaitu Yongheng—atau abadi—dia tidak mudah hanyut dalam perasaan sedih yang mendalam.Sambil memindai dengan energi spiritualnya yang tajam, Rong Guo menemukan jejak aura ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas yang menyebar di Puncak Terlarang.Sedetik sorot mata
"Apa yang terjadi?" suara seseorang bergetar memecah keheningan."Siapa yang melakukan ini? Siapa yang menghabisi semua tentara Matahari Emas?"Tidak ada yang mampu menjawab. Keheningan kembali menyelimuti, berat dan penuh tanda tanya.Zhang Long Yin memandang pemandangan itu dengan dahi berkerut tajam. Ia mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi, tapi pikirannya dipenuhi kebingungan. Siapa yang memiliki kekuatan sebesar ini, yang mampu menyingkirkan ribuan tentara dalam sekejap?Xiao Ning menggigit bibir, emosinya bercampur aduk.Keajaiban ini mungkin telah menyelamatkan mereka, tetapi muncul pertanyaan besar: keajaiban macam apa yang terjadi di Puncak Terlarang malam tadi?>>> Di langit...Dua sosok bertarung dalam bentuk yang melampaui nalar manusia.Pemuda berbaju putih longgar berdiri di udara dengan ketenangan yang menusuk, seperti puncak gunung es yang tersembunyi.Senjata di tangannya adalah sebuah payung istimewa yang memancarkan aura magis. Angin berputar di sekelilingny
Malam yang panjang berlalu dengan cepat.Di dalam array Puncak Terlarang, semua orang terdiam, menutup mata, berusaha mengabaikan hiruk pikuk di luar. Ada yang tenggelam dalam meditasi, ada pula yang sibuk mencoba menyembuhkan luka dengan sisa obat seadanya.Kesibukan itu membuat tak seorang pun memperhatikan keanehan yang muncul di luar.Di langit yang kelam, sebuah kilat tiba-tiba menyala, hanya sekejap. Namun, efeknya sungguh menggetarkan.Saat kilat itu lenyap, ribuan tentara Kekaisaran Matahari Emas tergeletak, saling bertumpuk di atas tanah Puncak Terlarang.Tubuh-tubuh mereka tidak bergerak tak bernyawa, nyaris menyatu dengan ribuan jasad yang sudah lebih dulu menjadi korban perang.Tak lama kemudian, matahari mulai bersinar lembut.Cahayanya menyelinap melalui celah array, menyentuh permukaan tanah yang dingin dengan kehangatan samar.Zhang Long Yin, pemimpin Sekte Wudang, membuka mata perlahan setelah semalaman bermeditasi untuk memulihkan energi Qi-nya.Di dekatnya, Xiao Nin
Jauh sebelum perang ini pecah, dalam sebuah diskusi, Zhang Long Yin pernah mengungkapkan bahwa mereka masih memiliki tempat persembunyian, jika keadaan mendesak.“Aku akan bersiul sebagai kode, dan semua orang harus segera bergegas menuju Puncak Terlarang Sekte Wudang. Di sana, kita akan aman!” ujarnya dengan tegas, suaranya penuh keyakinan.Namun, siapa yang bisa membayangkan bahwa saat ini, kata-katanya akan menjadi kenyataan yang mengerikan?“Array dan formasi sihir di Puncak Terlarang sangat kuat. Tidak ada yang bisa menembusnya jika kita berlindung di sana!” jelas Zhang Long Yin lebih lanjut, seperti mengingatkan dirinya sendiri bahwa satu-satunya harapan adalah puncak terlarang itu.Para pemimpin sekte, bersama datuk-datuk dunia persilatan, bahkan telah melakukan simulasi tentang cara evakuasi ke Puncak Terlarang jika keadaan semakin genting.Namun, mereka tidak menyangka bahwa hari itu akan datang dengan begitu cepat.“Tapi semoga ini tak terjadi. Kita akan berperang mati-matia
Di belakang Sekte Wudang, terdapat satu puncak yang belum pernah tersentuh oleh siapapun. Puncak itu dikenal sebagai "Puncak Terlarang", dan hanya pemimpin sekte yang diperbolehkan menginjakkan kaki di sana.Desas-desus beredar bahwa di puncak daerah terlarang tersebut terdapat sebuah jurang yang sangat dalam, yang disebut-sebut sebagai neraka dunia.Jurang itu mendapat juluka "Neraka Dunia" karena di sanalah para praktisi Sekte Wudang yang sesat dan melanggar aturan golongan putih dibuang.Tempat itu menyimpan penderitaan yang tak terbayangkan, dan tak seorang pun yang pernah kembali untuk menceritakan kisahnya.Pagi mulai menjelang, cahaya matahari menyemburat lembut di ufuk timur, namun pertempuran yang berkecamuk tak juga mereda.Di atas Puncak Sekte Wudang, bukanlah pemandangan yang biasanya terlihat—sekarang lebih tepat disebut puncak pemakaman daripada puncak sekte dari dunia persilatan aliran putih. Lantaran darah yang berceceran, dan tubuh yang berserakan, udara terasa begit