Kemudian, sosok Imam Tao itu melangkah memasuki sebuah bangunan dengan papan nama bertuliskan "Guihua Tang," yang berarti Toko Obat Bunga Bayangan.Pintu toko obat itu ditutup dengan pelan. Dan samar-samar terdengar percakapan dari dalam ruangan yang remang-remang."Anda sudah datang. Bagaimana hasil penyelidikan? Apakah tantangan itu benar adanya?" Suara serak terdengar, menggema lemah di antara rak-rak obat yang tertata rapi."Ya, itu benar," jawab Imam Tao dengan tenang, suaranya tidak lagi terdengar seperti orang yang mabuk."Kalau begitu, apakah kamu tetap berkeras untuk menerima tantangan dari Semi-Devil itu?" Suara serak itu kembali, penuh dengan nada keraguan. "Apakah kamu yakin akan memenangkan pertarungan nanti?""Tentu saja," Imam Tao menjawab dengan penuh keyakinan. "Bahkan dahulu di Gurun Hadarac, ketika tingkat kultivasiku masih berada di setengah langkah Kaishi, aku berhasil mengalahkannya. Apalagi sekarang." Ada nada kebanggaan dan keyakinan dalam nada suara sang Imam
Semua orang yang berada di lereng Gunung Moye seketika berpaling, mencari sumber suara lantunan doa yang tiba-tiba mengisi udara di tengah keheningan.Mereka memandang ke arah jalan setapak yang mendaki, dari mana suara ketukan muyu dan doa yang penuh kebijaksanaan itu terdengar.Bukan hanya Lu Zhenyi dan Ye Ming yang terkejut dengan kedatangan Imam Tao tersebut. Murid-murid Sekte Hehuan, para pelajar dari Akademi Linchuan, serta biksu-biksu muda dari Biara Tiantai dan Biara Xuandu pun menatap dengan ekspresi heran, mata mereka terarah pada sosok Imam Tao yang memukul muyu dan mengucapkan doa dengan ketenangan luar biasa.“Guru Tao Guo! Anda juga ingin menyaksikan keramaian ini?" Lu Zhenyi melangkah maju, suaranya mengandung rasa heran yang tak bisa ia sembunyikan."Tolong katakan, bagaimana Anda bisa sampai di lereng Gunung Moye? Untuk mencapai tempat ini, diperlukan kemampuan setidaknya di tingkat Pendekar Serigala Langit. Apakah ada seseorang yang membantu Anda?"Dalam benaknya, Lu
Ketika kaki Rong Guo menapak lembut di atas Puncak Anyan Feng, angin dingin yang berhembus dari puncak gunung menyambutnya, membawa serta suara gemerisik daun-daun kering yang berputar di udara.Semua orang yang telah lebih dahulu berada di sana segera memalingkan wajah, menatap dengan tatapan penuh rasa ingin tahu pada sosok Imam muda yang baru saja tiba.Di sekeliling puncak, sekitar lima puluh ahli bela diri telah berkumpul. Mereka semua adalah Grand Master, orang-orang yang dihormati dalam dunia persilatan, setiap tatapannya menyiratkan rasa kagum yang sulit disembunyikan.Imam muda itu mampu membawa dua orang ke Puncak Anyan Feng dengan mudah, ini adalah sebuah prestasi yang di luar dugaan mengingat usianya yang masih sangat belia.Berdiri tegak di antara tiupan angin dingin, adalah para Grand Master yang termasuk dalam dua puluh datuk terbesar Dunia Persilatan di Benua Longhai—dari generasi yang masih hidup.Salah satu di antaranya, Pemimpin Sekte Wudang, dan Pemimpin Sekte Tera
Di antara desiran angin dingin yang menghempas puncak Anyan Feng, Rong Guo berdiri tegap, tubuhnya melayang anggun di udara. Tatapannya tajam tertuju pada Norzin, sang Semi Devil, dengan cemoohan yang terpancar jelas di wajahnya."Si Topeng Putih? Mengapa kau masih menanyakannya, padahal senjata ini sudah berada di tanganku? Apa kau sudah melupakan peristiwa di Gurun Hadarac?" ucapnya dengan nada yang penuh ejekan.Rong Guo melambaikan Payung Iblis yang hitam legam, tampak tua dan menakutkan.Gerakan senjata yang terlihat sederhana itu membuat Norzin menyipitkan matanya, berpikir cepat, sementara di sekitarnya, aura tegang semakin terasa. “Dia Si Toeng Putih?” batin Norzin tak percaya.Di langit yang kelam, kedua ahli itu melayang seperti rajawali perkasa, seolah-olah gravitasi tidak lagi mempengaruhi mereka, menatap penuh ancaman.Setiap gerakan mereka di udara membawa gelombang kekaguman dari para penonton di bawah.Namun, yang lebih mengejutkan lagi adalah pernyataan Rong Guo tadi
Di puncak Anyan Feng, angin berputar kencang, membawa serta aroma tanah dan dedaunan yang tertiup dari lembah-lembah di bawahnya. Langit tampak suram, dengan awan hitam menggantung rendah, menambah intensitas dari pertarungan yang sedang berlangsung.Ribuan pasang mata penonton, baik dari sekte-sekte terhormat maupun kaum awam yang beruntung hadir, menyaksikan dua sosok melayang di udara.Keduanya, seolah melawan hukum alam, mengapung di atas tanah tanpa penopang, bertarung di antara angin yang meraung."Kamu... kamu!" suara Norzin, sang Semidevil, penuh amarah, menggelegar di udara.Dengan energi Qi yang berkobar di sekelilingnya, ia berhasil mensejajarkan ketinggian terbangnya dengan Rong Guo, sang Imam Tao. Matanya membara penuh kebencian dan kecurigaan.Rong Guo hanya tersenyum. Senyumannya seakan mengusik ketenangan lawannya, sebuah senyuman yang tenang dan bijaksana.Wajahnya sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kelelahan, bahkan setelah bentrokan keras sebelumnya. Jubah pu
Dari arah Puncak Anyan Feng, tampak tiga aura pedang melesat cepat, diiringi suara siulan pedangyang tajam, yang membelah udara. Sasaran serangan pedang itu adalah Rong Guo, yang masih melayang di atas ketinggian, di antara awan-awan.Kejadian ini berlangsung sangat cepat, sehingga semua penonton di kaki Gunung Moye terkejut. Tak ada satu pun dari mereka yang mengedipkan mata, terperangah menyaksikan momen berbahaya ini.“Pertempuran masih berlanjut!” desis salah satu kultivator di kaki Gunung Moye, suaranya bergetar penuh antisipasi.“Tiga Grand Master, masing-masing dari Sekte Xuandu, Hehuan, dan Akademi Linchuan bergabung untuk menyerang Si Topeng Putih!” sahut penonton lain dengan nada tak percaya.“Mereka sungguh tak tahu malu, menyerang sosok Imam Tao yang baru saja bertarung hidup dan mati... kini mereka bersatu dalam serangan besar!” kata seorang kultivator lain dengan nada marah, saat ia melihat ketidakadilan di cakrawala.Sementara itu, Rong Guo yang telah kehilangan sebagia
Musim panas berlalu dengan cepat, seperti hembusan angin yang membawa kehangatan pergi begitu saja. Perubahan musim mulai terlihat dengan tanda-tanda alam yang tak bisa diabaikan.Daun-daun pohon maple mulai berjatuhan satu per satu, menciptakan hamparan permadani berwarna kuning dan oranye yang indah di bawah kaki pepohonan. Suasana ini menandai bahwa musim gugur telah tiba.Namun, sebelum orang-orang sempat benar-benar menikmati pemandangan itu, hawa dingin mulai merayap perlahan, membawa pesan bahwa musim dingin segera datang.Hari demi hari, suhu semakin turun. Namun peristiwa duel di Gunung Moye tetap menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan para ahli beladiri.Nama Si Topeng Putih, yang dulunya hanya dikenal segelintir orang, kini menjadi legenda hidup yang selalu disebut-sebut dalam setiap diskusi.Popularitasnya melonjak drastis, dan berdasarkan daftar terbaru para petarung terkuat di Benua, Si Topeng Putih kini menduduki peringkat ketiga. Hal ini menyebabkan Nyonya Yinfe
Sepuluh jurus berlalu tanpa An Lushan berhasil menyentuh sehelai rambut lawannya.Sebaliknya, ia berulang kali terhempas mundur, tangannya terasa panas dan lecet akibat benturan pedangnya dengan telapak tangan pria Podura yang tampak begitu tenang.Pria Podura itu tersenyum tipis, seolah tidak sedikit pun terpengaruh oleh pertempuran yang baru saja terjadi. "Sudah sepuluh jurus. Tidakkah kau ingin mengundangku masuk dan berbicara lebih lanjut?"An Lushan menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri.Jelas kekuatannya jauh di bawah pria Podura itu. Bahkan, jika dibandingkan dengan dua legenda yang bertarung di Gunung Moye, dia merasa seperti asap yang tak berarti apa-apa.Akhirnya, dengan rasa enggan yang tertahan, An Lushan mengangguk. Ia memutuskan untuk mengundang pria Podura itu masuk ke aula tertutup, penasaran dengan apa yang akan ditawarkan oleh pria penuh misteri itu.Di dalam ruangan yang dipenuhi kesunyian, perundingan dimulai. Pria Podura itu mengungkapkan maksud ked
“Apakah Tuan berdua dari Benua Podura?” tanya An Luo Xing. Suaranya bergetar halus, mencerminkan campuran rasa takut dan harap yang bersarang di hatinya.Tatapannya tak berani menatap lurus ke arah kedua pria asing itu, yang berdiri tegap dengan aura yang menekan. Ia menunggu jawaban dengan jantung berdebar kencang.Pria asing yang mengenakan zirah gelap itu mengerutkan alisnya. Pandangannya tajam seperti bilah pedang saat ia menjawab dingin,“Anda siapa? Kami hanya ingin bertemu Tuan An Lushan.”Kata-kata itu menghantam An Luo Xing seperti gelombang badai. Sejenak pikirannya terasa kosong, napasnya tercekat. Bagaimana mungkin mereka tidak tahu? Ayahnya, An Lushan, telah tewas bertahun-tahun lalu dalam perang besar melawan dataran tengah.“Bukankah ayah tewas demi membela mereka, Benua Podura? Bagaimana bisa mereka tak tahu hal ini? Ada sedikit rasa tidak senang dihat An Luo Xhing.Sementara pikirannya berusaha mencerna situasi, ia merasakan kemarahan membara di dadanya.Namun, ia seg
Diatas kapal roh yang bergerak menuku Benua Longhai, dua orang prajurit berdiri sigap, namun dengan wajah yang mengeras.Sebenarnya, bukan karena Balaghun tidak penasaran. Ia pun terbungkus rasa ingin tahu yang mendalam, namun ia tahu betul bahayanya.Khagan adalah sosok yang bengis, penuh rahasia yang terkadang lebih mematikan dari pedang. Siapa pun yang mencoba menggali rahasia-rahasia itu akan berisiko kehilangan nyawa.Keheningan kembali melanda, hanya angin musim gugur yang berdesir di sekitar mereka. Di tengah malam yang dingin itu, keduanya berdiri tegak, berusaha mengusir rasa dingin yang mulai merayap ke tubuh mereka melalui celah-celah zirah.Secara refleks, mereka bergerak sedikit, mencoba menghangatkan tubuh dengan gerakan olah raga sederhana.Namun, tiba-tiba, dengan suara lebih lembut, Balaghun memanggil Orhan."Kemari, anak muda." Suaranya kini terdengar lebih hati-hati, berbeda dari nada keras sebelumnya. "Sebenarnya... aku juga penasaran dengan benda itu."Balaghun me
Mahluk legendaris Bangau Berkaki Satu segera membungkus Rong Guo dalam cahaya yang begitu cerah. Sekelilingnya seketika memudar, dan dalam sekejap, ia mendapati dirinya berada dalam sebuah domain yang terpencil, sunyi, dan seolah terlepas dari waktu.Ruang itu tidak seperti dunia luar—begitu hening, begitu murni, seakan tidak ada yang bisa mengganggu kesempurnaannya.Langit di atasnya berwarna putih keperakan, tanpa awan, tanpa matahari, seakan berada di luar batasan dunia. Udara terasa begitu ringan dan segar, namun ada kekosongan yang aneh, seperti udara yang kehilangan bobotnya.Di bawah kakinya, tanah terasa halus dan dingin, namun bukan tanah biasa. Permukaannya seperti kristal, berkilau lembut dengan cahaya yang datang entah dari mana.Tidak ada suara angin, tidak ada binatang, hanya sebuah kesunyian yang menenangkan namun menakutkan.Rong Guo bisa merasakan setiap detil di sekelilingnya, setiap partikel cahaya yang bergerak perlahan di udara, membentuk pola yang tidak bisa dije
Namun, betapa terkejutnya Sima Cheng ketika ia tiba di lokasi kejadian. Keadaan yang seharusnya penuh hiruk-pikuk kini sunyi sepi. Tak ada keramaian sama sekali, hanya ada seorang pemuda yang berdiri tegak, memegang pedang yang masih berlumuran darah segar.Wajah pemuda itu tampak muram, penuh kebencian dan kekesalan. Di bawah kakinya, tergeletak sosok Raja Kera, makhluk spiritual peringkat Transcendent yang seharusnya sangat sulit untuk ditaklukkan.Aura berbahaya yang menyelimuti jasad makhluk itu masih menguar, menyelubungi udara di sekitar mereka dengan ketegangan yang menakutkan. Bahkan, Sima Cheng merasakan degup jantungnya semakin cepat, menjadi sebuah ketegangan yang sulit diabaikan.“Hunter Guo?” tanya Sima Cheng dengan nada penuh keheranan, suaranya bergetar. “Apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu membunuh makhluk spiritual peringkat Transcendent ini?”Rasa gelisah memenuhi hati Sima Cheng. Dalam pikirannya, ia merasa marah sekaligus bingung. Mahluk kontrak peringkat Transcend
Sima Cheng, pemimpin Organisasi Tangan Besi, duduk dengan wibawa di atas tandu mewah yang dipikul oleh empat anak buahnya. Setiap langkah mereka terdengar ringan namun kokoh, menggema di jalanan sempit dan berliku dalam hutan yang remang-remang.Tandu tersebut, dilukis dengan warna emas dan merah, dihiasi ukiran naga dan phoenix yang melambangkan kekuasaan dan keabadian. Cahaya rembulan yang menembus celah-celah dedaunan menerangi ukiran tersebut sehingga tampak hidup.Di sebelah tandu, Zhang Fen, anggota elit organisasi, menunggang seekor harimau iblis.Hewan besar itu melangkah dengan anggun, membuat Zhang Fen tidak perlu repot mengeluarkan tenaga untuk berjalan atau berlari. Bulu harimau yang berkilauan di bawah sinar rembulan memberikan kesan yang sangat intimidatif dan megah."Saudara Zhang," suara Sima Cheng terdengar, memecah keheningan hutan yang hanya sesekali diisi oleh suara serangga dan hembusan angin malam. Meski terdengar tenang, ada nada khawatir yang tersirat di dalamn
Mao Shen adalah pemimpin Organisasi Rajawali Iblis. Nama Rong Guo telah ia dengar sejak dari lantai pertama, namun tak sekalipun ia menyangka akan bertemu langsung dengan pria itu."Bagaimana Anda bisa tahu aku? Kita baru pertama bertemu, bukan?" Mao Shen akhirnya bertanya, suaranya masih terdengar serak setelah batuk-batuknya mereda. Dalam hati, ia menyesal telah meremehkan seni Tapak Angin Puyuh yang nyaris membuatnya muntah darah tadi.Meskipun merasa malu, Mao Shen mencoba menyembunyikan perasaan itu di balik tatapan datar. "Kamu memiliki kemampuan yang cukup hebat," katanya perlahan. "Bisa mengeksekusi Tapak Angin Puyuh—seni bela diri peringkat rendah—menjadi sesuatu yang luar biasa seperti tadi. Itu jelas bukan hal yang mudah."Rong Guo hanya tertawa. Suaranya menggema di antara desiran angin malam dan gemerisik dedaunan, menciptakan suasana penuh tekanan."Dari mana aku tahu Anda?" Rong Guo membalas dengan nada santai, namun sorot matanya tajam menusuk. "Mengapa tidak bertanya
"Ayo masuk, sama-sama kita mencari makhluk kontrak!""Hei! Biarkan aku masuk dulu!""Apa-apaan ini? Mengapa menyerobot?"Suara-suara protes dari para hunter menggema di depan pintu portal. Kerumunan mereka penuh sesak, dengan masing-masing orang berusaha mendahului yang lain. Riuh rendah suara itu memekakkan telinga, menciptakan suasana penuh ambisi dan ketegangan.Namun, ketika Rong Guo melangkah melewati portal itu, semua kegaduhan seketika lenyap. Dunia yang baru saja ia masuki begitu sunyi, seolah waktu di dalamnya berjalan dengan cara yang berbeda.Di kiri dan kanan, pohon-pohon ek yang besar dan menjulang tinggi menyambut pandangannya. Cabang-cabangnya membentang lebar, menciptakan bayangan gelap yang hampir menutupi langit. Di bawahnya, akar-akar besar mencengkeram tanah dengan kokoh, membentuk lanskap yang terasa kuno dan penuh misteri.Suara gemerisik lembut terdengar saat angin bertiup di antara dedaunan, menciptakan harmoni alami yang menenangkan.Rong Guo memperhatikan sek
Sementara itu, Ayong dan Yizhan masih sibuk menyelesaikan duyung-duyung terakhir yang tersisa. Mereka bekerja sama dengan baik hingga tak satu pun musuh berhasil melarikan diri. Ketika suasana kembali tenang dan bayangan dungeon mulai memudar, Rong Guo mendekati kedua kawannya.“Kita langsung pulang saja,” katanya tegas, suaranya terdengar serius. “Kalau kalian ingin merayakan kemenangan dengan minum arak, silakan. Tapi aku punya urusan penting yang harus kuselesaikan.”Ayong dan Yizhan saling melirik dengan raut wajah penuh tanda tanya. Meski penasaran, mereka memilih untuk tidak bertanya lebih jauh. Mereka tahu Rong Guo jarang menjelaskan rencananya, dan mendesaknya hanya akan membuang waktu.Ketiganya berpisah di pintu keluar dungeon. Rong Guo melangkah cepat menuju tempat peristirahatan di perkampungan hunter. Tangannya menggenggam erat Kalung Bintang Abadi, satu-satunya benda yang telah lama ia cari. Benda itu terasa hangat, seolah memancarkan energi misterius.Apakah dalam semal
Setelah beberapa waktu berlalu... setelah Rong Guo melewati dungeon ganda yang menimbulkan rasa cemburu bagi setiap hunter, akhirnya Festival Perburuan Malam dimulai.Namun, ada suatu kejadian yang mengejutkan terjadi, membuat Rong Guo sangat bahagia.Hari ini, tepat sehari sebelum festival dimulai, Rong Guo bersama dua kawannya – Ayong dan Yizhan – masuk ke dalam dungeon.Dungeon yang mereka masuki kali ini berwujud lautan yang maha luas.Lawan mereka adalah kaum duyung yang sangat merepotkan. Selain sakti dengan rata-rata keahlian setara Pendekar Naga Giok, kemampuan sihir para duyung benar-benar luar biasa.“Jangan tergoda dengan nyanyian mereka!” kata Rong Guo tegas. Tangan kanannya melambaikan Pedang Phoenix dan Naga, sementara tangan kirinya merapalkan Teknik Cakra Tengkorak Putih.“Nyanyian duyung mengandung magis, dan bisa membuat jiwa kalian terikat!” tambahnya. “Jika tak kuat, pakailah penutup telinga!”Rong Guo berkelebat cepat, pedangnya meliuk-liuk seperti naga yang menga