"Aku kirim lokasi, temui aku kalau kamu memang berani. Kalau tidak datang, artinya kamu membenarkan ucapan Mas Abyan."
"Ucapan apa?!"
"Mental pecundang!"
Jawaban Kamila di seberang sana membuat emosi Olivia memuncak. Dia mematikan sambungan telepon, lalu membuka lokasi yang baru saja dikirim oleh si Pelakor.
Lumayan dekat, Olivia menambah kecepatan kendaraannya. Untung saja tangki bensin full, jadi dia bisa menambah kecepatan sesuka hati.
Hal yang membuat Olivia berani pergi dari rumah adalah memiliki tabungan yang lebih dari cukup. Tentu saja karena sehari setelah menikah dengan Abyan, dia langsung diangkat jadi manager oleh Papa Zafir.
Pekerjaan itu ditekuni selama dua tahun sebelum akhirnya istri kedua Papa Zafir membuat masalah, hampir menjual seluruh aset perusahaan ketika suaminya diserang stroke.
"Sialan!" teriak Olivia hampir saja menabrak motor yang belok tanpa menyalakan sen.
Setibanya di lokasi tujuan, Olivia langsung turun dari mobil, kemudian melangkah begitu anggun memasuki cafe yang terbilang ramai pelanggannya. Perempuan itu merasa harus terlihat lebih berkelas walau penampilannya sederhana.
Melirik ke kanan, seseorang melambaikan tangan. Dia memakai dress merah dengan belahan dada sedikit terbuka. Olivia menduga, gadis itu sudah tidak lagi perawan.
Masih melangkah anggun, Olivia melangkah ke sana, lalu duduk tepat di depan gadis itu. Meja nomor delapan. Bukankah menarik? Itu berarti dia sengaja memberi kode kalau hubungannya dengan Abyan tidak mengenal kata putus.
"Jadi, betul kalau kamu menjadi selingkuhan Mas Abyan, suami aku?" Olivia bertanya dengan nada santai untuk mengecoh gadis sialan itu.
"Betul sekali."
Olivia mengulum senyum mengingat satu menit yang lalu dia merogoh tas selempangnya yang sedikit terbuka.
"Mas Abyan pergi terlalu pagi, pulang pun sering terlambat. Kalian bekerja di tempat yang sama, dugaanku kalian melakukan sesuatu. Katakan!"
"Aku selalu menggodanya, bahkan pernah mengajak untuk tidur bersama. Sayang sekali karena Mas Aby itu orang terhormat, jadi dia memutuskan untuk menikah dulu sebelum merenggut kesucianku."
"Kesucian?" tanya Olivia dengan nada mengejek. Bagaimana mungkin gadis yang terlihat genit itu masih suci? Dia bahkan mengaku sering menggoda Abyan.
Meski tersenyum sinis, Olivia tidak bisa mengelabui hati. Dia kecewa, marah dan cemburu dalam satu waktu. Namun, dia harus selalu bisa menjaga ekspresi agar tetap tenang.
Tidak harus menjadi api untuk mengalahkan api. Semua orang tahu, bahwa musuh terbesarnya adalah air. Ya, Olivia akan memadamkan kobaran itu dengan santai.
Food Runner datang mengantar minuman. Jus strowberry diberikan pada Kamila, sementara kopi hitam pekat atau yang dikenal sebagai espresso untuk Olivia.
"Kopi espresso memiliki rasa pahit yang lebih kuat jika dibanding kopi americano. Anda yakin memesan yang ini?" tanya Food Runner itu tidak bisa memendam rasa penasarannya karena saat mencicipi tadi, Kamila sampai mual menahan rasa pahitnya.
"Ini takdir. Tuhan sengaja mempertemukan kami dalam satu pekerjaan, lalu menumbuhkan perasaan itu. Lebih baik kamu pergi dari kehidupan Mas Abyan!" Kamila melanjutkan tanpa mengindahkan pertanyaan dari Food Runner tersebut.
"Takdir?" Olivia tertawa geli mendengarnya. "Aku terkejut sampai tidak bisa berkata-kata. Kamila, apa itu berarti kamu akan menjadi selingkuhan suamiku selamanya?"
Menyebut kata 'selingkuh' membuat perubahan di wajah Kamila. Gadis angkuh itu memberi isyarat pada Food Runner tadi untuk memintanya pergi saja tanpa harus menunggu jawaban.
Setelah itu, dia menggeram, menatap nyalang pada Kamila. "Aku tidak akan menjadi selingkuhan Mas Abyan selamanya. Tadi malam talak satu sudah jatuh untukmu dan aku senang, itu artinya sebentar lagi kami akan menikah. Beruntung Om Zafir dan istrinya datang lebih cepat sehingga Mas Aby memberimu kesempatan."
Olivia semakin melebarkan senyumannya mendengar jawaban dari Kamila. Gadis itu sangat percaya diri dengan menyebut dirinya akan menikah dengan Abyan. Kenapa harus merebut suami orang lain, seolah tidak ada bujang yang tertarik padanya.
"Kamila. Seorang gadis muda berusia 25 tahun, bekerja di pabrik yang sama dengan suamiku. Saat ini tinggal di kontrakan Bu Sintia. Seperti itu caramu memperkenalkan diri seolah kamu itu penting, tanpa menyadari kalau dirimu hanyalah sampah!"
"Apa katamu?!" Kamila memicingkan mata. Pertanyaan itu keluar di antara gigi yang mengatup sempurna.
Olivia berdecih, lalu memperbaiki posisi duduknya agar semakin tegak. Tatapan dingin yang diberikan begitu menusuk mata. Olivia berusaha terlihat baik-baik saja padahal hati semakin bergemuruh hebat.
"Sampah. Apa masih kurang jelas?!" balas Olivia mengeja kata 'sampah'.
Satu detik kemudian, Kamila berdiri hendak menampar Olivia. Sayang sekali tangannya harus menggantung di udara ketika Olivia bergerak cepat menyiram wajahnya dengan jus strowberry.
Sebenarnya dia bisa menyiram dengan espresso tadi, tetapi bagaimana jika wajah Kamila menjadi rusak? Sungguh, itu adalah keinginan Olivia, hanya saja sedikit takut mengambil resiko.
"Sialan!" teriak Kamila penuh emosi melihat baju yang baru saja dia beli kemarin dengan harga fantastis harus kotor oleh ulah musuhnya.
Namun sayang, ketika ingin membalas, Olivia justru sudah tidak ada di tempatnya. Menyisir sekitar, Kamila menggeram saat beberapa orang mencoba menahan tawa melihat pemandangan itu.
Segera dia mengirim pesan pada Abyan untuk menyusul ke sana dan memberi pelajaran pada mantan istrinya. Satu detik setelah mendapat balasan jempol dari Abyan, Kamila melotot dengan bibit menganga sempurna.
"Baiklah, karena ini permintaan tamu istimewa kita, aku akan menurutinya," kata seorang penyanyi cafe tersebut. Dia adalah adik kandung pemilik cafe.
"Setelah berpisah dari Mas Abyan, rupanya kamu ke sini sekaligus mau jadi penyanyi? Tadi bersikap angkuh seolah punya segalanya, ternyata ...." Kamila tersenyum miris, lalu melanjutkan langkahnya menuju toilet.
"Jadi, betul kalau kamu menjadi selingkuhan Mas Abyan, suami aku?" Langkah Kamila terhenti ketika mendengar suara itu. Tepatnya rekaman suara dari obrolannya dengan Olivia tadi. Kedua tangan mengepal sempurna, napasnya memburu saat beradu pandang dengan perempuan itu.
"Betul sekali."
"Mas Abyan pergi terlalu pagi, pulang pun sering terlambat. Kalian bekerja di tempat yang sama, dugaanku kalian melakukan sesuatu. Katakan!"
"Aku selalu menggodanya, bahkan pernah mengajak untuk tidur bersama. Sayang sekali karena Mas Aby itu orang terhormat, jadi dia memutuskan untuk menikah dulu sebelum merenggut kesucianku."
Rekaman itu didengarkan oleh semua orang sampai selesai, bahkan beberapa dari mereka mengabadikannya lewat siaran langsung di sosial media.
Olivia malu, dia langsung maju ke arah penyanyi kafe tersebut, merampas ponsel Olivia untuk kemudian dia banting kasar ke lantai.
Aman. Olivia sengaja memasang silikon paling tebal sebelum turun dari mobil. Silikon itu dia beli saat sedang dalam perjalanan tadi karena sudah berencana akan merekam pembicaraan mereka.
"Kenapa kamu semarah itu, Kamila? Bukankah menyenangkan merebut suami aku, huh?" tanya Olivia memakai microfon.
Bab 8. Semua Terlalu Menyakitkan"Siapa yang merebut suami kamu, hah? Kamu dan Mas Abyan sudah lama bercerai, kalau sudah jadi mantan itu sebaiknya dilupakan. Wajar kalau Mas Abyan mau nikah lagi, toh kamu itu mandul!" balas Kamila berapi-berapi.Dia sengaja mengatakan itu demi menyakiti hati Olivia lebih dalam lagi. Memanas-manasi agar mengamuk dan kehilangan kendali. Bukankah menarik? Tentu saja."Wow, yang satu bilang perebut, satunya lagi bilang mandul. Entah mana yang benar!" celetuk salah satu pelanggan.Olivia mendengus. Dia sudah bayar tiga ratus ribu untuk menyogok penyanyi kafe, tetapi dia harus dikalahkan juga?Tidak, itu tidak boleh terjadi. Olivia memutar otak, mencari cara untuk mengalahkan perempuan sialan itu yang kini sudah tertawa mengejek padanya."Kenapa, Oliv? Kamu malu ketahuan mandul, ya?""Seharusnya rekaman tadi sudah cukup menjadi bukti kalau aku dan Mas Abyan belum bercerai. Sementara kamu, perempuan kotor yang selalu menggoda suami aku. Kamila, semua orang
Bab 9. Merindukan Rayan"Kenapa aku harus membunuhmu di sini?" Abyan tersenyum miris, menatap meremehkan pada perempuan malang itu. "Aku tidak akan membunuhmu, Oliv. Jika sampai itu terjadi, sama saja aku sengaja memutuskan hubungan dengan gadis yang sangat aku cintai.""Tentu saja, itu tidak boleh terjadi," lanjut Kamila melingkarkan tangan kirinya di pinggang Abyan, sementara lelaki itu malah balas merangkul.Daripada terus sakit hati, Olivia berinisiatif pulang ke rumah ... mungkin Wani Ariani dahulu karena hari sudah semakin sore. Matahari pun sudah semakin dekat dengan peraduan.Lihatlah langit yang begitu indah memancarkan senja. Keindahan bersifat sementara, tetapi esok pasti kembali. Namun, kesempatan untuk menikmati belum tentu ada.Olivia menghela napas panjang, lalu melangkah cepat menuju mobil. Dia tidak mau berlama-lama di hadapan para pengkhianat itu, takut terjadi masalah lebih besar lagi. Sementara Olivia ingin tetap waras demi mencari tahu penyebab suaminya berubah.A
"Aku tidak tahu, mungkin karena cincin itu pemberian dari Kamila. Biasanya jika seseorang yang kita cintai ngasih kita sesuatu, pasti dijaga sepenuh hati, kan? Sementara cincin pernikahan bagi Mas Abyan mungkin tak lagi berharga." Olivia menundukkan kepala dalam, menyembunyikan air matanya.Perempuan malang itu sebenarnya bisa saja melawan, tetapi hati berkata lain. Sebelum mengetahui alasan Abyan berpaling, dia tidak akan bertindak lebih jauh dan memfokuskan kesalahan pada Kamila.Saat tahu jalan pikiran Olivia, Wani mendengus kesal dan menganggap perempuan itu bodoh. Kenapa harus menunggu jawaban, bukankah dia bisa saja menghabisi kedua pengkhianat itu?"Aku takut menyesal. Entah kenapa firasat aku mengatakan kalau Mas Abyan tidak bersalah. Dia seperti sedang dalam pengaruh jin gitu loh. Aku curiga sama cincinnya, jangan-jangan itu pelet lagi!"Kedua mata Wani melebar, sementara mulut menganga sempurna. Bulu kuduknya meremang, takut membahas tentang pelet atau ilmu hitam. Pasalnya,
Selama dua hari, Olivia terus tinggal di rumah sahabatnya. Mereka menyusun berbagai rencana serta membahas segala kemungkinan yang terjadi ketika melakukan aksi nanti. Misal saja ketahuan saat sedang mencoba mencopot cincin itu dan lain sebagainya."Masih betah rebahan, nih? Yakin belum mau balik ke rumah Mas Abyan?"Olivia melirik pada Wani yang sedang mengeringkan rambu memakai hair dryer. "Jadi, mulai gak nyaman aku ada di sini? Perasaan dulu seminggu juga kamu senang.""Bukan gak nyaman, cuman takutnya Mas Abyan malah nikahin Kamila. Bisa saja, kan, dia ngebujuk, lalu melet siang malam?""Iya, nanti aku pikirkan. Mungkin besok baru ke sana, sesuai rencana, kan?"Tidak lama setelah itu, ponsel yang sejak kemarin diangguri berdering beberapa kali. Olivia tidak mau peduli karena baginya sekarang ingin fokus memikirkan hari esok.Namun, karena terus mengganggu, Wani berinisiatif untuk melirik layar ponsel itu. Betapa terkejutnya dia saat tahu kalau panggilan itu berasal dari Abyan.Se
Bab 12. Kembali ke Istana"Jangan berani menyentuhku, kita bukan suami istri!" bentak Olivia mengarahkan jari telunjuk tepat di depan wajah Abyan yang kedua matanya memancarkan semburat merah.Menggeram, lelaki itu kemudian melangkah meninggalkan Olivia. Dalam beberapa detik, dia memutar badan kembali mengikis jarak dengan perempuan itu sambil mengacak rambut kesal."Olivia, ayo kembali ke rumah. Terserah mau menginap atau tidak, intinya saat ini kamu harus menemani ibu. Oke?" Kedua tangan Abyan saling mengatup dengan tatapan sendu.Melirik sekilas pada Wani, gadis itu mengangguk samar. Terpaksa Olivia mengangguk, pamit pada sang sahabat, lalu masuk ke dalam mobilnya.Sementara Abyan, dia bernapas lega karena berhasil membujuk perempuan itu. Padahal sebenarnya dia kesal dan tidak mau tinggal serumah lagi, tetapi semua demi sang ibu. Untuk urusan Kamila akan dia pikirkan nanti bagaimana mengambil hati gadis itu agar tidak marah saat tahu Olivia kembali tinggal bersamanya.Kedua mobil m
"Baiklah, ibu setuju. Kalau begitu, sebaiknya kamu ke luar dari kamar buat bicara sama Abyan."Olivia mengangguk, lalu meminta Ibu Namira beristirahat saja, mengingat sekarang masih pukul dua siang dan cuaca begitu terik. Setelah menyalakan kipas, dia tersenyum pada perempuan tua itu sebelum benar-benar keluar.Papa Zafir dan Abyan duduk saling berhadapan tanpa mengobrol sedikit pun. Tepatnya karena lelaki keras kepala itu lebih memilih diam, tenggelam dalam pikirannya sendiri.Setiap malam dia selalu merindukan Kamila. Namun, saat mandi, dia justru memikirkan Olivia. Perasaan aneh itu terjadi setiap hari. Sayang sekali karena sampai sekarang masih sulit menemukan jawaban."Ibu sudah sedikit tenang."Abyan mengangkat wajah, memasukkan benda pipih itu ke dalam kantong celananya. "Sekarang kamu mau ke mana, huh?!"Tanpa mengindahkan pertanyaan Abyan, Olivia justru mendekati lelaki berkacamata itu lantas meraih tangan kanannya untuk dicium penuh rasa takzim. "Pa, aku pamit dulu, ya!""Lo
Malam merangkak naik, suasana begitu mencekam karena hujan deras di luar sana. Angin sepoi berembus menembus celah ventilasi. Olivia duduk di tepi ranjang, membalut diri dengan selimut.Suara pintu mengusik indra pendengaran Olivia memaksa perempuan itu mengangkat wajah. Abyan muncul dari sana, lampu utama dihidupkan karena dia tidak terlalu suka gelap.Lelaki tegap tersebut menghunus Olivia dari dekat dengan tatapan tajam. Perempuan itu menelan saliva, kembali teringat pada kejadian beberapa tahun silam saat malam pertama setelah resmi menjadi suami istri."Kurasa kamu emang merindukan belaianku, Olivia. Buktinya kamu mau saja tidur di kamar ini lagi!" Sorot matanya terlihat mengejek, tetapi senyum sinis itu tidak berhasil menakuti Olivia.Tentu saja karena Olivia punya rencana sendiri yang sudah dia bicarakan dengan Wani. Dia tidak cukup bodoh untuk menerima begitu saja tanpa tujuan tertentu. Namun, perempuan itu harus pura-pura ikhlas bahkan jika sampai dimadu."Kupikir kamu akan b
Pukul tujuh pagi, Abyan sudah siap untuk berangkat ke tempat kerjanya. Sekali lagi tanpa melepas cincin itu. Olivia mendengus kesal sampai dia tidak bisa berkata-kata bahkan setelah kepergian suaminya.Seperti ada batu besar menghantam dada perempuan tersebut. Dia kesulitan mengambil napas. Sementara kedua mertua hanya bisa diam, saling pandang satu sama lain."Sejak kapan kamu suka pakai cincin, Aby?" tanya Ibu Namira penasaran.Namun, tidak ada jawaban. Lelaki berambut sebahu itu justru meninggalkan rumah tanpa meninggalkan sepatah kata pun. Sebenarnya dia punya usaha sayur-mayur yang sukses sejak dua tahun lalu, tetapi Abyan meminta karyawannya untuk menjadi tangan kanan. Bukan tanpa alasan, sejak satu tahun terakhir dia sangat suka bekerja di pabrik."Ibu, apa kita langsung melakukan percobaan kedua? Tadi malam harusnya aku langsung berhasil, tetapi sial karena lupa kalau minuman itu sudah aku campur sama obat tidur.""Nanti kalau Abyan datang, langsung kasih obat tidur saja. Oran
Pada bagian belakang rumah besar bernuansa putih dipadu dengan gold serta memiliki empat pilar itu terdapat sebuah teman yang dipenuhi dengan bunga-bunga mekar berwarna-warni. Ada mawar, melati serta tulip kuning dan dua macam lainnya. Di bawah pohon rindang terdapat sebuah ayunan. Dua anak lelaki tampak begitu ceria. Yang sedang duduk dalam ayunan itu berumur sembilan tahun, sementara satunya menginjak usia remaja yakni lima belas tahun. Terdapat dua perbedaan besar di antara mereka. Anak remaja itu bertubuh tinggi tegap dengan hidung menjulang. Kulitnya putih bersih serta senyum begitu menawan. Rambutnya ikal, sedikit kecokelatan. Sementara sang adik berbeda. Kulit kuning langsat, rambutnya lurus berwarna hitam legam. Dia tampan, seperti kakaknya. "Alif, Muammar! Sudahi mainnya, Nak. Sini makan pizza sama mama!" teriak seorang perempuan dewasa memakai kerudung sambil membawa kotak besar berwarna cokelat. Dua anak lelaki itu seketika mendekat duduk di kursi panjang berwarna putih.
Tepat tanggal 21 September, Muammar di-aqiqah. Acara demi acara berlangsung dengan lancar. Meskipun tidak banyak mengundang, ternyata tamu membludak. Olivia tidak tahu jika Papa Zafir juga mengundang mantan karyawannya dahulu.Banyak doa terhatur pada Muammar, termasuk keluasan rezeki, tumbuh menjadi anak salih serta hidup dalam keberkahan di bawah naungan Allah. Kyai dan ustadz yang kemarin meruqyah mereka juga datang.Sebelum sesi foto keluarga, Olivia berdiri di di depan para tamu undangan, memintanya untuk diam dulu agar fokus mendengarkan apa yang dikatakan oleh Olivia.Semua mata memandang kepadanya. Dari yang raut wajahnya terlihat santai sampai judes stadium empat. Namun, Olivia tidak peduli karena tentu saja mereka adalah komplotan tetangga iri dan dengki."Terima kasih atas perhatiannya. Di sini saya sebagai istri Abyan dan juga mama dari Muammar memberitahu kalian semua kalau kami ...." Olivia melirik ke arah kanan, kemudian meminta Kenzo naik ke panggung. "Dia adalah Alexa
Bab 89. Apa Tante Oliv Membenciku?Setelah satu minggu berlalu, Kenzo masih juga tinggal di rumah Abyan. Dia tetap dipanggil Timothee karena Olivia kesal mendengar nama aslinya. Meskipun perempuan itu telah tertimbun dengan tanah sesaat setelah hasil autopsi keluar, maka pihak rumah sakit langsung memandikannya.Mereka mengatakan bahwa Nadin meninggal bunuh diri karena tidak ada luka lebam di tubuhnya. Luka sayatan bisa saja dia buat sendiri karena menurut informasi dari beberapa tetangga bahwa Nadin memang sering dimarahi para rentenir karena menunggak. Rumah pun disita oleh bank.Namun, ketika dilelang, siapa yang akan mau membeli jika tahu kalau dulu pernah ada orang yang mati secara tragis di sana? Sungguh, sebuah rumah yang dulunya adem ayem kini terlihat angker. Para tetangga yang kebetulan lewat saja enggan menengok ke dalam karena beberapa malam terakhir terdengar suara tangisan dan lolongan meminta tolong.Kenzo sendiri berusaha mengubur masa lalu dengan hidup sebagai Timothe
Bab 88. Karma Sang PelakorOlivia terdiam cukup lama. Untuk saat ini hatinya benar-benar terluka. Dia geram pada Nadin dan bersyukur karena dia telah tiada. Melirik sekali pada Kenzo, anak itu menatap penuh harap.Haruskah dia mematahkan harapannya? Dia lahir sebagai seorang muslim bahkan sudah belajar salat dan mengaji, meski hanya dilangsungkan ketika di sekolah atau saat Andre berada di rumah.Lantas, jika ikut pada Stephan, apakah Kenzo akan tetap menjadi muslim? Anting salib pada telinga kiri lelaki berambut landak itu memperkuat dugaan Olivia kalau mereka berbeda agama.Abyan pun sama takutnya. Dia tahu bahwa Stephan adalah anak seorang mafia dari Italia, tepatnya di Kota Turin. Jika Kenzo ikut dengannya lantas belajar menjadi seorang pembunuh, maka dia bisa saja tumbuh sebagai ketua mafia kelas kakap.Terutama karena ada dendam membara di dalam hatinya. Abyan semakin risau. Dia juga ingat kalau Kamila pernah bilang, kedatangan Stephan ke Indonesia sejak bertahun-tahun yang lalu
Bab 87. Penjelasan dan Bukti TerkuatKenzo terus menangis dalam pelukan Ibu Namira. Anak lelaki berambut ikal itu sangat terluka atas berita yang dia dengar dari layar kaca. Sekarang, dia merasa tidak punya siapa-siapa lagi.Dalam pikirannya, para rentenir lah yang bersalah karena mereka menagih hutang dengan cara sangat kasar bahkan sengaja menampar wajah Nadin dua kali. Hal itu memang tidak disaksikan langsung oleh Kenzo, tetapi dia bisa mendengarnya.Ibu Namira sendiri berusaha menenangkan anak itu karena dia tahu bahwa Kenzo tak bersalah. Apa pun tindakan orang tuanya, dia tetap masih anak kecil. Ibu Namira kasihan karena kini menjadi yatim piatu, padahal Alex masih hidup.Hampir dua jam Ibu Namira menenangkan Kenzo, gantian dengan Bi Surti dan juga Papa Zafir. Anak tersebut terus dibujuk oleh semua orang di dalam rumah selain Olivia.Perempuan itu menangis dalam kamarnya sambil memeluk Muammar. Dia sengaja menyalakan murottal agar pikiran tenang dan tidak melakukan tindakan cerob
Bab 86. Kebenaran yang TerungkapAbyan menuju rumah Nadin memakai taksi online dengan sedikit tergesa karena Kamila memberi kabar kalau dia sudah berada di lokasi kejadian bersama Stephan. Perasaannya campur aduk sambil terus berharap kalau nanti Kenzo tidak terlalu sakit hati mendengarnya.Hanya butuh waktu satu jam lebih untuk tiba di sana. Mereka bertemu di bawah pohon yang cukup untuk berteduh. Stephan memintanya bergabung dalam satu mobil karena harus membahas sesuatu."Polisi belum datang, kabarnya sedang dalam perjalanan menuju ke sini. Aku meminta Kamila pulang dengan memakai taksi karena dia sangat ketakutan. Kau tidak boleh grogi, orang-orang bisa mencurigai kita. Nanti dalam bahaya, sementara pembunuhnya tersenyum menang. Kau mengerti?"Abyan yang baru saja menutup pintu mobil Pajero itu langsung mengangguk. Napasnya sedikit tersengal. Abyan meminum air mineral yang disodorkan oleh Stephan."Siapa pembunuhnya?""Kalau aku memberitahumu, kau janji tidak akan membuka mulut?"
Bab 85. Jawaban dari Sebuah Pertanyaan"Pelankan suaramu, nanti Timothee dengar!""Memangnya dia tidak boleh tahu, Mas? Kenapa? Apa ada yang kamu sembunyikan dari aku?""Tidak, tetapi dia masih terlalu kecil. Timothee bisa hilang kesadaran atau justru mengamuk.""Memang mamanya meninggal di mana, Mas?""Olivia, aku harap kamu bisa tenang dulu sekarang. Sudah jauh malam, besok aku jelaskan, oke?"Sadar dia tak mendapat jawaban yang sesuai keinginan, Olivia beringsut masuk kamar dan menguncinya dari dalam. Dia kesal karen merasa Abyan menyembunyikan sesuatu.Sementara lelaki itu bersandar panda dinding sambil mengacak rambutnya. Dia semakin bingung sekarang, tetapi di sisi lain sedikit bersyukur karena bisa menyelamatkan Kenzo.Hatinya resah, sedangkan waktu terus berputar. Abyan tidak bisa tidur sekarang. Dia melirik pada ponsel dan membuka aplikasi hijau berlogo telepon itu menunggu pesan dari Kamila.Dia sangat penasaran, tetapi ternyata saat mencoba mengirim pesan, akunnya sudah cen
Bab 84. Perempuan tak BernyawaLepas makan siang bersama, Papa Zafir dan Ibu Namira beristirahat dalam kamar, begitu pula dengan Kenzo. Anak lelaki itu ditemani Bi Inem karena dia masih sakit kepala meskipun demam sudah turun.Kamar Kenzo ada di tengah yang pernah ditempati oleh Bu Lisa dan suami, sedangkan Olivia kembali ke lantai satu. Dia belum bisa naik turun tangga lebih sering karena takut terpeleset."Mas, Timothee itu beneran bukan anak orang jahat, kan? Aku takut dia bawa bom dan meledakkannya di rumah kita. Dia anak orang Prancis, bisa saja kan punya bibit penjajah," kata Olivia menyampaikan unek-unek yang sejak tadi dia pendam."Menurut kamu dia anak orang jahat? Kamu mencurigai Timothee?"Olivia menggeleng mendengar suaminya balik bertanya. Saat memasukkan pakaian Kenzo ke dalam lemari, Bi Surti mengaku tidak menemukan benda mencurigakan. Papa Zafir pun turut memeriksa karena khawatir.Melihat Kenzo yang memilih diam, kecuali berbicara ketika ditanya, hati Olivia memaksa u
Bab 83. Nama BaruPOV AUTHOR___________________"Kenapa terkejut begitu?" lanjut Olivia mendekati suaminya."Nggak apa-apa, Sayang. Tadi cuma lagi serius scrool video di Insta-gram, ada gitu yang bunuh selingkuhan sendiri biar gak ketahuan dari istri pertama." Abyan menjawab sambil berusaha menetralkan suasana hati agar kebohongannya tidak terkuak.Olivia sendiri mengangguk, lalu gegas kembali ke kamar saat mendengar tangisan Muammar. Lelaki itu mengelus dada, sekarang bisa bernapas lega. Bagaimana tidak, tadi dia menerima pesan dari Nadin agar Kenzo ikut tinggal dengannya dengan alasan sibuk.Jujur saja, Abyan bingung. Jika dia membawa Kenzo ke rumah, bukankah akan menuai kontroversi? Pasti Olivia bertanya dia siapa dan bagaimana mereka bertemu. Bagus kalau seandainya Kenzo bisa diajak kerjasama, pasti aman.Pesan dari Nadin kembali masuk ke akunnya. Abyan mengusap wajah, lalu menanyakan perihal itu pada Kamila. Lihatlah bagaimana dia berkirim pesan dengan dua perempuan sekaligus pa