"Baiklah, ibu setuju. Kalau begitu, sebaiknya kamu ke luar dari kamar buat bicara sama Abyan."Olivia mengangguk, lalu meminta Ibu Namira beristirahat saja, mengingat sekarang masih pukul dua siang dan cuaca begitu terik. Setelah menyalakan kipas, dia tersenyum pada perempuan tua itu sebelum benar-benar keluar.Papa Zafir dan Abyan duduk saling berhadapan tanpa mengobrol sedikit pun. Tepatnya karena lelaki keras kepala itu lebih memilih diam, tenggelam dalam pikirannya sendiri.Setiap malam dia selalu merindukan Kamila. Namun, saat mandi, dia justru memikirkan Olivia. Perasaan aneh itu terjadi setiap hari. Sayang sekali karena sampai sekarang masih sulit menemukan jawaban."Ibu sudah sedikit tenang."Abyan mengangkat wajah, memasukkan benda pipih itu ke dalam kantong celananya. "Sekarang kamu mau ke mana, huh?!"Tanpa mengindahkan pertanyaan Abyan, Olivia justru mendekati lelaki berkacamata itu lantas meraih tangan kanannya untuk dicium penuh rasa takzim. "Pa, aku pamit dulu, ya!""Lo
Malam merangkak naik, suasana begitu mencekam karena hujan deras di luar sana. Angin sepoi berembus menembus celah ventilasi. Olivia duduk di tepi ranjang, membalut diri dengan selimut.Suara pintu mengusik indra pendengaran Olivia memaksa perempuan itu mengangkat wajah. Abyan muncul dari sana, lampu utama dihidupkan karena dia tidak terlalu suka gelap.Lelaki tegap tersebut menghunus Olivia dari dekat dengan tatapan tajam. Perempuan itu menelan saliva, kembali teringat pada kejadian beberapa tahun silam saat malam pertama setelah resmi menjadi suami istri."Kurasa kamu emang merindukan belaianku, Olivia. Buktinya kamu mau saja tidur di kamar ini lagi!" Sorot matanya terlihat mengejek, tetapi senyum sinis itu tidak berhasil menakuti Olivia.Tentu saja karena Olivia punya rencana sendiri yang sudah dia bicarakan dengan Wani. Dia tidak cukup bodoh untuk menerima begitu saja tanpa tujuan tertentu. Namun, perempuan itu harus pura-pura ikhlas bahkan jika sampai dimadu."Kupikir kamu akan b
Pukul tujuh pagi, Abyan sudah siap untuk berangkat ke tempat kerjanya. Sekali lagi tanpa melepas cincin itu. Olivia mendengus kesal sampai dia tidak bisa berkata-kata bahkan setelah kepergian suaminya.Seperti ada batu besar menghantam dada perempuan tersebut. Dia kesulitan mengambil napas. Sementara kedua mertua hanya bisa diam, saling pandang satu sama lain."Sejak kapan kamu suka pakai cincin, Aby?" tanya Ibu Namira penasaran.Namun, tidak ada jawaban. Lelaki berambut sebahu itu justru meninggalkan rumah tanpa meninggalkan sepatah kata pun. Sebenarnya dia punya usaha sayur-mayur yang sukses sejak dua tahun lalu, tetapi Abyan meminta karyawannya untuk menjadi tangan kanan. Bukan tanpa alasan, sejak satu tahun terakhir dia sangat suka bekerja di pabrik."Ibu, apa kita langsung melakukan percobaan kedua? Tadi malam harusnya aku langsung berhasil, tetapi sial karena lupa kalau minuman itu sudah aku campur sama obat tidur.""Nanti kalau Abyan datang, langsung kasih obat tidur saja. Oran
Lelaki berambut sebahu itu membulatkan kedua mata karena menyadari kalau hanya dia yang memakai cincin. Cincin permata hitam pemberian Kamila, akankah dia melepasnya demi sang ibu?Ibu Namira terus saja meraung, meminta tolong seperti tadi, agar cincin itu dibuang saja. Dia enggan menatap mata Abyan karena geram bercampur kecewa."Mas, itu cincin apa, sih? Kenapa ibu sampai kesakitan begini?" tanya Olivia dengan nada emosi, lalu menghela napas panjang."Gak mungkin ibu kesiksa karena cincin ini. Kalau memang karena cincin, kenapa baru sekarang tersiksanya? Padahal sudah aku pakai sejak tiga bulan terakhir. Coba dijawab dulu!""Mas, kamu mau ibu sakit gara-gara keegoisanmu, hah? Ibu itu ibu kamu, mengandung serta melahirkan–""Intinya bukan cincin ini, Oliv. Gak mungkin, ibu pasti salah. Bisa saja ada yang mengirim sihir agar ibu mengatakan itu semua. Jangan-jangan kamu kerja sama dengan dukun di luar sana, ya?""Kenapa aku harus kerja sama? Aku aja gak tahu itu cincin apa!"Belum semp
"Ya gimana? Orang kamu gak berhasil juga, kan? Sudah dua percobaan. Pertama, dia berhasil make kamu tanpa memperjelas hubungan kalian kek gimana. Kedua, Ibu Namira menjadi korban juga karena harus akting teriak-teriak.""Waktu selalu ada, tetapi tidak dengan kesempatan. Walau berkesempatan pun belum tentu berhasil. Aku juga heran, kenapa malam itu haus banget. Kayak Mas Abyan udah tahu aku bakal campur sesuatu dalam minumannya, maka dia sengaja gak ngabisin satu gelas. Tadi pun mungkin saja curiga karena dia membawa Kamila. Kalau tak menelepon, bagaimana cara Kamila tahu kalau Mas Aby sudah hendak melepas cincinnya?"Wani melipat bibirnya. Dia sendiri bingung bagaimana cara mengatasi masalah itu karena rencana sudah dijalankan dengan baik, hanya saja finishing-nya kurang sempurna.Ibarat sebuah pertandingan sepak bola. Mulai dari kiper, bek bahkan gelandang sudah bermain dengan apik. Sementara lini depan malah bapuk atau sebut saja medioker karena sering melakukan tembak burung."Yaki
Setelah melaksanakan salat asar, Abyan sibuk meminta sang ibu untuk istirahat terlebih dahulu. Mereka semua bingung dengan perubahan sikap lelaki itu yang terjadi secara mendadak. Bukankah sebelumnya dia terkesan tidak peduli pada sang ibu? Lantas kenapa saat kembali langsung berbeda bahkan berhasil membuat mereka bertiga melongo kebingungan. "Ibu senang melihat kamu kembali seperti dulu, Nak. Sebenarnya apa yang sudah terjadi?" Kedua alis Abyan saling bertaut pertanda bingung. "Maksud Ibu apa? Memangnya kemarin aku berubah?" Mereka bertiga saling pandang, semakin tidak mengerti apa saja yang terjadi. Tatapan mata Abyan tidak lagi memancarkan aura kebencian. "Kenapa diam, Bu? Memangnya ada sesuatu yang terjadi?" "Mas, aku mau bicara sebentar!" Olivia menarik tangan Abyan, membawanya masuk kamar mereka dan hanya menutupnya tanpa perlu mengunci. Olivia harus menelisik kebenarannya. Bagaimana dia bisa bersikap kalau ternyata sang suami justru bersandiwara? Saat sedang menjalankan a
Abyan mengendurkan pelukannya, menatap intens pada sang istri. "Kenapa kamu berubah, Oliv?""Berubah? Mas, jangan mengarang cerita.""Cerita apa? Sejak tadi kamu itu aneh banget tau gak? Sekarang sudah nggak mau aku sentuh, kenapa?"Olivia semakin bingung saja. Ingin beranjak keluar dari kamar khawatir terjadi masalah besar. Pada intinya, sekarang dia berada dalam posisi dilema.Siapa yang tidak senang apabila suami telah kembali mencintai? Namun, jika semua belum jelas, tetap saja enggan untuk menyambut ramah pelukan dan setiap sentuhannya.Olivia hanya ingin hidup tenang tanpa harus terkatung-katung oleh perasaan sendiri. Dia tidak mau jika Abyan masih dibayangi perempuan lain."Mas, jujur saja kalau kamu punya hubungan istimewa sama Kamila. Jangan mengelak, baik aku, ibu, bahkan papa juga tahu kalian pacaran. Kenapa sekarang malah bilang musuhan?""Pacaran? No, itu tidak mungkin. Kamu pasti mimpi karena aku tidak akan pernah pacaran sama Kamila. Amit-amit!" Melihat Abyan merinding
Bab 20. Si Gadis MurahanSatu jam berlalu, Olivia berusaha memakai pakaiannya setelah memastikan Abyan sudah terlelap. Dia geram, ingin mengamuk pada saat itu juga dengan cara menghilangkan nyawa sang suami.Akan tetapi, tangannya selalu saja gemetar. Olivia belum pernah merangkap sebagai pembunuh. Dia hanyalah seorang gadis yang tumbuh dalam lingkungan penuh cinta dan kasih sayang sebelum akhirnya berjuang demi mempertahankan pernikahan.Melirik sekilas pada Abyan, lelaki berkulit sawo itu masih memejamkan mata. Saat memadu kasih tadi, Olivia bisa merasakan cinta berwujud sentuhan lembut. Tatapan mata Abyan seolah meminta Olivia untuk tetap bersama hingga menua.Perempuan itu semakin bingung. Dia tidak bisa menggambarkan perasaannya dengan kata-kata. Kalau saja semua mimpi, dia berharap Tuhan tidak pernah membangunkannya lagi.Kembali teringat pada cincin permata hitam. Olivia berjingkrak seolah pencuri, membuka lemari pakaian dengan sangat hati-hati, khawatir derit pintu berhasil me
Pada bagian belakang rumah besar bernuansa putih dipadu dengan gold serta memiliki empat pilar itu terdapat sebuah teman yang dipenuhi dengan bunga-bunga mekar berwarna-warni. Ada mawar, melati serta tulip kuning dan dua macam lainnya. Di bawah pohon rindang terdapat sebuah ayunan. Dua anak lelaki tampak begitu ceria. Yang sedang duduk dalam ayunan itu berumur sembilan tahun, sementara satunya menginjak usia remaja yakni lima belas tahun. Terdapat dua perbedaan besar di antara mereka. Anak remaja itu bertubuh tinggi tegap dengan hidung menjulang. Kulitnya putih bersih serta senyum begitu menawan. Rambutnya ikal, sedikit kecokelatan. Sementara sang adik berbeda. Kulit kuning langsat, rambutnya lurus berwarna hitam legam. Dia tampan, seperti kakaknya. "Alif, Muammar! Sudahi mainnya, Nak. Sini makan pizza sama mama!" teriak seorang perempuan dewasa memakai kerudung sambil membawa kotak besar berwarna cokelat. Dua anak lelaki itu seketika mendekat duduk di kursi panjang berwarna putih.
Tepat tanggal 21 September, Muammar di-aqiqah. Acara demi acara berlangsung dengan lancar. Meskipun tidak banyak mengundang, ternyata tamu membludak. Olivia tidak tahu jika Papa Zafir juga mengundang mantan karyawannya dahulu.Banyak doa terhatur pada Muammar, termasuk keluasan rezeki, tumbuh menjadi anak salih serta hidup dalam keberkahan di bawah naungan Allah. Kyai dan ustadz yang kemarin meruqyah mereka juga datang.Sebelum sesi foto keluarga, Olivia berdiri di di depan para tamu undangan, memintanya untuk diam dulu agar fokus mendengarkan apa yang dikatakan oleh Olivia.Semua mata memandang kepadanya. Dari yang raut wajahnya terlihat santai sampai judes stadium empat. Namun, Olivia tidak peduli karena tentu saja mereka adalah komplotan tetangga iri dan dengki."Terima kasih atas perhatiannya. Di sini saya sebagai istri Abyan dan juga mama dari Muammar memberitahu kalian semua kalau kami ...." Olivia melirik ke arah kanan, kemudian meminta Kenzo naik ke panggung. "Dia adalah Alexa
Bab 89. Apa Tante Oliv Membenciku?Setelah satu minggu berlalu, Kenzo masih juga tinggal di rumah Abyan. Dia tetap dipanggil Timothee karena Olivia kesal mendengar nama aslinya. Meskipun perempuan itu telah tertimbun dengan tanah sesaat setelah hasil autopsi keluar, maka pihak rumah sakit langsung memandikannya.Mereka mengatakan bahwa Nadin meninggal bunuh diri karena tidak ada luka lebam di tubuhnya. Luka sayatan bisa saja dia buat sendiri karena menurut informasi dari beberapa tetangga bahwa Nadin memang sering dimarahi para rentenir karena menunggak. Rumah pun disita oleh bank.Namun, ketika dilelang, siapa yang akan mau membeli jika tahu kalau dulu pernah ada orang yang mati secara tragis di sana? Sungguh, sebuah rumah yang dulunya adem ayem kini terlihat angker. Para tetangga yang kebetulan lewat saja enggan menengok ke dalam karena beberapa malam terakhir terdengar suara tangisan dan lolongan meminta tolong.Kenzo sendiri berusaha mengubur masa lalu dengan hidup sebagai Timothe
Bab 88. Karma Sang PelakorOlivia terdiam cukup lama. Untuk saat ini hatinya benar-benar terluka. Dia geram pada Nadin dan bersyukur karena dia telah tiada. Melirik sekali pada Kenzo, anak itu menatap penuh harap.Haruskah dia mematahkan harapannya? Dia lahir sebagai seorang muslim bahkan sudah belajar salat dan mengaji, meski hanya dilangsungkan ketika di sekolah atau saat Andre berada di rumah.Lantas, jika ikut pada Stephan, apakah Kenzo akan tetap menjadi muslim? Anting salib pada telinga kiri lelaki berambut landak itu memperkuat dugaan Olivia kalau mereka berbeda agama.Abyan pun sama takutnya. Dia tahu bahwa Stephan adalah anak seorang mafia dari Italia, tepatnya di Kota Turin. Jika Kenzo ikut dengannya lantas belajar menjadi seorang pembunuh, maka dia bisa saja tumbuh sebagai ketua mafia kelas kakap.Terutama karena ada dendam membara di dalam hatinya. Abyan semakin risau. Dia juga ingat kalau Kamila pernah bilang, kedatangan Stephan ke Indonesia sejak bertahun-tahun yang lalu
Bab 87. Penjelasan dan Bukti TerkuatKenzo terus menangis dalam pelukan Ibu Namira. Anak lelaki berambut ikal itu sangat terluka atas berita yang dia dengar dari layar kaca. Sekarang, dia merasa tidak punya siapa-siapa lagi.Dalam pikirannya, para rentenir lah yang bersalah karena mereka menagih hutang dengan cara sangat kasar bahkan sengaja menampar wajah Nadin dua kali. Hal itu memang tidak disaksikan langsung oleh Kenzo, tetapi dia bisa mendengarnya.Ibu Namira sendiri berusaha menenangkan anak itu karena dia tahu bahwa Kenzo tak bersalah. Apa pun tindakan orang tuanya, dia tetap masih anak kecil. Ibu Namira kasihan karena kini menjadi yatim piatu, padahal Alex masih hidup.Hampir dua jam Ibu Namira menenangkan Kenzo, gantian dengan Bi Surti dan juga Papa Zafir. Anak tersebut terus dibujuk oleh semua orang di dalam rumah selain Olivia.Perempuan itu menangis dalam kamarnya sambil memeluk Muammar. Dia sengaja menyalakan murottal agar pikiran tenang dan tidak melakukan tindakan cerob
Bab 86. Kebenaran yang TerungkapAbyan menuju rumah Nadin memakai taksi online dengan sedikit tergesa karena Kamila memberi kabar kalau dia sudah berada di lokasi kejadian bersama Stephan. Perasaannya campur aduk sambil terus berharap kalau nanti Kenzo tidak terlalu sakit hati mendengarnya.Hanya butuh waktu satu jam lebih untuk tiba di sana. Mereka bertemu di bawah pohon yang cukup untuk berteduh. Stephan memintanya bergabung dalam satu mobil karena harus membahas sesuatu."Polisi belum datang, kabarnya sedang dalam perjalanan menuju ke sini. Aku meminta Kamila pulang dengan memakai taksi karena dia sangat ketakutan. Kau tidak boleh grogi, orang-orang bisa mencurigai kita. Nanti dalam bahaya, sementara pembunuhnya tersenyum menang. Kau mengerti?"Abyan yang baru saja menutup pintu mobil Pajero itu langsung mengangguk. Napasnya sedikit tersengal. Abyan meminum air mineral yang disodorkan oleh Stephan."Siapa pembunuhnya?""Kalau aku memberitahumu, kau janji tidak akan membuka mulut?"
Bab 85. Jawaban dari Sebuah Pertanyaan"Pelankan suaramu, nanti Timothee dengar!""Memangnya dia tidak boleh tahu, Mas? Kenapa? Apa ada yang kamu sembunyikan dari aku?""Tidak, tetapi dia masih terlalu kecil. Timothee bisa hilang kesadaran atau justru mengamuk.""Memang mamanya meninggal di mana, Mas?""Olivia, aku harap kamu bisa tenang dulu sekarang. Sudah jauh malam, besok aku jelaskan, oke?"Sadar dia tak mendapat jawaban yang sesuai keinginan, Olivia beringsut masuk kamar dan menguncinya dari dalam. Dia kesal karen merasa Abyan menyembunyikan sesuatu.Sementara lelaki itu bersandar panda dinding sambil mengacak rambutnya. Dia semakin bingung sekarang, tetapi di sisi lain sedikit bersyukur karena bisa menyelamatkan Kenzo.Hatinya resah, sedangkan waktu terus berputar. Abyan tidak bisa tidur sekarang. Dia melirik pada ponsel dan membuka aplikasi hijau berlogo telepon itu menunggu pesan dari Kamila.Dia sangat penasaran, tetapi ternyata saat mencoba mengirim pesan, akunnya sudah cen
Bab 84. Perempuan tak BernyawaLepas makan siang bersama, Papa Zafir dan Ibu Namira beristirahat dalam kamar, begitu pula dengan Kenzo. Anak lelaki itu ditemani Bi Inem karena dia masih sakit kepala meskipun demam sudah turun.Kamar Kenzo ada di tengah yang pernah ditempati oleh Bu Lisa dan suami, sedangkan Olivia kembali ke lantai satu. Dia belum bisa naik turun tangga lebih sering karena takut terpeleset."Mas, Timothee itu beneran bukan anak orang jahat, kan? Aku takut dia bawa bom dan meledakkannya di rumah kita. Dia anak orang Prancis, bisa saja kan punya bibit penjajah," kata Olivia menyampaikan unek-unek yang sejak tadi dia pendam."Menurut kamu dia anak orang jahat? Kamu mencurigai Timothee?"Olivia menggeleng mendengar suaminya balik bertanya. Saat memasukkan pakaian Kenzo ke dalam lemari, Bi Surti mengaku tidak menemukan benda mencurigakan. Papa Zafir pun turut memeriksa karena khawatir.Melihat Kenzo yang memilih diam, kecuali berbicara ketika ditanya, hati Olivia memaksa u
Bab 83. Nama BaruPOV AUTHOR___________________"Kenapa terkejut begitu?" lanjut Olivia mendekati suaminya."Nggak apa-apa, Sayang. Tadi cuma lagi serius scrool video di Insta-gram, ada gitu yang bunuh selingkuhan sendiri biar gak ketahuan dari istri pertama." Abyan menjawab sambil berusaha menetralkan suasana hati agar kebohongannya tidak terkuak.Olivia sendiri mengangguk, lalu gegas kembali ke kamar saat mendengar tangisan Muammar. Lelaki itu mengelus dada, sekarang bisa bernapas lega. Bagaimana tidak, tadi dia menerima pesan dari Nadin agar Kenzo ikut tinggal dengannya dengan alasan sibuk.Jujur saja, Abyan bingung. Jika dia membawa Kenzo ke rumah, bukankah akan menuai kontroversi? Pasti Olivia bertanya dia siapa dan bagaimana mereka bertemu. Bagus kalau seandainya Kenzo bisa diajak kerjasama, pasti aman.Pesan dari Nadin kembali masuk ke akunnya. Abyan mengusap wajah, lalu menanyakan perihal itu pada Kamila. Lihatlah bagaimana dia berkirim pesan dengan dua perempuan sekaligus pa