“Aaa…” Bibir mungil itu mengerang pelan. Terdengar kesakitan atau seperti menahan sesuatu. “Ngel, kamu sudah sadar?” Suara itu merasuki gendang telinga Angel. Jelas dan dekat.Digerakkannya kepala pelan-pelan mencari sumber suara. Dan sosok yang ada di sebelahnya membuat Angel kecewa. Kenapa harus dia?“Aku lagi di mana?” Suara Angel yang diucapkan dengan penuh usaha terdengar lirih dan lemah.“Kamu di rumah sakit sekarang, Ngel.”Angel terdiam, seolah sedang berpikir apa yang sudah menimpanya. Belum sampai pikirannya ke sana, lelaki yang mendampinginya segera memberitahu.“Ngel, tadi kamu pingsan di kantor. Aku nggak tahu berapa lama kamu pingsan, tadi pas aku masuk ke ruangan kamu, tahu-tahu kamu udah di lantai.”Angel memperhatikan muka Eriq yang sedang menceritakan kronologi kejadian itu padanya. Dia baru ingat sekarang. Ya, tadi saat akan men-charge ponsel, selain sakit di perut, tiba-tiba saja kepalanya pusing, tubuhnya lalu kehilangan keseimbangan dan akhirnya jatuh tak sadark
Tatiana masih mendekap Angel dan menghiburnya. Sedangkan Bian berdiri dengan masygul. Berdiri tidak jauh darinya Eriq ikut kebingungan. “Ini suaminya ke mana sih?” Bian mulai sadar setelah menetralisir perasaannya. Lelaki itu mengeluarkan handphone dan mencari nama menantunya di daftar kontak.Bian mulai tidak sabar ketika Davin tak kunjung menjawab telepon darinya. “Suami kayak apa sih dia, istri sakit masih aja ngurusin kerjaan,” omelnya dari balik gawai.“Sabar, Bi, mungkin dia sedang ada di jalan.” Satu-satunya yang tidak panik dan bisa berpikir jernih di sana adalah Tatiana. “Alasan klasik!” sergah Bian tidak peduli. Dengan kasar disimpannya kembali handphone ke dalam saku celana.“Pak Bian, tadi saya juga sudah telepon Davin, tapi kata operator nomornya nggak aktif. Davin nggak bisa dihubungi, Pak,” sela Eriq melaporkan apa yang tadi dialaminya.“Apa maksudnya coba pake matiin handphone segala?” Bian memandangi Tatiana.“Kita akan tahu jawabannya nanti, Bi, kalo Davin sudah pu
“Kita cari second opinion aja, Dek,” kata Davin setelah mereka keluar dari ruangan dokter. Tadi mereka kembali menemui dokter agar Davin mendengar langsung penjelasan dari pakarnya.“Cari second opinion di mana lagi, Dave?” tanya Bian kurang setuju. Menurutnya semakin cepat Angel dioperasi maka akan semakin bagus karena semua penyakitnya pasti akan tuntas.“Pi, kita coba di Sintesa dulu ya? Dulu ada teman mami kena endometriosis juga, tapi nggak dioperasi, Pi, cuma menjalani terapi pengobatan tapi bisa sembuh.”“Yakin kamu, Dave? Jangan-jangan sifatnya cuma sementara, ntar kambuh lagi.” Bian masih kurang percaya.“Yakin, Pi, makanya kita coba dulu ya…”“Iya, Pi, aku takut dioperasi, kalo ada jalan selain operasi, mendingan itu aja. Aku mau deh minum obat sekarung dari pada harus operasi.” Angel mengeluarkan isi hatinya.“Iya, Bi, menurutku juga gitu. Kalo ada cara lain kenapa harus operasi?” Tatiana menimpali.“Ya udah.” Bian pun menyetujui karena tidak ada yang mendukung pendapatnya.
“Sudah rapi?” tanya Davin pada Angel sambil mematut diri di depan cermin.Angel menolehkan kepala dan membantu membetulkan kerah kemeja Davin yang agak miring. Sesuai permintaan Adizty tadi siang, malam itu mereka akan datang ke sana memenuhi undangan makan malam sang mertua.“Tumben-tumbenan ya mami papi ngajak kita makan di sana padahal nggak ada acara apa-apa,” heran Davin. Bahkan dia tidak menyadari kalau hari ini adalah hari pertambahan usianya. Angel juga sejak tadi tidak mengatakan apa-apa. Tidak ada ucapan selamat atau apa pun yang memberi clue pada Davin bahwa ini adalah hari bahagianya. Semua berlangsung biasa-biasa saja. Wajar dan menurut semestinya. Tidak ada yang aneh atau pun janggal.“Mungkin mami baru habis eksperimen makanya kita dijadikan kelinci percobaan,” ujar Angel mengutip kata-kata yang pernah diucapkan Davin.Davin tertawa. Dia memang pernah mengatakan hal itu sebelumnya. Tapi apapun eksperimen Adizty sebelumnya tidak pern
“Dave, Ngel, kalian nginap di sini aja ya malam ini,” kata Adizty setelah mereka selesai makan.Angel melirik Davin meminta pendapat. Yang dilirik memberi kode dengan mata dan menyerahkan keputusan pada istrinya.“Tapi aku nggak bawa baju, Mi.” Angel beralasan. Malam ini dia ingin pulang ke rumah dan merayakan hari istimewa Davin hanya berdua dengan caranya sendiri.“Pake baju Gendiz aja dulu, Ngel, banyak kok di lemari.”“Sekali-kali tidur di sini apa salahnya? Lagian nanti kalian kan cuma berdua di kamar. Papi mami nggak ikut tidur bareng kalian kok.” Kiano ikut bicara yang membuat Angel dan Davin tidak bisa menolak lagi.“Ya udah, Pi, malam ini kita nginap di sini,” putus Davin.Keduanya lalu naik ke lantai tiga, di mana kamar Davin dan Gendiz berada.Davin membuka gagang pintu kamar Gendiz pelan-pelan untuk mengambil baju yang akan dipakai Angel. Saat itu juga aroma lemon nan segar yang berasal dari pewangi ruangan langsung m
Hari ini adalah hari yang menegangkan bagi Angel, Davin, Bian serta Tatiana. Sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati sebelumnya, hari ini Angel akan menjalani tindakan laparosokopi atau bedah minimal invasif sebagai bentuk penanganan pada endometriosis yang dideritanya,“Kalo bisa izinkan saya menemui anak saya sekali lagi, Dok,” pinta Bian sesaat sebelum Angel akan mulai operasi.Dokter tersenyum menanggapi Bian. “Maaf ya, Pak, tidak bisa, operasi akan segera dimulai.”“Pi, percaya sama aku kalo semua akan baik-baik saja,” kata Davin mencoba meyakinkan mertuanya untuk tetap tenang dan tidak panik.Bian menyugesti dirinya sendiri kalau semua pasti akan berjalan dengan baik dan lancar. Tapi ternyata semua tidak semudah yang dibayangkan. Dia tetap saja dihantui ketakutan.“Bi, percayakan semua pada mereka. Dokter pasti akan melakukan yang terbaik untuk Angel. Sebaiknya kita tunggu saja dan berdoa agar semua berjalan dengan lancar,” ucap
Lima bulan kemudian.Angel keluar dari ruang dokter dengan perasaan tidak menentu. Senang, sedih, terharu, bahagia, semua membaur menjadi satu. Ikhtiarnya dan Davin beberapa bulan ini pada akhirnya membuahkan hasil.“My, dokter nggak salah kan, My?” Rasanya Angel masih belum percaya kalau pada akhirnya dia dinyatakan positif hamil.Sudah satu bulan ini tamu bulanan yang biasa mengunjunginya tidak datang. Namun Angel tidak mau koar-koar dulu. Angel khawatir kalau jadwalnya saja yang mundur. Namun ternyata setelah ditunggu-tunggu menstruasinya tidak kunjung hadir. Akhir-akhir ini Angel juga sering merasa pusing serta mual-mual, terutama di pagi hari.Angel semakin curiga karena apa yang dialaminya terus berlangsng secara continue. Hingga akhirnya Angel pun berpikir kalau gejala tersebut bukan sekadar masuk angin biasa, tapi mengarah pada hal yang telah lama dinantikannya.Meski awalnya merasa ragu, pada akhirnya Angel memutuskan untuk menceritakannya pada Tatiana. “My, udah satu bulan
Malam itu, Angel, Davin, Kiano, Adizty, serta Bian dan Tatiana berkumpul bersama. Mereka merayakan kehamilan Angel dengan dinner bareng di sebuah resto. Ekspresi keempatnya berbeda-beda saat mengetahui berita bahagia itu. Sudah bisa ditebak, Bian dan Kiano adalah yang paling antusias dan ekspresif di antara mereka semua. Berbagai celetukan-celetukan lucu mengalir dari mulut keduanya.“Pokoknya nanti aku mau cucu laki-laki. Aku udah lelah jadi yang paling ganteng sendiri,” kata Bian sebelum makan malam dimulai.“Kalo aku maunya cewek. Jadi nanti rumahku dipenuhi sama cewek-cewek cantik. Ya istriku, anakku, menantuku, cucuku, besanku juga. Eh, besan nggak ding.” Kiano meralat ucapannya saat Bian melotot padanya. Sementara Tatiana hanya mengulum senyum.“Boleh-boleh aja kalo mau cucu perempuan, tapi nanti kalo Angel hamil lagi. Pokoknya cucu pertama harus laki-laki.”“Wah, nggak bisa gitu dong. Angel juga pasti mau punya anak perempuan, iya kan, Ngel?”“Kalo aku terserah aja, Pi, mau l