Saat ketiganya tengah lahap makan bersama, Bian muncul di tengah-tengah mereka. Tatiana menarik kursi agar suaminya bisa duduk.“Sudah lama kalian datang?” Bian menatap Angel dan Davin bergantian.“Lumayan, Pi.” Angel menggeser wadah berisi nasi ke arah Bian.Tatiana dengan sigap membantu menyendokkan nasi ke piring suaminya itu.“Eh, tapi tumben kalian ke sini?”“Tadi aku sama Davin pulang dari dokter, Pi, terus sekalian mampir di sini.”“Dokter kandungan?”“Iya, Pi.”“Terus gimana hasilnya?” kejar Bian cepat. “Papi nggak setuju cara kalian. Surprise sih surprise, tapi masa iya kalian nggak mau tahu jenis kelamin anak sendiri.”Entah mengapa saat itu Angel dan Davin begitu keras bertahan untuk tidak ingin tahu jenis kelamin anak mereka. Tapi semua keinginan itu goyah setelah mereka berpikir hal itu sangat penting untuk mereka ketahui.“Kenapa pada diam? Gimana hasilnya?” tegur Bian pada Angel dan Davin yang sama-sama menyimpan suara.Menyadari situasi pelik ituTatiana lekas menengahi
“Saya mau masuk juga, apa boleh, Dok?” “Maaf, Pak, yang boleh menemani pasien hanya suaminya,” jawab dokter sambil tersenyum saat Bian menyampaikan keinginannya untuk mendampingi Angel di dalam ruang operasi. Hari ini Angel akan menjalani operasi caesar seperti yang sudah dijadwalkan sebelumnya. “Dave, kamu temani Angel di sana baik-baik ya, jangan bikin Angel tambah khawatir,” pesan Bian sesaat sebelum operasi akan dilaksanakan.“Iya, Pi. Papi tenang aja. Nggak usah khawatir, Pi, semua pasti akan berjalan dengan lancar. Percayakan semua pada tenaga medis dan jangan lupa berdoa pada Tuhan,” ujar Davin tanpa bermaksud menggurui.“Davin benar, Bi, sebaiknya kita tunggu saja dengan tenang, nggak usah panik.” Tatiana menyentuh lengan Bian.“Aku takut kalo terjadi apa-apa sama Angel.”“Ssstt…, jangan mikir yang aneh-aneh, kamu nggak lupa kan kalo kata-kata bisa mensugesti diri? Udah yuk, kita tunggu di sana.” Tatiana menggandeng tangan Bian menjauh dari ruang operasi.Dua orang perawat
Setelah operasi selesai, Angel diberi obat agar dia bisa tidur dan beristirahat dengan tenang. Hanya dalam hitungan menit, perempuan yang baru saja menyandang status sebagai seorang ibu itu akhirnya terlelap.Beberapa saat kemudin dia terbangun dan sudah berada di ruang perawatan. Pertama kali saat Angel terbangun, dia tidak bisa merasakan apa-apa, termasuk kakinya yang tidak bisa digerakkan. Hingga beberapa jam kemudian rasa sakit mulai menjalarinya akibat efek anestesi yang berangsur menghilang.Nyeri di bekas jahitan, mual ingin muntah serta sakit kepala saling bersaing ingin mengalahkan. Angel meringis serta merintih kecil.“Sakit banget, Dave…”Davin membelai kepala Angel dan menggenggam tangannya memberi kekuatan. Tidak ada yang bisa dilakukannya selain menenangkan dan memberi semangat agar tetap kuat dan sabar.Satu demi satu keluarga keduanya masuk ke ruang rawat menemui Angel. Mulai dari Bian, Tatiana, Kiano dan Adizty.Tatiana dan Adizty memeluk dan mencium Angel bergantian.
Beberapa hari pertama setelah baby triplets lahir, Angel dan Davin masih kesulitan menyesuaikan diri. Sebagai orang tua baru, mereka masih terkaget-kaget dengan kehidupan yang juga baru. Keduanya masih belajar beradaptasi atau menyesuaikan diri. Memiliki satu orang anak saja sepertinya bukan hal yang mudah bagi pasangan muda seperti Angel dan Davin, apalagi memiliki tiga orang anak sekaligus.Nyaris setiap malam Davin begadang menemani Angel. Ketiga putri mereka akan selalu bangun setiap malam dan baru akan benar-benar tidur setelah pagi menjelang siang.Minggu pertama ini keduanya memboyong si kembar ke rumah Bian dan Tatiana. Dan nanti pada minggu kedua mereka akan pindah ke rumah Kiano dan Adizty. Itu semua atas permintaan keempatnya dengan alasan Davin dan Angel pasti akan sangat kerepotan dengan ketiga putri kembar mereka.Davin dan Angel setuju-setuju saja. Awalnya dia ingin mencari baby sitter, karena walaupun dia dan Angel bertekad untuk mengurus baby triplets dengan tangan se
Angel tersenyum simpul dari jauh saat melihat Davin dikelilingi ketiga putri kembar mereka. Tangannya memegang mangkuk putih berisi bubur bayi. Sukma, Jiwa dan Raga sekarang sudah berumur tujuh bulan. Kerepotan Davin dan Angel saat mengurus putri mereka yang baru lahir sekarang terbayar lunas saat melihat perkembangan anak-anak mereka yang sehat dan berkembang sesuai usianya.Sukma sedang merangkak mengejar bola yang dilemparkan padanya. Sedangkan Raga duduk sambil mengamati soft book. Bola matanya berlarian memerhatikan warna-warna ceria yang membuatnya penasaran.Sedangkan Jiwa yang paling lincah di antara mereka. Anak itu tidak bisa diam. Ada-ada saja tingkahnya. Di saat dua saudaranya sedang anteng, anak itu bergerak sendiri ke sana kemari. Bahkan Jiwa sudah belajar berdiri walaupun kakinya belum kuat hingga dia sampai terjatuh berkali-kali.Ketiganya memiliki keunikan sendiri-sendiri. Sukma contohnya. Anak itu berbeda dari Jiwa dan Raga. Sukma cenderung tomboi. Meskipun masih ke
Rumah bergaya mediterania dengan gradasi putih coklat itu hari ini terlihat beda dari biasanya. Halaman rumah yang luas dipenuhi dengan berbagai mobil mewah aneka merek dan rupa. Di depan pagar juga berjajar papan bunga ucapan selamat dari kolega dan sahabat hingga nyaris melimpah ke badan jalan.Hari itu Angel dan Davin mengadakan acara syukuran serta perkenalan anak keempat mereka yang baru saja lahir dua minggu yang lalu. Setelah melewati perjuangan panjang penuh liku, akhirnya Angel melahirkan seorang bayi laki-laki yang selama ini ditunggu kehadirannya, terutama oleh sang kakek yang menolak dipanggil kakek. Kehamilan kedua ini tidak mudah, karena Angel mengandung dalam masa-masa yang rentan dan tidak disarankan serta mengancam keselamatannya.Satu demi satu para tamu mulai meninggalkan rumah setelah acara tersebut berakhir. Hingga yang tersisa hanya keluarga dekat.Davin tersenyum hangat melepas tamu terakhirnya. Rasa lega menjalarinya karena acara itu berlangsung dengan lancar.
BlurbReinhard Raffael Danner menyangka hatinya akan sekuat baja setelah lamarannya ditolak oleh Tatiana yang merupakan kakak iparnya sendiri. Ternyata dia salah. Untuk mengobati luka hatinya, Rei memutuskan pergi dengan meninggalkan segala yang ada padanya dan mencoba peruntungan di negara asalnya, Spanyol. Rei memilih Madrid sebagai pelariannya. Dia sangka semua akan berjalan sempurna dan hidupnya akan bahagia bersama anak perempuannya. Hingga suatu hari hatinya diketuk untuk ketiga kalinya di dalam hidup.Florentina Rodriguez atau biasa dipanggil Flo bekerja di sebuah wedding organizer. Sudah berkali-kali dia menangani porses pernikahan orang-orang yang menggunakan jasa wedding organizer tempatnya bekerja. Tapi hal itu sama sekali tidak mendorongnya untuk segera menikah. Hingga suatu hari dia bertemu seseorang yang berusaha keras mengetuk pintu hatinya. Namun orang itu sama sekali tidak pernah ada dalam list pria idealnya.***Rei terbangun dari tidurnya pagi itu dengan keringat me
Rei masih tertegun ketika perempuan itu tersenyum padanya. Dia mengingatkan Rei pada seseorang yang belakangan ini menghantuinya. Bentuk wajahnya, caranya tersenyum, dan juga postur tubuhnya.Dengan langkah anggun perempuan itu berjalan mendekati Rei.“Maaf, apa anda yang bernama Reinhard Raffael Danner?” Rei lantas berdiri begitu merasa perempuan itu adalah orang yang sedang ditunggunya sejak tadi.“Iya, saya sendiri.”Perempuan itu tersenyum dan mengulurkan tangannya sembari menyebutkan nama. “Saya, Flo dari Feliz Wedding Organizer.” Flo mengenalkan dirinya. Pria gagah yang berada di hadapannya sungguh jauh dari bayangannya. Dia sama sekali tidak mirip dengan pria Asia. Iris mata hazelnya membuat Flo terpana.“Saya Rei dari Cena Romantica.” Rei balas menjabat tangan Flo. “mari, silakan duduk!”Flo menarik kursi di hadapan Rei dan menjatuhkan tubuh di sana. Dia baru menyadari kalau Rei tidak sendiri. Ada anak perempuan bersama lelaki itu yang duduk manis dan terus menatapnya. Flo
Clara keluar dari kamar Lala dan bertemu dengan Rei di ruang tengah.“Sudah mau pulang?” tanya Rei pada Clara melihat tas yang tersampir di pundak kanan perempuan itu.“Iya, aku pikir tugasku sudah selesai di sini. Boleh kan aku pulang sekarang?”“Boleh, aku juga akan pergi ke kantor polisi,” kata Rei memberitahu.“Kantor polisi? Untuk apa? Apa yang akan kamu lakukan di sana?” Kerutan dalam tercipta di dahi Clara.“Aku pikir mungkin sebaiknya melaporkan tentang masalah Flo. Aku sudah mencoba mencarinya dengan menggunakan caraku sendiri, namun tidak berhasil. Siapa tahu akan berhasil jika diserahkan pada ahlinya.”Clara terdiam selama beberapa detik seakan sedang memikirkan sesuatu. Begitu merasa yakin, gadis itu kemudian mengungkapkan pikirannya yang tersimpan pada Rei.“Rei, aku punya kerabat yang kebetulan kerja di sana. Mungkin dia bisa membantumu dan prosesnya pun akan lebih cepat. Kalau kamu setuju aku bersedia mengenalkannya padamu. Gimana?”“Tentu saja aku mau. Berapa bayarann
Rei membuka pintu rumah dan menemukan Clara ada di rumah bersama anak perempuannya.“Rei, kamu akhirnya pulang juga.” Clara yang sedang membantu Lala mengerjakan PR sontak berdiri menyambut kedatangan Rei.“Astaga, Clara, ternyata kamu yang membawa Lala pulang, Aku sudah khawatir karena tidak menemukannya di sekolah,” ucap Rei memberitahu. Tadi dia sudah menjemput Lala ke sekolah tapi gurunya mengatakan kalau Lala sudah dijemput oleh tantenya. “Sorry, Rei, aku lupa memberitahumu, tapi aku hanya ingin membantumu,” jawab Clara sedikit merasa bersalah saat melihat raut khawatir lelaki itu.“Lain kali tolong beritahu aku dulu kalau ingin menjemput Lala atau ingin membawanya ke mana pun,” kesal Rei.“Iya, Rei, baik.”Rei mengembuskan napas lantas duduk di sofa. Dia ingin beristirahat sejenak. Diambilnya remot lantas menyalakan televisi dan memilih-milih saluran. Tapi ternyata tidak ada satu pun yang berhasil menarik minatnya. Pada akhirnya Rei mematikan kembali televisinya. Matanya lantas
“Jenis kelaminnya laki-laki. Kondisinya sehat dan normal.”Flo melebarkan bibirnya mendengar keterangan dari dokter. Matanya ikut memindai monitor USG yang menampilkan hasil gerakan serta kondisi janin di dalam rahimnya. Tanpa terasa ini adalah bulan kelima Flo mengandung buah cintanya bersama Rei. Dan selama itu dia benar-benar putus komunikasi dengan sang suami. Flo tidak ingin berharap lagi untuk kembali. Apalagi dari kabar yang dia dengar hubungan Rei dan Clara semakin menjadi.Flo keluar dari ruangan dokter setelah dibekali nasehat-nasehat mengenai kesehatan dia dan calon bayinya. Selanjutnya langkah Flo tertuju ke arah apotik. Dia harus menebus obat-obatan ataupun vitamin yang diresepkan untuknya. Kali ini Flo datang sendiri karena ibu dan adik tirinya tidak bisa menemani.Sambil menunggu namanya dipanggil, Flo duduk di kursi tunggu apotik sembari mengelus-elus perutnya. Di dalam sana sedang tumbuh buah cintanya dengan lelaki yang dia sayangi. Andai saja Rei tahu pasti dia akan
“Hal ini biasa saja terjadi pada wanita hamil. Namanya juga hamil muda, nanti mual dan muntahnya akan hilang setelah lewat bulan ketiga,” jelas dokter yang memeriksa Flo sore itu. “Tapi kandungan saya baik-baik saja kan, Dok?” tanya Flo khawatir. Seluruh badannya terasa lemas karena sejak tadi sudah muntah berkali-kali. Dan dia rasa hari ini adalah puncaknya. Rasanya Flo tidak kuat.Dokter mengangguk meyakinkan. “Kandungannya sehat dan ibu tidak perlu khawatir. Setelah ini saya beri resep obat yang harus ditebus di apotik. Nanti petugas di sana akan menerangkan aturan dan cara pakainya.”Anne yang menemani Flo sore itu ke dokter kandungan menerima resep dari dokter lalu menuntun Flo keluar dari ruangan dokter. Sedikit pun adik tirinya itu tidak melepaskan pegangan tangannya dari Flo. Dia khawatir kalau sekali saja melepaskan tangannya maka Flo akan jatuh saking lemasnya. Padahal dalam keadaan normal sebenarnya Flo adalah seorang wanita yang kuat.“Tunggu di sini dulu, Flo, biar aku u
Sudah hari kelima Flo menghilang. Rei sudah mencarinya ke mana saja, tapi nihil. Istrinya itu tidak ada di mana-mana. Rei sempat berpikir untuk melapor ke kantor polisi atas kasus orang hilang. Tapi setelah dipikir lagi, rasanya itu tidak perlu. Rei rasa Flo pasti berada di suatu tempat dan dia bersembunyi di sana. Mungkin pada saatnya nanti Flo akan menunjukkan diri.“Mommy Flo mana, Pa?” tanya Lala keheranan saat Rei yang menjemputnya ke sekolah setelah summer camp selesai.Rei terbatuk. Seharusnya dia sudah memperkirakan kemungkinan ini sebelumnya dan menyiapkan jawabannya. Putrinya itu pasti tidak akan tinggal diam. Nyatanya Rei malah gelagapan. Tidak tahu harus menjawab apa.“Mommy, mommy pergi, La,” jawabnya kemudian.“Pergi ke mana, Pa?” tanya Lala ingin tahu.“Mommy ke luar kota.”“Ke luar kota? Mommy kerja ya, Pa?” Kening Lala berkerut dalam.Rei terpaksa berbohong lagi. “Iya, Sayang. Mommy diutus kantornya dan harus melaksanakannya.”“Sayang sekali ya, Pa, padahal aku ingin
Pagi hari saat Rei terbangun dia tidak menemukan Flo di sebelahnya. Diedarkannya pandangan melalui matanya yang berat dan belum terbuka sempurna ke setiap penjuru ruangan, tapi tetap tidak ada Flo di sana. Begitu pun saat dia melongok ke kamar mandi, hasilnya sama saja.Lantas Rei teringat apa yang terjadi semalam. Saat itu dia terlibat pertengkaran kecil dengan Flo. Dan… dia teringat akan kalimat terakhirnya.Astaga! Jangan-jangan Flo benar-benar pergi.Rei membuka lemari dan tidak menemukan baju-baju Flo di sana. Begitu dia melihat tempat penyimpanan tas, koper Flo juga sudah lenyap. Jadi benar dugaannya. Flo sudah pergi. Rei membatu di tempatnya. Ternyata begitu cara Flo menghadapi masalah. Flo childish. Bisanya main kabur, kecam Rei kecewa. Maunya Rei, apapun masalah mereka, Flo tetap bertahan di rumah. Karena dirinya pun tidak kemana-mana saat mereka terlibat perselisihan seperti ini.Lama Rei termangu sendiri sambil memikirkan apa yang terjadi. Sebelah tangannya menggenggam han
Flo dan Kyle sama-sama terkejut saat melihat kedatangan Rei yang tiba-tiba dan tidak pernah disangka seperti ini. Naasnya lagi apa yang tengah terjadi sekarang bisa saja membuat Rei atau siapa pun menjadi salah paham. Itu bisa dipastikan. Terlebih saat melihat muka Rei yang menegang dan matanya yang memerah menahan emosi.“Rei…,” panggil Flo lirih setelah napasnya kembali normal.Rei menggelengkan kepalanya tidak percaya pada apa yang baru saja disaksikannya. Flo yang katanya cinta dan sangat menyayanginya bisa berbuat sehina ini? For god's sake, Rei tidak akan memaafkannya.“Lanjutkan saja.” Rei memutar tubuh meninggalkan Flo dan Kyle yang tidak siap menanggapi kejadian barusan.“Rei tunggu dulu, aku bisa jelaskan!” Flo berteriak dan berusaha untuk bangkit, tapi tubuhnya terlalu lemah. Sehingga dia tetap berada di tempatnya.“Rei, aku bisa menjelaskannya padamu, semua tidak seperti yang kamu lihat!” Kyle segera mengejar Rei yang melangkah cepat meninggalkan ruangan Flo.“Aku tidak bu
Seharian ini Rei dan Flo menghabiskan waktu di kamar. Mereka bercerita tentang apa saja dan berusaha mengenal satu sama lain. Ternyata selama ini mereka memang tidak saling mengenal sepenuhnya. Mereka mengambil keputusan kilat tuntuk menikah hanya atas dasar emosi sesaat. Keputusan bodoh, gila namun penuh hikmah.‘’Aku minta maaf atas sikapku yang dulu,” ujar Flo penuh rasa bersalah kala mengingat tingkahnya yang mengabaikan Rei sebagai suaminya.“Aku juga, Flo, aku minta maaf atas semua kesalahanku,” ucap Rei sambil membelai mesra rambut Flo. “aku sudah menciptakan jarak yang membuat kamu berpikir yang macam-macam.”Rei menyadari sekarang kalau kehadiran Clara sedikit banyak pasti menimbulkan dugaan negatif di antara mereka. Flo tidak berkata apa-apa dan memilih menyembunyikan mukanya di dada Rei. Flo bisa mendengar dengan jelas detak jantung Rei yang berpacu dengan degup jantungnya sendiri. Andai saja bisa Flo ingin begini selamanya. Berada dalam hubungan yang harmonis bersama Rei,
“Papa… Mommy… Bangun….!” Lala mengetuk pintu kamar Rei karena tidak ada tanda-tanda papanya itu akan keluar kamar. “Papa… Mommy… Bangun, ini sudah pagi!” Lala menaikkan suaranya disertai dengan ketukan keras di pintu kamar Rei.Di dalam kamar, Rei dan Flo sama-sama menggeliatkan badan. Suara Lala membuat keduanya merasa terusik.“Astaga, sudah pagi!” Rei terkejut saat melihat sinar matahari yang menerobos masuk melalui kaca jendela. Bagaimana bisa dia terlambat seperti ini? Seingat Rei, ini adalah pertama kalinya dia terlambat bangun pagi dalam enam bulan terakhir.“Papa… sudah pagi, Pa!!! Papa tidak kerja?” Suara Lala terdengar lagi memanggil Rei.“Iya, La! Papa sudah bangun!” Rei menyahut dari dalam kamar. Rei menepis selimutnya sambil menutup mulut yang terus menguap. Dan sama seperti sebelumnya tidak ada kain lain yang melapisinya selain selimut itu sendiri. Rei ingat, dirinya dan Flo tertidur setelah serangan fajar yang entah siapa yang memulai duluan.“Rei, apa kita terlambat?”