Setelah operasi selesai, Angel diberi obat agar dia bisa tidur dan beristirahat dengan tenang. Hanya dalam hitungan menit, perempuan yang baru saja menyandang status sebagai seorang ibu itu akhirnya terlelap.Beberapa saat kemudin dia terbangun dan sudah berada di ruang perawatan. Pertama kali saat Angel terbangun, dia tidak bisa merasakan apa-apa, termasuk kakinya yang tidak bisa digerakkan. Hingga beberapa jam kemudian rasa sakit mulai menjalarinya akibat efek anestesi yang berangsur menghilang.Nyeri di bekas jahitan, mual ingin muntah serta sakit kepala saling bersaing ingin mengalahkan. Angel meringis serta merintih kecil.“Sakit banget, Dave…”Davin membelai kepala Angel dan menggenggam tangannya memberi kekuatan. Tidak ada yang bisa dilakukannya selain menenangkan dan memberi semangat agar tetap kuat dan sabar.Satu demi satu keluarga keduanya masuk ke ruang rawat menemui Angel. Mulai dari Bian, Tatiana, Kiano dan Adizty.Tatiana dan Adizty memeluk dan mencium Angel bergantian.
Beberapa hari pertama setelah baby triplets lahir, Angel dan Davin masih kesulitan menyesuaikan diri. Sebagai orang tua baru, mereka masih terkaget-kaget dengan kehidupan yang juga baru. Keduanya masih belajar beradaptasi atau menyesuaikan diri. Memiliki satu orang anak saja sepertinya bukan hal yang mudah bagi pasangan muda seperti Angel dan Davin, apalagi memiliki tiga orang anak sekaligus.Nyaris setiap malam Davin begadang menemani Angel. Ketiga putri mereka akan selalu bangun setiap malam dan baru akan benar-benar tidur setelah pagi menjelang siang.Minggu pertama ini keduanya memboyong si kembar ke rumah Bian dan Tatiana. Dan nanti pada minggu kedua mereka akan pindah ke rumah Kiano dan Adizty. Itu semua atas permintaan keempatnya dengan alasan Davin dan Angel pasti akan sangat kerepotan dengan ketiga putri kembar mereka.Davin dan Angel setuju-setuju saja. Awalnya dia ingin mencari baby sitter, karena walaupun dia dan Angel bertekad untuk mengurus baby triplets dengan tangan se
Angel tersenyum simpul dari jauh saat melihat Davin dikelilingi ketiga putri kembar mereka. Tangannya memegang mangkuk putih berisi bubur bayi. Sukma, Jiwa dan Raga sekarang sudah berumur tujuh bulan. Kerepotan Davin dan Angel saat mengurus putri mereka yang baru lahir sekarang terbayar lunas saat melihat perkembangan anak-anak mereka yang sehat dan berkembang sesuai usianya.Sukma sedang merangkak mengejar bola yang dilemparkan padanya. Sedangkan Raga duduk sambil mengamati soft book. Bola matanya berlarian memerhatikan warna-warna ceria yang membuatnya penasaran.Sedangkan Jiwa yang paling lincah di antara mereka. Anak itu tidak bisa diam. Ada-ada saja tingkahnya. Di saat dua saudaranya sedang anteng, anak itu bergerak sendiri ke sana kemari. Bahkan Jiwa sudah belajar berdiri walaupun kakinya belum kuat hingga dia sampai terjatuh berkali-kali.Ketiganya memiliki keunikan sendiri-sendiri. Sukma contohnya. Anak itu berbeda dari Jiwa dan Raga. Sukma cenderung tomboi. Meskipun masih ke
Rumah bergaya mediterania dengan gradasi putih coklat itu hari ini terlihat beda dari biasanya. Halaman rumah yang luas dipenuhi dengan berbagai mobil mewah aneka merek dan rupa. Di depan pagar juga berjajar papan bunga ucapan selamat dari kolega dan sahabat hingga nyaris melimpah ke badan jalan.Hari itu Angel dan Davin mengadakan acara syukuran serta perkenalan anak keempat mereka yang baru saja lahir dua minggu yang lalu. Setelah melewati perjuangan panjang penuh liku, akhirnya Angel melahirkan seorang bayi laki-laki yang selama ini ditunggu kehadirannya, terutama oleh sang kakek yang menolak dipanggil kakek. Kehamilan kedua ini tidak mudah, karena Angel mengandung dalam masa-masa yang rentan dan tidak disarankan serta mengancam keselamatannya.Satu demi satu para tamu mulai meninggalkan rumah setelah acara tersebut berakhir. Hingga yang tersisa hanya keluarga dekat.Davin tersenyum hangat melepas tamu terakhirnya. Rasa lega menjalarinya karena acara itu berlangsung dengan lancar.
BlurbReinhard Raffael Danner menyangka hatinya akan sekuat baja setelah lamarannya ditolak oleh Tatiana yang merupakan kakak iparnya sendiri. Ternyata dia salah. Untuk mengobati luka hatinya, Rei memutuskan pergi dengan meninggalkan segala yang ada padanya dan mencoba peruntungan di negara asalnya, Spanyol. Rei memilih Madrid sebagai pelariannya. Dia sangka semua akan berjalan sempurna dan hidupnya akan bahagia bersama anak perempuannya. Hingga suatu hari hatinya diketuk untuk ketiga kalinya di dalam hidup.Florentina Rodriguez atau biasa dipanggil Flo bekerja di sebuah wedding organizer. Sudah berkali-kali dia menangani porses pernikahan orang-orang yang menggunakan jasa wedding organizer tempatnya bekerja. Tapi hal itu sama sekali tidak mendorongnya untuk segera menikah. Hingga suatu hari dia bertemu seseorang yang berusaha keras mengetuk pintu hatinya. Namun orang itu sama sekali tidak pernah ada dalam list pria idealnya.***Rei terbangun dari tidurnya pagi itu dengan keringat me
Rei masih tertegun ketika perempuan itu tersenyum padanya. Dia mengingatkan Rei pada seseorang yang belakangan ini menghantuinya. Bentuk wajahnya, caranya tersenyum, dan juga postur tubuhnya.Dengan langkah anggun perempuan itu berjalan mendekati Rei.“Maaf, apa anda yang bernama Reinhard Raffael Danner?” Rei lantas berdiri begitu merasa perempuan itu adalah orang yang sedang ditunggunya sejak tadi.“Iya, saya sendiri.”Perempuan itu tersenyum dan mengulurkan tangannya sembari menyebutkan nama. “Saya, Flo dari Feliz Wedding Organizer.” Flo mengenalkan dirinya. Pria gagah yang berada di hadapannya sungguh jauh dari bayangannya. Dia sama sekali tidak mirip dengan pria Asia. Iris mata hazelnya membuat Flo terpana.“Saya Rei dari Cena Romantica.” Rei balas menjabat tangan Flo. “mari, silakan duduk!”Flo menarik kursi di hadapan Rei dan menjatuhkan tubuh di sana. Dia baru menyadari kalau Rei tidak sendiri. Ada anak perempuan bersama lelaki itu yang duduk manis dan terus menatapnya. Flo
PLAAAK!!! PLAAAK!!!Dua kali tamparan bolak-balik mendarat mulus di pipi Darren. Darren yang sedang memeluk Kiara yang tengah menangis sontak melepaskan dekapannya dari perempuan itu saat Tatiana—sang kekasih sekaligus calon istrinya muncul tiba-tiba entah dari mana.“Tia! Apa-apaan kamu?” tanya Darren kaget sambil memegang pipinya yang perih akibat stempel jari-jari yang dilayangkan Tatiana ke mukanya."Apanya yang apa-apaan?" balas Tatiana seraya memandang tajam pada Darren dengan sepasang mata bulatnya. "Tega kamu ya, Ren! Kita udah mau nikah dan tinggal selangkah lagi, tapi kamu berani-beraninya main di belakangku."“Tia, kamu dengar aku dulu, aku nggak main belakang, aku—““Sudahlah, Ren! Aku paham sekarang. Jadi ini alasannya nama aku sudah diganti dengan nama orang lain di buku WO itu?”“Tia, ini nggak seperti yang kamu bayangkan, aku bisa jelasin semuanya.” Darren berusaha menggapai tangan Tatiana dan menepis tangan Kiara yang sejak tadi bergelayut manja di lengannya.“Lepask
What a awkward wedding!Pikiran itu yang melintas di benak Tatiana saat berada di pernikahannya sendiri. Di ballroom hotel yang luas dan sudah didekor sedemikian lupa, nuansa adanya pesta begitu terasa. Ballroom itu didominasi oleh warna putih. Mulai dari dekorasi hingga properti, sampai pada hal-hal yang paling detail seperti taplak meja. Para undangan juga terlihat sangat menikmati aneka hidangan lezat yang disajikan. Namun, bukan itu masalahnya. Ada yang terasa janggal. Tidak seorang pun keluarga Bian ada di sana. Termasuk orang tuanya. Bian bilang mereka sedang berada di luar negeri. Tapi kenapa mereka melewatkan begitu saja momen penting dan sesakral seperti pernikahan? Apalagi yang menikah adalah anak mereka sendiri.Sudah sejak tadi kilatan lampu kamera menerpa dan menyambar-nyambar wajah Bian dan Tatiana. Sudah sejak tadi pula keduanya tak berhenti tersenyum. Tatiana merasakan mulutnya mulai pegal, dan giginya juga sudah kering. Dia melirik tangan Bian yang mengait lengannya.