Luna menatap langit-langit kamar ini dengan mata menerawang, ini hari pertama sang mama mertua ada di rumah, tapi bukannya turun untuk membantu mama mertuanya menyiapkan makan malam, Luna malah ada di sini. Di atas ranjang kamarnya yang masih tampak berantakan seolah baru saja diterjang angin topan.
Dia sungguh malu. Dia tak tahu apa yang harus dia katakan pada beliau saat bertemu nanti, pasti akan sangat canggung dibuatnya.Luna menghela napasnya lagi, menatap sekeliling kamar yang hanya menyisakan kesunyian, pelaku yang pantas disalahkan atas semua ini sudah kabur entah kemana, beralasan akan menyelesaikan pekerjaannya.Luna lalu bergegas membersihkan dirinya... lagi dan menata kamar itu, memunguti satu persatu baju-baju mereka yang tercecer dimana-mana, juga merapikan ranjang yang sudah kusut tak berbentuk.Luna memandang hasil kerjanya dengan puas, semuanya sudah selesai, lalu sekarang apa? dia tak memiliki alasan lagi untuk tetap di sini, medekam di kamar se“Ternyata laki-laki itu sama saja, baru lihat yang bening sedikit saja sudah langsung meleng. Mereka memang tak tahu konsep kata setia.” “Itu bukanya karena kamu terlalu buta sama cinta, kemarin-kemarin kamu tak bilangi nggak percaya kalau dia itu sebenarnya buaya.” “Ya aku mana tahu, dia terlihat perhatian dan tulus cinta sama aku.” “Ya orang cari perhatian memang begitu, kalau dia bentak-bentak kamu jelas kamu nggak mau nemplok sama dia.” “Kamu kok jadi nyalahin aku.” “Bukan nyalahin, kamu saja yang bebal, tidak mau dibilangin. Sudah kamu jangan nangis lagi lupain saja laki-laki buaya macam dia, kamu juga belum menikah sama dia dan belum diapa-apain, jadi anggap saja ini peringatan dari Tuhan.”“Nggak diapa-apain bagaimana, aku sudah rugi besar ini.” “Hah jadi hubungan kalian sudah jauh?” “Bukan, dia pernah pinjam uang dariku lima juta, kalau begini alamat nggak balik uangku,” lalu gadis muda itu kembali menangis sesenggukan. “Sudah, kit
Laksa melangkah seperti robot dengan tubuh kaku, dia bahkan tak tahu bagaimana dia bisa sampai di kamarnya dengan selamat tanpa menabrak satu bendapun di dalam rumah ini. Otaknya serasa kosong, dia bahkan tak bisa memikirkan apapun, ini terlalu mengejutkan, mamanya memang beberapa hari yang lalu menyampaikan kata-kata yang sama sekali tak dia mengerti, tapi laksa sama sekali tidak menyangka kalau semuanya akan bermuara di sana. Selama ini saat ada masalah atau dia sedang bersedih hati, mamanya selalu menjadi tempatnya untuk pulang, mengadukan setiap kesedihannya, tempatnya untuk membuang semua sampah-sampah dalam pikirannya, agar bisa kembali bersih, semua itu dia lakukan secara otomatis saja, karena Laksa pikir sang mama adalah orang yang paling dekat dengannya, wanita yang bertaruh nyawa untuk melahirkan dirinya. Tapi sekarang apa, kenyataan ini terlalu keras memukulnya, dia sebenarnya ingin bertanya pada mama dan papanya, kenapa harus mengungkapkan ini sekarang?
KruyukkkkLuna meringis saat perutnya berbunyi nyaring. “Kamu lapar?” tanya Laksa. Luna hanya mengangguk dengan malu, perutnya memang memilih momen tidak tepat untuk berbunyi, mereka memang melewatkan makan malam yang harusnya berlangsung dua jam yang lalu.Karena Laksa sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja, Luna memberi tahu, bibi yang memanggil mereka untuk makan malam nanti saja. Laki-laki itu juga akhirnya bercerita apa yang sebenarnya terjadi, yang membuat Luna cukup shock mendengarnya, pantas saja Laksa yang biasanya gagah perkasa dan angkuh tiada tara berakhir meringkuk dalam dekapannya seperti bayi. “Maaf Ya, Kak.” Laksa menyentuh puncak kepala Luna dan mendaratkan bibirnya di sana lama dan dalam, yang dapat menyalurkan kehangatan dalam hai Luna, tapi tetap saja tidak membuat perut Luna ... kenyang. “Kakak patah hatinya bisa ditunda dulu tidak, setelah kita makan bisa dilanjutkan lagi.” “Siapa yang patah hati.” “Ya ka
Laksa sedang memandang Luna yang tertidur dengan lelapnya, jarum jam memang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam., dan sangat lumrah kalau Luna sudah tidur. Laksa membelai kepalanya lembut, sejenak dia hanya diam terpaku, dipandangnya wajah sang istri yang begitu tenang dalam tidurnya, bahkan ada senyum kecil di bibir sang istri. entah apa yang diimpikan Luna dalam tidurnya. Rasa bimbang segera menyergap hatinya, apa dia tega untuk mengusik bunga yang sedang tertidur dengan cantiknya ini, atau sebaiknya dia saja yang pergi, biarkan Luna tetap di sini. Tapi Laksa langsung menggelengkan kepalanya, menolak keras ide itu, dia tak ingin hidup terpisah dengan Luna, saat ini hanya Luna yang dia punya, sebagai penyemangat hidupnya. Mengabaikan kenyataan mungkin saja akan mengganggu tidur Luna , Laksa membangunkan sang istri, dia goyangkan lengan Luna agak keras.. “Luna, Lun, bangun dulu.” Luna tergeragap lalu memandang Laksa dengan pandangan bertanya. Rasa K
“Luna bangun kita sudah sampai?” sudah dua kali malam ini, Laksa terpaksa harus membangunkan Luna dari tidur lelapnya. Sebenarnya dia tak tega dan berniat untuk menggendong Luna ke dalam, tapi dia ingat harus juga mengurus barang-barang mereka, dan tubuhnya juga sangat lelah. Mereka memang baru saja menempuh perjalanan setengah jam, perjalanan yang cukup panjang untuk Luna yang memang sudah sangat mengantuk. “Eh, maaf, kak aku ketiduran.” “Bukan masalah.”Luna menatap sekeliling gedung ini, kenapa berbeda sekali dengan terakhir kali dia lihat, hanya bentuk bangunan tinggi ini saja yang masih sama. Apa sudah dilakukan perombakan besar-besaran di sini? Tapi ini bahkan baru dua bulan, cepat sekali mereka bekerja? “Ada apa, Lun, kamu terlihat bingung?” Laksa merengkuh bahu Luna, mungkin istrinya itu bingung tterbangun ditempat asing. “Banyak yang berubah ya kak di sini.” “Kamu pernah kemari?” “Eh, bukankah sebelum kita menikah kakak mengaja
“Kok aku di suruh balik ke kamar, aku mau cuci piring.” “Kamu di kamar saja sampai Dirga balik.” “Hah kenapa begitu? bukannya kita harus menghormati tamu, aku mau buatkan minum juga.” Laksa menyipitkan matanya tak suka. “Dia juga tidak ingin minum, sudah kamu bereskan pakaian itu saja dulu, biar aku yang temui dia.” “Tap-“ Luna hanya bisa menghela napas, apa mungkin nasi goreng yang dia buatkan tadi terlalu pedas sampai Laksa jadi aneh begitu. Luna menggelengkan kepalanya, dia malas untuk berpusing-pusing memikirkan sikap Laksa yang aneh itu. Lebih baik dia segera bergegas merapikan pakaian ini.Dia melirik jam dinding yang ada di kamar ini sudah hampir jam tujuh pagi, dia yakin Laksa akan terlambat datang ke hotel lagi, hari ini dia mengajar pukul sepuluh pagi, dan seperti biasa Laksa pasti akan mengantarnya terlebih dahulu. “Apa aku ambil motor di rumah ayah saja, supaya bisa pergi kemana-mana sendiri,” gumam Luna pelan, tidak mungkin juga di
“Tidak, Lun, darimana kamu mendapat ide gila seperti itu.” “Itu bukan ide gila, Kak, itu solusi yang terbaik untuk masalah kita.” Setelah Dirga pergi, tau lebih tepatnya Laksa yang memaksa laki-laki itu untuk pergi –dengan sedikit ancaman tentu saja. Laksa segera bersiap untuk pergi bekerja, tapi masalah muncul saat sang istri malah memberikan ide yang menurutnya sangat konyol dan tidak masuk akal. “Tetap saja, aku sama sekali tidak setuju.” “Tapi kalau setiap hari kak Laksa selalu telat masuk kerja, gara-gara antar jemput aku, apa kata anak buah kakak, lagi pula dengan begitu aku bisa pergi kemanapun yang aku mau, tak perlu lagi merepotkan kak Laksa.” “Itu yang tidak aku mau, kamu pergi kemana-mana sendiri naik motor apalagi kondisimu sedang hamil begini.” Luna memang mengutarakan keinginnannya untuk mengambil motornya di rumah sang ayah, jarak apartemen dengan sanggar tempt dia mengajar tidak terlalu jauh, jadi akan
“Aku akan senang sekali kalau kamu mau membawakan keripik apel dari sana.” “Apa itu tidak mungkin, Kak laksa sangat sibuk, lagian aku juga segan untuk memintanya mencarikan makanan yang aku inginkan? Kandunganku baik-baik saja, hanya akhir-akhir ini aku banyak makan dan suasana hatiku juga naik turun.” “Saat kamu sudah kembali bekerja aku akan menceritakan semuanya. Benarkah? Apa kamu bisa memfotokannya untukku, kamu kan tahu aku sangat ingin suatu saat menikah dengan konsep seperti itu. hah benar juga aku sudah menikah, jadi tak mungkin terwujud.” Laksa baru saja akan masuk ke dalam kamarnya dan Luna, saat dia mendengar suara istrinya itu yang sedang berbicara dengan seseorang dari telepon, terlihat sangat akrab kalau dari caranya berbicara. Laksa bahkan tak tahu kalau Luna bisa juga bicara sebanyak dan seluwes itu, selama ini Luna memang terkesan lebih pendiam saat ada di dekatnya, dia akan bicara jika Laksa bertanya, Luna tidak pernah mengatakan keinginan hati
Akhirnya Laksa hanya bisa menanyakan kegiatan sang istri hari ini, tanpa menyatakan dimana dirinya sekarang berada, tapi dia berjanji akan mengatakan semuanya setelah sampai di rumah, banyak hal yang harus mereka bicarakan tapi Laksa butuh suasana yang tenang. Saat seorang perawat memangil keluarga Raya serempak dia dan sang manager restoran berdiri, mereka lalu diarahkan untuk menemui dokter paruh baya yang sangat dikenal Laksa. “Apa anda berdua keluarganya?” “Saya manager restoran tempat ibu Raya pingsan, saya hanya ingin memastikan kalau pingsannya ibu Raya ada sangkut pautnya dengan restoran kami atau tidak.” Sang dokter mengangguk mengerti meski begitu dia melirik pada Laksa yang hanya berdiri diam di depannya. “Saya bisa memastikan kalau ibu Raya pingsan bukan karena makanan dan minuman yang dia makan tapi karena stress dan tertekan, syukurlah untuk janin yang dia kandung baik-baik saja.” “Jadi dia benar hamil, Dok?”
Laksa langsung mendekati Raya, dia memang tidak tahu apapun tentang pertolongan pertama pada orang sakit , jadi yang bisa dia lakukan adalah memastikan Raya masih bernapas dengan tangannya yang gemetar. Bagaimanapun Raya pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya dan juga sebagai sesama manusia tentu saja Laksa tak bisa meninggalkannya begitu saja. “Tolong segera kirim ambulance, seorang wanita tiba-tiba pingsan.” Laksa lalu menyebutkan alamat restoran ini. Tak lama kemudian manager restoran tiba-tiba muncul entah siapa yang memberitahunya, tapi kemunculan sang menager berhasil meredam kehebohan yang ada. “Apa yang terjadi, pak?” tanya sang manager ramah dan berusaha tenang meski Laksa tahu ada getar dalam suara laki-laki itu. “Saya juga tidak tahu kami baru saja selesai bicara dan saya sudah akan pergi tapi tiba-tiba saja dia terjatuh,” kata Laksa menjelaskan sesingkat mungkin. Seorang pelayan wanita masuk dan meletakkan
“Sudahlah yang penting aku menemuinya hanya untuk menyelesaikan masalah saja.” Laksa tak menyadari kalau keputusan yang dia ambil kini akan berdampak besar pada kehidupan pernikahannya kelak. “Aku akan keluar sebentar,” kata Laksa pada asistennya. “Tapi pak jam tiga kita ada pertemuan dengan seorang investor.” “Aku akan kembali sebelum itu.” Asisten itu terlihat bimbang, tapi tak mungkin dia melarang bosnya apalagi Laksa sudah masuk ke dalam lift. “Semoga bapak bisa kembali tepat waktu dan tidak ada masalah lagi kedepannya,” gumam sang asisten entah mengapa dia memiliki firasat buruk. Laksa memasuki restoran jepan yang dulu menjadi favorit Raya setiap kali mereka bertemu. Seorang pelayan memakai pakaian tradisional jepang menyambut Laksa di depan pintu setelah Laksa mengatakan akan bertemu dengan Raya. “Akhirnya kamu datang juga.” Laksa melirik jam tangannya mengisyaratkan kalau dia
Tidak banyak waktu yang tersisa untuk Laksa dalam meyiapkan event besar yang akan diadakan di hotelnya. Tanda tangan kontrak memang sudah dilakukan dan pihak penyelenggara memberikan beberapa syarat yang harus manageman hotel penuhi terkait dengan sarana dan prasarana yang akan digunakan. Tumpukan dokumen laporan berserakan di meja kerjanya menunggu untuk dikerjakan. Bukan tanpa aasan dia bekerja sekeras ini, dia hanya ingin membuktikan pada semua orang dia bukan hanya beruntung mewarisi semua kekayaan ini, tapi dia juga punya kemampuan untuk membawa kemajuan usaha yang telah dirintis kakeknya dan juga Laksa ingin membuktikan meski dia lahir dari rahim wanita yang gila harta, tapi dia berbeda dengan ibunya. Itu juga salah satu alasan dia akan tetap setia pada istrinyaa, di samping rasa yang mulai tumbuh subur di hatinya. "Maaf, pak. Ada telepon untuk bapak," suara asistennya terdengar dari interkom yang terhubung antar ruangan. "Dari siapa?" Sang asisten terdengar menghela napas
"Tentu saja , Ma. Aku akan bertajan selama kak Laksa masih menginginkanku dan juga tidak menduakanku," jawab Luna yakin. Sang mama menganggukkan kepala. "Bagus, jawaban itu yang ingin mama dengar, jika kamu masih ingin mempertahankan semuanya kamu harus lawan wanita itu." Sang mama menghela napas sebentar dan meminum air putih di depannya. "Dengar, Nak. Mama memang bukan mama kandung Laksa, tapi mamalah yang merawatnya sejak kecil dan dia bukan orang yang tidak bertanggung jawab. Dia pernah bilang pada mama akan mempertahankanmu di sisinya jadi jangan pernah menyerah." Luna menangguk, suaminya juga pernah mengatakan hal yang sama. "Kak Laksa juga pernah mengatakannya pada Luna." "Jadi kamu harus percaya Laksa kalau dia tidak aka kembali pada wanita itu, tapi mungkin dia akan membantunya. Sifatnyaa, tapi hanya sebatas itu yang perlu kamu lakukan adalah mencegah mereka untuk taak sering bertemu. " Lun
Luna menyadarkan tubuhnya yang terasa lelah luar biasa di kursi penumpang, di sampingnya Laksa menyetir mobil dengan wajah keruh, membuat Luna enggan untuk memulai pembicaraan dengannya. Beberapa saat yang lalu memang Laksa menjemputnya di sanggar saat dia sedang ngobrol dengan Vano di halaman belakang dan tentu saja hanya berdua karena Vira benar-benar tak muncul sampai akhir. "Hhh." Helaan napas panjang dan lelah Luna bahkan tak membuat Laksa menoleh laki-laki itu masih fokus dengan kemudinya. Luna tak tahu apa sebenarnya kesalahannya sehingga Laksa berubah dingin seperti ini. Apa karena Luna menemui mantan kekasih suaminya itu? Atau karena di pergi ke sanggar? Tapi Luna sudah minta Izin dan kalau ternyata Laksa terlambat membukanya itu bukan salahnya kan. Kenapa Laksa marah? "Kakak sudaah makan siang?" tanya Luna mencoba untuk membuka pembicaraan dengan suaminya meski dia sedikit ngeri sendiri dengan sikap Laks
"Maaf, kak. Aku kira tidak ada orang," kata Luna tak enak hati. "Masuklah, sudah lama kamu tidak kemari." Luna bimbang di dalam sana hanya ada Vano yang sedang melakukan entah apa, tapi kalau dia langsung pergi rasanya juga tidak sopan bagaimanapun Vano juga orang yang sangat berjasa untuknya. "Apa kabar kak?" sapa Luna sedikit sungkan. Vano mengangkat alisnya dengan senyum mengejek. "Baik. Setidaknya aku tidak menangis hari ini," kata Vano menyebalkan. Luna mengerucutkan bibirnya, Vano masih tetap sama menyebalkanya seperti dulu."Aku tidak menangis." "Percaya." Jawaban yang makin mempertegas kalau laki-laki itu hanya sedang ingin mengejek Luna. "Kakak ngapain di ruangan Vira?" tanya Luna sebal sendiri. "Bumil habis nangis otaknya ikut eror juga. Kamu tidak lupa kan kalau aku pemilik tempat ini dna bisa bebas berada di mana saja yang aku suka." Ish sebel banget Luna dikatain seperti itu, dia yang sudah duduk di sofa langsung bangkit dan melangkah pergi. Lebih baik dia jalan
Luna keluar dari cafe dengan kaki yang bergetar hebat, dia tak pernah suka bertengkar dengan orang lain. Saat akan berkonfrontasi dengan orang lain Luna lebih memilih mengatakan apa yang memang perlu dikatakan lalu pergi begitu saja, tanpa mau menoleh lagi. Terkesan pengecut memang tapi seperti itulah Luna. JIka hari ini dia mampu berkonfrontasi dengan Raya, itu semata-mata karena rasa cemburu yang mendominasi pikirannya. Dia mencintai Laksa dengan tulus dan laki-laki itu juga mengatakan kalau hanya Luna yang akan menjadi masa depannya, meski tanpa ada kata cinta, tapi bagi Luna itu sudah cukup. Dia jadi punya keberanian untuk melawan. "Mbak Luna baik-baik saja?" tanya sopir yang mengantarkan Luna. Dia menatap khawatir menantu majikannya ini. Luna terlihat pucat dan lemas. "Saya baik-baik saja, Pak." Luna memberi senyum sebahai ucapan terima kasih, si bapak membukakan pintu mobil untuknya. "Kita langsung pulang, mbak?" tanya sang sopir. Luna menimbang sejenak, dia tak
Tanpa menunggu dipersilahkan Luna meanrik kursi dan duduk di sana. Perutnya yang besar memang membuatnya tak betah untuk berdiri terlalu lama. "Mau pesan apa?" tanya Raya yang telah mampu menguasai dirinya. Sepertinya beberapa bulan menjadi istri Laksa membuat wanita lebih berani tak sepolos dan sepengecut dulu. LUna melihat buku menu dan dia langsung menginginkan oreo milkshake dan brownies yang terlihat menggoda di sana. "Kamu cukup berani juga memesan minuman itu padahal tubuhmu sudah gendut," Komentar Raya saat Luna menyebutkan pesanannya. Wah bodyshaming ini. "Sya memang sedang hamil jadi wajar kalau tubuh saya berisi, justru kalau kurus suami saya akan khawatir." "Hati-hati. Laki-laki tidak suka dengan wanita gendut," kata Raya sok menasehati. Luna tersenyum mendengar nasehat 'baik hati' dari mantan kekasih Laksa ini. "Mungkin, Tapi suami saya bilang lebih suka memeluk saya yang lebih berisi d